• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH AGAMA Islam adalah Agama yang Ce

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH AGAMA Islam adalah Agama yang Ce"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH AGAMA

Islam adalah Agama yang Cerdas

Disusun Oleh:

Syarifah Asyaul Baity

NIM: F3517047

D3 Manajemen Bisnis

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa pola hidup masa kini condong pada gaya hidup materialistik. Persaingan sangat ketat dalam mendapatkan segela sesuatu yang dapat memberikan keuntungan. Kecondongaan perilaku yang konsumtif dan individualis merupakan warna kehidupan masyarakat saat ini.

Dalam diri manusia sudah pasti ada nafsu yang mendorong untuk berbuat negatif, tergantung pribadi masing-masing bagaimana menyikapi atau melawan nafsu tersebut. Disadari atau tidak hal tersebut dapat menuntun untuk berbuat hal keji dan yang tidak diridhai Allah SWT.

Masalah ini bukan hal yang asing dibicarakan, namun sampai sekarang masalah tersebut masih tetap saja perlu dibahas dan disdiskusikan agar bisa saling mengingatkan. Mengapa demikian? Karena pembahasan tentang penyakit hati adalah pembahasan yang sangat penting yang berkaitan dengan pengamalan Agama Islam secara benar.

Sekarang ini banyak sekali orang yang merasa dirinya beriman, dan bertaqwa. Mereka juga beribadah, namun sebagian orang ada yang beribadah semata-mata karena karena ingin dilihat dan dicap sebagai orang yang baik oleh orang lain. Di makalah ini saya akan membahas tentang

Riya’.

B. Rumusan Masalah

(3)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riya’

Riya’ adalah sikap ingin dipuji atau disanjung orang lain atas perbuatan yang telah

dilakukannya. Allah SWT berfirman dalam Surah al-Baqarah ayat 264 sebagai berikut:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS al-Baqarah : 264)

Banyak amalan yang rusak karena perbuatan riya’. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam beramal menjadi sangat penting untuk menetapkan pahala yang telah diperoleh. Seperti pernah dituturkan oleh Rasullulah SAW bahwa di akhirat nanti banyak orang yang mengaku banyak

alaman, tetapi ternyata kosong karena habis oleh perbuatan riya’ yang dilakukan tanpa disadari. Riya’ adalah salah satu bentuk penyakit hati yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata, penyakit riya’ dapat dihindari dengan sikap muraqabah (mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan selalu waspada terhadap segala kelalaian dalam hidup. Dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan setiap saat mengingat nama-Nya membuat hati menjadi bersih. Oleh karena itu, setiap ada godaan untuk melakukan kesalahan atau dosa, hati yang bersih tidak akan terundukan.

Abu ‘Abdillah ar-Tirdmizi berkata, “Hati yang lembut adalah yang takut kepada Allah, hati yang suci adalah yang mampu berbuat lembut kepada saudaranya, hati yang teguh adalah

yang kuat memegang agama Allah”.

(https://books.google.co.id/books?id=nAq1ED_E7BQC&pg=PA32&dq=riya+adalah&hl=jv &sa=X&ved=0ahUKEwiSjY36janYAhXIO48KHdU5BRAQ6AEINzAD#v=onepage&q=riy a%20adalah&f=false)

(4)

B. Bahaya Riya’

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat

adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya

kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab :

‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman :

‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar

menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia

pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan

dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya,

serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau

menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an

supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas

mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya

(mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’

Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau

cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman:

‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah

hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”

Mengapa kita tidak boleh berbuat Riya’?

Di dalam al Qur`an dan as Sunah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat. Dan ia juga termasuk dosa besar yang merusak. Di antara bahaya riya’ adalah sebagai berikut:

1. Riya’ Lebih Berbahaya Bagi Kaum Muslimin Daripada Fitnah Masiih Ad Dajjal.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian

daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu

syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada

orang yang memperhatikan shalatnya”.[HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id

al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30]

2. Riya’ Lebih Sangat Merusak Daripada Serigala Menyergap Domba

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda : “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan

(5)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta, kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua

ini menggerakkan riya’ di dalam diri seseorang.

3. Amal Shalih Akan Hilang Pengaruh Baiknya Dan Tujuannya Yang Besar Bila Disertai

Riya’.

Allah berfirman :

“Maka celakalah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang yang berguna”. [al Ma’uun : 4-7]

Orang yang berbuat riya’ dan tidak mau menolong orang lain, karena shalat mereka tidak mempunyai pengaruh dalam hati mereka, sehingga mencegah kebaikan dari hamba-hamba Allah. Mereka hanyalah menunaikan gerakan-gerakan shalat dan memperindahnya, karena semua mata memandangnya, padahal hati mereka tidak memahami, tidak tahu hakikatnya dan tidak mengagungkan Allah. Karena itu, shalat mereka tidak berpengaruh terhadap hati

dan amal. Riya’ menjadikan amal itu kosong tidak ada nilainya.

4. Riya’ Akan Menghapus Dan Membatalkan Amal Shalih.

Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang

menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir”. [al Baqarah : 264].

Hati yang tertutup riya’ ibarat batu licin yang tertutup tanah. Orang yang berbuat riya’ tidak akan membuahkan kebaikan, bahkan ia telah berbuat dosa yang akan dia peroleh

akibatnya pada hari Kiamat. Riya’ menghapuskan amal shalih, dan seseorang tidak

mendapatkan apa-apa karenanya di akhirat nanti dari amal-amal yang pernah ia lakukan di

(6)

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah

akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?” [HR Ahmad, V/428-429 dan al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/324, no. 4135 dari Mahmud bin Labid. Lihat Silsilah Ahaadits Shahiihah, no. 951]

Pelaku riya’ akan memamerkan amalnya agar dipuji, disanjung dan mendapatkan

kedudukan di hati manusia. Dia tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah, dan tidak pula dari orang-orang yang memujinya, karena yang berhak memberi balasan hanya Allah saja. Allah berfirman dalam hadits Qudsi :

“Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka

Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya” [HR Muslim, no. 2985 dan Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah)]

5. Riya’ Adalah Syirik Khafi (Tersembunyi).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,“Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu

syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu ia menghiasi (memperindah) shalatnya, karena

ada orang yang memperhatikan shalatnya”.[HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu

Sa’id al Khudri, hadits ini hasan-Shahih Ibnu Majah, no. 3389]

6. Riya’ Mewariskan Kehinaan Dan Kerendahan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain (agar orang tahu amalnya),

maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia

dan menghinakannya”.[HR Thabrani dalam al Mu’jamul Kabiir; al Baihaqi dan Ahmad,

no. 6509. Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir. Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib, I/117, no. 25].

7. Pelaku Riya’ Tidak Akan Mendapatkan Ganjaran Di Akhirat.

Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi

(keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di

akhirat”. [HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]

8. Riya’ Akan Menambah Kesesatan Seseorang.

(7)

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan

mereka berdusta”. [al Baqarah : 9-10].

9. Riya’ Merupakan Sebab Kekalahan Ummat Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka” [HSR an Nasa-i, VI/45, dari Mush’ab bin

Sa’ad bin Abi Waqqash][2]

Ikhlas karena Allah menjadi sebab ditolongnya umat ini dari musuh-musuh

mereka. Allah melarang kita keluar berperang dengan sombong dan riya’, karena hal ini

akan membawa kepada kekalahan. Allah berfirman :

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan

rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari

jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”. [al Anfaal : 47]. (Sumber: https://almanhaj.or.id/2730-bahaya-riya.html)

(Diakses: Tgl 26-12-2017 pukul 09.00 WIB)

C. Cara Menghindari Sifat Riya’

Menghindari sikap riya’ memang bukanlah perkara mudah. Sebab pada dasarnya sifat manusia itu senang dipuji. Hanya orang-orang tertentu berhati ikhlas yang bisa menghindari

sifat riya’. Berikut ini beberapa cara menghindari riya’: 1. Luruskan niat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya segala perbuatan itu

tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa yang ia

niatkan”. (H.R.Bukhari Muslim)

Cara menghindari riya’ yang pertama yakni dengan meluruskan niat. Ingatlah bahwa

segala macam perbuatan kita bergantung pada niat. Apabila niat kita baik, Lillahi Ta’ala (hanya karena Allah SWT) maka insyaAllah itu akan dicatat sebagai pahala. Sebaliknya, jika terbesit rasa ingin dipuji oleh manusia maka perbuatan kita tidak memperoleh apapun. Bahkan bernilai dosa. Maka itu, sebelum melakukan sesuatu pastikan untuk memperbaiki niat dalam hati

2. Berdoa dan memohon pertolongan Allah SWT

(8)

tercela seperti riya’. Jangan pernah lelah berdoa kepada Allah agar diperkuat keimanan dan dilindungi dari bisikan syetan.

3. Menyadari kedudukan diri hanyalah seorang hamba

Manusia terkadang sering lupa diri. Kenikmatan dunia yang begitu memakau (seperti harta benda, kedudukan, wajah yang rupawan, dan keturunan) kerapkali membuat manusia

menjadi sombong dan riya’ (pamer). Padahal semua kenikmatan tersebut adalah pemberian Allah SWT. Tapi manusia menganggap itu diperoleh dari usahanya sendiri. Na’udzubillahi

mindzalik. Pemikiran inilah yang kemudian memicu munculnya penyakit hati. Hingga membawa manusia ke dalam kesesatan.

Hendaknya kita menyadari bahwa kita hanyalah hamba Allah. Ciptaan Allah. Tak ada yang kita miliki di dunia ini. Semuanya hanya titipan yang bersifat fana dan pasti akan musnah. Apabila hati kita sanggup menyadari hal tersebut maka insyaAllah kita akan

terhindar dari sifat riya’.

4. Mengendalikan hati

Berusahalah mengendalikan hati agar tidak terbuai dengan pujian manusia. Sebuah pujian memang bisa memotiviasi diri menjadi lebih baik. Namun demikian, terkadang

pujian juga bisa menjadi racun hingga membuat kita jadi riya’. Maka dari itu, cobalah untuk

tidak berbangga diri. Ingatlah dan terus mengingat bahwa apa yang kita lakukan saat ini semata-mata karena izin Allah SWT. Kita mampu beramal karena diberikan rezeki berkecukupan. Kita bisa sholat dengan sempurna karena diberikan kesehatan. Jadi berterimakasihlah pada Allah SWT.

5. Memperbanyak bersyukur

Bersyukur dapat menjadi salah satu cara menghindari sifat riya’. Dengan memperbanyak rasa syukur kepada Allah SWT, kita tidak akan terlalu mengharapkan pujian dari orang lain. Cukup Allah yang menjadi saksi hidup kita. Dan sering-seringlah mengucapkan Alhamdulillah. Jangan sampai kita pamer ibadah hanya agar banyak teman, agar dicintai, diagung-agungkan atau mungkin agar naik jabatan. Percayalah pujian dari manusia tidak akan berlangsung selamanya. Lebih syukuri apa yang ada dan niatkan segala sesuatu hanya untuk Allah SWT.

6. Terus-menerus mengingat Allah Ta’ala

Telah dijelaskan dalam Al-Quran bahwasahnya syaitan tidak akan pernah lelah menggoda manusia menuju jalan yang sesat. Sebab itu, manusia harus sering meminta perlindungan kepada Allah, salah satunya lewat berdizikir. Aktivitas dzikir akan membuat kita terus mengingat Allah. Dengan demikian, syaitan akan sulit mencari celah untuk masuk. Umumnya orang-orang yang gemar berlaku riya; jarang sekali menyebut asma Allah, sebagaimana firmanNya:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah

kecuali sedikit sekali”(QS. An Nisaa’:142).

7. Sembunyikan amal kebaikan seperti menyembunyikan aib

Cara selanjutnya untuk menghindari riya’ yakni dengan menyembunyikan ibadah dan

(9)

Ta’ala yang tahu. Sembunyikan amal kebaikan layaknya kita menyembunyikan aib-aib dalam diri. Dengan demikian kita pun bisa terhindar dari pujian manusia dan jauh dari sifat

riya’.

8. Belajar ikhlas

Ikhlas adalah tiangnya sebuah amal shalih agar dapat diterima oleh Allah. Seseorang yang beramal dengan niat ikhlas dan tidak berharap pujian dari orang lain maka insyaAllah amalnya diterima oleh Allah SWT.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai

kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. (HR. Muslim) 9. Mengingat kematian

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda: “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR

At-Trimidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Jika memang sulit untuk menghindari riya’, cobalah memperbanyak mengingat

kematian. Baik di hati maupun lisan. Ingatlah bahwa hidup tidak akan selamanya. Pujian manusia tidak berarti apapun dan tidak mendatangkan pahala. Jadi, untuk apa mengejar pujian manusia? Pujian berlebihan justru bisa menjerumuskan manusia ke lubang neraka. 10. Menggiatkan ibadah

Salah satu ciri orang yang suka riya’ biasanya ibadanya tidak rutin. Kadang solat,

kadang tidak solat. Kebiasaan ini membuat seseorang semakin jauh dari Allah SWT.

Hatinya semakin kosong, sehingga penyakit pun mudah ‘hinggap’. Berbeda dari orang

-orang yang khusyu’ dalam beribadah. Mereka sering membaca doa, Al-Quran, bersolawat, solat juga rutin sehingga hatinya pun menjadi tenang dan tidak mudah tergoda dengan pujian manusia.

11. Membaca buku-buku agama

Orang tidak berilmu biasanya mudah terjerumus ke jalan yang sesat. Mudah ikut-ikutan dan tidak memiliki prinsip hidup. Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa kebodohan dan kedzaliman adalah pangkal dari segala keburukan. Maka sebab itu, agar tidak terbawa pada keburukan maka perbanyaklah menggali ilmu pengetahuan. Khususnya ilmu agama. Karena agama menjadi perkara penting yang akan dimintai pertanggung

jawaban di akhirat. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda: “Menuntut ilmu

merupakan kewajiban atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Dengan memperbanyak membaca buku-buku agama, kita bisa memperoleh

pengetahuan tentang bahayanya sifat riya’. Dan perihal pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT untuk orang-orang yang ikhlas. Dengan demikian kita bisa semakin termotivasi untuk berbuat ikhlas.

12. Menyadari bahwa Allah selalu mengawasi

Cara menghindari riya’ selanjutnya dengan menyadari bahwa Allah SWT selalu

mengawasi kita. Bahkan disaat kita sendirian. Walaupun kita tidak bisa melihat Allah, tapi Allah bisa melihat kita. Rasulullah shollalllahu alaihi wasallam bersabda:

“Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya

sesungguhnya Dia melihatmu” (hadist Muttafaqun alaih) 13. Selalu mengingat bahaya riya’

(10)

itu sifat yang sangat berbahaya. Riya’ tidak hanya membuat kita terjerumus ke neraka, tapi

riya’ juga dianggap syirik kecil, menghapus amal pahala, dan dianggap lebih kejam dari

fitnah Dajjal.

Dari Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

pernah bersabda, “Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih aku takutkan bagi

kalian menurutku dibanding dari fitnah Al Masih Ad Dajjal?” “Iya”, sahut sahabat. Beliau pun bersabda, “Syirik khofi (syirik yang samar) di mana seseorang shalat lalu ia perbagus

shalatnya agar dilihat orang lain.” (HR. Ibnu Majah) 14. Hidup dalam kesederhaan

Walaupun kita memiliki banyak harta, kerabat atau teman, sebaiknya jangalah bersikap sombong. Cobalah untuk tetap sederhana dalam bersikap. Kesederhaan membuat kita menjadi sosok yang lebih baik, ikhlas, dan tidak mudah melakukan riya’. Tidak perlu memamerkan amalan kita agar dipuji. Cukup bertindak sederhana, orang lain pasti bisa menilai apakah kita benar-benar orang baik atau bukan.

15. Memperbanyak meminta ampun pada Allah

Sering-sering meminta ampunan kepada Allah SWT. Kita manusia adalah tempatnya dosa dan khilaf. Terkadang bersikap pamer tapi tidak menyadari. Oleh karena itu, perbanyak beristighfar agar dosa-dosa kita dihapus oleh Allah. Dan terus memperbaiki diri dan bertaubat dari perbuatan-perbuatan yang tercela.

(11)

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Riya’ adalah salah satu bentuk penyakit hati yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata,

penyakit riya’ dapat dihindari dengan sikap muraqabah (mendekatkan diri kepada Allah

SWT) dan selalu waspada terhadap segala kelalaian dalam hidup.

Di dalam al Qur`an dan as Sunah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat. Dan ia juga termasuk dosa besar yang merusak.

Sebagai seorang muslim kita harus senantiasa menjauhi sifat Riya’. Dengan

membiasakan diri untuk ikhlas dalam melakukan ibadah atau amal perbuatan lain, meningkatkan sifat syukur kepada Allah SWT dan juga meninggalkan sifat pamer

B. Saran

(12)

DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?id=nAq1ED_E7BQC&pg=PA32&dq=riya+adalah&hl= jv&sa=X&ved=0ahUKEwiSjY36janYAhXIO48KHdU5BRAQ6AEINzAD#v=onepage& q=riya%20adalah&f=false

https://almanhaj.or.id/2730-bahaya-riya.html

Referensi

Dokumen terkait

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan yang dilakukan secara akurat dan tepat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Working Capital Turn Over yang kurang baik terlihat pada tahun 2006 dan tahun 2009 karena memiliki working capital turn over yang kurang dari standar rasio, sehingga jika dilihat

Untuk menilai keamanan suatu obat , berbagai studi toksisitas dapat dilakukan pada hewan laboratorium....

pada siklus I belum mencapai tujuan yang akan dicapai. Nilai rata-rata yang harus dicapai adalah 75. Pada siklus II nilai rata-rata yang dicapai sebesar 81,71 dalam kategori

Dari tujuh karakteristik responden Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir hanya dua karakter yang akan diuji dengan menggunakan pengujian regresi linear berganda, diduga dua