• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELAUT KEBANGKITAN BANGSA INDONESIA JILI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MELAUT KEBANGKITAN BANGSA INDONESIA JILI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

MELAUT: KEBANGKITAN BANGSA

INDONESIA JILID DUA

1

oleh Erdi (erdiabidin@yahoo.co.id)

Luas laut RI mencapai 5,8 juta km2 atau sekitar 2/3 dari wilayah Indonesia; yang terdiri dari 2,3 juta km2 perairan kepulauan, 0,8 juta km2 perairan tritorial, dan 2,7 juta km2 perairan ZEE (Sunoto, 2014). Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan kepulauan terbanyak di dunia; yakni berjumlah 17.508 buah dengan garis pantai sepanjang 104.000 km. Geofisik maritim Indonesia yang demikian menjadikan posisi Indonesia strategis, karena terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan lebih dari 80% kota-kota di Indonesia berada di daerah pesisir atau pantai. Oleh karena itu, wajar bila Indonesia disebut sebagai negara maritim. Paling tidak, terdapat sebanyak 3 (tiga) alasan utama mengapa Indonesia perlu mengubah paradigma kehidupan negara menuju negara maritim. Atas dasar itu, perlu didukung Kebangkitan Nasional ke-2: Bangsa Indonesia Melaut (BIM) yang hendak diwujudkan

oleh pemerintah Jokowi – JK sampai tahun 2020.

Pertama, aspek kewilayahan Indonesia memiliki tiga makna kemaritiman (Kusumastanto, 2014); yakni makna geo-fisik, dimana Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, karena dua pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut seperti terdeskripsi di atas. Makna kedua adalah Geo-politik dan Geo-strategis yang memandang Indonesia sebagai wilayah strategis dan memiliki nilai “politik” yang tinggi dari aspek ekonomi regional dan internasional (perdagangan dan transportasi laut), dan pertahanan keamanan kawasan maupun internasional. Dengan demikian, dari aspek kewilayahan, terkandung makna ketiga, yakni geo-idiologis, dimana orientasi kebijakan pembangunan kelautan Indonesia telah memiliki dasar idiologi pembangunan berbasis laut dan tidak terpisah dengan daratan. Kedua, sumber daya alam laut menyimpan potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati serta energi gelombang laut yang sangat besar. Secara ekonomi, laut Indonesia memiliki potensi

sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable) seperti perikanan,

dan juga sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)

1 Telah dimuat pada harian Pontianak Post pada Kolom Opini di hari Selasa, 26 April

(2)

seperti pertambangan. Sumber daya bahari dapat dimanfaatkan menjadi jasa lingkungan (pariwisata bahari, industri kelautan, perdagangan antar negara dan perdagangan antar pulau). Ketiga, dari aspek sejarah; dimana Indonesia pernah mengalami kejayaan laut pada masa Majapahit, Sriwijaya, Ternate dan Tidore. Itu tercermin dari kekuatan laut dalam bentuk angkutan laut dan pelayaran niaga nusantara yang kuat di masa lalu.

Bagaimana melakukan penguatan Indonesia melalui maritime? Paling tidak terdapat tiga hal yang dapat membawa pemikiran saya

pada kebangkitan Nasional II Indonesia; bergerak dari land-based

development menjadi sea-based development. Pergeseran ini tidak dimaknai mengalihkan semua pembangunan dari darat menuju laut. Paradigma ini menghendaki antara pembangunan darat dengan pembangunan maritime dilakukan seimbang dan proporsional; dimana

kondisi hingga saat ini lebih pada land-base development.

Pertama, telah adanya pengakuan teritori wilayah yurisdiksi Indonesia oleh Dunia Internasional. Pengakuan itu terwujud dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang diratifikasi (diadopsi) oleh pemerintah RI menjadi UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Dengan kehadiran UU tersebut, pandangan Bangsa Indonesia tentang laut atau kemaritiman juga berubah, dari semula memandang gugusan pulau-pulau yang dipisah laut menjadi gugusan pulau-pulau-pulau-pulau yang dipersatukan laut; dan fungsi laut yang semula dipandang sebagai pemisah, berubah menjadi laut sebagai pemersatu. Dengan konsep Wawasan Nusantara yang telah diakui secara internasional dalam UNCLOS 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.

(3)

Ketika Kapal Patroli Indonesia Hiu 11 melepaskan dua kali tembakan peringatan ke arah kapal nelayan KM Kway Fey 10078, muncul Kapal Patroli China dengan kecanggihan yang melebihi kekuatan Hiu 11. Akhirnya, Hiu 11 lari meninggalkan lokasi karena tahu akan tak mampu menghadapi kekuatan Kapal Patroli China yang terbuat dari baja dan dengan persenjataan lengkap. Pertanyaannya adalah kehadiran Kapal Patroli China seketika diperlukan, pasti dengan agenda tersendiri dan tersembunyi dan terhubung dengan scenario politik maririm China. Kalau tanpa kepentingan itu, tak mungkin kehadiran kapal partoli China muncul sekonyong-konyong. Yang jelas, kita yang konyol karena tak mampu menangkap MO dari fihak luar dalam kontek pencurian ikan di wilayah kemaritiman Indonesia.

Kedua, BIM terwujud melalui proses perubahan pola dan kerangka pikir yang disebut Revolusi Biru (lihat Fadel Muhammad, 2010). Visi ini merupakan paradigma baru yang memandang Indonesia bukan lagi pulau-pulau yang dipersatukan oleh laut, melainkan laut yang ditaburi pulau-pulau. Membangun untaian kawasan Pantai dan Bandar Nusantara Perikanan (Minapolitan) di daerah-daerah merupakan wujud dari revolusi biru.

Ketiga, dasar program dan kegiatan mewujudkan BIM adalah dasar yang kuat (Sunoto, 2010). Banyak kekuatan dan sumber daya Indonesia lebih mengarah ke laut; diantaranya (1) Laut memiliki potensi minyak dan gas nasional sebesar 70%; (2) Tidak kurang dari 40% barang dan jasa perdagangan diangkut melalui laut; (3) Seluruh provinsi di Indonesia (34) memiliki laut; 60% dari 514 daerah otonom (416 kabupaten dan 98 kota) merupakan kabupaten/kota yang terletak di kawasan pesisir. (4) Lebih dari 60% dari 254,9 juta penduduk Indonesia bertempat tinggal di pesisir pantai; (5) Stok ikan nasional di laut sekitar 6.5 juta ton per tahun dengan jumlah nelayan terbesar di dunia, yakni 2.7 juta jiwa yang umumnya masih relatif miskin. Selain lima hal di atas, pembentukan daerah otonomi khusus (Otsus) untuk Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas yang saat ini masih menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), tampaknya perlu dilakukan

Pemerintahan Jokowi – JK sebagai wujud dari kemaritiman Indonesia

dalam kontek implementasi BIM.

(4)

diberikan hak Otonomi Khusus dengan sebutan yang dapat dirundingkan dengan masyarakat di daerah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas; dan diperjuangkan melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR-RI). Program lain yang dapat diluncurkan pemerintah menuju BIM antara lain adalah (1) Membangkitkan berbagai sektor (kegiatan) ekonomi maritim yang mampu menyediakan lapangan kerja besar dan memberikan kemakmuran sebesar-besarnya kepada masyarakat di

kawasan pantai dan pesisir; (2) Menciptakan “Competitive advantages”

atas dasar “Comparative advantages” di bidang maritim agar kegiatan ekonomi dan pembangunan di pusat pertumbuhan kelautan dan kemaritiman, bisa tumbuh dan berkembang secara nyata dan cepat

menuju social equity secara proporsional; (3) Melakukan upaya

pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset NKRI dari tindakan pencurian sumber daya laut Indonesia dengan menghadirkan peran negara di sana; (4) Mengembangkan industri kelautan dengan menarik keterlibatan keluarga miskin di kawasan pesisir.

Demikian ide mengenai kebangkitan BIM yang perlu didukung

oleh semua pihak agar pergeseran land-based development menjadi

sea-based development tidak hanya sekedar konsep “omong doang (OMDO)” pada Pemerintahan Jokowi – JK.

Referensi:

Muhammad, Fadel. 2010. Revolusi Biru dan Minapolitan. Diakses dari

http://www.slideshare.net/zuhair1410/revolusi-biru-

minapolitan?qid=6bd71d44-af39-42cb-b22b-1a293dacd0bb&v=&b=&from_search=1 pada hari Sabtu, tanggal 23 April 2016 pukul 2.09.

Sunoto. 2014. Negara Maritim dan Penguatan Kelembagaan Kelautan.

Diakses dari

http://www.slideshare.net/sunotomes/negara-maritim-dan-kelembagaan-kelautan pada hari Sabtu, tanggal 23 April 2016 pukul 1.51 AM

Kusumastanto, Tridoyo. 2014. Membangun Visi Maritim – Nusantara.

Diakses dari

http://www.slideshare.net/zuhair1410/visi-maritim-nusantara pada hari Sabtu, tanggal 23 April 2016 pukul 1.58 AM.

(5)

Referensi

Dokumen terkait

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

Pengurus Karang Taruna desa/kelurahan melaksanakan fungsi-fungsi operasional di bidang kesejahteraan sosial sebagai tugas pokok Karang Taruna dan fungsinya serta program kerja

Berdasarkan pertimbangan tersebut, sistem penahan beban gravitasi yang dipilih untuk Gedung Indonesia-1 adalah Alternatif 1, dimana sistem lantai berupa pelat beton di atas

Data sekunder diperoleh dari Sijil Awak Kapal, SPB, ukuran kapal (panjang dan GT), wilayah operasi penangkapan serta peraturan perundangan tentang pengawakan kapal

Menurut saya setidaknya ada lima peran yang dapat diambil oleh museum: (1) peran sosial; (2) peran akademik; (3) peran eduksi; (4) peran pemberdayaan masyarakat; (5) peran

Metode implementasi yang digunakan adalah metodologi ASAP dengan tahapan yang diikuti adalah Project Preparation, Business Blueprint dan Realization.. Hasil penelitian yang

RENCANA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PELINDUNGAN PENYELAMATAN PENGAMANAN PREVENTIF : DILAKSANAKAN OLEH JUPEL CB KURATIF DENGAN KONSERVASI DILAKSANAKAN OLEH