• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Semirata 2013 FMIPA Unila |399

Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di

Bandar Lampung

Sutyarso dan M. Kanedi

Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung Email: dekan_fk@unila.ac.id

Abstrak. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas fungsi seksual para guru perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung dan hubungannya dengan factor-faktor demografi yang mungkin bisa berkontribusi. Ada 84 guru (responden) yang ambil bagian dalam penelitian ini. Mereka berasal dari 12 SDN di tiga kecamatan: Kecamatan Rajabasa (6 SDN), Kedaton (5 SDN), dan Sukarame (1 SDN). Kepada setiap responden diminta mengisi dua jenis borang: borang demografi dan borang fungsi seksual. Borang demografi meminta informasi tentang umur, etnik, pendidikan, pekerajaan, penghasilan, status tempat tinggal, status pernikahan, jumlah anak, jenis alat kontrasepsi, jenis obat-obatan yang pernah dikonsumsi, dan frekuensi aktivitas seksual masing-masing responden. Borang fungsi seksual menghimpun persepsi reponden terhadap kualitas fungsi seksual diri mereka sendiri menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI) yang terdiri dari enam domain dan 19 item. Keenam domain tersebut adalah: (1) desire (hasrat); (2) arousal (keterangsangan); (3) lubrication (kelumasan); (4) orgasm (orgasme); (5) satisfaction (kepuasan); dan (6) vaginal pain (kenyerian vagina). Hubungan skor FSFI dianalisis menggunakan statistik Kurskal-Wallis Test. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut. Tidak ada responden yang memiliki skor fungsi seksual (FSFI) ≥ 26,55. Faktor demografi yang secara signifikan mempengaruhi rendahnya kualitas fungsi seksual para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini adalah jumlah anak (p=0,017) dan frekuensi aktivitas seksual (p=0,000).

Kata Kunci: FSFI, disfungsi seksual perempuan, guru SD

PENDAHULUAN

Pada kebanyakan bangsa di dunia laki-lakilah yang mendominasi semua urusan sosial, politik, dan ekonomi keluarga,

termasuk urusan ―kehidupan ranjang‖.

Tidak mengherankan jika sudut pandang dan kepentingan laki-laki pulalah yang menjadi orientasi berbagai kajian tentang kesehatan hubungan seksual suami-istri. Sebaliknya, kaum perempuan lebih dipandang sebagai objek ketimbang subjek dalam hubungan seksual. Akibatnya, kaum perempuan pada banyak kebudayaan merasa tabu untuk memperbincangkan, apalagi mengeluhkan, masalah kehidupan seksualnya.

Belakangan kecenderungan tersebut sudah bergeser, sehingga kajian tentang kesehatan perilaku seksual perempuan

menurut ―kacamata‖ kaum perempuan

akhir-akhir ini makin banyak dilakukan. Akan tetapi, karena kajian di bidang ini masih baru, maka banyak hal terkait fungsi seksual kaum perempuan yang belum terungkap.

(2)

(laporan diri) wanita bersangkutan. Keseluruhan nilai atau skor diskriminan setiap item tadi dinamakan Female Sexual Function Index (FSFI). FSFI itulah yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi jenis disfungsi seksual perempuan.

Terkait dengan faktor-faktor demografik yang diduga berkontribusi terhadap gangguan fungsi seksual pada perempuan diketahui bahwa umur, ras, pendidikan, penghasilan, dan keberadaan anak tidaklah signifikan berkontribusi pada gangguan fungsi seksual. Namun demikian, status perkawinan, penggunaan kontrasepsi, penggunaan anti-depresi, dan frekuensi aktivitas seksual berkontribusi secara signifikan.

Kenyataan diatas memperlihatkan bahwa kajian, konseling, dan terapi kesehatan seksual kaum perempuan sejauh ini lebih berorientasi ke dalam dengan manfaat-sosial yang relatif terbatas, yaitu terbatas pada diri dan keluarga perempuan bersangkutan. Padahal, penelitian di

Amerika mengungkapkan bahwa

pertengkaran yang dipicu oleh

―ketidakpuasan seksual‖ di rumah tangga

dapat memicu timbulnya gangguan kejiwaan (psikopatologi) dan kecelakaan lalu lintas di jalan raya.

Berdasarkan paparan di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual seseorang, termasuk pada kaum perempuan, dapat menjadi komponen penentu perilaku sosialnya di masyarakat. Dewasa ini kiprah kaum perempuan, terutama di negara-negara demokratis seperti Indonesia, sangatlah luas sehingga nyaris tidak ada bidang profesi yang belum atau tabu digeluti kaum perempuan. Salah satu bidang profesi di Indonesia yang banyak digeluti oleh kaum perempuan adalah guru. Sebagai pribadi, guru adalah sosok panutan anak didiknya. Karena itu guru harus mampu menjaga kestabilan emosinya ketika berhadapan dengan keragaman tingkah polah anak didiknya. Kegagalan guru dalam menjaga kestabilan emosi dapat

menimbulkan ketakutan pada anak didik. Rasa takut dapat menyebabkan turunnya minat belajar dan hilangnya konsentrasi anak didik.

Sebagai langkah awal untuk mengungkap kemungkinan adanya hubungan gangguan fungsi seksual dengan kinerja professional para guru perempuan telah dilakukan survey faktor-faktor demografi, biologi, dan psikoseksual yang mungkin berkontribusi pada funsi seksual para guru perempuan yang mengajar di sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Bandar Lampung.

METODE PENELITIAN

PELAKSANAAN SURVEI

Tabel 1. Jumlah responden menurut asal sekolah

Kecamatan Nama SD Jumlah

Rajabasa

SDN 1 Rajabasa 9 SDN 2 Rajabasa 9 SDN 3 Rajabasa 7 SDN 1 Rajabasa

Raya 6

SDN 2 Rajabasa

Raya 6

SDN 1 Gedung

Meneng 8

Kedaton

SDN 1 Kampung

Baru 6

SDN 3 Kampung

Baru 6

SDN 1 Surabaya 8 SDN 1 Labuhan

Ratu 7

SDN 1

Sukamenanti 6 Sukarame SDN 1 Way Halim 6

Total Reponden 84

(3)

Semirata 2013 FMIPA Unila |401 berstatus PNS dengan rentang umur

maksimum 59 tahun. Pilihan pada guru dengan rentang umur maksimum 59 tahun didasarkan atas pertimbangan bahwa batas usia pensiun guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) adalah 60 tahun. Nama sekolah dan jumlah responden di setiap sekolah disajikan pada Tabel 1.

Data demografi yang dihimpun adalah faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial yang meliputi:

1. Etnis (rumpun kebudayaan); 2. Pendidikan tertinggi;

3. Penghasilan keluarga per bulan; 4. Status perkawinan;

5. Keberadaan anak; 6. Kontrasepsi;

7. Penggunaan anti depresi; 8. Frekuensi aktivitas seksual;

Macam dan jenis gangguan fungsi seksual persepsi responden diungkap menggunakan FSFI (Female Sexual Function Index) dari Rosen dan kawan-kawan. Variabel disfungsi seksual terdiri dari 6 domain berikut:

1. Desire (hasrat);

2. Arousal (keterangsangan); 3. Lubrication (lubrikasi); 4. Orgasm (orgasme/klimaks); 5. Satisfaction (kepuasan); 6. Pain (kenyerian);

Keenam domain itu terdiri dari 19 item, masing-masing memiliki rentag skor 0 -5.

ANALISIS DATA

Data demografi dan fungsi seksual responden disajikan secara dekriptif, sementara hubungan antara data demografi dengan skor rerata total setiap domain FSFI para responden dianalisis menggunakan statistic non-parametrik metode Kurskal-Wallis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

DATA DEMOGRAFI

Stastik deskriptif data demografi yang meliputi faktor biologi, psikoseksual dan kontekstual/sosial responden disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data demografi responden

Parameter Jumlah e.Status Tempat Tinggal

(4)

Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa dari aspek demografi mayoritas guru yang menjadi reponden penelitian ini berumur 50-60 tahun (50%); sebagian besar dari etnis Lampung (47,5%); lebih dari separuhnya berpendidikan Sarjana S-1 (61,9%); berpenghasilan diatas 2 juta rupiah per bulan (86,9%) dan tinggal di rumah milik sendiri (86,9%).

Seluruh reponden sudah menikah (100%). Dari 84 orang responden hanya empat orang (4,8%) yang tidak punya anak (tampaknya karena belum terlalu lama menikah), selebihnya memiliki anak dengan jumlah bervariasi, bagian terbesar (29,8%) mengaku memiliki tiga orang anak.

Mayoritas responden mengaku tidak menggunakan alat kotrasepsi apa pun (61,2%) dan hampir seluruhnya (97,6%) mengaku tidak pernah menggunakan obat-obatan psikotropik apa pun. Sisanya, (2,4%) pernah menggunakan obat tidur.

Selanjutnya dari 78 responden yang mengisi kolom aktivitas seksual, 42 orang (52,5%) diantaranya mengaku melakukan aktivitas seksual 1-2 kali per minggu. Hanya 7 orang (8,7%) yang mengaku melakukan aktivitas seksual kurang dari sekali dalam sebulan, dan hanya 2 orang (2,5%) mengaku melakukan aktivitas seksual hampir setiap hari dalam seminggu. Temuan ini sebenarnya di bawah normal, sebab untuk waninta menikah frekuensi hubungan seks umumnya 2-3 kali perminggu.

DATA FUNGSI SEKSUAL

Gambaran umum (deskripsi) fungsi seksual para guru perempuan yang menjadi responden penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah reponden berdasarkan total skor rerata domain FSFI

Jumlah Skor Rerata

Domain FSFI N %

<10 11 13.1

10-19,9 38 45.2

20-26,5 35 41.7

≥ 26,55 0 0.0

Tabel 4. Skor setiap item dan domain FSFI para responden

Domain Item Skor

Std Dev

Desire

1 2.46 0.86 2 2.54 0.74 Rerata 2.5 0.75

Arousal

3 2.68 0.95 4 2.66 0.79

5 2.8 0.89

6 2.96 1.05 Rerata 2.78 0.81

Lubrication

7 2.96 1.17

8 3.82 1.2

9 2.97 1.22

10 3.7 1.09

Rerata 3.35 1.02

Orgasm

11 3.04 1.19

12 3.88 1

13 3.41 1.18 Rerata 3.47 0.97

Satisfy

14 3.54 1.32 15 3.74 1.08 16 3.66 1.11 Rerata 3.61 1.12

Pain

17 3.88 1.19 18 4.01 1.16 19 3.83 1.02 Rerata 3.91 0.93

Berdasarkan angka-angka pada Tabel 4 diatas didapat jumlah skor rerata seluruh domain sebesar:

2,5+2,78+3,35+3,47+3,61+3,91=19,62. Jumlah itu jauh berada di bawah skor fungsi seksual perempuan yang masuk kategori

(5)

Semirata 2013 FMIPA Unila |403 domain FSFI mencapai 26,55 maka rerata

skor setiap domain adalah 26,55/6 = 4,425. Berdasarkan jumlah skor rata-rata domain FSFI (Female Sexual Function Index = Indeks Fungsi Seksual Perempuan) pada Tabel 3 di atas, tidak satu pun responden yang memiliki jumlah skor rata-rata lebih dari 26,50. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa tidak satu pun responden yang memiliki fungsi seksual yang tergolong normal. Kualitas fungsi seksual seorang perempuan dikatakan normal (sehat) apabila skor rerata total FSFI setiap domain ≥26,5.

Rincian skor fungsi seksual masing-masing item setiap domain seluruh responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan data tersebut dapat ditegaskan bahwa para guru yang menjadi responden penelitian ini semuanya mengalami disfungsi seksual. Data skor fungsi seksual seperti ditampilkan Table 3 dan 4 secara umum dapat dinyatakan bawa para guru perempuan mengalami gangguan hasrat (desire) dan keterangsangan (arousal) seksual. Fenomena ini pada dasarnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Kecenderungan serupa juga dialami oleh banyak perempuan di dunia, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).

HUBUNGAN FSFI DENGAN FAKTOR DEMOGRAFI

Tabel 5. Kurskal-Wallis Test hubungan demografi dengan jumlah skor FSFI

Faktor Demografi Skor FSFI

Milik sendiri 20.2

0.209ns

Sewa 18.1

Numpang orag tua 21.7 Jumlah Anak Responden

0 22.65

Berdasarkan P-value Kruskal-Wallis pada Tabel 5, dapat dinyatakan bahwa umur tidak terlalu terkait dengan skor FSFI (P=0,204). Hasil ini sedikit berbeda dengan temuan survei di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa kelompok paling tinggi aktivitas seksual berdasarkan umur adalah 31-45 tahun (87%), 18-30 tahun (85%), dan 46-55 ahun (74%), dan 55-70 tahun (45%).

(6)

seorang guru, skor total FSFI (P=0.705) mereka cenderung sama.

Seperti halnya etnis, tingkat pendidikan responden ternyata tidak memiliki keterikatan yang signifikan dengan skor FSFI. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas fungsi seksual para guru perempuan tidak berkaitan dengan tingkat pendidikan mereka. Hasil ini berbeda dengan temuan di negara lain yang secara jelas memperlihatkan adanya kaitan aktivitas dan fungsi seksual dengan tingkat pendidikan. Wanita yang berpendidikan tinggi umumnya cenderung mengalami aktivitas seksual pada usia lebih lanjut ketimbang yang tidak melanjutkan studi.

Data penelitian ini juga tidak memperlihatkan adanya keterkaitan antara skor FSFI para guru dengan besarnya penghasilan mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan tingkat penghasilan seorang guru tidak serta-merta membuat fungsi seks mereka berbeda. Nilai P-value hubungan fungsi seksual para guru dengan status tempat tinggal mereka juga tidak signifikan. Hasil ini berbeda dengan hasil kajian di negara lain dimana ketenangan pikiran yang terkait penghasilan dan privasi yang terkait dengan status tempat tinggal umumnya berpengaruh pada fungsi seks. Temuan survey ini tidaklah menyimpang dari yang lazimnya yang berlaku ketenangan berpikir dan privasi manjadi penentu kepuasan seksual pada perempuan.

Jenis alat/metode kontrasepsi yang digunakan para guru juga tidak terlihat berpengaruh terhadap kualitas fungsi seksual mereka. Tidak terlihatnya efek alat kontrasepsi pada para responden mungkin ada kaitannya dengan fakta pada Tabel 2 bahwa mayoritas responden tidak memakai alat kontrasepsi apapun dengan alasan sudah menopause. Memang, separuh dari keseluruhan responden sudah berusia diaras 50 tahun.

Berbeda dengan factor demografi lainnya, jumlah anak dan frekuensi akivitas seksual nyata bertemali dengan jumlah skor rerata FSFI (P=0.017). Untuk faktor jumlah anak, meski angkanya relatif bervariasi tetapi nyata terlihat bahwa guru yang tidak punya anak adalah kelompok yang paling tinggi skor FSFI-nya sementara guru-guru yang memiliki anak lebih dari 5 cenderung mangalami gangguan fungsi seksual yang cukup serius.

Frekuensi aktivitas seksual para guru tampaknya merupakan factor yang sangat erat terkait dengan kualitas fungsi seksual mereka (P=0,000). Dalam kasus ini juga berlaku hubungan logis bahwa semakin tinggi frekuensi aktivitas seksual seorang guru akan semakin tinggi pula skor fungsi seksualnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru perempuan yang mengajar di beberapa SDN di Kota Bandar Lampung mengalami gangguan fungsi seksual. Jumlah anak yang dimiliki dan frekuensi aktivitas seksual adalah factor demografi-biologis yang paling erat terkait dengan gangguan fungsi seksual para guru tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

(7)

Semirata 2013 FMIPA Unila |405 DAFTAR PUSTAKA

Bruno M, Feller M & Sietsema W. (2005) Female sexual dysfunction: From taboo to treatment? Good Clinical Practice Journal Vol. 12, No. 1. www. GCPj.com Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S,

Ferguson D & D‘agostino R. (2000). The Female Sex ual Function Index (FSFI): A Multidimens ional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexual Function. Journal of Sex & Marital Therapy, 26:191–208, 2000 Basson R, Berman J, Burnett (2000).

Report of the International Consensus Development Conference on female sexual dysfunction: defi nition and classifi cation. The Journal of Urology 163:889–893

Soeharto, (2009). Konseling Perkawinan, Hubungan Suami-Isteri, dan Kesehatan Seksual, serta Implikasinya. Orasi Ilmiah Pengukuhan Responden Besar

FKIP UNS 5 Maret 2009.

http://pustaka.uns.ac.id

Megawangi R, Latifah M & Dina WF.(2005). Pendidikan Holistik. Penerbit Indonesian Heritage Foundation, Jakarta.

Varcarolis E.M. (1990). Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing. New York: W.B. Saunders Company, p. 787. ISBN 0-7216-1976-2.

Chedraui P, Perez-Lopez FR, Miguel G, & Avila C. (2009). Assessment of sexuality

among middle-aged women using the Female Sexual Function Index. CLIMACTERIC 2009;12:213–22

Baram DA (2007). Sexuality, sexual dysfunction, and sexual assault. In JS Berek, ed., Berek and Novak's Gynecology, 14th ed., pp. 313–349. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

Live Science Staff. [2010]. Orgasm and Desire Top List of Women's Sex Concerns.

http://www.livescience.com/6764- orgasm-desire-top-list-women-sex-concerns.html. Date 27 July 2010 Time: 04:19 AM ET

Addis IB, Van Den Eeden DK, Wassel-Fyr CL, Vittinghoff E, Brown JS, & Thom DH. (2006). Sexual Activity and Function in Middle-Aged and Older Women. Obstet Gynecol 2006;107:755-6.

Singh S, Darroch JE, & Frost JJ. (2001). Socioeconomic Disadvantage and Adolescent Women's Sexual and Reproductive Behavior: The Case of Five Developed Countries. Family Planning Perspectives 33(5):251-258 & 289.

Fahs B & Swank E. 2012. Social Identities

as Predictors of Women‘s Sexual

(8)

Gambar

Tabel 1. Jumlah responden menurut asal sekolah
Tabel 2. Data demografi responden
Tabel 4. Skor setiap item dan domain FSFI para responden
Tabel 5.

Referensi

Dokumen terkait

Fernandes juga memaklumkan bahawa di pihak Pejabat Kebajikan Sosial, usaha sedang dibuat untuk menutup rumah-rumah pelacuran yang terdapat di Batu Pahat, melaporkan kes

Hasil Percobaan 1 menunjukkan bahwa benih kemangi mencapai masak fisiologi pada umur panen 48 HSB dan benih yang berasal dari bagian tengah bunga memiliki viabilitas dan

Pembuatan dengan teknik tangan dapat terlihat dari adanya bekas jari-jari pada permukaan gerabah serta ketebalan yang tidak merata, teknik pijit dipadukan dengan tatap

Tidak adanya hasil tangkapan pada kisaran 119-128 mm panjang karapaks ketam kenari, hal ini diduga karena kematian akibat penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat di

pengawasan fungsional atas kelebihan pembayaran oleh Pemerintah Daerah dari kegiatan tahun yang lalu. Denda keterlambatan pekerjaan adalah lamanya waktu keterlambatan penyelesaian

Transaksi yang berhubungan dengan penjualan konsinyasi, akan dicatat seperti transaksi penjualan biasa sehingga pada saat barang konsinyasi tersebut dijual kepada

Dari hasil uji paired sample t-test yang dilakukan, diperoleh nilai t- hitung yang lebih besar dari t-tabel dan nilai signifikan yang lebih kecil dari 0.05, hal ini menunjukkan

9 Kemunculan alat musik gamelan model Jawa Tengah dan pesindhen dalam iklan dapat diartikan bahwa: Pertama , iklan berupaya untuk menampakkan kekhasan budaya