ANALISIS FENOMENA SOSIAL DENGAN TEORI KARL MARX (Marxist) ( Perbudakan perajin patung di trowulan - mojokerto )
Pada abad 19, Karl Marx merupakan salah satu pengkaji bagaimana situasi buruh yang terjadi pada saat itu, Marx merupakan seorang revolusioner yang mulai panik dengan timbulnya perkembangan industrialisasi. Pada abad tersebut masyarakat industrialisasi terdiri dari dua kelas yang memiliki persaingan karena pembagian hasil produksi yang tidak adil. Di satu pihak terdapat kaum kapitalis yang memilik sarana produksi dan di pihak lain terdapat kaum proletar yang menjual tenaganya kepada kaum kapitalis. Akibatnya kaum proletar menjadi terasing.
Marx juga menjelaskan bahwa pekerjaan manusia mengalami empat lapis keterasingan,
yaitu: keterasingan dari hasil kerjanya, keterasingan dari tindakan berproduksi, keterasingan dari sesama manusianya dan, keterasingan dari spesciesnya (jenisnya). Dari teori Marx tersebut saya mencoba menganalisis tentang fenomena sosial yang terjadi di Desa Trowulan Kabupaten Mojokerto tentang perbudakan perajin patung.
Pengertian buruh dalam KBBI adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Sedangkan pada kasus ini buruh yang dimaksud adalah “buruh kerah biru”, buruh kasar yang menggunakan tenaga otot dalam bekerja. Minimnya pendidikan di pelosok mengakibatkan banyak adanya perdagangan manusia yang dijadikan sebagai pekerja yang bisa diperlakukan dengan semena-menanya.
Buruh perajin patung ini bekerja untuk menghasilkan kerajinan patung yang berbahan dasar dari batu gunung. Mereka bekerja pada jam yang sangat panjang, terkadang sampai 15 jam dalam satu hari dan dengan upah yang sangat kecil karena mereka bekerja dengan sistem penghasil produk yang terbanyak maka mempunyai penghasilan yang besar (borongan), upah ini pun tidak sesuai dengan tenaga yang ia keluarkan pasalnya mereka pun tidak semata-mata membuat kerajinan namun juga membantu menurunkan batu gunung yang sangat besar turun dari truk dengan peralatan manual dan memahatnya menjadi bagian-bagian kecil sesuai dengan ukuran patung yang sudah ditentukan.
Dalam kasus ini para perajin patung juga mendapatkan perlakuan yang kurang baik
dalam hal fasilitas jaminan kesehatan maupun jaminan kecelakaan kerja, bahkan para perajin sering kali tidak menggunakan safety dalam bekerja. Dalam pelaksanannya seringkali keluar