• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian

Budaya

Kerja

Budaya berasal dari bahasa sansakerta budhayah sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi sebagaimana dalam bahasa Inggris di kenal sebagai culture (latin – cotere) yang semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (mengolah tanah pertanian), kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity), dan hasil karyanya (performance). Budidaya dapat juga diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun keterampilan masyarakat atau kelompok manusia. Budaya selalu bersifat sosial dalam arti penerusan tradisi sekelompok manusia yang dari segi materialnya dialihkan secara historis dan diserap oleh generasi-generasi menurut “nilai” yang berlaku. Nilai disini adalah ukuran-ukuran yang tertinggi bagi perilaku manusia.

(2)

 

keyakinan, praktik, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Dan membantu membentuk perilaku dan menyesuaikan persepsi.

Elemen-elemen budaya kerja menurut Tim Pusdiklat Pegawai BPPK (2008:5) dan AB Susanto, FX Sujanto, H. Wijanarko, P. Susanto, S. Mertosono, W. Ismangil (2008:7) dapat digambarkan sebagai berikut:

G a m b a r 2 . 1 Elemen-elemen Budaya Kerja

Sumber: Tim Pusdiklat Pegawai BPPK (2008:5)

Pentingnya budaya dalam mendukung keberhasilan satuan kerja menurut Newstrom dan Davis (1993:58-59) adalah bahwa budaya memberikan identitas pegawainya, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta kontinyuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pegawainya, dan yang lebih penting adalah budaya

NILAI DASAR

SIKAP

ASUMSI/PERSEPSI

PERILAKU

OUTPUT/HASIL TIDAK

TAMPAK

(3)

 

membantu merangsang pegawai untuk antusias akan tugasnya. Sedangkan tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan (Triguno, 2004:6).

Menurut Hasibuan (2000:47), kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja juga merupakan realisasi diri (S. Poepowardojo, 1985:116).

Pada hakikatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam bekerja adalah ibadah, perintah Tuhan atau panggilan mulia.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baehaqi; “Bahwasanya Allah SWT mencintai orang-orang yang bekerja”. Dostoyevsky dalam Sofo (2003:390) mengganti istilah kerja dengan kata “pembelajaran”.

(4)

 

pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisai. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. (Triguno, 2004:1).

Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Triguno, 1996:3). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002).

(5)

 

dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Sehingga budaya kerja dapat diartikan sebagai cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

2.2 Terbentuknya Budaya Kerja

(6)

 

G a m b a r 2 . 2 Proses terbentuknya budaya kerja

Sumber: Robbins (2006:734)

Robbins (2006:734) menjelaskan bagaimana budaya kerja dibangun dan dipertahankan yang ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku bawahannya untuk dapat diterima di lingkungan tempat kerjanya. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan.

Filosofi organisasi yang dijumpai

Sosialisasi Kriteria

seleksi

Manajemen puncak

(7)

 

2.3 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur

Menurut Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002 nilai-nilai budaya kerja aparatur pemerintah itu terdiri dari 34 unsur/17 pasang yang diharapkan dapat dikembangkan, sehingga akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktivitas dan kinerja aparatur pemerintah.

Di bawah ini dijelaskan nilai-nilai budaya kerja yang mencakup: nilai-nilai, arti, seharusnya, dan upaya untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

Tabel 2.1 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur Pemerintah

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

1. Komitmen

tugas secara taat asas

Merumuskan visi dan misi organisasi secara jelas

2. Wewenang dan tanggung jawab

Setiap pegawai diberi peran dan tanggung jawab sesuai posisi

Wewenang dan tanggung jawab jelas dan tegas

Harus menyampaikan rasa hormat dan kepercayaan dan perilaku positip (ikhlas dan jujur)

 

 

 

(8)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

4. Integritas dan

objektif sesuai debgan tolak ukur kinerja yang jelas 5. Kreativitas

dan Kepekaan

Punya gagasan baru lebih baik dan peka terhadap peluang dan jalan keluarnya.

Penghargaan bagi pegawai yang kreatif dan menciptakan

secara baik dan memberi contoh

7. Kebersamaan dan resiko (pribadi dan kelompok) dan keuntungan yang akan

diperoleh tugas dan tanggung jawab yang jelas

9. Rasionalitas dan

Kecerdasan Emosi

(9)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

11. Disiplin dan Keteraturan Kerja

Taat aturan, sistematis dalam langkah (SOP) jelas, merit rating diaplikasikan, perangkat keras dicukupi

12. Keberanian dan Kearifan tepat waktu dan sesuai nilai-nilai secara konsisten, tegas dan adil tanpa pandang bulu & negara, bukan loyalitas tinggi budaya kerja (KBK). Menanamkan

kesadaran terhadap pencapaian visi

14. Semangat dan oragisasi

Peningkatan

Teliti, rajin dan tidak emosional dan tidak putus asa dalam dapat dicapai, realistis dan jelas (SMART).

 

(10)

 

No. Nilai-nilai Arti Seharusnya Upaya

16. Keadilan dan Keterbukaan

Adil pada pegawai dan masyarakat sesuai fungsi, hak dan kewajibanya, secara terbuka dan jelas, pelanggar dasar ilmu yang

baku dan menggunakan alat

yang tepat guna

Mengikuti era

Sumber: Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002

Penerapan budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan perilaku aparatur menuju tata kerja yang terartur, rapi, bersih dalam menggapai peningkatan produktivitas dan kualitas kerja, agar pencitraan aparatur Departemen Agama yang mengemban misi penjaga moral bangsa menjadi lebih baik dan berwibawa.

(11)

 

2.4 Persepsi Pegawai dan Pengaruhnya Terhadap Sikap dan

Perilaku

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins, 2006:169). Persepsi sebagai penghayatan langsung oleh seorang pribadi atau proses-proses yang menghasilkan penghayatan langsung. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang (Mar’at 1984:22-23). Manusia mengamati obyek dengan inderanya sendiri yang diwarnai oleh nilai dari kepribadiannya, sedangkan obyeknya dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu.

(12)

 

G a m b a r 2 . 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Sumber: Robbins (2006:170)

Gambar tersebut di atas menunjukkan bagaimana pegawai mempersepsikan kerja berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan membentuk persepsi tertentu mengenai kerja. Di sini setiap pegawai memberikan makna yang berbeda dalam memandang nilai-nilai budaya kerja yang ada.

Hubungan antara persepsi pegawai terhadap nilai, sikap dan perilaku sesuai dengan yang diinginkan dapat terjadi apabila terdapat kesesuaian antara persepsi yang didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini dengan nilai-nilai budaya kerja yang ada.

Faktor dalam situasi

• Waktu

• Keadaan / tempat kerja

• Keadaan sosial

PERSEPSI

Faktor pada pemersepsi

• Sikap

• Motif

• Kepentingan

• Pengalaman

• Pengharapan

Faktor pada target

• Hal baru

• Gerakan

• Bunyi

• Ukuran

• Latar belakang

(13)

 

2.5 Budaya Kuat, Tepat dan Adaptif

Budaya kuat adalah budaya kerja yang ideal. Dimana kekuatan budaya mampu mempengaruhi intensitas perilaku. Ada tiga ciri khas budaya kuat thickness, extent of sharing, dan clarity of ordering (Sathe, 1985 dalam Ndraha, 2003:122-123). Sedangkan menurut Robbins “A strong culture is characterized by the organization’s core values being intensely held, clearly ordered, and widely shared”. Semakin kuat budaya, semakin kuat pengaruhnya terhadap lingkungan dan perilaku manusia. (Ndraha, 2003:123).

Kotter dan Heskett (1997) dalam penelitiannya menyimpulkan betapapun kuatnya budaya dan cocok untuk situasi atau lingkungan (context), tetapi tidak untuk situasi lainnya maka diperlukan dimensi lain yaitu ketepatan dan kecocokan. Budaya yang kuat namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi sesungguhnya dapat mengakibatkan orang berperilaku menghancurkan. Oleh karena itu Kotter dan Heskett memandang hanya budaya kerja yang mendukung satuan kerja atau organisasi untuk mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkunganlah yang dapat menunjukkan kinerja yang tinggi (Ndraha, 2003:124).

(14)

 

2.6 Pengertian

Kemampuan

Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi sangat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera maju dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global. Kemampuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja.

Menurut Sofo (2003:150) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka.

(15)

 

kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what he does do (As’ad, 2000:60).

Kemampuan sejati adalah kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif seluruh potensi yang ada dalam diri manusia berupa kekuatan fisik, akal pikiran, jiwa, hati nurani (spiritualitas) dan etika sosial di lingkungannya untuk mewujudkan hasil karya terbaik dan bermanfaat (Kepmenpan Nomor: 25/KEP/M.PAN/04/2002:72).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seorang pegawai dalam menyelesaiakan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugasnya.

2.7 Hubungan Budaya Kerja Dengan Kemampuan

(16)

 

Triguno, 2004:9). Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat khas budaya kerja adalah kemampuan mengelola proses perubahan, karena berdasar pada nilai-nilai kebersamaan/integritas, sehingga sedikit demi sedikit sikap perilaku yang negatif akan terkikis dan munculnya nilai-nilai baru yang lebih baik untuk mendorong menjadi lebih optimal (Triguno, 2004:64). Dengan kata lain, budaya kerja menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. (Stoner, Freman dan Gilbert, 1996:186).

Dalam Kepmenpan RI No. 25/2002 dinyatakan bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, lebih memahami makna hidup dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugas kerja/intansinya. Kemampuan tanpa akhlak mulia akan membuahkan sosok manusia yang cerdas secara intelektual tetapi bodoh secara moral, sehingga kecerdasan dan keahliannya dapat digunakan untuk mengembangkan pikiran dan praktek negatif yang merugikan masyarakat dan negara. Budaya kerja juga dapat membangkitkan kesanggupan aparatur negara untuk mencari daya suai (adaptability) dengan keadaan-keadaan yang berbeda. Oleh karena itu penghayatan nilai-nilai budaya kerja harus diarahkan untuk menciptakan sikap kerja profesional, sedangkan apresiasi nilai-nilai yang aplikatif akan membuahkan akhlak mulia.

(17)

 

2.8 Pengertian

Komitmen

Komitmen adalah keteguhan hati, tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakini (Kepmenpan No. 25 tahun 2002). Adanya rasa keterikatan pada suatu falsafah dan satuan kerja kemungkinan untuk bertahan dalam satuan kerja akan lebih tinggi ketimbang pegawai yang tidak mempunyai rasa keterikatan pada satuan kerja. Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja menunjukkan kuatnya pengenalan dan keterlibatan pegawai dalam satuan kerja.

Pegawai yang memiliki komitmen terhadap satuan kerja kemungkinan untuk tetap bertahan lebih tinggi dari pada pegawai yang tidak mempunyai komitmen. Komitmen pegawai dapat mengurangi keinginan untuk melepaskan diri dari organisasi atau unit kerja. Mereka cenderung menunjukkan keterlibatan yang tinggi diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Selain itu pegawai yang menunjukkan sikap komitmennya akan merasa lebih senang dengan pekerjaan mereka, berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan berkurangnya kemungkinan meninggalkan lingkungan kerja.

Komitmen merupakan fungsi karakteristik personal dan fungsi -fungsi situasional yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Karakteristik personal ini berupa usia, masa kerja, dan pendidikan sedangkan faktor situasional meliputi konflik peran dan iklim organisasi.

(18)

 

dan memberikan dukungan kepada pimpinan atau atasan. Untuk meningkatkan komitmen dapat dilakukan dengan meningkatkan atmosfer sosial satuan kerja dan pemahaman akan tujuan.

Pengertian mengenai komitmen pada dasarnya menekankan bagaimana hubungan pegawai dan satuan kerja menimbulkan sikap yang dapat dipandang sebagai rasa keterikatan pada falsafah dan satuan kerja. Di mana pegawai akan memegang teguh sepenuh hati dan berjanji melaksanakan tugas yang harus diemban secara taat asas, yang telah ditetapkan oleh sekelompok orang atau badan yang terikat dalam satu wadah kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.

2.9 Hubungan Budaya Kerja Dengan Komitmen

(19)

 

keanggotaannya sebagai wujud kebanggaan pada satuan kerja yang dianggap mampu memenuhi harapannya.

Setiap pegawai harus mempunyai pandangan bahwa bekerja adalah suatu hal yang penting dalam tujuan hidupnya ,jika mereka sudah menyukai pekerjaanya maka akan memperoleh kepuasan tersendiri dari hasil kerjanya (Sentono, 1999:82-83). Pegawai yang memperoleh kepuasan dari hasil kerjanya akan memiliki komitmen yang lebih terhadap satuan kerja (organisasinya). Hal inilah yang ditegaskan oleh West (1997:130) bahwa hubungan satuan kerja (organisasi) dengan budaya kerja akan melahirkan budaya kuat yang berorientasi pada hubungan manusia yang diwarnai kepedulian pada komitmen.

Gambar

Gambar 2.1 Elemen-elemen Budaya Kerja
Gambar 2.2 Proses terbentuknya budaya kerja
Tabel 2.1 Nilai-nilai Budaya Kerja Aparatur Pemerintah
Gambar 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan unktu menyusun bisnis ini yaitu menggunakan Bisnis Model Canvas (BMC). BMC merupakan sebuah model bisnis yang menggambarkan bagaimana sebuah

Melihat potensi yang menguntungkan yang dapat dihasilkan dalam pembuatan miniatur atau mainan papetori, maka dari itu kami memanfaatkan potensi itu sebagai

Untuk mengetahui kesalahan pengetikan perintah SQL dengan menggunakan aplikasi pendeteksi kesalahan perintah SQL maka pengguna terlebih dahulu melakukan

Praktek Pengalaman Lapangan merupakan kegiatan intra kulikuler yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa yang mengambil Program Kependidikan Universitas Negeri

Selain itu, Ahmad et al., (2005) juga menyatakan bahwa bakteri Gram negatif umumnya lebih toleran terhadap pengaruh logam berat dibandingkan bakteri Gram positif

• The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas

Pada titik keseimbangan nilai tukar riil, permintaan mata uang lokal dari luar negeri yang berasal dari ekspor neto barang dan jasa domestik sama dengan penawaran mata uang lokal

Dengan menggunakan metode penelusuran diatas didapatkan dua studi dengan uji klinis mengenai pemberian G-CSF pada pasien acute on chronic liver failure dan