• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung - Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung - Pembuatan Nanokomposit Menggunakan Polikaprolakton/Nanokristal Selulosa yang Diisolasi dari Tongkol Jagung (Zea mays L)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh

orang Portugis dan Spanyol. Daerah spektrum produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura. Selanjutnya, tanaman jagung lambat laun meluas ditanam di luar Pulau Jawa. Dari hasil survei pertanian biro pusat statistik (BPS) tahun 1991, daerah sentrum produsen yang paling luas di Indonesia antara lain propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Jawa Barat. Areal pertanaman jagung sekarang sudah terdapat di seluruh provinsi di Indonesia dengan luas areal bervariasi.

Produksi jagung dunia menempati urutan ketiga setelah padi dan gandum. Distribusi penanaman jagung terus meluas di berbagai negara di dunia karena tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah subtropik ataupun tropik. Indonesia merupakan negara penghasil jagung terbesar di kawasan Asia Tenggara, maka tidak berlebihan bila Indonesia mengancang swasembada jagung.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae Divisio : Spermstophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Zea

(2)
(3)

Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Pada saat yang sama, komponen-komponen utama penyusun tanaman ini diuraikan oleh aktivitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan kapang (Enari, 1983).

2.2.2 Sumber Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-Glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4. Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat-serat tumbuhan, sayuran atau buah-buahan berguna untuk memperlancar pencernaan makanan (Poedjiadi, 2006).

Tabel 2.1. Komposisi Kimia dari Beberapa Tipe Selulosa-Penyususn Material

Sumber Komposisi (%)

Selulosa Hemiselulosa Lignin Ekstrak

Kayu keras

(Zugenmaier et al, 2008)

(4)

aplikasi plastik yang mirip dengan aplikasi selulosa asetat. Metil selulosa dapat larut dalam air dan dipakai sebagai bahan pengental makanan dan sebagai bahan dalam beberapa perekat, tinta, dan formulasi–formulasi proses akhir tekstil dan sebagai bahan pengemulsi (misalnya, dalam cat–cat lateks). Hidroksil propil selulosa yang diapit antara dua film yang tidak larut dalam air akhir–akhir ini telah di pakai dalam pembuatan botol–botol yang dapat terdegradasi (degradable). Ketika film luar terkelupas, hidroksi propil selulosa segera larut yang dengan demikian mengurangi masalah sampah padat yang biasanya dikaitkan dengan botol–botol yang tidak dapat di daur ulang (Stevens, 2001).

Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bahan kayu. Selnya hidup di dalam jaringan kolenkim. Selulosa juga terdapat pada biji kopi dan serat kulit kacang. Selulosa pada daun, pembuluh xylem dan floem akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang daun. Meskipun susunan jala yang tampak pada daun, kedua jaringan ini akan disatukan dalam berkas–berkas yang direkatkan oleh pektin dan selulosa. Selulosa pada hewan tingkat rendah terdapat di dalam organisme primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri, misalnya pada bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang diproduksi sebagai hasil proses fermentasi dalam substrat air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Kelebihan selulosa yang dihasilkan dari nata de coco adalah tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Saxena, 1995).

2.2.3 Sifat Kimia Selulosa

Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian dan selulosa bukan hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antargugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksi pun

(5)

Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+ dan amonia menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia.

Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan yang lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa karena (i) tidak banyak pelarut untuk selulosa, (ii) selulosa sangat cenderung terombak selama proses, dan (iii) cukup rumit

menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acapkali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat dari nitratnya. Dengan cara itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta (Coed, 1991).

Pada serat selulosa tanaman, selulosa memberikan sebuah keadaan amorf, tetapi juga terasosiasi dengan fase kristalin diantara inter- dan intramolekular ikatan H yang mana selulosa tidak meleleh sebelum mencapai degradasi termal. Selulosa tergabung pada serat yang mana paralel terhadap yang lainnya, dilingkupi dengan lignin dan hemiselulosa. Sifat yang terkandung pada selulosa antara lain sifat mekanik yang baik, densitas yang rendah, dan kemampuan terurai (Zimmerman et al, 2005), tergantung pada sifat selulosa yang ditujukan. Ada beberapa tipe dari selulosa (I, II, III, IV, dan V) dan tipe I menunjukkan sifat mekanik yang baik dan diterima dengan baik karena selulosa tipe I memiliki sebuah orientasi rantai paralel, sementara selulosa tipe II memiliki rantai anti paralel (Mandal, 2011).

Penggunaan difraksi elektron dan kombinasi sinar x, serta difraksi neutron menyatakan bahwa alpa selulosa mempunyai unit triklinik dan terutama selulosa yang berasal dari bakteri serta alga. Beta selulosa mempunyai unit monoklonik dan terdapat dalam selulosa yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi seperti jenis kapas (Horri et al, 1987).

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

(6)

2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 – 90 dan juga dapat mengendap bila dinetralkan.

3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15

α-selulosa merupakan selulosa yang mempunyai kualitas paling tinggi (murni). Material yang mengandung α-selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak (Setiawan, 2010).

Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan

adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-amina. Sifat termal selulosa yaitu temperatur transisi gelas selulosa dengan kisaran 200-230oC (Goring, 1963) yang dekat dengan dekomposisi termal yaitu 260oC.

Hidrolisis asam merupakan proses utama yang digunakan dalam memproduksi nanokristal selulosa, dimana susunan blok kecil dilepaskan dari serat selulosa. Selulosa terdiri dari daerah amorf dan daerah kristalin. Daerah amorf memiliki densitas lebih rendah dibandingkan daerah kristalin, sehingga ketika selulosa diberikan perlakuan dengan menggunakan asam keras maka daerah amorf akan putus dan melepaskan daerah kristalin. Sifat dari nanokristal selulosa bergantung pada berbagai faktor, seperti, sumber selulosa, waktu reaksi, suhu, dan jenis asam yang digunakan untuk proses hidrolisis. Asam sulfat dan asam klorida sering digunakan dalam produksi nanokristal selulosa, namun dispersabilitas dari nanokristal selulosa yang diperoleh dari kedua jenis asam ini berbeda, karena kelimpahan dari gugus sulfat pada permukaan, nanokristal selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah di dalam air sementara nanokristal selulosa yang diperoleh dari hidrolisis menggunakan asam klorida tidak terdispersi dengan mudah, dan suspensi larutan cenderung terflokulasi (Peng, 2011). Akan tetapi, Paoko et al (2007) menyebutkan bahwa hidrolisa asam pada perlakuan kimia akan menghasilkan mikrofibril selulosa dengan aspek rasio (panjang/diameter) yang rendah, dimana aspek rasio sangat berperan pada kekuatan mekanik terutama jika mikrofibril selulosa digunakan pada pembuatan biokomposit.

(7)

dilakukan penurunan kadar hingga 45%. Penurunan kadar dilakukan secara bertahap dengan parameter penampakan fisik yang ditimbulkan. Pada saat perendaman pada kadar 50% dan 55% penampakan yang timbul hitam. Hal tersebut diperkirakan masih terjadi reaksi pembakaran oleh H2SO4 pada selulosa tongkol jagung karena konsentrasi yang terlalu tinggi.

2.3 Nanoteknologi

Nanoteknologi adalah istilah untuk rentang teknologi, teknik, dan proses yang menyangkut

manipulasi materi pada tingkat molekul (kelompok atom), sistem-sistem yang memiliki sedikitnya satu dimensi fisik dalam rentang 1-100 nanometer. Sesuai dengan namanya, nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau sepermilyar meter. Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi sehingga teknologi ini disebut nanoteknologi (Mustar, 2011).

Nanoteknologi berkecimpung mulai dari penggabungan atom atau ion menjadi molekul untuk membentuk struktur dalam orde nanometer yang berguna untuk menghasilkan barang-barang dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja nanoteknologi melakukan juga proses-proses seperti reaksi kimia untuk membentuk zat cair atau padat seperti keramik, polimer, dan logam yang diatur

(dimanipulasi) sedemikian rupa sehingga menghasilkan sifat-sifat kimia atau fisika yang baru. Bahkan lebih jauh lagi nanoteknologi mengkombinasikan semua zat padat seperi keramik, logam, dan polimer untuk membentuk material baru yang tidak ada di alam. Material baru ini menjadi material campuran dua atau tiga bahan dan dinamakan komposit. Bila struktur dari bahan-bahan campuran tadi dalam orde nanometer terbentuklah nanokomposit.

Nanoteknologi akan memberikan keuntungan dimasa sekarang maupun dimasa

mendatang. Beberapa manfaat nanoteknologi antara lain:

(8)

Hal ini terjadi karena nanoteknologi akan menemukan produk baru yang ringan tetapi sangat kuat sehingga dapat menggantikan baja jadi berat kendaraan yang berkurang akan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak 10-20% per kilometer.

b. Penggunaan nanofilter akan mampu menyaring debu-debu yang berukuran dibawah orde 1 mikron.

c. Pembuatan berbagai barang industri berbasis nanoteknolgi akan memerlukan bahan yang sangat sedikit namun kualitasnya sama dengan atau lebih dari produk konvensional. d. Solar cell yang efisiensinya tinggi akan ditemukan lewat nanoteknologi. Solar cell

ini memiliki efisiensi tinggi dan akhirnya mengurangi pemakaian sumber energi

senyawa karbon (minyak bumi dan batu bara).

e. Penemuan baterai dan fuel cell berkapasitas tinggi serta daya hidup lama dengan nanoteknologi akan membantu mengurangi tekanan polusi pada konsumsi yang besar.

f. Nanoteknologi akan menyebabkan penghematan energi besar-besaran karena akan dihasilkan konduktor listrik yang resistansinya 0 (Poli, 2006)

2.4 Nanokristal Selulosa

Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain. Modifikasi nanokristal selulosa, berbagai fungsi nanomaterial dikaitkan dengan fisika, kimia, dan biologi. Nanopartikel distabilkan dalam suspensi melalui proses hidrolisis dengan asam. Suspensi nanokristal selulosa dapat dibentuk menjadi suatu fase kristallin liquid. Modifikasi kimia sederhana dalam permukaan nanokristal selulosa dapat mengalami dispersabilitas dalam pelarut yang berbeda. Nanokristal selulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari α- selulosa, diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial. Proses isolasi nanokristal selulosa memiliki banyak peninjauan, seperti dimensi skala nanometer, tinggi kekuatan spesifik dan modulus, dan tinggi daerah permukaan (Habibi et al, 2010).

Selulosa memiliki fungsi yang berbeda jika memiliki jaringan dalam bentuk

(9)

Mikroserat maupun nanoserat merupakan bagian dari selulosa dengan diameter 5-50 nanometer dan panjang beberapa milimeter yang dikonfirmasikan oleh daerah nanokristal dan daerah yang tidak terbentuk. Kondisi hidrolisis asam dikendalikan dengan pemisahan beberapa bagian kristal dengan modulus keelastisan 150 GPa, dimana lebih tinggi dari S- glass (85 GPa) dan serat Aramid (65 GPa) (Samir et al, 2004).

Nanoselulosa dapat menjadi inovasi polimer dalam penelitian dan aplikasi. Struktur supramolekul yang luar biasa dan karakteristik produk yang luar biasa, molekul yang tinggi

dan kristalinitas selulosa yang tinggi dengan kadar air hingga 99% sehingga nanoselulosa memerlukan perhatian yang tinggi di bidang aplikasi selulosa (Kramer et al, 2006).

Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi selulosa nanoserat yang telah dilaporkan sampai sekarang. Selulosa nanoserat telah disintesis dari Acetobacter xylinum melalui hidrolisis enzimatik. Selulosa nanoserat dibuat dari selulosa mikrokristalin (MCC) dengan penerapan homogenizer bertekanan tinggi (20.000 psi). Ukuran dari serat selulosa tergantung pada beberapa faktor seperti sumber selulosa, perlakuan kimia, dan fisika yang dilakukan. Secara umum metode yang sering dan luas digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Dimensi dari Serat Selulosa Melalui Beberapa Metode dan Sumber yang Berbeda( Frone, 2012)

Sumber Metode yang

digunakan

Diameter serat (L/d)

Gambar rujukan

Mikrokristal selulosa kayu

Kimia bunyi (sono-chemical)

21 ± 5 nm Filson et

al, 2009

Pulp kayu Kimia bunyi (sono-chemical)

23 ± 4 nm Filson et

al, 2009

MCC Homogenisasi tekanan

tinggi(20.000 psi)

28-100 nm Lee et al,

2009

MCC Hidrolisis asam 10 nm Bondenson

(10)

Selulosa bakteri

Hidrolisis asam 12,5 nm Grunert

dan Winter , 2002

Rumput Perlakuan basa,

asam, dan mekanik

12-20 nm Pandey et

al, 2010

Diantara aplikasi yang potensial untuk nanoselulosa mungkin dapat disebutkan seperti kertas, kardus, bionanokomposit pada pembungkus makanan, kosmetik, kesehatan, peralatan optik, farmasi, kimia dengan dispersi dan emisi Penggunaan nanokristal selulosa pada pembuatan nanokomposit menjadi kelas baru yang sangat menarik untuk dikembangkan karena menghasilkan sifat yang unik pada beberapa sektor industri (Souza et al, 2010).

Favier et al (1995) juga melaporkan penggunaan nanokristal selulosa digunakan sebagai penguat pada pembuatan nanokomposit dengan menggunakan poli styreneco-butil akrilat(poli (S-co-BUA). Sejak saat itu banyak penggunaan bahan nanokomposit dikembangkan dengan menggabungkan nanokristal selulosa ke berbagai matriks polimer. Sifat nanokomposit selulosa tergantung pada jenis dan karakteristik nanokristal selulosa dan matriks polimer yang digunakan ( baik polimer alam maupun sintesis) (Samir et al, 2005).

2.5 Pelarut pada Selulosa

Selulosa sukar diproses menggunakan pelarut atau menggunakan titik lelehnya karena

(11)

selulosa, tetapi struktur molekul dari selulosa tidak berubah. Sebuah klasifikasi yang sesuai untuk pelarut selulosa dibagi kedalam 5 bagian yaitu:

1. Sistem Pelarut NMMO

Perkembangan paling pesat terjadi pada tahun 1980-an dengan proses yang didasarkan pada sistem pelarut N-metilmorfolina-N-oksida (NMMO) monohidrat. Karena N-O dipole yang kuat, kombinasi NMMO dengan air dapat melarutkan selulosa biasanya sebagai monohidrat (sekitar 13 % air) pada 100oC tanpa aktivasi atau derivatisasi sebelumnya. Selain itu, larutan dengan kandungan selulosa yang tinggi mencapai 23% dapat dihasilkan dengan mendispersikan selulosa konvensional dengan NMMO dengan kandungan air yang

tinggi (sekitar 50%) dan kemudian penghilangan air dengan sistem vakum sampai selulosa tidak larut. cara ini merupakan sistem pelarut yang ramah lingkungan. Sistem pelarut langsung mengarah pada kelas baru dari serat selulosa buatan manusia dengan nama umum Lyocell. Serat Lyocell menunjukkan kualitas kinerja yang lebih baik, tetapi proses Lyocell mengalami stabilitas panas yang tidak terkendali dari sistem NMMO/selulosa/H2O , biaya penguapan yang tinggi (biaya energi), dan kecenderungan yang tinggi untuk fibrilasi serat Lyocell, sementara itu, sistem pelarut NMMO/H2O/DMSO dan NMMO/H2O/DETA telah terbukti menjadi sistem pelarut termodinamika yang baik untuk selulosa dan sesuai untuk selulosa dari berbagai sumber. Sebuah larutan yang terdiri dari 32,6% NMMO, 10% H2O, dan 57,4% DETA dapat melarutkan selulosa pada suhu kamar, dan temperatur yang sedikit lebih tinggi (40oC) pada awal proses pelarutan akan menyebabkan waktu pelarutan yang lebih pendek.

2. Sistem Pelarut LiCl/DMAc

Sekitar tahun 1980 ditemukan bahwa N,N-dimetil-asetamida (DMAc) yang mengandung lithium klorida (~ 8-9% berat) dapat melarutkan selulosa. Sistem ini menunjukkan potensi yang besar pada selulosa dalam sintesa organik, serta untuk tujuan analisis karena pelarut tidak berwarna dan penghancuran berhasil tanpa atau setidaknya dengan degradasi diabaikan bahkan dalam kasus polisakarida dengan berat molekul tinggi sebagai bahan katun atau selulosa bakteri. Kandungan selulosa dalam larutan dapat mencapai 15% berat, sedangkan LiCl adalah 5-9% berat setelah pelarutan selama 6 jam pada 100oC. Selulosa dengan berat molekul tinggi dapat larut dan waktu pelarutan dapat dipersingkat jika suhu awal proses pelarutan adalah 150oC dan sistem didinginkan perlahan-lahan. Secara empiris

(12)

sekitar 80% terhadap interaksi dipole-dipole antara DMAc dan selulosa, sedangkan interaksi spesifik Li+ (DMAc)n-selulosa menyumbang sekitar 10%.

3. Sistem Pelarut berbasis Logam Cair

Sistem Larutan encer dari sejumlah kompleks logam telah ditemukan untuk melarutkan selulosa. Pelarut yang paling terkenal dari kelompok ini adalah kupri hidroksida dalam amonia berair, yang sering disebut cuoxam. Selulosa dapat dilarutkan ke tingkat molekuler dalam cuoxam, dan yang paling efektif adalah ikatan koordinasi dari kompleks logam dengan gugus hidroksil terdeprotonasinya pada C2 dan C3 posisi dari AGU pada rantai. Namun, cuoxam memiliki beberapa kelemahan diantaranya rantai selulosa mudah

terdegradasi, warna biru tua, dan kekuatan pelarutan yang terbatas pada derajat polimerisasi DP < 5000. Ion logam seperti Cu2+, Ni 2+, Cd2+, Fe 2+, dan Co2+ telah digunakan untuk membentuk kompleks dengan etilendiamin (en) dan ligan polidentat lain dan semua reagen ini memberikan larutang yang jelas, yang menunjukkan kelarutan penuh pada selulosa. Sejumlah pelarut kompleks logam cair, seperti larutan air dari Ni-tren dan Cd-tren (tren = tris (2-aminoetil) amina), telah diproduksi, dan pelarutan sejumlah besar sampel, bahan katun, berbagai selulosa pulp, dan selulosa bakteri telah dipelajari. Kedua pelarut ini menunjukkan sifat larutan yang baik, tapi hanya Cd-tren yang dapat melarutkan bahan katun dan selulosa bakteri pada derajat polimerisasi tertinggi (DP = 9700).

4. Sistem Pelarut Ion Liquid

Suhu kamar ion liquid ( ILS ) baru-baru ini telah mendapat perhatian yang signifikan karena memberikan sifat-sifat yang menguntungkan seperti titik leleh yang rendah, rentang cair luas, dan kurangnya tekanan uap yang telah mendorong peneliti untuk mengeksplorasi reaksi kimia tersebut. Ion liquid (IL) 1-butil-3 methylimidazoliumklorida (BMIMCl) dapat digunakan sebagai pelarut untuk selulosa non derivatif. Telah terbukti bahwa ILS menggabungkan anion dari akseptor ikatan hidrogen yang kuat yang paling efektif, terutama bila digabungkan dengan pemanasan gelombang mikro, sedangkan ILS mengandung anion yang tidak terkoordinasi, termasuk (BF4)- dan (PF6)-. Baru-baru ini, sebuah IL baru, 1-alil-3-methylimidazolium klorida (AMIMCl) telah digunakan untuk esterifikasi pada selulosa.

5. NaOH/ Sistem pelarut urea berair

(13)

berwarna dan transparan. Menariknya, selulosa dengan berat molekul yang relatif tinggi tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tanpa pendinginan pendahuluan sampai -12oC atau penambahan urea. Hasil dari 13C NMR menunjukkan bahwa sistem pelarut langsung ini merupakan sistem pelarut yang baik dari selulosa dengan proses non derivat. Penambahan urea dan suhu yang rendah memainkan peranan yang penting dalam meningkatkan pelarutan selulosa karena suhu yang rendah menghasilkan kompleks yang besar dan stabil terkait dengan selulosa, NaOH, urea, dan H2O melalui ikatan hidrogen yang dapat menghancurkan secara efektif ikatan hidrogen pada selulosa sehingga menjadi larutan berair. Serat mulltilapisan telah berhasil diperoleh dari selulosa ganja menggunakan mesin uji coba.

Selulosa ganja bisa tetap dalam keadaan cair untuk jangka waktu lama (lebih dari seminggu) pada temperatur sekitar 0-5oC. Sistem pelarut ini telah terbukti menjadi proses pembuatan serat yang ekonomis dan ramah lingkungan pada skala industri. Selain itu, sistem berair dari NaOH/tiourea dan LiOH/urea telah digunakan secara cepat untuk melarutkan selulosa, dan kelarutan lebih besar dibandingkan NaOH/urea (Lu, 2009)

2.6 Komposit

Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuk, komposisi kimia, dan tidak saling melarutkan antar material. Material yang satu berfungsi sebagai penguat dan material yang lain berfungsi sebagai pengikat untuk menjaga kesatuan unsur-unsurnya. Sedangkan penggabungan dua atau lebih material dengan pengisi (filler) dari bahan-bahan alami disebut dengan biokomposit. Dalam penyusunan komposit, salah satu material penyusun dapat ditentukan fraksi volume untuk mendapatkan sifat akhir yang diinginkan. Secara umum terdapat dua kategori material penyusun komposit yaitu matriks dan penguat.

Keunggulan bahan komposit adalah dapat memberikan sifat-sifat mekanik terbaik yang dimiliki oleh komponen penyusunnya. Keuntungan penggunaan material komposit adalah:

1. Bobotnya yang ringan jika dibandingkan dengan material logam, tetapi memiliki kekuatan

(14)

4. Tidak sensitif terhadap bahan-bahan kimia

2.6.1 Pengisi (filler)

Pengisi atau filler adalah bahan yang ditambahkan pada komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik pengisi juga berfungsi sebagai penguat pada matriks. Fungsi utama dari penguat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari penguat yang digunakan karena tegangan yang

dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada penguat sehingga penguat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu penguat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastis yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Callister, 2007).

2.6.2 Teori Ikatan Penguat Terhadap Komposit Matrik

Ikatan yang terjadi pada material komposit di antara matriks dan penguatnya antara lain: a. Ikatan Mekanik

Matrik cair menyebar ke seluruh permukaan pengisi (filler) dan mengisi setiap lekuk dari permukaan sehingga terjadi mekanisme saling mengunci. Semakin kasar permukaan penguat semakin kuat ikatan yang terbentuk

b. Ikatan Elektrostatis

Ikatan ini terjadi antara matrik dan penguat ketika salah satu permukaan mempunyai muatan positif dan permukaan lainnya mempunyai muatan negatif sehingga akan terjadi tarik menarik antar kedua permukaan.

c. Ikatan Kimia

Ikatan kimia adalah ikatan yang terbentuk antara kelompok kimia pada permukaan penguat dan kelompok yang sesuai pada matrik sehingga kekuatan ikatannya tergantung pada jumlah ikatan perluasan dan tipe dari ikatan itu

d. Ikatan Reaksi

(15)

difusi atom-atom permukaan dari komponen komposit yang terjadi pada suhu tinggi (Winarta, 2012).

Adapun pembagian komposit berdasarkan bentuk penguatnya yaitu

1. Komposit partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya.

2. Komposit serat merupakan komposit yang terdiri dari serat dan matrik dimana fungsi serat sebagai penopang kekuatan dari komposit sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit tergantung dari serat yang digunakan. Jenis komposit serat dapat terbagi atas :

(a) Continous fiber composite (komposit diperkuat serat kontinu) (b) Woven fiber composite (komposit diperkuat dengan serat anyaman) (c) Chopped fiber composite (komposit diperkuat serat pendek/acak) (d) Hybrid composite (komposit diperkuat serat kontinyu dan serat acak)

3. Komposit lapis (laminates composite) merupakan komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya mempunyai karakteristik sifat sendiriberdasarkan jenis matrik yang digunakan komposit ini terbagi atas :

a. Komposit matrik logam (metal matrix composites/MMC) merupakan salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam seperti aluminium sebagi matriknya dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida

b. Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites/CMC) merupakan komposit yang menggunakan keramik sebagai matriknya

c. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites/PMC) merupakan komposit yang mengguankan polimer sebagai matriknya (Jones,1975)

2.7 Nanokomposit

Nanokomposit dikategorikan dalam nanoteknologi apabila komposit yang dihasilkan merefleksikan keunggulan nanomaterial yaitu kinerja yang meningkat secara signifikan. Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Nanokomposit merupakan bidang yang cukup baru di Indonesia bahkan

(16)

Prinsip dari pembuatan nanokomposit ini adalah berkat ikatan-ikatan yang terjadi antara atom C, O, dan atom lainnya. Karena ikatan sudah dilakukan mulai dari bentuk nano, maka akan menghasilkan suatu material yang lebih kuat pada saat menjadi material yang berukuran besar (tampak oleh mata). Nanokomposit digunakan pada plastik, dipelopori oleh pabrik mobil General motor dan Toyota. Plastik akan lebih tahan gores, ringan-kuat sehingga mengurangi biaya bahan bakar, umur pemakaian lebih panjang. Industri transportasi akan dapat menarik keuntungan dari penggunaan nanokomposit ini. Nanokomposit dapat meningkatkan ketahanan dan permeabilitas sehingga bagus untuk penggunaan pengemas makanan dan minuman. Selain itu nanokomposit juga dapat dipergunakan untuk mengurangi

kemudahan plastik untuk terbakar. Nanokomposit dilapisi dengan butyl rubber membuat bola tenis lebih memantul dan tahan lama (Subiyanto, 2010 ).

2.8 Poly (ε-Caprolactone)

Gambar 2.2 struktur Polikaprolakton (Hasanah, 2009)

(17)

kuat terletak pada penggunaan bio-nanokomposit yang mana nanofiller digunakan sebagai pengguat. Kelimpahan, dapat diperbaharui, hidropilik alami dan sifat mekanik yang baik sehingga selulosa adalah sumber serat yang utama untuk penyiapan dari bio-nanokomposit (Gea et al, 2010).

Polikaprolacton telah banyak digunakan dalam bidang medis seperti yang dilaporkan oleh Hasanah (2009) menyatakan bahwa penggunaan PCL dilakukan karena PCL merupakan polimer sintetik yang bersifat biodegradable untuk pengungkung obat atau sebagai media transplantasi pada sistem jaringan karena memiliki permeabilitas obat dan sifat mekanik yang

baik. Penggunaan polimer biodegradable ini memiliki banyak keuntungan karena dapat didegradasi oleh proses hidrolisis di dalam tubuh (Gunatillake, 2003)

Selain dibidang medis, PCL juga digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable seperti yang dilaporkan oleh Lee (2007), hasil menunjukkan bahwa penanaman plastik selama 3 bulan di dalam tanah menimbulkan lubang kecil pada permukaan plastikyang mengindikasikan adanya aktifitas mikroorganisme terhadap kanji sagu/PCL.

2.9 Ultrasonifikasi

(18)

Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah sebagai berikut : gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga terjadi pemanasan pada bahan tersebut sehingga melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat efek ganda yang dihasilkan, yaitu pengacauan dinding sel sehingga membebaskan kandungan senyawa yang ada di dalamnya dan pemanasan lokal pada cairan dan meningkatkan difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan ke seluruh bagian cairan, diikuti dengan munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan sehingga meningkatkan transfer massa antara permukaan padat-cair (Keil, 2007).

2.10 Termogravimetrik (TGA)

TGA dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas panas polimer-polimer. Seperti DTA, TGA pun suatu teknik lama tetapi telah diterapkan ke polimer-polimer hanya sejak tahun 1960-an. Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (disebut neraca panas) ketika suhu sampel dinaikkan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai TGA nonisothermal. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya berat bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut. Tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer. Selain memberikan informasi mengenai stabilitas panas. TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya suatu massa yang diketahui, seperti HCl dari poli (vinil klorida). Dengan demikian kehilangan berat bisa dikorelasikan dengan persen vinil klorida dalamsuatu kopolimer. TGA juga bermanfaat untuk penetapan volatilitas bahan pemblastis dan bahan-bahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas,akan tetapi,merupakan aplikasi utama dari TGA. Suatu termogram khas yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya aromatik dan polimer alifatik sebagian yang berstruktur analog. Berat yang tersisa seringkali merupakan parameter penting dalam pengujian daya nyala.

Suatu variasi dari metode tersebut adalah mencatat kehilangan berat dengan waktu pada suhu konstan. Disebut TGA isothermal, TGA ini kurang umum dipakai daripada TGA

(19)

dan TGA sekaligus dan bisa juga diadaptasi untuk analisis kromatografi gas dan/atau spektrometri massa terhadap produk-produk degradasi yang terjadi.

Thermogravimetry ditentukan dari berat bahan yang hilang melalui DSA dan DSC yang akan ditunjukkan sebagai suatu reaksi endotermik atau eksotermik ketika dekomposisi terjadi. Analisis termal memiliki beberapa bagian penting dalam prosesnya :

a. Data termal dipengaruhi oleh panas yang spesifik, konduktivitas termal, panas peleburan, dan kebanyakan dari titik lebur dari logam murni seperti Au, Pb, Sn, dan lain-lain sering digunakan sebagai standar umtuk kalibrasi data dalam bentuk DSA/DSC

b. Perubahan fase solid-fase liquid (seperti titik lebur) atau fase liquid-fase uap (titik didih) c. Perubahan struktur transisi solid-solid dimana terjadi perubahan struktur yang berupa

reaksi endotermik/eksotermik

d. Stabilitas termal untuk material atau bahan polimer

e. Dekomposisi termal, termogravimetri digunakan untuk pembelajaran stoikiometri dari dekomposisi termal dari sampel

f. Analisis kualitatif (identifikasi)

g. Pengendalian kualitas yang berkaitan dengan kemurnian. Metode analisis termal disini digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian dari sampel atau bahan (Dodd, 1987).

2.11 Transmisi Elektron Mikroskopi

Transmission electron microscopy (TEM) merupakan alat karakterisasi yang penting untuk mendapatkan gambar nanomaterial, dimana dapat diperoleh ukuran kuantitatif partikel atau ukuran butiran, distribusi ukuran, dan morfologi. Pada analisa TEM elektron lebih digunakan daripada cahaya untuk menyinari sampel. Pencitraan TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan teknik pencitraan berbasis cahaya. Amplitudo dan variasi fase pada berkas transmisi memberikan kontras pencitraan yang merupakan fungsi ketebalan dan material sampel

Ketika elektron ditransmisikan pada spesimen tipis tanpa adanya interaksi dalam spesimen, maka berkas elektron ini dikatakan mengalami transmisi. Transimisi elektron

(20)

terang. Semua elektron memiliki energi yang sama dan memasuki spesimen secara normal ke permukaannya selebaran elektron ini dapat disususn menggunakan lensa magnetik untuk membentuk pola bintik-bintik; masing-masing bintik sesuai dengan jarak atom tertentu. Pola ini kemudian dapat menghasilkan informasi mengenai orientasi, susunan atom, dan fase pada bidang yang diperiksa (Voutou and Stefanaki, 2008)

2.12 Uji Kekuatan Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt ) menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara

praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).

σt = ி௠௔௞௦

஺௢ (2.1)

Selama perubahan bentuk,dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah.Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefenisikan sebagai berikut :

ε =௟ି௟௢

௟௢ x 100 % (2.2)

keterangan :

l0 = panjang specimen mula-mula (mm) l = panjang spesimen saat putus (mm) ε = Kemuluran (%)

(Wirjosentono, 1995)

2.13 Inframerah

(21)

mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Instrumen–instrumen dispersif modern juga telah dilengkapi dengan mikrokomputer-mikrokomputer untuk penyimpanan dan manipulasi spektrum.

Spektrum-spektrum dispersif dari sebagian besar polimer impor komersial telah dicatat oleh karenanya identifikasi kualitatif zat-zat yang tidak diketahui seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan. Ini mencakup polimer-polimer yang memiliki stereokimia atau distribusi rangkaian monomer yang bervariasi, karena perbedaan demikian biasanya

menghasilkan spektrum-spektrum yang berbeda, dimana spektrum-spektrum komparatif tidak tersedia, pengetahuan ke struktur polimer bisa diperoleh melalui pertimbangan yang wajar terhadap pita-pita absorpsi gugus fungsional atau dengan membandingan spektrum dengan spektrum senyawa-senyawa model berat molekul rendah yang siap terkarakterisasi dengan struktur yang mirip. Lepas dari perbedaan-perbedaan yang diharapkan dalam daerah tekukan C-H aromatik (650-900 cm-1) yang timbul dari cincin-cincin benzena para-disubstitusi versus monosubstitusi, spektrum-spektrum tersebut cukup sebanding.

FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penelitian-penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrumen FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang sangat terlokalisasi (Stevens, 2001).

2.14 Scanning Elektron Microcopy (SEM)

(22)

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat parubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dimana alat yang biasa digunakan adalah SEM.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.

Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam kedalam suatu disket (wirjosentono, 1996).

Gambar

Tabel 2.2 Dimensi dari Serat Selulosa Melalui Beberapa Metode dan Sumber yang  Berbeda( Frone, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Campuran herbisida Atrazin + Nicosulfuron dosis 1.5 – 3.0 l/ha efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti Richardia brasiliensis dan Synedrella nodiflora, gulma rumput

Komponen-komponen sikap konsumen (Setiadi, 2010:142) adalah1).Kepercayaan merek (kognitif) yaitu berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau yang

Tujuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama dengan tujuan pembelajaran kooperatif pada umumnya. Pembelajaran kooperatif STAD bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor rata-rata persepsi mahasiswa terhadap materi Perkembangan Hewan

Berdasarkan hal tesebut maka dilakukan penelitian untuk mengekstraksi pektin pod husk kakao secara kering menggunakan asam klorida pada berbagai konsentrasi larutan

Dari perbedaan diatas, maka dapat disimpulkan definisi ‘urf, sesuai dengan pernyataan Muhammad Zakariya al-Bardisiy bahwa ‘urf adalah apa yang sudah menjadi kebiasaan

Absrak - Fokus permasalahan adalah bagaimanakah;struktur dan fungsi frase verba bahasa Kaili dialek Ledo, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan frase verba

card sort dalam mata pelajaran matematika materi peluang pada siswa kelas. VIII MTsN Jambewangi adalah suatu kemampuan pemahaman