• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA TEKNO EKONOMI KELAYAKAN 4G LTE P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA TEKNO EKONOMI KELAYAKAN 4G LTE P"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MANAJEMEN & KEEKONOMIAN PROYEK TEKNIK

ANALISA TEKNO EKONOMI KELAYAKAN 4G LTE PADA

FREKUENSI 1800 MHz DI PROPINSI BANTEN

(STUDI KASUS : PT INDOSAT TBK)

Disusun Oleh : Alaind Fadrian 1706992066

Dosen :

DR Ir Iwan Krisnadi MBA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan semakin pesatnya pertumbuhan dan kebutuhan penggunaan data maka diperlukan suatu jaringan telekomunikasi yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut yaitu dalam hal kapasitas , kualitas , mobilitas dan kecepatan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka, perusahaan operator telekomunikasi diharapkan untuk menggelar suatu jaringan telekomunikasi yang mempunyai kapasitas besar , kecepatan tinggi, handal dan mempunyai kualitas yang bisa memenuhi kebutuhan tsb . Salah satu tehnologi seluler terbaru , yang belum lama diimplementasikan dan dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah tehnologi 4G. Salah satu keunggulan dari tehnologi 4G ini adalah mobilitas dan kecepatannya bisa sampai dengan 200 Mbps downlink dan 200 Mbps uplink. Tehnologi 4G ini hanya berfokus pada komunikasi data dan apabila dibutuhkan komunikasi suara maka harus ditambahkan tehnologi VoLTE (Voice over LTE) yang mengadopsi tehnologi VoIP.

Dalam melaksanakan implementasi jaringan telekomunikasi 4G tersebut diperlukan biaya investasi untuk pembelian perangkat sebagai capex serta biaya untuk mengoperasikan jaringan sebagai biaya opex. Jumlah biaya investasi perangkat serta operasional pengelolaan jaringan telekomunikasi seluler lebih besar dibandingkan dengan revenue yang akan didapatkan. Untuk menyikapi permasalahan ini , maka diperlukan effisiensi dalam penggunaan opex dan capex serta diperlukan impelementasi tambahan investasi pada system yang sudah ada yaitu penambahan perangkat/system baru ataupun penambahan site baru yang bisa mempertahankan atau menambah revenue.

Efisiensi adalah merupakan langkah yang ditempuh untuk mengurangi biaya capex dan opex dari sebuah perusahaan. Salah satu langkah yang ditempuh dalam melakukan effisiensi adalah dengan menerapkan konsep teknik Joint Base Station (JBS) .Teknik Joint Base Station ini dapat memudahkan operator telekomunikasi dalam melakukan ekspansi jaringan ke dalam system eksisting 2G/3G. Teknik Joint Base Station (JBS) didesain sebagai teknik penggabungan beberapa BTS dari jaringan 2G, 3G, dan 4G LTE dalam satu rack, operator telekomunikasi existing tidak perlu memiliki beberapa rack BTS untuk setiap standar seluler (2G, 3G, maupun 4G LTE). Sehingga dengan teknik Joint Base Station (JBS), operator telekomunikasi tidak memerlukan power dan transmisi tambahan, serta dapat menghemat space untuk penempatan cabinet baru serta dapat lebih memudahkan dalam melakukan operation dan maintenance perangkat . Keuntungan yang diperoleh dengan teknik JBS bagi operator 2G/3G existing, adalah penghematan di biaya capex dan biaya opex.

(3)

Berdasarkan gambar 1.1 memperlihatkan trend pertumbuhan yang cenderung stagnan dari revenue di operator telekomunikasi dimana semakin lama semakin menurun yaitu penambahan trafik yang semakin besar tetapi tidak dikuti oleh penambahan revenue atau dengan kata lain penambahan revenue tidak mengikuti trend penambahan trafik. Untuk menyikapi hal ini maka diperlukan suatu tambahan investasi baru agar bisa menambah atau mempertahankan revenue yang sudah ada.

Gambar 1.2 Pertumbuhan Revenue tidak mengimbangi pertumbuhan Traffic dan Cost

Gambar diatas menggambarkan situasi yang dihadapi dalam dunia industri telekomunikasi yaitu biaya pengoperasian jaringan yang semakin besar, jumlah trafik yang meningkat tetapi besar revenue tidak mengikuti trend tersebut. Juga mengindikasikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan para operator telekomunikasi untuk menurunkan biaya capex ataupun opex dan dalam waktu yang bersamaan harus meningkatkan pendapatan untuk mempertahankan kelangsungan dari perusahaan. Pada saat ini jenis trafik , yang mendominasi pada jaringan telekomunikasi adalah trafik data, sedangkan revenue dari trafik data lebih kecil dibandingkan dengan trafik lainnya.

Untuk merencanakan pengimplementasian suatu sistem baru diperlukan pertimbangan dari aspek teknik serta dari sisi aspek ekonomi. Salah satu cara yang terbaik untuk mempertimbangkan kelayakan dari implementasi suatu sistem baru adalah dengan mengikuti kerangka acuan analisis tekno ekonomi yang menyertakan pertimbangan darii sisi teknik dan sisi ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam Analisis Tekno Ekonomi Biaya Investasi Capex dan Opex Implementasi Jaringan berbasis Long Term Evolution (LTE ) di area Banten, perlu dilakukan kajian-kajian mengenai hal berikut :

a. Berapa besar estimasi kapasitas, besar cakupan jaringan LTE , sehingga dapat ditentukan jumlah perangkat yang akan dipasang, untuk mendukung jaringan LTE tersebut?

(4)

1.3 Batasan Masalah

Bebarapa batasan masalah yang digunakan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut : a. Analisis teknologi yang dilakukan dengan menggunakan metode capacity and coverage

estimation sebagai penentu rancangan penerapan jaringan LTE

b. Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis menggunakan data operator PT Indosat Tbk.

c. Wilayah cakupan yang menjadi obyek penelitian adalah Propinsi Banten.

d. Analisis cost budget menggunakan metode DCF (Discounted Cash Flow) dengan

mempertimbangkan beberapa parameter input yaitu revenue, CAPEX (Capital Expenditure), OPEX (Operational Expenditure), dengan parameter output yaitu NPV, IRR dan Payback Period untuk mendapatkan kelayakan implementasi jaringan berbasis Long Term Evolution (LTE) .

1.4 Tujuan Penelitian

a. Membuat suatu perencanaan pembangunan jaringan LTE yang akan diimplementasikan pada operator berdasarkan kebutuhan kapasitas dan coverage untuk memenuhi pertumbuhan pelanggan.

b. Analisa perhitungan cost budget ekonomi untuk implementasi teknologi LTE sehingga dapat digunakan sebagai strategi untuk pengambilan keputusan pada operator - operator .

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyelesaian makalah ini adalah : a. Studi Literatur

Literatur dalam hal ini berupa buku, hasil penelitian atau jurnal, catatan, dan sumber-sumber lain dari internet. Melakukan studi terhadap jurnal terdahulu.

b. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data dari sumber data yang berupa tulisan, angka, gambar atau grafik yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap obyek penelitian.

c. Studi Pustaka

Studi literatur tentang parameter, metode dan teori tekno ekonomi yang diperoleh dari buku, ebook, paper, maupun data online di internet.

d. Diskusi

Diskusi dengan dosen pembimbing di kampus dan beberapa orang partner di lokasi penelitian tentang pemecahan, solusi dan perbaikannya.

e. Perancangan

Perancangan tentang penerapan teknologi LTE baik dari sisi capacity maupun coverage serta perancangan model tekno ekonomi yang akan digunakan.

f. Tahap Analisa dan Kesimpulan

Analisa dan kesimpulan dari simulasi model tekno ekonomi yang dilakukan pada skenario yang sudah ditentukan.

1.7 Hipotesis makalah

(5)
(6)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Literatur

Pada bagian ini dibahas jurnal - jurnal penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini seperti dibawah ini.

1. LTE techno-economic assessment: The case of rural areas in Spain oleh Catalina Ovando , Jor

n Moral. Penelitian ini mengevaluasi apakah layak bagi operator LTE untuk memberikan layanan fix broad band 30 Mbps di daerah Rural di Spanyol . Penelitian dilakukan melalui pengkajian tekno-ekonomi. Metode yang digunakan adalah discounted cash flow untuk menentukan total biaya yang digunakan oleh operator (CAPEX) dan pendapatan rata-rata minimum per pengguna (ARPU). Adapun area penelitiannya adalah daerah rural di Spanyol.

2. Techno Economic assessment of the potential for LTE based 4G mobile services in rural India oleh Ashutosh Jha, Debashis Saha. Penelitian ini melakukan penilaian terhadap deployment LTE sebagai access data pita lebar untuk area rural di India. Penilaian dilakukan melalui analisis tekno-ekonomi, dengan menggunakan pendekatan discounted cash flow, dengan mempertimbangkan parameter teknis komponen jaringan LTE, populasi pengguna potensial (dengan menggunakan forecasting model Bass), dan area cakupan disesuaikan dengan kapasitas layanan (menggunakan pendekatan dimensioning sel).

3. Analysis on 900 MHz And 1800 MHz LTE Network Planning in Rural Area oleh Ari Sadewa Yogapratama, Uke Kurniawan Usman, Tody Ariefianto Wibowo . Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran site yang diperlukan untuk penerapan teknologi LTE pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz pada daerah rural. Implementasi LTE pada daerah rural membutuhkan perencanaan yang cermat. Dalam proses perencanaan, operator akan mempertimbangkan masalah kapasitas karena jumlah pelanggan pada daerah rural tidak sebanyak daerah urban. Proses perencanaan jaringan radio melalui dua tahap yaitu yang pertama coverage planning dan yang kedua capacity planning (capacity dimensioning). Lokasi objek penelitian di Cisarua, Bogor, Jawa Barat , Indonesia. Cisarua dipilih karena memenuhi kriteria dari daerah rural.

2.2 Long Term Evolution (LTE)

2.2.1 Pendahuluan

Meningkatnya permintaan untuk layanan mobile broadband dengan kecepatan data yang tinggi, sehingga memotivas 3GPP untuk mengembangkan tehnologi yang mempunyai kecepatan tinggi dan kualitas layanan yang lebih baik.

(7)

Teknologi LTE dapat memenuhi persyaratan sebagai teknologi 4G bahkan lebih . Dimana persyaratan tersebut sebagai berikut :

a. Bit Rate mencapai 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink, sedangkan LTE mampu mencapai 300 Mbps untuk downlink dan 75 Mbps untuk uplink.

b. Round Trip Time (RTT) 10 ms, sedangkan LTE membutuhkan 5 ms untuk satu arah antara terminal dan base station.

c. Bandwidth fleksibel mendukung untuk : 20 MHz, 15 MHz, 10 MHz, 5 MHz, dan 1.25 MHz. Dengan demikian operator jaringan dapat memilih bandwidth yang berbeda dan memberikan layanan yang berbeda berdasarkan spektrum.

d. Mendukung mode frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD).

2.2.2 Arsitektur Jaringan LTE

Gambar 2.1 menggambarkan arsitektur dan jaringan elemen dalam konfigurasi arsitektur di mana hanya E-UTRAN terlibat. Logical Node dan koneksi yang ditunjukkan pada gambar tsb mewakili sistem dasar konfigurasi arsitektur. Konfigurasi arsitektur sistem lainnya yang dijelaskan di bagian selanjutnya mencakup beberapa fungsi tambahan.

Gambar 2.1 LTE Architercture

(8)

Berikut ini merupakan gambar arsitektur dan jaringan dasar dari LTE. Logical Nodes dan koneksi interface antar node yang diperlukan untuk menggelar jaringan LTE. Beberapa node dan element interface lain diperlukan untuk koneksi antara LTE dengan jaringan lain seperti interoperability ke jaringan 2G/3G.

2.2.2.1 User Equipment (UE)

UE merupakan peralatan di sisi pengguna yang digunakan untuk akses berkomunikasi ke jaringan LTE. UE berupa handphone/smart-phone, data card ataupun yang terintegrasi pada perangkat lain, misalnya laptop. UE terdiri atas Universal Subscriber Identity Module (USIM) dan Terminal equipment (TE). USIM merupakan sebuah aplikasi yang digunakan untuk melakukan identifikasi dan autentifikasi pelanggan ketika mengakses jaringan, bentuk fisik dari USIM adalah Universal Identity Circuit Card (UICC).

2.2.2.2 E-UTRAN Node B (eNode B)

Node dalam E -UTRAN adalah E-UTRAN Node B (eNodeB). eNode B merupakan radio base station yang mengendalikan semua fungsi radio terkait dari system ini. Setiap eNode B terdiri atas antena RF untuk memberikan resource berdasarkan coverage area tertentu. Berdasarkan fungsi, eNode B berlaku sebagai bridge layer 2 antara EPC dan UE sebagai tempat termination semua radio protocol dari dan ke UE yang berhubungan secara IP dengan EPC. Pada eNodeB, terdapat proses ciphering/deciphering, juga proses IP header compression/decompression, yang berarti mencegah pengulangan pengiriman data header yang sama. eNode B juga bertanggung jawab untuk banyak fungsi Control Plane (CP), radio resource Management (RMM), yaitu mengendalikan penggunaan interface radio yang mencakup mengalokasikan sumber daya berdasarkan permintaan, memprioritaskan dan penjadwalan trafik sesuai dengan syarat kualitas layanan (QoS) dan pemantauan penggunaan sumber daya . Selain itu eNode B memiliki peran penting dalam Manajemen Mobility (MM). Kontrol eNodeB dan analisis pengukuran tingkat sinyal radio yang dilakukan oleh UE, membuat pengukuran sendiri dan berdasarkan hasil pengukuran tsb digunakan sebagai keputusan untuk handover UE antara sel.

2.2.2.3 Mobility Management Entity (MME)

MME merupakan elemen kontrol utama di EPC, berfungsi untuk mengatur mobilitas, identitas UE, dan parameter-parameter keamanan.:

a. Authentification and Security : ketika UE melakukan registrasi ke jaringan pertama kali, MME melakukan inisiasi dan autentifikasi identitas UE.

b. Mobility Management : MME melakukan pengecekan tentang lokasi layanan UE dengan mengupdate ke HSS di jaringan asal UE. MME juga bertanggung jawab untuk mengontrol signaling process untuk handover UE antar eNode B, S-GW ataupun MME yang lainnya. c. Pengaturan profile pelanggan dan konektivitas : pada saat UE terhubung ke jaringan, MME

(9)

2.2.2.4 Serving Gateway (S-GW)

Selama mobilitas UE antar eNode B, S-GW berperan sebagai anchor point local/intra 3GPP. MME akan memberikan perintah ke S-GW untuk mengubah tunnel dari satu eNodeB ke eNodeB lainnya. MME juga dapat me-request S-GW untuk menyediakan resource tunnel ketika mengirimkan data forwarding, ketika terdapat data forward dari eNodeB sumber ke eNode B tujuan.

Untuk proses data, ketika UE terkoneksi ke jaringan, SGWmeneruskan data tersebut antara eNodeB ke P-GW, dan ketika UE dalam kondisi idle, resource tunnel di eNodeB diputuskan dari S-GW. Ketika S-GW menerima data packet dari P-GW, S-GW akan membuffer data tersebut kemudian mengirimkan data request ke MME untuk melakukan paging ke UE yang dituju. Paging tersebut akan membuat UE dan tunnel connect lagi ke jaringan dan data buffer dikirimkan. S-GW juga berfungsi untuk memonitor tunnel dan mengumpulkan data UE yang berkaitan dengan accounting and user charging.

2.2.2.5 Packet Data Network Gateway (P-GW)

Pakcet Data Network Gateway juga dapat disingkat PDN-GW, merupakan edge router antara EPS dengan jaringan paket data eksternal. P-GW berperan sebagai traffic gating dan IP pool bagi UE. P-GW akan memberikan alamat IP ke UE ketika UE melakukan request koneksi PDN ke jaringan. P-GW melakukan fungsionalitas DHCP atau mencarikan dari DHCP server eksternal yang kemudian dapat digunakan oleh UE. P-GW adalah anchorpoint tertinggi dalam sisi mobilitas UE. Ketika UE berpindah dari satu S-GW ke S-GW lainnya, maka P-GW juga melakukan switch flow ke S-P-GW yang baru tersebut.

2.2.2.6 Policy and Charging Resource Function (PCRF)

PCRF merupakan elemen jaringan yang bertanggung jawab mengontrol policy dan charging. Mengambil keputusan mengenai bagaimana menangani suatu service berdasarkan kelas layanan (Qos).

2.2.2.7 Home Subscription Server (HSS)

HSS merupakan server yang menyimpan semua data pelanggan permanen. Data informasi tersebut berupa lokasi dari pelanggan, profil pelanggan, layanan-layanan yang dapat diakses pelanggan, termasuk koneksi PDN dan skema roaming yang diperbolehkan untuk suatu pelanggan. Bersamaan dengan HSS adalah AuC yang berfungsi untuk menyediakan permanent key untuk perhitungan dan autentifikasi pelanggan.

2.2.3 Interface dan Protokol pada konfigurasi arsitektur jaringan

(10)

2.2.4 Teknik Multiple Akses

Untuk teknik multiple akses, LTE menggunakan orthogonal frequency-division multiple access (OFDMA) pada sisi downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) pada sisi uplink.

2.2.4.1 Downlink

Pada sisi downlink, LTE menggunakan OFDMA yang merupakan varian dari Othogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) untuk versi Multi User akses dimana OFDM sangat cocok untuk komunikasi data rate tinggi dan pada kondisi lingkungan multi path yang menyebabkan delay spread. Pada OFDMA, Multiple access dicapai dengan mengalokasikan subset dari subcarrier untuk masing-masing satu user. Skema tersebut memungkinkan low data rate transmission dari beberapa user.

Gambar 2.2 Physical Resource Block downlink LTE

OFDM menggunakan sejumlah subcarrier yang sempit untuk transmisi multi-carrier, seperti dijelaskan pada gambar berikut. Pada domain frekuensi, jarak antar subcarrier yaitu _f adalah sebesar 15 KHz ditambah dengan cyclic prefic yang berfungsi menjaga orthogonalitas antar subcarrier.

(11)

Gambar 2.6 Alokasi subcarrier OFDM dan OFDMA

2.2.4.2 Uplink

Pada sisi uplink, pertimbangan utama adalah keterbatasan daya di sisi terminal sehingga dibutuhkan teknik yang dapat mengkompensasi nilai PAPR yang tinggi pada teknik OFDM normal dimana hal tersebut membutuhkan penguat daya yang mahal dan tidak efisien di sisi pengguna. LTE menggunakan versi pre-coded dari OFDM yang disebut Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA). SC-FDMA dapat mengelompokan sejumlah resource block dengan satu cara tertentu sehingga mengurangi kebutuhan kelinieran dan juga konsumsi daya. Pada SC-FDMA, sinyal direpresentasikan oleh subcarrier diskrit yang merupakan singlecarrier dan subcarrier tersebut tidak dimodulasikan secara independen. Hasilnya PAPR pada SC-FDMA lebih rendah dibandingkan OFDM

2.3 Perencanaan Jaringan

Perencanaan jaringan merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum dilakukan penggelaran dan pengoperasian jaringan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui dan merencanakan area yang akan dilayani serta berapa banyak kebutuhan peranngkat yang akan dipasang dan trafik yang akan ditampung. Perencanaan jaringan radio LTE terdiri dari dua langkah utama. Langkah pertama adalah perencanaan kapasitas (capacity dimensioning) dan yang kedua adalah perencanaan cakupan.

2.3.1 LTE Capacity Planning

(12)

kebutuhan trafik di daerah tertentu. Perencanaan kapasitas suatu site dilakukan untuk mendapatkan rata rata throughput sel.

Perhitungan jumlah trafik dilakukan berdasarkan service model dan traffic model. Adapun langkah langkah yang dilakukan seperti berikut ini. Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung single user throughput. Berdasarkan nilai dari single user troughput maka dapat dihitung total network throughput. Langkah yang terakhir adalah menghitung jumlah eNode B yaitu jumlah total traffic dibagi dengan single site capacity.

Langkah-langkah untuk desain jaringan berbasis kapasitas meliputi:

1. Menghitung prediksi jumlah pelanggan

Jaringan yang dirancang harus bisa memenuhi trafik saat ini serta pertumbuhan trafik untuk beberapa tahun ke depan. Perkiraan jumlah penduduk untuk tahun-tahun yang akan datang dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

dimana

Po = Jumlah penduduk awal

Pn = jumlah penduduk untuk tahun ke n GF = faktor pertumbuhan

Adapun jumlah total target pengguna dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

dimana

ΣTU = Jum ah a a p u a

Pn = jumlah penduduk untuk tahun ke n A = Penduduk usia produktif

B = Market Share Operator

C = Target pengguna jaringan LTE

2. Menghitung throughput untuk setiap layanan. Dalam penggunaan data LTE, ada berbagai layanan seperti VoIP, video conference, chatting, dll dengan masing-masing service memiliki karakteristik throughput tersendiri. Throughput untuk setiap layanan dapat diperoleh dari persamaan berikut

dimana

(13)

kualitas layanan (Kbit)

ST = Durasi rata-rata setiap layanan

SDR = Session Duty Ratio, Rasio data yang ditransmisikan untuk setiap sesi BR = Bearer Rate, data rate harus disediakan oleh service application layer (Kbps) BLER = Rata rata Block error rate yang diijinkan dalam satu sesi

3. Menghitung Single User Throughput (SUT) untuk mendapatkan nilai rata-rata throughput dari setiap pengguna.

Nilai Single User Throughput (SUT) dilihat dari sudut pandang pengguna LTE, kebiasaan pengguna dalam menggunakan layanan LTE yang sangat beragam. Single User Throughput dihitung pada kondisi jam sibuk . Adapun persamaan yang digunakan adalah:

Dimana :

SUT = Single User Throughput (kbps) BHSA = Busy Hour Service Attempt

PR = Penetration Rate , Tingkat Penetrasi penggunaan layanan di daerah tersebut PAR = Peak to Average Ratio, Persentase lonjakan lalu lintas pada jam sibuk 3600= time frame 1 jam (3600 seconds)

4. Menghitung Network throughput dan kapasitas sel

Network Throughput merupakan jumlah kebutuhan trafik dari pengguna secara keseluruhan di area yang ditentukan. Nilai Network Throughput dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah total prediksi target user dengan Single User troughput Perhitungan Network Throughput (NT) dengan menggunakan rumus sbb:

Dimana

NT = Network Throughput

ΣTU = T a a us

SUT = Single User Target

5. Menentukan jumlah sel yang dibutuhkan dalam suatu area berdasarkan kapasitas yang diperlukan

(14)

Dimana CRC = 24,

Cb (Code bits) = Modulation Efficiency, Cd (Code rate) = channel coding rate, Nrb = Jumlah resource block,

C = mode MIMO.

6. Cell Dimensioning

Cell Dimensioning/perencanaan kapasitas menentukan jumlah sel yang dibutuhkan untuk menampung trafik di area tsb. Perencanaan kapasitas berdasarkan perhitungan jumlah sel dari persamaan berikut:

2.3.2 Perencanaan Cakupan Jaringan LTE

Faktor utama yang menentukan cakupan jaringan adalah luas wilayah. Faktor lain yangberperan penting terhadap luas cakupan LTE adalah pemilihan teknologi karena setiap teknologi akan memiliki karakter dan desain sistem yang berbeda. Dengan mengetahui karakter dari teknologi juga maka dapat dilakukan perhitungan link budget.

2.3.2.1 LTE Link Budget

Link budget adalah perhitungan dari semua gain dari pemancar dan terima setelah melalui redaman di berbagai media transmisi hingga akhirnya diterima oleh receiver di dalam sebuah sistem telekomunikasi.

Persamaan berikut merupakan persamaan dasar dalam melakukan perhitungan Radio Link Budget seperti rumus 2.9 dibawah ini

Dimana:

(15)

TxGain = penguatan antenna pemancar TxLoses = rugi-rugi pemancar

Required SINR = SINR minimum dari sinyal agar dapat ditangkap oleh penerima dengan kualitas atau kuat sinyal tertentu

RxGain = penguatan di antenna penerima

RxLoses = rugi-rugi di penerima

RxNoise = noise di penerima

Link budget akan memperhitungkan besarnya redaman dari sinyal termasuk di dalamnya berbagai macam redaman propagasi yang dipancarkan selama proses propagasi berlangsung. Secara umum maka link budget bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok perangkat pengirim dan penerima serta kelompok media propagasi.

Link budget dari teknologi LTE dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti diatas. Besarnya Down Load (DL) link budget dinyatakan dalam persamaan 2.10 berikut ini:

Sedangkan besarnya Up Load (UL) link budget dinyatakan dan bisa dihitung dengan persamaan 2.11 berikut:

Dalam proses perhitungan Coverage Estimation menggunakan perhitungan Link budget dan model Path Loss dan tergantung dari frekuensi kerja yang digunakan. Untuk frekuensi kerja 900 MHz menggunakan model pathloss Okumura-Hata sedangkan untuk frekuensi kerja 1800 MHz menggunakan model propagasi Cost-231 Hata. Model Cost-231 Hata digunakan untuk

frekuensi kerja 1500 MHz -2000 MHz.

(16)

MAPL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Setelah diketahui redaman maksimum atau MAPLnya, maka dapat ditentukan nilai jari-jari sel dengan menggunakan rumus model propagasi Cost-231 Hatta . Model propagasi Model COST-231 – Hatta merupakan perkembangan dari model propagasi Hatta yang digunakan pada range frekuensi antara 1500 MHz – 2000 MHz.

Adapun parameter untuk model ini adalah sebagai berikut:

 Frekuensi Carrier (fc) = 1500 MHz – 2000 MHz 

 Tinggi antena Base Station (hb) = 30 – 200 m 

 Tinggi antena Mobile Station (hm) = 1 – 10 m 

 Jarak transmisi (d) = 1-20 Km

Adapun persamaan dari model COST-231 – Hatta sebagai berikut:

dimana

A = 46.3 + 33.9 log 10 (fc) – 13.28 log 10 (hb) – a (hm)

B = 44.9 – 6.55 log 10 (hb)

2.4 Teori Ekonomi

Pengambilan keputusan investasi dalam suatu bisnis merupakan hal yang krusial , dan perlu pertimbangan melalui evaluasi berdasarkan ukuran - ukuran dan kriteria yang jelas. Kriteria yang digunakan untuk mengukur rencana investasi akan menggunakan metoda Discounted Cash Flow (DCF) terdiri dari :

1. Net Present Value (NPV)

NPV digunakan untuk memberikan penilaian kepada pemasukan (cash inflow) dan pengeluaran (cash outflow) yang didasarkan pada nilai sekarang.

Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV adalah sebagai berikut :

(17)

b. NPV = 0 ; proyek kemungkinan dapat diterima karena arus masuk kas sama dengan peluang modal yang ditanamkan.

c. NPV < 0 (negatif); proyek tersebut tidak layak diimplementasikan.

Dari estimasi cash flow selama umur investasi dengan suku bunga tertentu, dapat dihitung nilai NPV dengan menggunakan rumus berikut :

Dengan :

CFt = aliran cash pertahun pada periode t

i = suku bunga

Co = investasi awal pada tahun ke-nol

n = jumlah tahun

t = tahun ke t

2. Internal Rate Return (IRR)

Metode IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh arus kas bersih setelah dikalikan dengan discounted factor atau telah dibuat nilai sekarangnya (present value), yang nilainya sama dengan biaya investasi. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dengan :

CFt = aliran cash pertahun pada periode t Co = investasi awal pada tahun ke-nol n = jumlah tahun

t = tahun ke t

3. Payback Period (PBP)

PBP adalah suatu periode yang menunjukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam proyek tersebut dapat kembali. Dirumuskan sebagai berikut :

Dengan :

PBP = payback period Co = biaya investasi yag

(18)

BAB III

PERENCANAAN & ANALISA KELAYAKAN JARINGAN LTE

Sebelum suatu program akan diimplementasikan maka perlu dilakukan perencanaan dan analisa dari sisi teknik maupun segi ekonomi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari program tersebut yaitu apakah program tersebut layak untuk di implementasikan atau tidak.

Pembahasan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari implementasi jaringan LTE di area Banten. Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk dari sisi teknik mengunakan metode dimensioning LTE untuk menghitung jumlah site yang dibutuhkan dan untuk sisi ekonomi menggunakan metode cost and benefit analysis untuk menghitung potensi nilai ekonominya .

Gambar 3.1 Flow Chart Analisa Kelayakan

3.1 Perencanaan Jaringan LTE

Perencanaan merupakan tahap awal dan penting dalam menggelar dan mengoperasikan jaringan LTE. Tujuan dari perencanaan atau dimensioning untuk memperkirakan atau menentukan jumlah eNode B yang diperlukan untuk melayani trafik pelanggan untuk daerah tersebut

(19)

jangkauan/coverage jaringan . Pada akhirnya diketahui jumlah eNode B yang dibutuhkan untuk menangani beban trafik, kecepatan troughput dan luas coverage layanan.

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data-data kondisi area penelitian yaitu luas geografis, jumlah penduduk . Hasil dari analisa parameter tersebut digunakan sebagai data input dimensioning LTE berdasarkan capacity and coverage estimation

3.1.1 Perencanaan Berdasarkan Kapasitas

Perencanaan berdasarkan kapasitas merupakan cara menghitung perkiraan kapasitas jaringan atau sistem yang diperlukan agar mampu memenuhi demand trafik. Pada akhirnya diperoleh jumlah perangkat eNode B yang dibutuhkan untuk memenuhi demand trafik tersebut.

Berikut merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung kapasitas cell adalah

• Frequency: 1800 MHz

• Bandwith yang digunakan 5Mhz, 10 Mhz dan 15 Mhz

• Modulation: 64 QAM (code bits = 6)

• Code Rate: 11/12

• C (MIMO): 2

Parameter-parameter lain yang diperlukan dalam perencanaan jaringan berdasarkan kapasitas adalah besar populasi penduduk di propinsi Banten dalam 5 tahun ke depan meliputi rata-rata pertumbuhan penduduk , populasi berdasarkan umur, target market share dari operator dan target penetrasi dari pengguna jaringan LTE yang ditunjukkan dalam tabel 3.1. Sumber dari data populasi penduduk yaitu data sensus penduduk tahun 2016 yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) – Propinsi Banten .

Tabel 3.1 Parameter menghitung estimasi jumlah pengguna

Parameter Nilai Keterangan

Jumlah Penduduk 11.955.243 Jiwa

Jumlah Penduduk Produktif 7.901.157 Jiwa

Pertumbuhan rata-rata 2.14 Persen

Market Share Target 50 Persen

Target Coverage LTE 63 Persen

Dalam perhitungan besar nilai single user throughput (SUT) menggunakan beberapa parameter yaitu Rasio Peak to Average ratio (PAR) untuk berbagai tipe area , model trafik untuk uplink dan downlink serta model rasio penetrasi berbagai tipe area dense urban, urban dan sub urban .Tabel 3.2 dibawah ini menggambarkan besar dari peak to average ratio dari beberapa type morphology .

Tabel 3.2 Peak to Average ratio

Morphology Dense Urban Urban Sub urban Rural Area

(20)

Network Throughput merupakan total jumlah kebutuhan trafik dari pengguna secara keseluruhan di area yang yang telah ditentukan. Nilai Network Throughput dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah total prediksi target user dengan Single User throughput .

Parameter-paramenter digunakan untuk menghitung Network troughput (NT) adalah nilai single user throughput (SUT) dikalikan dengan jumlah target pelanggan di tiap area.

Tabel 3.3 Jumlah Resource Block

Bandwidth Jumlah Resource Block

5 25

10 50

15 75

Tabe; 3,4 parameter Perhitungan Network Throughput

Kabupaten / Type SUT UL( SUT DL Estimasi Network Network

(21)

Tabel 3.5 Jumlah Cell dan eNode B

Kabupaten / Kota Jumlah Cell DL Jumlah Cell UL Jumlah eNode B

Kab Pandeglang 141 83 48

Tujuan dari proses perencanaan coverage adalah untuk mengetahui jumlah eNode B yang dibutuhkan untuk membangun jaringan LTE dalam area layanan tertentu. Dalam melakukan perencanaan berdasarkan coverage Radio Link budget merupakan elemen yang penting. Perencanaan berdasarkan coverage akan mendapatkan nilai redaman atau rugi-rugi maksimum yang masih diperbolehkan atau biasa disebut dengan Maximum Allowable Path Loss (MAPL).

Beberapa parameter tambahan terkait dengan radius atau jangkauan cell yang akan dilayani meliputi :

Berikut merupakan ringkasan perhitungan link budget uplink berdasarkan beberapa parameter yang telah ditentukan

Tabel 3.6 Parameter Uplink & Downlink

Parameter Uplink Value Parameter Downlink Value

UE TX Power 23 dBm TX Power 43 dBm

UE Antenna Gain 2 dBi Antenna Gain 19 dBi

TX Cable Loss - Cable Loss 2 dB

(22)

RX SINR -7 dB (QPSK) RX SINR -7 dB (QPSK)

Bandwidth 10 MHz Bandwidth 10 MHz

RX Cable Loss 2 dB RX Cable Loss -

RX Interference Margin 2 dB RX Interference Margin 4 dB

RX Antenna Gain 19 dBi RX Antenna Gain 2 dBi

Control Channel Overhead - Control Channel Overhead 1 dB Shadow Fading Margin 8.9 dB Shadow Fading Margin 8.9 dB Total Penetration Loss - Total Penetration Loss 25 dB

UE Body Loss 2 dB UE Body Loss 2 dB

Berdasarkan parameter uplink dan downlink diatas, dengan menggunakan persamaan perhitungan link budget , maka diperoleh nilai Maximum Allowed Path Loss (MAPL) untuk arah uplink dan downlink seperti table berikut :

Tabel 3.7 MAPL Uplink & Downlink

Category Uplink Downlink

Dense Urban 134.33 148.34

Urban 136.1 150.11

Sub urban 139.11 153.11

3.1.2.2 Coverage Area eNode B

Dari perhitungan link budget diatas diperoleh nilai radius cell . :

Tabel 3.8 Radius Cell

Category Distance uplink (km) Distance downlink (km)

Sub Urban 1.13 3.62

Urban 0.92 2.35

Dense Urban 0.82 2.09

(23)

Gambar 3.2 Persamaan untuk menghitung Luas Cell (Floatway Learning Center, 2014)

Dalam penelitian ini jenis antena yang digunakan adalah jenis sektoral dan jumlah antena dari tiap site adalah tiga sektor, sehingga luas cell adalah :

Tabel 3.8 Luas Cell

Type Dense Urban Urban Sub Urban

Luas Sel 3.41 4.29 6.47

Berdasarkan nilai luas cell yang diperoleh maka dapat dihitung jumlah eNode B yang diperlukan untuk melayani area tsb. Adapun jumlah eNodeB diperoleh dari pembagian luas Area dari daerah yang akan dipasang jaringan seluler dibagi dengan luas cell hasil perhitungan diatas.

Tabel 3.9 Jumlah ENode B based on Coverage cell

Kabupaten / Kota Jumlah eNode B Kab Pandeglang 425

Kab Lebak 530

Kab Tangerang 236

Kab Serang 268

Kota Cilegon 27

Kota Tangerang 45

Kota Serang 41

(24)

3.1.3 Jumlah eNode B Final

Jumlah eNode B final yang dibutuhkan untuk mencover area penelitian dengan memilih dan membandingkan jumlah eNode B dari hasil coverage planning dengan capacity planning. Pemilihan jumlah eNode B diantara kedua metode berdasarkan pertimbangan dari jumlah pelanggan yang akan dilayani dan luasan area yang akan dilayani .

Tabel 3.10 Jumlah eNode B Final

Kabupaten / Kota Category Luas Jumlah Estimasi Jumlah Jumlah (km2) eNodeB User eNode B eNode B

(Coverage 2017 (Capacity Final Planning) Planning)

Pada makalah ini dilakukan analisa ekonomi dengan menggunakan model tekno ekonomi discounted cash flow (DCF). Model ini dipilih karena cukup memberikan tuntunan umum dan menyeluruh untuk mengidentifikasi masukan berupa struktur biaya (CAPEX, OPEX, serta Revenue) . Model ini juga cukup komprehensif karena sudah memberikan semua parameter dasar yang digunakan dalam perhitungan analisa tekno ekonomi yang memasukkan unsur ekonomi dan teknik. Parameter output nya adalah parameter kelayakan implementasi seperti IRR, NPV dan PBP .

3.2.1 Capital Expenditure

CAPEX merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh ataupun meng-upgrade aset tetap seperti tanah, bangunan, dan mesin produksi/perangkat telekomunikasi. Adapun asumsi CAPEX dalam penelitian ini hanya meliputi biaya perangkat Evolved Packet Core (EPC): MME, SGW/PGW, HSS dan Evolution UTRAN (E-UTRAN/ eNodeB) serta biaya untuk Software dan License dari perangkat tersebut. Nilai variabel CAPEX ditunjukkan pada tabel 3.11 dimana terdapat dua komponen yaitu hardware dan service.

(25)

Model Equipment Price (USD) Quantity Total Cost

Besar CAPEX didasarkan pada jumlah perangkat dan harga perangkat seperti yang telah dijelaskan pada table 4.16 dimana nilai CAPEX untuk eNode B akan timbul setiap tahun karena adanya penambahan eNode B. Pada tahun pertama investasi awal mencapai angka Rp. 71,809,954,529.38 . Sedangkan tahun-tahun berikutnya nilai CAPEX hanya berkisar pada penambahan eNode B dan software license . Yang besarnya diperoleh berdasarkan prediksi jumlah pelanggan atau trafik yang akan dilayani pada tahun tersebut.

3.2.3 Operational Expenditure

OPEX merupakan alokasi biaya pengoperasian dan maintenance yang dibutuhkan dalam menggelar jaringan LTE . Adapun yang dimaksud dengan biaya OPEX dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya operasional dan perawatan dari perangkat LTE termasuk biaya untuk pembelian spare part dan perbaikannya, biaya untuk penggajian karyawan technical support (Sumber Daya Manusia) , biaya promosi dan marketing serta biaya umum dan administrasi untuk mendukung pengoperasian dan perawatan jaringan LTE . Adapun perincian dan asumsi dari biaya OPEX seperti dibawah ini :

(26)

Tabel 3.12 Asumsi OPEX SDM

Position Jumlah Cost Satuan

Administrasi dan Sekrettaris 2 4,500,000 IDR/ Bulan

Field Engineer 9 5,000,000 IDR/Bulan/Staff

(1 PIC handle 50 Site)

Cluster Manager (1 PIC handle 3 10,000,000 IDR/Bulan/Staff 160 site)

Performance Monitoring Engineer 2 10,000,000 IDR/Bulan/Staff

NOC Engineer 4 10,000,000 IDR/Bulan/Staff

OSS Engineer 1 10,000,000 IDR/Bulan

Manager 1 20,000,000 IDR/Bulan

2. Biaya promosi dan marketing, merupakan biaya yang digunakan untuk promosi dan marketing dari program ini. Besar asumsi dari biaya promosi ini adalah 4% dari total revenue pada tiap tahunnya.

3. Biaya umum dan administrasi , merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kategori kegiatan umum dan administrasi yang digunakan untuk mendukung program ini. Besar asumsi dari biaya umum dan administrasi ini 3.6% dari total revenue pada tiap tahunnya.

4. Operasional & Maintenance , merupakan biaya yang digunakan dalam rangka perawatan dan perbaikan perangkat LTE . Adapun besar asumsi dari biaya ini adalah sebesar 5% dari total CAPEX awal dan penambahan tiap tahunnya.

Tabel 3.13 Estimasi biaya OPEX penyelenggaraan Jaringan LTE Tahun Promosi & Umum & SDM Operasional & Total

Marketing Administrasi Maintanance

2016 78,526,224 70,673,602 1,596,000,000 3,442,626,904 5,187,826,729 2017 623,278,154 560,950,339 1,726,213,200 3,472,759,470 6,308,688,363 2018 2,794,284,601 2,514,856,141 1,786,458,041 3,557,130,654 10,575,616,141 2019 2,801,431,399 2,529,388,259 1,848,805,426 3,683,687,431 10,792,507,965 2020 2,827,015,974 2,544,314,377 1,913,328,736 3,870,509,340 11,155,168,427

3.2.4 Revenue

(27)

Tabel 3.14 Estimasi Revenue LTE

Tahun Prediksi Jumlah Prediksi ARPU Revenue

Pelanggan

2016 77,903 25,200 1,963,155,600

2017 582,220 25,461 14,823,903,420

2018 2,652,735 24,909 66,076,968,113

2019 2,711,515 24,357 66,044,378,649

2020 2,771,910 23,804 65,982,555,058

3.2.5 Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dihitung berdasarkan masa pakai (life time) perangkat telekomunikasi. Untuk software, masa pakainya dihitung selama dua tahun dan untuk hardware masa pakainya dihitung selama sepuluh tahun. Masa pakai ini mengacu pada ketetapan perusahaan sebagaimana yang dituangkan juga dalam Laporan Tahunan perusahaan. Biaya penyusutan dihitung dari nilai investasi yang dibutuhkan dibagi dengan masa pakai perangkat. Biaya penyusutan tersebut akan muncul setiap tahun sepanjang masa pakai perangkat.

Tabel 3.15 Biaya Penyusutan Periode 2016-2020

Tahun Penyusutan (IDR)

Dalam penelitian ini diasumsikan besarnya bunga investasi ditempat lain = 5% (berdasarkan datadari Bank Mandiri tanggal 16 September 2017 ). Rangkuman parameter yang dipergunakan dalam perhitungan ekonomi pada makalah ini adalah : Tabel 3.16 Parameter Ekonomi

Parameter Nilai

Kurs 13.313

MARR 8,25%

Periode 5 Tahun

Pajak 20%

(28)

Tabel 3.17 Analisa Kelayakan Ekonomi NPV ,IRR, PBP

Parameter Value Summary

NPV 105,621,259,689 IDR Layak

IRR 12,95% Layak

(29)

BAB IV

KESIMPULAN

Berikut adalah kesimpulan dari makalah ini :

1. Dari hasil perencanaan teknis, dimensioning yang dominan digunakan adalah Capacity Dimensioning.

2. Dari hasil penelitian diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol yaitu Rp 105,621,259,681 3. Dari hasil penelitian diperoleh nilai IRR =12.95% diatas bunga investasi dari Bank

Indonesia .

4. Dari hasil penelitian diperoleh Pay Back Period pengembalian investasi ini sekitar 3 tahun 1 bulan.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hola, Harri; Toskala, Antti. 2009. LTE for UMTS – OFDMA and SC-FDMA Based Radio Access. Finland :Wiley

2. Usmiati . (2014). Analisis Biaya Pembangunan dan Dimensioning Jaringan Layanan Broadband Berbasis Long Term Evolution (LTE) area Jakarta Barat. Master Thesis, Universitas Mercu Buana

3. Rangga Yudha Pratama . (2016). Analisis Tekno Ekonomi Kelayakan Migrasi Jaringan 2G/3G ke 4G LTE Dengan Teknik Joint Base Station Pada Frekuensi 900MHz atau 1800 MHz di DKI Jakarta (Studi Kasus: PT.Indosat, Tbk). Master Thesis, Universitas Mercu Buana

4. Ari Sadewa Yogapratama, Uke Kurniawan Usman, Tody Ariefianto Wibowo. (2015). Analysis on 900 MHz And 1800 MHz LTE Network Planning in Rural Area, Journal of IEEE 2015 978-1-4799-7752-9/15, 135-139

5. BPS Propinsi Banten .(2017).www.bps.go.id

Gambar

Gambar 1.1 Trend EBITDA Perusahaan Telekomunikasi Seluler Indonesia
Gambar 1.2 Pertumbuhan Revenue tidak mengimbangi pertumbuhan Traffic dan Cost
Gambar 2.1 menggambarkan arsitektur dan jaringan elemen dalam konfigurasi arsitektur di mana hanya E-UTRAN terlibat
Gambar 2.2 Physical Resource Block downlink LTE
+7

Referensi

Dokumen terkait

As the project site is crossed over by multiple routes of transport modes, it is planned to design a multimodal terminal there.In this thesis project through

Universitas Gadjah Mada 7 Perlu diingat kembali bahwa hambatan tanah terhadap tekanan yang diberikan dapat dicirikan dengan dua parameter : kekohesifan yang

Bahan penelitian adalah Rekam Medik Kesehatan (RMK) pasien dengan diagnosa penyakit kanker payudara yang menggunakan carboplatin sebagai terapi pengobatan pada

Syari’at mewajibkan suami untuk menafkahi istrinya, karena dengan adanya ikatan yang sah itu seorang istri menjadi terikat semata-mata kepada suaminya, dan tertahan

Paduan Suara dan Orkestra Gita Bahana Nusantara telah terbentuk sejak tahun 2003 dan secara berkelanjutan tampil setiap tahun, beranggotakan perwakilan generasi

buahan paling banyak ditemukan di kawasan Sialang Layang dengan jumlah pohon penghasil buah-buahan di kawasan Sialang Layang adalah 75 pohon, sedangkan pada

Gaya kepemimpinan adalah suatu pola tingkah laku dari pemimpin dalam upaya mempengaruhi pada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan, Edwin Flippo menyatakan bahwa gaya

%agian in9estigasi fraud dari program pencegahan fraud yang komprehensif diperlukan meskipun perusahaan memiliki pengendalian atas fraud yang benar0benar efektif diterapkan