• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung 2.1.1 Taksonomi Jagung - Isolasi Nanokristal Selulosa Dari Tongkol Jagug (Zea mays L) Dengan Metode hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil Asetamida/Litium Klorida (DMAc/LiCl)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung 2.1.1 Taksonomi Jagung - Isolasi Nanokristal Selulosa Dari Tongkol Jagug (Zea mays L) Dengan Metode hidrolisa Menggunakan Pelarut Dimetil Asetamida/Litium Klorida (DMAc/LiCl)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung

2.1.1 Taksonomi Jagung

Jagung (Zea mays L) berasal dari Amerika Tengah atau Meksiko bagian Selatan.

Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini

dibawa ke Amerika Selatan sekitar 7000 tahun yang lalu. Jagung hasil budidaya

merupakan keturunan langsung dari teosinte (zea mays ssp. Parviglumis). Bentuk liar

tanaman jagung disebut pod maize dan telah tumbuh 4500 tahun yang lalu di

pegunungan Andes, Amerika Selatan. Literatur lain menyebutkan bahwa jagung

tumbuh subur di kawasan Meksiko, kemudian menyebar ke Amerika Tengah dan

Amerika Selatan (Rukmana, 1997).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae Ordo

: Poales Famili

: Poaceae (Graminae) Genus

: Zea

Spesies : Zea mays L.

Di indonesia jagung merupakan makanan pokok kedua setelah pati. Ada

beberapa daerah di indonesia yang mengkonsumsi jagung antara lain Madura,

(2)

Tanaman jagung termasuk jenis tanaman pangan yang diketahui banyak

mengandung serat kasar. Serat kasar tersebut terdiri atas lignin, hemiselulosa, selulosa

dan lignoselulosa. Masing-masing senyawa tersebut merupakan senyawa potensial

yang dapat dikonversikan untuk menjadi senyawa lain secara biologik (Soeprijanto,

2008).

2.1.2 Komposisi Tongkol Jagung

Jagung juga merupakan sumber thiamin (vitamin B1) yang sangat penting bagi

kesehatan sel otak dan fungsi kognitif sebab thiamin dibutuhkan untuk membentuk

acetylcholine yang berfungsi untuk memaksimalkan komunikasi antar sel untuk

mencegah terjadinya pikun atau penyakit alzheimer. Biji jagung terdiri atas empat

bagian utama yaitu kulit luar (5%), lembaga (12%), endosperma (82%), dan tudung biji

(1%). Tongkol jagung kaya akan pentosa yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan

furfural (Budiman, 2002). Tongkol jagung merupakan bagian terbesardari limbah

jagung. Dari berat jagung bertongkol, diperkirakan 40-50% adalah tongkol jagung,

yang besarnya dipengaruhi oleh varietas jagungnya (Richana, 2007).

Menurut Richana (2007) tongkol jagung merupakan bahan berlignoselulosa

(kadar serat 38,99%) yang mengandung xilan tertinggi (12,4%) dibanding limbah

pertanian lain. Xilan adalah hemiselulosa yang merupakan polimer dari pentosa atau

xilosa dengan ikatan ß-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit.

Hemiselulosa sendiri merupakan polimer dari monomer gula (gula-gula anhidro) yang

dapat dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan

galaktosa), pentosa (xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat

(glukoronat, metilglukoronat dan galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan

fruktosa). Rantai utama hemiselulosa hanya terdiri atas satu macam monomer saja

(homopolimer), misalnya xilan, atau terdiri dua atau lebih monomer (heteropolimer),

misalnya glukomanan.

Pada umumnya limbah tidak mempunyai nilai ekonomi, atau mempunyai nilai

ekonomi yang rendah. Rendahnya nilai ekonomi limbah karena sifatnya yang dapat

(3)

Memanfaatkan limbah adalah salah satu alternatif untuk menaikkan nilai ekonomi

limbah. Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan diantaranya adalah tongkol jagung,

yang selama ini hanya dijadikan pakan ternak atau hasil industri minyak jagung.

Sebenarnya tongkol jagung dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki nilai

ekonomi yang tinggi (Soeprijanto, 2008).

Tongkol jagung muda dan biji jagung merupakan sumber karbohidrat

potensial untuk dijadikan bahan pangan, sayuran , dan bahan baku berbagai industri

makanan. Kandungan kimia jagung dapat dilihat pada tabel 2.1 terdiri atas air 13,5%,

protein 10,0%, lemak 4,0%, karbohidrat 61,0%, gula 1,4%, pentosan 6,0%, serat

kasar 2,3%, abu 1,45, dan zat-zat lain 0,4% (Rukmana, 1997).

Tabel 2.1. Komposisi kimia jagung (% bobot kering)

No Komponen Lapisan luar

Limbah pertanian (seperti tongkol jagung), mengandung selulosa (40-60%),

hemiselulosa (20-30%) dan lignin (15-30%). Komposisi kimia tersebut membuat

tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan

sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme. Tongkol jagung juga

dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan xylitol (Shofianto, 2008). Komposisi

tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi tongkol jagung

kandungan (%)

Air 9

(4)

Hemiselulosa 26

Xilan 18

Lignin 6

(Shofianto, 2008)

Pemanfaatan tongkol jagung masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah tongkol

jagung hanya digunakan untuk bahan tambahan makanan ternak, atau hanya

digunakan sebagai pengganti kayu bakar. Melihat komposisi selulosa dan hemiselulosa

yang cukup besar seperti yang tertera pada tabel 2.2, maka tongkol jagung sangat

potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer. Selulosa merupakan sumber

karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses

fermentasi. Struktur berkristal dan adanya lignin dan hemiselulosa merupakan

hambatan utama dalam menghidrolisis selulosa. Pada hidrolisis yang sempurna akan

dihasilkan glukosa, sedangkan hidrolisis parsial akan dihasilkan disakarida sellobiosa

(Soeprijanto, 2008).

2.2 Selulosa

2.2.1 Pengertian Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang terbentuk dari sisa β-D(+)-glukosa yang bergabung

dalam rantai linear dengan ikatan β-1-4 diantara satuan glukosanya. Selulosa

merupakan senyawa polimer yang berlimpah di alam dan merupakan senyawa organik

yang paling umum (Deman, 1997).

Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam

bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain seperti lignin

dalam jumlah yang beragam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara delignifikasi. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi delignifikasi yaitu:

(5)

Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikasi yaitu asam

phosfat, asam klorida (HCl), asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium sulfit

dan natrium sulfat.

b. Waktu delignifikasi

Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi, biasanya

digunakan waktu 1-3 jam.

c. Temperatur delignifikasi

Temperatur operasi mempengaruhi kualitas dari produk delignifikasi yang

dihasilkan (Widodo, 2012).

Campuran senyawa lain yang terdapat bersamaan dengan selulosa yaitu

hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan nonpati

yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan. Hemiselulosa mengacu kepada

polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air, pentosa mengacu kepada polisakarida

nonpati yang larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam biosintesis selulosa

tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen struktur dinding sel.

Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan gulanya (Deman, 1997).

Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus

hidroksil yang menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mudah,

mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu (Deman, 1997).

Ketika meneliti struktur selulosa, sebagai contoh lain dari polisakarida di mana

monomer glukosa diatur dengan cara yang sesuai dengan fungsinya (Solomon, 1987).

Struktur elulosa merupakan polimer dari D-glukosa di mana masing-masing unit

dihubungkan oleh β -glukosida obligasi dari karbon anomerik unit ke hidroksi 1-4 dari

unit berikutnya. Selulosa dapat dihidrolisis oleh asam klorida 30% untuk memberikan

(6)

Gambar 2.1 Struktur kimia selulosa (Streitweiser, 1986).

Diketahui bahwa selulosa murni, ketika mengalami hidrolisis, dapat

dengan mudah terurai menjadi "mikrokristal selulosa "dengan hampir tidak ada

penurunan berat. Turunan selulosa dapat dibuat dengan proses eterifikasi, esterifikasi,

ikat silang, atau reaksi grafting-kopolimerisasi.untuk memodifikasi struktur selulosa,

ikatan hidrogen harus dihancurkan dengan cara pembengkakan atau pemutusan (Yu,

2009). Selulosa yang diperbaharui digunakan sebagai serat (rayon sutera nabati buatan)

dan sebuah film (kertas kaca), turunan selulosa secara kimia seperti ester organik dan

asetat adalah yang paling penting dan merupakan polimer bagian kecil dengan struktur

yang hampir sama dengan selulosa (Billmayer, 1984).

2.2.2 Sumber Selulosa

Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida ini

adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling banyak tersebar di alam.

Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat perabot kayu, tekstil, dan

kertas. Sumber utama selulosa adalah kayu, umumnya kayu mengandung sekitar 50%

selulosa, tanaman mengandung 33% dan kapas mengandung 90% selulosa (Cowd,

1991).

Selulosa menjadi konstituen utama dari berbagai serat alam yang terjadi sebagai

rambut-rambut biji yang mengelilingi biji-bijian dari beberapa jenis tumbuhan

(misalnya kapas), sebagai kulit bagian dalam kayu yang berserat (serta batang) dan

sebagai konstituen-konstituen berserat dari beberapa tangkai daun (serat-serat daun).

Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan biasanya berkaitan

(7)

mineral. Derajat polimerisasi dari selulosa kapas berkisar 15.000 dibandingkan dengan

sekitar 10.000 untuk selulosa kayu. Pemisahan selulosa kayu dari lignin menyebabkan

penurunan DP ke sekitar 2600 (Steven, 2001).

Adapun sumber selulosa yaitu:

1. Kayu

2. Bukan kayu

a. Serat buah/biji (seed fibers) : kapas, kapuk

b. Serat kulit (bast fibers) : rami, kenaf, rosela dll

c. Serat daun (leaf fibers) : Nenas, pisang dll

d. Residu pertanian (agriculture Residues) :bagas, jerami, merang, tandan kosong

sawit, tongkol jagung

e. Bambu

f. Non vegetable : bacterial cellulose (BC) sebagai bahan akustik, kertas khusus.

Pemisahan selulosa dari kayu melibatkan pembuburan kayu dengan larutan

belerang dioksida dan hidrogen sulfit dalam air pada proses sulfit atau larutan natrium

hidroksida dan natrium sulfida dalam air pada proses sulfat (Proses kraf). Pada proses

ini lignin dilarutkan sehingga diperoleh selulosa (Cowd, 1991).

2.2.3 Jenis-Jenis Selulosa

Jenis selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas

adalah yang sifat fisik maupun kimianya seseragam mungkin serta dapat secara kontinu

tersedia dalam jumlah yang banyak. Jumlah selulosa limbah tongkol jagung sangat

banyak sehingga bisa digunakan sebagai sumber selulosa untuk bahan baku pembuatan

pulp dan kertas (Sutiya, 2012).

Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan

dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat,

biasanya basa-amina. Selulosa membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan

intramolekuler sehingga memberikan struktur yang dapat dipecah. Mikrofibril selulosa

(8)

Berdasarkan Derajat Polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium

hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis :

1. Selulosa alfa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%

atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 1500 sebagai

penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa beta : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa

kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 15 – 90 dan juga dapat mengendap bila di

netralkan.

3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi Derajat Polimerisasinya kurang

dari 15 (Widodo, 2012).

Selulosa alfa merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa

alfa digunakan sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa (Sugiyama, 1991). Selulosa

mempunyai daerah kristal dan daerah amorf, daerah kekristalan lebih rapat daripada

daerah nonkristal. Daerah nonkristal merupakan penyusun kecil yang disebut sebagai

daerah amorf yang tidak menyerap air dengan bagus (Gardner, 2008).

2.2.4 Sifat Kimia Selulosa

Selulosa mengembang (swelling) dalam air dan teristimewa dalam basa pekat. Polimer

yang mengembang dalam basa, dikenal sebagai selulosa alkali atau selulosa soda

dipakai untuk mempreparasikan selulosa regenerasi. Proses mereaksikan kapas dengan

basa air, dan kemudian menghilangkan basa tersebut dikenal sebagai merserasi. Kapas

yang termerserasi memiliki tingkat kekilauan yang lebih tinggi daripada kapas alam

yang kurang rapat, dan tingkat kekristalannya agak sedikit rendah.

Meskipun jumlah gugus hidroksil pada selulosa besar, selulosa tidak larut dalam

air dan sebagian besar pelarut lainnya yang umum, meskipun akan larut ke beberapa

campuran pelarut. Larutan dari logam-logam kompleks seperti tembaga (II)-amonia

(9)

adalah LiCl-dimetilasetamida, dimetil sulfoksida-paraformaldehida, amin oksida dan

asam fosfat (Steven, 2001).

Sifat – sifat selulosa dengan pereaksi kimia :

1. Selulosa dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis

2. Selulosa dengan asam konsentrasi yang tinggi dapat terhidolisis menjadi selubiosa

dan D-glukosa

3. Dengan asam sulfat dapat menghidrolisis selulosa, digunakan untuk pembuatan

kertas. Selulosa direaksikan dengan aluminium sulfat yang dapat bereaksi dengan

sejumlah kecil pulp kertas untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang

membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan kertas yang keras (Cowd,

1991).

Turunan selulosa yang merupakan selulosa komersil seperti selulosa asetat, berperan

dalam film fotografi, bahan perekat, dan serat sintetik. Selulosa asetat mempunyai sifat

– sifat yaitu: tidak satbil, mudah terbakar bila bereaksi dengan oksigen film selulosa

asetat menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi serta melepaskan asam asetat.

Untuk mengukur massa molekul selulosa sangat sulit karena:

a. Tidak banyak pelarut untuk selulosa

b. Selulosa sangat cenderung terombak selama proses

c. Cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda.

Cara yang seringkali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak

massa molekul awal bagi selulosa sebelum dinitratkan (Steven, 2000).

Ditinjau dari strukturnya dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan

yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat

membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-pelarut).

Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tak larut dalam air dan

juga dalam pelarut lain seperti pelarut-pelarut organik. Penyebabnya adalah kekuatan

rantai dan tingginya gaya antar-rantai tersebut akibat ikatan hidrogen antar gugus

(10)

kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Selulosa juga larut dalam larutan tembaga

(II) hidroksida bromida (Cowd, 1991).

2.3 Nanokristal Selulosa

Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10–100

nm. Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam

bentuk nanosphere, atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena

faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan

reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik. Parameter utama dari nanopartikel adalah

bentuknya, ukuran dan marfologi struktur dari substansi (Liufu, 2004).

Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa biasanya

mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal selulosa dapat

diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah selulosa dan

meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat

dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis bentuk yang amorf dari

selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis dengan menggunakan asam

sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit (Rong, 2011).

Metode-metode hidrolisis yang dapat digunakan untuk menghidrolisis selulosa

menjadi nanokristal ada 5 yaitu:

a. Sistem pelarut LiCl/DMAc

Sekitar tahun 1980 ditemukan bahwa N-dimetil-acetamida (DMAc) yang

mengandung lithium klorida (8-9%) dapat melarutkan selulosa. Sistem ini

menunjukkan potensi yang besar untuk selulosa dalam sintesis organik serta untuk

tujuan analitik karena pelarut tidak berwarna dan pembubaran berhasil tanpa atau

setidaknya degradasi diabaikan bahkan dalam kasus berat molekul yang tinggi

polisakarida seperti bahan katun atau selulosa bakteri. Kandungan selulosa dalam

(11)

pembubaran selama 6 jam pada suhu 100oC. Selulosa yang mempunyai berat molekul

tinggi dapat larut dengan waktu isolusi yang dapat dipersingkat jika suhu awal proses

pembubaran adalah 150oC dan sistem didinginkan perlahan-lahan.

Klorida-selulosa menyumbang sekitar 80% terhadap dipole-dipole interaksi antara

DMAc dan selulosa, sedangkan Li spesifik (DMAc) n-selulosa interaksi kontribusi

sekitar 10%.

b. Sistem pelarut NMMO

Proses ini didasarkan pada penggunaan pelarut N-metil morfolina-N-oksida

(NMMO) monohidrat, dimana 100oC pelarut NMMO dalam kombinasi dengan air

dapat melarutkan selulosa biasanya sebagai monohidrat (sekitar 13% air) di sekitar

100oC tanpa aktivasi sebelumnya atau derivatisasi. NMMO/H2O/DETA telah terbukti

menjadi pelarut termodinamika baik untuk selulosa dan cocok untuk sampel berbagai

asal-usul. Suatu larutan 32,6% berat NMMO, 10,0% berat H2O, dan 57,4% DETA

dapat melarutkan selulosa pada suhu kamar, dan suhu sedikit lebih tinggi (40oC) pada

proses awal pelarutan hanya memerlukan waktu yang pendek untuk isolasi.

c. Sistem pelarut berbasis logam pengkompleks 

Sejumlah logam pengkompleks dapat digunakan untuk melarutkan selulosa. Pelarut

yang paling terkenal pada kelompok ini adalah kupri hidroksida dalam amonia berair,

yang sering disebut cuoxam. Selulosa dapat dilarutkan ke tingkat molekuler dalam

cuoxam dan paling efektif mengikat koordinatif dari kompleks logam ke gugus

hidroksil terdeprotonasi di posisi C2 dan C3 dari AGU dalam rantai. Namun, cuoxam

memiliki beberapa kelemahan, yang terdiri dari rantai selulosa yang mudah

terdegradasi, warna biru tua, dan kekuatan pelarutan terbatas yaitu terbatas pada derajat

polimerisasi DP 5000. 

d. Sistem pelarut ionik cair 

Sistem ini dapat digunakan sebagai pelarut untuk selulosa non derivat (bukan

turunan). Pelarut ini menggabungkan anion, yang akseptor ikatan hidrogen kuat adalah

yang paling efektif, terutama bila dikombinasikan dengan pemanasan microwave,

(12)

e. Sistem pelarut NaOH/Urea berair 

Untuk menghidrolisis selulosa dapat dicapai dengan cepat (sekitar 5 menit) pada

suhu kamar (di bawah 20oC), dan larutan yang dihasilkan tidak berwarna dan

transparan. Namun, selulosa dengan berat molekul yang relatif tinggi tidak dapat larut

dalam pelarut tanpa pendinginan ke -12oC atau tanpa penambahan urea (Yu, 2009).

2.4Ultrasonifikasi

Spektrum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik.

Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi menjadi tiga

golongan utama: frekuensi rendah (20–100 kHz), frekuensi menengah (100 kHz–1

MHz), dan frekuensi tinggi (1–10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz – 1 MHz

banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan sonokimia

(Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan dalam bidang

kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi

tumor, dan penghancuran batu ginjal (Ensminger, 2009).

Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik

adalah untuk mempercepat proses ekstraksi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian

Cameron (2006) tentang ekstraksi pati jagung yang menyebutkan rendemen pati jagung

yang didapat dari proses ultrasonik selama 2 menit adalah sekitar 55,2-67,8 % hampir

sama dengan rendemen yang didapat dari pemanasan dengan air selama 1 jam yaitu

53,4%. Dengan penggunaan ultrasonik proses ektraksi senyawa organik pada tanaman

dan biji-bijian dengan menggunakan pelarut organik dapat berlangsung lebih cepat.

Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik sehingga kandungan yang

ada di dalamnya dapat keluar dengan mudah (Mason,1990).

Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah sebagai berikut:

gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal dari kavitasi

mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga terjadi pemanasan pada

bahan tersebut, sehingga melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat efek ganda yang

(13)
(14)

selama 17 jam dengan satu set zat terlarut dengan berat molekul yang diketahui.

Dikatakan bahwa berat molekul zat terlarut setidaknya 90% tertahan selama tes dan zat

terlarut yang keluar kurang dari 10%.

Untuk mengaktifkan membran dialsis dilakukan dengan cara yaitu, membran

dialisis yang telah dipotong dimasukkan ke dalam suatu wadah yang telah diisi dengan

aquabidest lalu dipanaskan pada suhu 40oC selama 30 menit. Membran yang telah

diaktifkan bisa langsung digunakan untuk proses dialisis.

Larutan yang mengandung beberapa jenis molekul, biasanya glukosa dan pati,

ditempatkan ke dalam kantong dialisis semipermeabel, seperti membran selulosa

dengan pori-pori, dan ditutup dengan simpul. Kantong dialisis disegel ditempatkan

dalam wadah larutan atau aquadest. Molekul cukup kecil untuk melewati membran (air,

garam, monosakarida, dan molekul kecil lainnya) cenderung bergerak ke dalam atau

keluar dari kantong dialisis ke arah konsentrasi yang rendah, sehingga terjadilah difusi.

Molekul yang lebih besar (seperti protein, atau polisakarida) yang memiliki dimensi

jauh lebih besar daripada diameter pori dipertahankan dalam kantong dialisis (Mahlicli,

2007).

2.6Transmisi Electron Microscopy (TEM)

Mikroskop adalah alat yang memungkinkan perbesaran obyek untuk mengamati

rincian dari obyek tersebut. Perkembangannya mulai dari mikroskop optik yang

menggunakan satu seri lensa gelas untuk membelokkan gelombang cahaya tampak

agar menghasilkan citra yang diperbesar, mikroskop petrografik, mikroskop

medan-gelap, mikroskop rasa, mikroskop ultraviolet, mikroskop medan dekat dan

mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk mengiluminasi obyek

elektron memiliki panjang gelombang yang jauh lebih kecil daripada panjang

gelombang cahaya, jadi mikroskop elektron dapat melihat struktur yang lebih kecil

(Ardisamita, 2000).

Difraksi elektron biasanya diselesaikan dengan memakai mikroskop elektron

(15)

Sampel-sampel polimer harus sangat tipis dalam beberapa ratus satuan amstrong.

Sebagaimana dengan difraksi sinar-x, informasi yang dikumpulkan oleh difraksi

elektron mesti mempergunakan morfologi dimensi kristal, derajat kekristalan, dan

lain-lain. Keuntungan utama dari difraksi elektron adalah bahwa (1) pengukuran difraksi

dan transmisi sekaligus menjadi mungkin dalam satu sampel, (2) syarat-syarat ukuran

sampel sangat kecil, dan (3) intensitas difraksi dan jumlah refleksi jauh lebih tinggi.

Kekurangannya adalah bahwa elektron-elektron bisa menimbulkan reaksi-reaksi radikal

bebas (misalnya, pengguntingan rantai, ikat silang) dalam sampel tersebut.

Ketika mikroskop elektron dioperasikan dalam mikroskop elektron transmisi,

merupakan hal yang memungkinkan untuk memecahkan sifat-sifat morfologis seperti

kristal-kristal tunggal polimer dengan resolusi dalam daerah 2 sampai 5 amstrong pada

pembesaran 200.000 sampai 500.000. pencitraan yang bagus dengan menggunakan

TEM bergantung pada kontras sampel relatif terhadap latar (Steven, 2001).

Ketika elektron ditransmisikan pada spesimen tipis tanpa adanya interaksi

dalam spesimen, maka berkas elektron ini dikatakan mengalami transmisi. Transmisi

elektron berbanding terbalik dengan ketebalan specimen. Bidang spesimen yang lebih

tebal akan mengalami transmisi elektron lebih sedikit sehingga akan terlihat lebih

gelap, sebaliknya daerah tipis akan mengalami lebih banyak transmisi elektron,

sehingga akan terlihat lebih terang (Voutou, 2008).

Menurut Ardisasmita (2000), berkas elektron dipancarkan langsung melalui

obyek yang akan diperbesar, sebagian diserap dan sebagian lainnya dilewatkan.

Obyek tersebut harus dipotong sangat tipis agar dapat dilihat dengan TEM yaitu

tebalnya harus lebih kecil dari beberapa ribu angstrom. Biasanya pelat fotografi

atau layar flouresensi ditempatkan di belakang cuplikan untuk menangkap citra dan

perbesaran yang dihasilkan bisa mencapai satu juta kali.

Mikrograf elektron transmisi dari serat selulosa yang diambil dengan CM

Philips 30 mikroskop elektron transmisi dengan tegangan 75 kV percepatan. Nanofibril

diendapkan dari dispersi encer berair padaukuran mikro ditutupi dengan film tipis

karbon (~ 200 nm). Serat yang disimpan paling sering diwarnai dengan larutan uranil

(16)

2.7 Analisis Termogravimetri (TGA).

Metode thermal adalah sebuah bagian dari teknik dimana sifat fisik dan kimia dari zat

atau produk reaksi tersebut diukur sebagai fungsi temperatur, zat/substansi sebagai

objek yang dikontrol temperaturnya. Aplikasinya untuk quality kontrol, penelitian

produk industri seperti polimer, farmasi, tanah, mineral, dan logam. Teknik-teknik yang

dicakup dalam metode analisis termal adalah analisis termogravimetri

(thermogravimetry analysis = TGA) yang didasari pada perubahan berat akibat

pemanasan. TGA merupakan teknik mengukur perubahan berat suatu sistem bila

temperaturnya berubah dengan laju tertentu.

Teknik analisis termogravimetri dapat dilakukan baik secara dinamik maupun

secara statik. Pada termogravimetri dinamik, sampel dinaikkan temperaturnya secara

linear terhadap waktu. Pada cara statik atau termogravimetri isotermal, sampel

dipelihara temperaturnya pada suatu periode waktu tertentu, selama waktu tersebut

setiap perubahan berat dicatat. Pada rangkaian peralatannya diperlukan paling tidak tiga

komponen utama yaitu timbangan berpresisis tinggi, tungku dan perekam. Kenaikan

temperatur dalam tungku haruslah berfungsi linear terhadap waktu dan mampu

digunakan baik dalam lingkungan inert, oksidasi maupun reduks. Perubahan temperatur

dan berat direkam secara kontinyu sedemikian rupa sehingga tidak ada satu termogram

yang terlewati (Khopkar, 1990).

TGA dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas panas polimer-polimer.

Metode TGA yang paling banyak dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang

kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (disebut neraca panas) ketika suhu sampel di

naikkan dalam udara atau dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai

nonisotermal. Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya berat

bisa timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang

lebih tinggi terjadi dari terurainya polimer. Selain memberikan imformasi mengenai

stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer melalui hilangnya

suatu entitas yang diketahui, seperti HCl dari poli (vinil klorida). TGA juga

(17)

lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas adalah merupakan aplikasi dari TGA

(Steven, 2001).

Termogravimetri analisis dilakukan dengan menggunakan sebuah Mettler

Toledo Model TGA/SDTA851e termogravimetri analyzer untuk mencegah terjadinya

penambangan stabilitas termal. Untuk analisis, sampel dipanaskan dari kamar suhu 600

o

C dalam atmosfir nitrogen pada 10o C min-1 (Sheltami, 2012). Metode analisis termal

ini diantaranya berguna untuk mengetahui formula materi hasil dekomposisi termal. Ia

berguna juga untuk mengetahui range temperatur. Ini dapat dilakukan laju pemanasan

dan mencatat perubahan beratnya. Data termogravimetri dapat dimamfaatkan untuk

mengevaluasi parameter kinetik (Khopkar, 1990).

2.7Fourier Transform Infrared (FTIR)

Fourier transform infrared (FTIR) adalah teknik yang digunakan untuk

mendapatkan spektrum inframerah penyerapan, emisi, fotokonduktivitas atau hamburan

Raman dari padat, cair atau gas. Spektrometer FTIR secara bersamaan mengumpulkan

data spektral dalam berbagai spektrum yang luas. Ini mendapat keuntungan yang

signifikan atas spektrometer dispersif yang mengukur intensitas sedikit rentang panjang

gelombang pada suatu waktu.

Hasil spektrum memperlihatkan absorbsi dan transmisi molecular, membentuk

sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua struktur molekul

berbeda yang memiliki spektrum inframerah yang sama (Lawson, 2001). Hampir

semua molekul menyerap sinar inframerah, dan masing-masing molekul hanya

menyerap sinar inframerah padafrekuensi tertentu. Hal ini menunjukkan karakteristik

khas untuk setiap molekul. Masing-masing jenis molekul hanya menyerap pada

frekuensi tertentu dan akan terbentuk pola spektrum absorpsi yang khas atau sidik jari

pada spectrum inframerah.

Shimadzu telah merilis berbagai sistem FTIR membuat resolusi tinggi dan

sensitivitas tinggi dan berbagai instrumen terkait, seperti unit mikroskop inframerah,

(18)

aplikasi pengukuran non-destruktif, seperti untuk memenuhi syarat. Teknik

spektroskopi IR banyak digunakan dalam tahap karakterisasi selulosa karena metode

ini relatif mudah dan dapat memberikan informasi awal tentang komposisi kimia,

konformasi molekular serta pola ikatan hidrogen (Silverio, 2012).

Spektroskopi FTIR didasarkan pada prinsip bahwa hamper semua molekul

mengabsorpsi sinar inframerah. Hanya monoatomik dan molekul diatomik homopolar

yang tidak mengabsorpsi sinar inframerah. Pancaran inframerah yang kerapatannya

kurang dari 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi

putaran molekul. Spectrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri.

Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat energy

tertentu. Energy getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan radiasi

inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm-1. Terdapat dua macam getaran

molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita absorpsi khas yang

disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spectrum

inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi pada daerah 2500 sampai

3300 cm-1 dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710 sampai 1750 cm-1. Hanya getaran

yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara berirama yang teramati di

dalam inframerah (Rong, 2011).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi kimia jagung (% bobot kering)
Gambar 2.1 Struktur kimia selulosa (Streitweiser, 1986).

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini menjelaskan mengenai perancangan program aplikasi transaksi valuta asing dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 disertai dengan diagram

Methods for investigating the role of energy in the economy involve aggregating different energy flows. A variety of methods have been proposed, but none has received

Batas al*dr evaluasi kebsrhasilaD studi mahasiswa 27 Januari 2016 Batas akhir SeEester Ganiil 5 FebIllari 2016.. u SEMTSTER

Examples for the different kinds of innovation are: the 3-liter-car as an example of technical eco-innovation, in contrast to higher-speed cars with increased fuel consumption as

Chairs: Toyama Tadashi (University of Yamanashi) and Do Quang Trung (VNU University of Science). 10:20-10:40 Plenary speaker: Project on installation

The book opens with a Summary and Review of all the chapters followed by the synthesis by Herman Daly of his work on Sustainable Devel- opment.. Daly makes a series of points similar

Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor rata-rata persepsi mahasiswa terhadap materi Perkembangan Hewan

Dari perbedaan diatas, maka dapat disimpulkan definisi ‘urf, sesuai dengan pernyataan Muhammad Zakariya al-Bardisiy bahwa ‘urf adalah apa yang sudah menjadi kebiasaan