• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME

S. BRUNER

by: Tu’nas Fuaidah Unduh file klik

TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER

1. A. Biografi J. S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

1. B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

1. Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. 2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan

perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

3. 3. Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya sebelumnya.[1]

4. Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:

1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

1. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

(2)

1. Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.

[2]

1. Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.

Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan

menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin

menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.[3]

1. B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

1. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll. 2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.

4. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang

menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.[4]

1. C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?

3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

(3)

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.

(a)

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

b. Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. 2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. 4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan

intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. 5. Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan

metode penemuan.

BAB III ANALISIS

Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery learning).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.

(4)

Teori belajar matematika menurut J.S. Bruner tidak jauh berbeda dengan teori J. Piaget. Menurut teori J.S. Bruner langkah yang paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan

penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya

Referensi

Dokumen terkait

• “Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah dan Allah sekali-sekali tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan (al-baqarah :74)”. • Penekanan ayat tsb adl

13 Fasilitasi Pembinaan dan Pengendalian Pengelolaan Keuangan Desa. Fasilitasi Pembinaan dan Pengendalian Pengelolaan

Nur

Berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah matematika dan beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan kesanggupan yang

I-TNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA, dipandang perlu untuk dilaksanakan ujian Tugas Akhir D-3 dengan tertib dan lancar serta penentuan hasilnya dapat dinilai secara

Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda- bedakan orang” yang menentukan asas sederhana agar dalam proses beracara

Tahun lalu di RW sini ada yang lapor kalo di villa sana ada yang kawin kontra k dan sangat menganggu karena yang mereka semaca m mesra -mesraan dan banyak

Ibu hamil dapat melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui bayinya (Arisman, 2007). Masa hamil merupakan