• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pajak Bumi dan Bangunan pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pajak Bumi dan Bangunan pdf"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PERPAJAKAN

“PAJAK BUMI dan BANGUNAN”

Dosen pembimbing Asiyah., SE., MM

Disusun oleh:

Manajemen D.5.1

Nama NIM

Anik Kristiyana 11121170

Helda Farida 11121167

Ruminah 11121145

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

(2)

Pajak Bumi dan Bangunan ii KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena hanya atas

berkat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini untuk memenuhi persyaratan mata kuliah “Perpajakan” program studi S1 Manajamen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa Cikarang.

Tugas ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan

berbagai pihak. Kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr.H.A. Fikri Jahrie., MM selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Pelita Bangsa

2. Ibu Neng Asiyah selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan

memberi petunjuk yang sangat berharga sehingga tugas mandiri ini dapat

terselesaikan.

3. Staff Pengajar Administrasi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita

Bangsa Cikarang, Jawa Barat.

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah

membantu sehingga tugas ini dapat terwujud.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki.Untuk itu kami mohon saran dan

kritik yang membangun yang dapat menyempurnakan tugas ini. Semoga makalah

ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca

Cikarang, 01 Januari 2015

(3)

Pajak Bumi dan Bangunan iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar ...ii

Daftar isi ...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...1

1.3 Tujuan Permasalahan ...1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan... 2

2.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan ... 2

2.3 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan ... 6

2.4 Nilai Jual Objek Pajak ... 8

2.5 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ... 13

2.6 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan ... 14

2.7 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan ... 14

2.8 Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang ...15

2.9 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan ...16

2.10 Keberatan dan Banding...20

2.11 Hak Wajib Pajak Mengajukan Pengurangan ...22

2.12 Cara Mengajukan Permohonan...24

2.13 Keputusan Pengurangan ...25

2.14 Pejabat...26

(4)

Pajak Bumi dan Bangunan iv BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...31

3.2 Saran ...32

(5)

Pajak Bumi dan Bangunan 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan suatu iuran wajib bagi wajib pajak yang dipungut oleh

pemerintah berdasarkan Undang-undang. Adanya pajak dapat diharapkan

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak ini sifatnya tidak

dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Dalam hubungannya dengan

adanya suatu wilayah dipermukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilai

diatasnya, dalam pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang

jelas. Peraturan yang berkaitan dengan pajak ini diatur dalam

Undang-undang No.12 tahun 1985 yang telah diubah dengan adanya Undang-undang-Undang-undang

No.12 tahun 1994. Dengan adanya peraturan ini diharapkan adanya

pemungutan pajak yang berkaitan dengan bumi dan bangunan dapat

dilakukan sesuai dengan asas-asas yang ada.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pajak Bumi dan Bangunan?

2. Objek pajak apakah yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan?

3. Apa saja subjek pajak dan wajib pajak Pajak Bumi dan Bangunan?

4. Bagaimana cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

2. Mengetahui Objek Pajak Bumi dan Bangunan

3. Mengetahui Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

(6)

Pajak Bumi dan Bangunan 2 BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Permukaan meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,

tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan

secara tetap pada tanah dan atau perairan.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang

dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang

No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang

bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh

keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Sementara itu

keadaan Subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya

pajak.

Asas Pajak Bumi dan Bangunan:

1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

2. Adanya kepastian hukum

3. Mudah dimengerti dan adil

4. Menghindari pajak berganda

2.2 Objek Pajak Bumi dan Bangunan

1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan

2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah

pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan

digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan

(7)

Pajak Bumi dan Bangunan 3 Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut:

a. Letak

b. Peruntukan

c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut:

Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah

objek pajak yang:

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan

tidak untuk mencari keuntungan, antara lain:

1) Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara

2) Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit

3) Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren

4) Di bidang sosial, contoh: panti asuhan

5) Di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang

sejenis dengan itu.

c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah

negara yang belum dibebani suatu hak.

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas

(8)

Pajak Bumi dan Bangunan 4 e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional

yang ditentukan oleh Menteri keuangan.

Catatan:

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh

keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani

kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari

keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam

bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional

tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara

sesuai pasal 2 Undang-Undang No.5 Tahun 1967 tentang

ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan

pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang

dimiliki/dikuasai/digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan

Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya

merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk

penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut

membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak

Bumi dan Bangunan.

Mengenai bumi dan atau bangunan milik perseorangan dan atau bukan

yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung

pada perjanjian yang diadakan.

5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

(9)

Pajak Bumi dan Bangunan 5 setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk

setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa

Objek Pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak

yang nilainya terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya tetap

dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri

Keuangan menetapkan besarnya NJOPTKP dengan

mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah

Daerah) setempat.

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh berikut ini:

a. Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dengan

nilai Rp 4.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk Objek Pajak

wilayah tersebut adalah Rp 6.000.000,00. Karena NJOP berada

dibawah batas NJOPTKP (Rp 6.000.000,00), maka Objek Pajak

tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Seorang Wajib Pajak mempunyai Objek Pajak berupa bumi dan

bangunan di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut:

Desa A:

Dengan data tersebut diatas, maka NJOP untuk perhitungan

PBB-nya sebagai berikut:

Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut

yang mempunyai nilai paling besar, yaitu desa A. Maka NJOP

untuk pertimbangan PBB adalah:

(10)

Pajak Bumi dan Bangunan 6

NJOP Bangunan Rp 9.000.000,00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 22.000.000,00

NJOPTKP Rp 10.000.000,00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp 18.000.000,00

NJOPTKP 0,00

NJOP untuk penghitungan PBB Rp 18.000.000,00

2.3 Subjek Pajak

1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hakk atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas

bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan

merupakan bukti pemilikan hak.

2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 yang dikenakan

kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak

3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,

Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana

dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.

Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk

menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas

wajib pajaknya.

Untuk lebih jelas diberikan contoh berikut ini:

a. Subjek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi dan atau

bangunan milik Y bukan karena sesuatu hak berdasarkan

(11)

Pajak Bumi dan Bangunan 7 menggunakan bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai wajib

pajak.

b. Suatu Objek Pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di

pengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan /

menggunakan Objek Pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.

c. Subjek Pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak

Objek Pajak, sedang untuk merawat Objek Pajak tersebut dikuasakan

kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa

dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai Wajib Pajak

oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

d. Subjek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam point (c)

dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal

Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap Objek Pajak yang

dimaksud.

4. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam point (d)

disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai

wajib pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan

sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksud.

5. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur

Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai

alasan-alasannya.

6. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya

keterangan sebagaimana dalam point (d) Direktur Jenderal Pajak tidak

memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap

disetujui.

Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam

waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari Wajib

Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib Pajak gugur dengan sendirinya dan

berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai Wajib

(12)

Pajak Bumi dan Bangunan 8 2.4 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh

dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak

terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui

perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan

baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun

oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama

Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur /

Bupati / Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

3. Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya

20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

4. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan

memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah 3

(tiga) tahun sekali. Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena

perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar,

maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.

Dalam menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan

pendapat Gubernur /Bupati /Walikota (Pemerintah Daerah) setempat serta

memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud (assessment value)

adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak,

(13)

Pajak Bumi dan Bangunan 9

Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu

membebani Wajib Pajak didaerah pedesaan, tetapi dengan tetap

memperhatikan penerimaan, khususnya bagi pemerintah daerah, maka telah

ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya NJKP, yaitu:

1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk:

a. Objek Pajak Perkebunan

b. Objek Pajak Kehutanan

c. Objek Pajak lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan

NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk:

a. Objek Pajak Pertambangan

b. Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penentuan besarnya NJOP adalah proses penting mengingat NJOP ini

yang akan menentukan besarnya pajak yang di bayar oleh masyarakat.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal No. 16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember

1998 dijelaskan bagaimana menentukan besarnya NJOP untuk setiap sektor

PBB. Dalam Keputusan tersebut diatur sebagai berikut :

1. NJOP atas Sektor Pedesaan/Perkotaan

Sektor Pedesaan/Perkotaan adalah Obyek PBB yang meliputi kawasan

(14)

Pajak Bumi dan Bangunan 10 khusus perkotaan. Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor pedesaan/

perkotaan ditentukan sebagai berikut:

a) Obyek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi setiap

Zona Nilai Tanah (ZNT) ke dalam klasifikasi, penggolongan dan

ketentuan nilai jual permukaan bumi (tanah) sebagaimana diatur

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998

b) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

523/KMK.04/1998.

2. NJOP atas Sektor Perkebunan

Sektor Perkebunan adalah Obyek PBB yang meliputi areal

pengusahaan benih, penanaman baru, perluasan, perubahan jenis

tanaman, keragaman jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya.

Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor perkebunan ditentukan

sebagai berikut:

a) Areal kebun adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan

Jumlah Investasi Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar

Investasi menurut umur tanaman,

b) Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan

adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian

seperlunya,

c) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

klasifikasi, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

(15)

Pajak Bumi dan Bangunan 11

Jumlah Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri menurut

umur tanaman,

b) Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan adalah

sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian

seperlunya,

c) Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

523/KMK.04/1998.

4. NJOP atas Sektor Pertambangan

Sektor Pertambangan adalah Obyek PBB yang meliputi areal usaha

penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu bahan

galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

5. NJOP atas Sektor Perikanan

Usaha Bidang Perikanan adalah semua usaha perorangan atau

badan yang memiliki ijin usaha untuk menangkap atau

membudidayakan sumber daya ikan, termasuk semua jenis ikan dan

biota perairan lainnya serta kegiatan menyimpan, mendinginkan atau

mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Besarnya NJOP atas obyek

pajak usaha bidang perikanan laut ditentukan sebagai berikut:

a) Areal penangkapan ikan adalah 10 x hasil bersih ikan dalam satu

tahun sebelum tahun pajak berjalan,

b) Areal pembudidayaan ikan adalah 8 x hasil bersih ikan dalam satu

(16)

Pajak Bumi dan Bangunan 12 c) Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa

tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,

d) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya

pembangunan baru setiap jenis bangunan setelah dikurangi

penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam

klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan

sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

523/KMK.04/1998

Sedangkan besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang

perikanan laut ditentukan sebagai berikut:

a) Areal pembudidayaan ikan darat adalah sebesar NJOP berupa tanah

di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya ditambah standar

biaya investasi tambak menurut jenisnya,

b) Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa

tanah di sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,

c) Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru

setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik

berdasarkan metode penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan

dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana diatur dengan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

6. NJOP atas Objek Pajak yang Bersifat Khusus

Obyek Pajak Khusus adalah obyek pajak yang memiliki jenis

konstruksi khusus baik ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk

maupun keberadaanya memiliki arti khusus seperti: lapangan golf,

pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin, dan lain-lain.

Besarnya NJOP atas obyek pajak yang bersifat khusus ditentukan

sebagai berikut:

a) Areal tanah adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya

(17)

Pajak Bumi dan Bangunan 13 b) Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri, lapangan

golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai jual yang ditentukan

berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi

NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya,

c) Areal perairan untuk kepentingan PLTA adalah sebesar 10 x (10%

dari Hasil bersih dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan)

Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru

setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan

metode penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan

nilai jual bangunan sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri

2.5 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB

ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi

dengan NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan

Menteri Keuangan R I. Nomor : 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar

Penghitungan PBB.

Setiap Wajib Pajak diberikan 1 kali Nilai Jual Objek Pajak Tidak

Kena Pajak (NJOPTKP). Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai lebih

dari 1 objek pajak, maka sesuai penjelasan UU PBB, yang diberikan

NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini ditetapkan

tingginyaRp 12.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Batasan

setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada

Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang ingin

(18)

Pajak Bumi dan Bangunan 14 ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00, misalnya Daerah Bekasi

menetapkan Rp 8.000.000,00, Semarang Rp 6.000.000,00, dan sebagainya

hal ini masih diperkenankan.

Penetapan besarnya NJOPTKP sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan tersebut di atas untuk setiap daerah Kabupaten / Kota, ditetapkan

oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri

Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah

setempat. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat

(4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp.

10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala

Daerah.

2.6 Tarif PBB

Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang

Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah tetap sebesar 0.5%, sedangkan menurut

UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi

0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

2.7 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif

pajak dengan NJKP.

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

(19)

Pajak Bumi dan Bangunan 15 Contoh:

Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya

Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00,

maka besarnya pajak yang terutang adalah:

PBB= 0,5% x 20% x (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)

= Rp 8.000,00

2.8 Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang 1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. Jangka waktu

satu tahun takwim adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan

objek pajak pada tanggal 1 Januari.

Contoh:

a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa tanah dan

bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2010 bangunannya terbakar,

maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak

pada tanggal 1 januari 2010, yaitu keadaan sebelum bangunan

tersebut terbakar.

b. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa sebidang tanah

tanpa bangunan diatasnya. Pada tanggal 20 Agustus 2010

dilakukan pendataan, ternyata tanah tersebut telah berdiri suatu

bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2010 tetap

dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2010.

Sedangkan bangunannya baru akan dikenakanpada tahun 2011.

3. Tempat pajak yang terutang:

a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota.

(20)

Pajak Bumi dan Bangunan 16 2.9 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib

pajak.

Contoh:

Apabila SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2010, maka

jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2010.

2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi

selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib

pajak.

Contoh:

Apabila SKP diterima oleh wajib pajak tanggal 1 Maret 2010, maka

jatuh tempo pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2010.

3. Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua

persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan

hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)

bulan.

Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo

tidak atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% (dua

persen) setiap bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar

tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,

dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Contoh:

SPPT tahun pajak 2010 diterima oleh wajib pajak pada tanggal 1 Maret

2010 dengan pajak yang terutang sebesar Rp 500.000,00. Oleh wajib

pajak baru dibayar pada tanggal 1 September 2010. Maka terhadap

wajib pajak tersebut dikenakan denda administrasi sebesar 2% yakni:

(21)

Pajak Bumi dan Bangunan 17 Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 september 2010

adalah:

Pokok pajak + denda administrasi=

Rp 500.000,00 + Rp 10.000,00 = Rp 510.000,00.

Bila wajib pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal

10 Oktober 2010, maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan denda

2 x 2% dari poko pajak, yakni:

4% x Rp 500.000,00 = Rp 20.000,00.

Pajak yang terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2010

adalah:

Pokok pajak + denda administrasi=

Rp 500.000,00 + Rp 20.000,00 = Rp 520.000,00

4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no.3 diatas,

ditambah dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih

dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi

selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib

1. Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro,

dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

2. Tata cara pembayaran dan penagihan diatur oleh Menteri

keuangan.

3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan

pajak, dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan

pajak.

4. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak

(22)

Pajak Bumi dan Bangunan 18 Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh

tempo yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat

paksa yang saat ini berdasarkan UU No.19 tahun 1997 sebagaimana

telah diubah dengan UU No.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa

Dasar penagihan PBB terdiri dari tiga macam yaitu:

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk

memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada Wajib Pajak.

Surat pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan

Objek Pajak (SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi

selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

2. Surat Tagihan Pajak (STP).

STP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria

sebagai berikut apabila:

a) Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum

dalam SPPT, yaitu melampaui batas waktu 6 (enam) bulan sejak

tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

b) Wajib Pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum

dalam skp, yaitu melampaui batas waktu 1 (satu) bulan sejak

tanggal diterimanya surat keputusan oleh Wajib Pajak.

c) Wajib Pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh

tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP

oleh Wajib Pajak. Konsekuensi jika saat jatuh tempo STP terlampaui

adalah adanya denda administrasi dalam STP. Besarnya denda

administrasi karena Wajib Pajak terlambat membayar pajaknya,

(23)

Pajak Bumi dan Bangunan 19 yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran

untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

3. Surat Ketetapan Pajak (SKP).

SKP dapat diterbitkan karena memenuhi beberapa kriteria

sebagai berikut apabila:

a) Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan

melewati 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP oleh Wajib

Pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak

dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana ditentukan dalam

Surat Teguran.

b) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata

jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak

berdasarkan SPOP yang dikembalikan Wajib Pajak.

Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi

selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib

Pajak. Jadi, bila seorang Wajib Pajak menerima SKP pada tanggal 1

Maret 2009, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya tanggal

31 maret 2009. Tanggal 31 Maret 2009 ini disebut juga tanggal jatuh

tempo SKP.

Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang penerbitannya

disebabkan oleh pengembalian SPOP Lewat 30 (tiga puluh) hari setelah

diterima Wajib Pajak adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan

denda administrasi 25% dihitung dari pokok pajak.

Sedangkan jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang

penerbitannya disebabkan oleh hasil pemeriksaan atau keterangan

lainnya, adalah selisish pajak yang terutang berdasarkan hasil

(24)

Pajak Bumi dan Bangunan 20 berdasarkan SPOP ditambah denda administrasinya 25% dari selisih

pajak yang terutang.

2.10 Keberatan dan Banding 1. Keberatan

a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal

Pajak atas:

1) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

2) Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing

dalam satu Surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.

b. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT dan SKP dalam

hal:

1) Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan atau bangunan,

klasifikasi atau Nilai Jual Objek bumi dan atau bangunan yang

tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan

sebenarnya.

2) Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan

perundang-undangan antara wajib pajak dengan fiskus.

c. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang

menerbitkan SPPT atau SKP dengan menyatakan alasan secara jelas.

d. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak

tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib pajak, kecuali

apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu

tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya.

Apabila ternyata batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat

dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya

(25)

Pajak Bumi dan Bangunan 21 Bangunan masih dapat mempertimbangkan dan meminta wajib pajak

untuk melengkapi persyaratan tersebut dalam batas waktu tertentu.

e. Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan atau tanda pengiriman Surat Keberatan

melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti

penerimaan Surat keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.

f. Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan

keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis

hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

g. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

h. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam jangka waktu

paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal keberatan diterima,

harus memberikan keputusan atas keberatan.

i. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat

menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

j. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak atau

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan

dapat berupa:

ketetapaneta sebagaimana dalam surat ketetapan pajak, wajib pajak

yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran

ketetapan pajak tersebut.

l. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bula telah lewat dan

Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka

(26)

Pajak Bumi dan Bangunan 22 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum,

bagi wajib pajak yaitu apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak

tanggal diterimanya surat keberatan, Ditjen Pajak tidak memberikan

keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan tersebut

diterima.

2. Banding

Wajib Pajak yang tidak atau belum puas terhadap Keputusan atas

penolakan keberatan yang diajukannya, maka dapat mengajukan

banding kepada badan peradilan pajak. Adapun syarat pengajuan

banding adalah sebagai berikut:

a. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas

keberatan,

b. Tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas,

c. Dilampiri surat keputusan atas keberatan.

2.11 Hak Wajib Pajak Mengajukan Pengurangan

Pengurangan atau pemberian keringanan pajak terutang dapat

diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal:

1. Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek

pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena

sebab-sebab tertentu lainnya, seperti:

a. Objek pajak berupa lahan

pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yanh hasilnya sangat

terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib

pajak orang pribadi

b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai

jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan

(27)

Pajak Bumi dan Bangunan 23 c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata

berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi

d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga

kewajiban PBB-nya sulit terpenuhi

e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela

kemerdekaan

f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh

wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan

likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat

memenuhi kewajiban rutin perusahaan.

Besarnya pengurangan yang diperbolehkan adalah

setinggi-tingginya 75%, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif

dengan mengingat penghasilan Wajib Pajak dan besar PBB-nya.

2. Wajib Pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam

seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan

sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran,

kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman. Pengurangan atas hal

seperti tersebut dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100 % dari

besarnya pajak terutang, berdasarkan pertimbangan yang wajar dan

objektif dengan mengingat persentase kerusakan.

3. Wajib Pajak anggota Veteran pejuang kemerdekaan dan Veteran

pembela kemerdekaan termasuk janda /dudanya. Pemberian

pengurangan ditetapkan sebesar 75%, tetapi apabila permohonan

pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah

kawin/menikah lagi, maka besarnya persentase pengurangan yang dapat

(28)

Pajak Bumi dan Bangunan 24 2.12 Cara Mengajukan Permohonan

1. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa

Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan

besarnya persentase pengurangan dimohonkan.

2. Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan

terhitung:

a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP atau

b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar

biasa.

3. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara

kolektif atau perseorangan.

4. Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus

dilampiri:

a. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan

b. pengurangan, dan

c. Foto Copy tanda anggotaVeteran, bagi anggota Veteran.

5. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat

diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10

Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui:

a. Pemerintah Daerah setempat, atau

b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota

Veteran.

6. Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan

harus dilampiri dengan:

a. Foto Copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan

pengurangannya;

b. Foto Copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampirannya; dan

(29)

Pajak Bumi dan Bangunan 25 7. Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal objek pajak yang

terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa dilampiri

Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/Instansi terkait.

8. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak

terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas

objek pajak yang sama.

9. Permohonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim melalui

pos.

10. Tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut diatur sebagai

berikut:

a. Apabila disampaikan secara langsung maka tanggal tanda terima

adalah pada saat surat permohonan tersebut secara lengkap diterima

oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Apabila dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya

maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat permohonan

tersebut secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak

Bumi dan Bangunan, bukan pada tanggal pengiriman surat

permohonan.

2.13 Keputusan Pengurangan

1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan

SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan

Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang lebih

dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan

SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan

Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang tidak

lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Keputusan pengurangan dapat berupa:

(30)

Pajak Bumi dan Bangunan 26

b. Mengabulkan sebagian.

c. Menolak

4. Keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan

selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan

pengurangan Wajib Pajak. Jangka waktu sebagaimana tersebut

terhitung sejak:

a. Tanggal tanda terima Surat Permohonan, dalam hal Surat

Permohonan disampaikan secara langsung.

b. Tanggal stempel pos, dalam hal Surat Permohonan dikirimkan

melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.

5. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Keputusan belum

diterbitkan, maka permohonan pengurangan pajak dianggap

dikabulkan.

6. Keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Pengurangan Denda Administrasi:

Atas permintaan Wajib Pajak Dirjen Pajak dapat mengurangkan denda

administrasi karena hal-hal tertentu. Ketentuan ini memberi kesempatan

kepada wajib pajak untuk meminta pengurangan denda administrasi

kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat

mengurangkan sebagian atau seluruhnya denda administrasi tersebut.

2.14 Pejabat

1. Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan

langsung dengan objek pajak adalah:

a. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah

b. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah.

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2. Pejabat yang ada hubungannya dengan objek pajak adalah:

a. Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.

(31)

Pajak Bumi dan Bangunan 27

c. Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan.

d. Pejabat Agraria.

e. Pejabat Balai Harta Peninggalan.

f. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Direktorat

Jenderal Pajak.

3. Kewajiban Pejabat:

a. Yang berkaitan langsung dengan objek pajak, wajib:

1) Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan

perubahan keadaan objek pajak secara tertulis kepada

Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak

objek selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya.

2) Memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan

Direktorat Jenderal Pajak.

Catatan:

Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan

dalam hubungannya dengan PBB). Contoh laporan tertulis tentang

mutasi objek pajak antara lain: jual beli, hibah, dan warisan.

b. Yang berhubungan dengan objek pajak:

Wajib memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan

Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang.

Catatan:

Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan

(32)

Pajak Bumi dan Bangunan 28 2.15 Sanksi

a. Bagi Wajib Pajak:

1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan telah ditegur secara tertulis

tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran,

ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak yang terutang

dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah dengan

denda administrasi sebesar 25% (dua puluh liam persen) dihitung

dari pokok pajak.

2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak

yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib

pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan pajak. Jumlah pajak yang

terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang

terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkan Surat

Pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda sebesar 25% (dua

puluh lima persen) dari pajak yang terhutang.

3) Pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak

dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar

2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo

sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama

24 (dua puluh empat) bulan.

4) Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,

dalam hal:

a) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

b) Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

5) Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada

(33)

Pajak Bumi dan Bangunan 29

a) Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

b) Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar.

c) Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain

yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

d) Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau

dokumen lainnya.

e) Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan

yang diperlukan.

Untuk sebab kealpaan:

Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan

atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang

terutang.Kealpaan berarti tidak disengaja, lalai, kurang hati-hati

sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara.

Untuk Sebab Kesengajaan:

Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 (dua) tahun

atau denda setinggi-tingginya sebesar 5(lima) kali pajak yang terutang.

Sanksi pidana ini akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan

lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum level 1 (satu) tahun,

terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana

penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda.

Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan,

maka bagi mereka yang melakukan tindak pidana sebelum lewat 1

tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara

yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda, dikenakan pidana lebih

(34)

Pajak Bumi dan Bangunan 30 b. Bagi Pejabat:

1) Sanksi Umum

Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan di

muka dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu antara lain:

Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang disiplin

Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad 1860 No.3 tentang peraturan

Jabatan Notaris.

2) Sanksi Khusus

Bagi pemegang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada

hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak lainnya, yang:

a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang

diperlukan.

b. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan

yang diperlukan.

Dipidana dengan kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda

setingi-tingginya Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Catatan:

Tindak pidana yang telah diuraikan di muka tidak dapat dituntut

setelah lampau waktu 10 tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang

bersangkutan. Penyimpangan terhadap ketentuan pasal 78 KUHP

dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kewajiban menyimpan

(35)

Pajak Bumi dan Bangunan 31 BAB III

PENUTUP 3.1 Kesimpulan

a. PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak

terutang ditentukan oleh keadaan objek,

b. Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan

bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya dan bangunan adalah

konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan/atau perairan,

c. Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai

suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau

memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan,

d. Sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus didaftarkan

menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

untuk objek berupa tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek

Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,

e. Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),

f. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- untuk setiap wajib

pajak, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009.

g. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

Besarnya NJKP adalah 40% dari NJOP untuk objek P3 serta objek

PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah dan sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.

h. Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%,

Perbandingan penerapan PBB antara UU No.12 Tahun 1994 dengan

(36)

Pajak Bumi dan Bangunan 32 No Parameter UU No.12 Tahun

1994

UU No.28 Tahun 2009

1. DPP NJOP NJOP

2. NJOPTKP Max. Rp 12 Juta Min. Rp 10 Juta

3. NJKP 20% dan 40% Tidak digunakan

4. Tarif Sebesar 0,5% Max. 0,3%

5. NJOP PBB Pedesaan dan

Perkotaan ditetapkan oleh:

Menteri

Keuangan

Kepala Daerah

6. Besarnya tarif ditetapkan

melalui: UU Perda

3.2 Saran

Sebagai wajib pajak harus menaati Undang-Undang Pajak Bumi dan

Bangunan dengan melaporkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak dengan

benar dan tepat waktu, serta membayar pajak atas objek pajak tersebut

(37)

Pajak Bumi dan Bangunan 33 DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang “Perubahan

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang suatu sistem pemantau dan pengumpulan data proses pembuatan kawat las agar dapat menghitung nilai

2 Subang, Kami Selaku Kelompok Kerja Pengadaan Barang pada Dinas Pendidikan Kabupaten Subang yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan

Upaya untuk mempertahankan karyawan telah menjadi persoalan utama dalambanyak organisasi.Oleh karena itu sangatlah penting organisasi mengakui bahwa

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan:(1) citra diri perempuan Jawa dalam novel Canting karya Arswendo Atmowiloto dan Amba karya Laksmi Pamuntjak, (2)

Hasil Uji Paired Sampel T-Test Portofolio Saham. Paired

Berdasarkan data yang ditemukan oleh peneliti bahwa Efektivitas website www.sman5samarinda.sch.id sebagai media komunikasi dan informasi adalah efektif karena

membandingkan besaran fisis dengan beberapa nilai satuan dari besaran fisis tersebut.. Dalam melakukan pengukuran,

1)Bekerja dapat menjadi obat bagi orang yang sedih. 2) Orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh, serius, dan cermat biasanya melupakan hal-hal yang tidak