• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Gigi Tiruan Cekat

2.1.1 Pengertian

Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan yang melekat secara permanen pada gigi asli, akar gigi atau implan yang merupakan pendukung utama dari gigi tiruan dan menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang (The Glossary of Prosthodontic Terms). Gigi tiruan cekat dapat berupa mahkota tiruan dan gigi tiruan jembatan. Mahkota adalah restorasi yang disemen secara ekstrakoronal, menutupi atau melapisi permukaan luar mahkota klinis gigi. Jembatan terdiri atas mahkota di setiap ujungnya, yang disebut sebagai retainer. Retainer melekatkan jembatan pada gigi asli yang masih ada yang disebut sebagai penyangga. Bagian yang menggantikan gigi asli yang hilang disebut pontik. Pontik dihubungkan dengan retainer oleh konektor dan disemenkan pada gigi penyangga yang telah di preparasi. Gigi tiruan cekat dapat juga disebut Fixed Dental Prosthesis atau Fixed Partial Denture (FPD) (Shillingburg dkk. 2012; Gladwin dkk. 2009; Napankangas 2001).

2.1.2 Klasifikasi Menurut Bahan

2.1.2.1 Logam Penuh

(2)

tiruan cekat posterior, bila retainer dan pontik tidak terlihat saat pasien tersenyum ataupun bicara. Kelebihan bahan logam penuh, yaitu: sangat jarang terjadi fraktur, pembuangan jaringan gigi sedikit, biayanya kemungkinan paling murah (bergantung pada pilihan logam), teknik pengecoran logam lebih mudah dan menghasilkan adaptasi marginyang lebih akurat.

2.1.2.2 Keramik-Logam

Kombinasi keramik-logam telah berkembang di bidang kedokteran gigi pada tahun 1950. Kekuatan dan ketahanan bahan logam dapat mendukung bahan keramik yang rapuh namun estetis. Bahan keramik-logam merupakan pilihan paling popular untuk mahkota dan jembatan, dikenal juga sebagai restorasi ceramometal, Porcelain-Bonded-to-Metal (PBM) atau Porcelain-Fused-to-Metal (PFM). Keramik-logam merupakan pilihan bahan terbaik, bila dibutuhkan kekuatan dan estetis pada gigi tiruan.

2.1.2.3 Keramik Penuh

(3)

penuh, yaitu: rentan terhadap fraktur dan hanya disarankan untuk gigi yang tidak mengalami beban oklusal yang besar, seperti gigi insisivus lateral, celah yang berlebih pada tepi GTC keramik penuh dapat meningkatkan resiko karies, bahan keramik yang sangat keras dapat mengakibatkan keausan enamel gigi antagonis (Hatrick dkk. 2011; Gladwin dkk. 2009; Smith 1987).

2.2 Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam

2.2.1 Pengertian

Gigi tiruan cekat keramik-logam adalah restorasi yang terdiri dari substruktur logam atau koping yang menutup struktur jaringan gigi yang dipreparasi dan mendukung lapisan keramik yang berikatan secara mekanis dan kimia dengan koping logam. Gigi tiruan cekat keramik-logam dapat digunakan pada gigi anterior maupun posterior (Rosenstiel dkk. 2004).

2.2.2 Keuntungan dan Kerugian

2.2.2.1 Keuntungan

Gigi tiruan cekat keramik-logam memiliki beberapa keuntungan antara lain (Shillingburg dkk. 2012; Hatrick dkk. 2011; Gladwin dkk. 2009; Anusavice 2004): - Dapat digunakan di daerah anterior maupun posterior

- Memiliki kekuatan dan ketahanan cukup besar untuk menahan beban pengunyahan - Biokompatibel

(4)

- Estetis baik karena dapat meniru gigi asli - Adaptasi terhadap jaringan gigi cukup baik

- Biaya lebih murah jika dibandingkan dengan GTC keramik penuh

2.2.2.2 Kerugian

Kekurangan GTC keramik-logam, yaitu:

- Kegagalan mekanis berupa fraktur dan terlepasnya porselen dari logam - Dapat terlihat bayangan hitam yang dipantulkan oleh koping logam

- Bahan keramik sangat keras sehingga dapat mengauskan enamel gigi antagonis dibandingkan bahan logam.

2.2.3 Komponen-Komponen

(5)

Gambar 2.1. Gigi tiruan cekat keramik-logam

A. Potongan longitudinal restorasi keramik-logam.

Sumber: Rosenstiel, Land & Fujimoto 2004, Text book of contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 216.

B. Ilustrasi lapisan porselen yang digunakan pada restorasi keramik-logam.

Sumber: Gladwin, Marcia, Bagby & Michael 2009, Clinical aspects of dental materials: theory, practice, and cases, ed. 3, Wolters Kluwer, hal. 141.

C. Potongan melintang restorasi keramik-logam.

Sumber: Henriques B 2012, ‘Bond strength enhancement of metal-ceramic dental restorations by FGM design’, PhD thesis, Universidade do Minho, hal.28.

2.2.3.1 Koping Logam

Koping logam merupakan komponen yang berfungsi mendukung lapisan porselen dan berlekatan secara mekanis dan kimia untuk membentuk GTC keramik-logam. Persyaratan logam yang digunakan pada restorasi keramik-logam, temperatur peleburannya harus lebih tinggi daripada temperatur keramik. Temperatur peleburan logam yang sama dengan temperatur pembakaran keramik dapat menyebabkan distorsi ataupun koping melebur selama pembakaran keramik. Perbedaan temperatur yang semakin besar diantara kedua bahan, akan semakin memperkecil masalah yang dihadapi selama pembakaran. Koefisien ekspansi termal logam adalah 13.5-14.5 x

(6)

10¯6 /ºC. Logam dan porselen harus memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai, yaitu antara 0.5-1 x 10¯6/ºC, sehingga keramik hanya mengalami sedikit tekanan selama proses pendinginan. Koping logam harus memiliki ketebalan optimal untuk mencegah terjadi distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan koping logam antara 0.2-0.7 mm, untuk kekuatan dan kekakuan yang baik, tergantung jenis logam yang dipakai dan ketebalan preparasi gigi yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (Shillingburg dkk. 2012, Lopes dkk. 2009, Prado dkk. 2005, Anusavice dkk. 2004).

2.2.3.2 Lapisan Keramik

(7)

menjadi adukan yang dapat dibentuk, kemudian dikeringkan dan dilakukan pembakaran. Porselen gigi umumnya diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, menurut temperatur pembakarannya (Tabel 2.1) (Henriques 2012; Powers dkk.2002).

Tabel 2.1. Klasifikasi porselen dental menurut temperatur pembakaran.

Sumber: Anusavice KJ 2003, Philips: buku ajar ilmu kedokteran gigi, EGC, ed. 10, hal. 497

Tipe porselen Temperatur Pembakaran Kegunaan

High-fusing 1300 ºC (2372 ºF) Elemen gigi tiruan

Medium-fusing 1101-1300 ºC (2013-2072 ºF) - Mahkota jaket porselen

- Restorasi keramik penuh

Low-fusing 870-1100 ºC (1562-2012 ºF) - Restorasi keramik-logam

- Restorasi keramik penuh

Ultra-low-fusing < 850 ºC (1562 ºF) Untuk aloi titanium dan

titanium

Komposisi porselen dental berbeda dengan barang pecah belah dari tanah liat atau porselen rumah tangga dalam kandungan feldspar, kaolin, dan quartz (Gambar dan Tabel 2.2) (Fraunhofer 2010; Van Noort R 2007).

(8)

Tabel 2.2. Komposisi (wt.%) porselen dental dan rumah tangga (berbeda dalam kandungan feldspar dan kaolin) .

Sumber: Fraunhofer JA 2010, Dental materials at a glance, Wiley-Blackwell, ed. 1, hal.38.

Dental Dekorasi

Feldspar 81 15

Quartz 15 14

Kaolin 4 70

Pigmen logam < 1 1

Tampilan Translusen Opak

Feldspar mengandung koefisien ekspansi termal rendah, sekitar 8,6×10-6/°K, sehingga tidak dapat bersatu dengan koping logam yang memiliki koefisien ekspansi termal lebih tinggi (12-14 x 10-6 /0K), oleh karena itu perlu dilakukan penambahan partikel kristalin yang berbentuk tetragonal, bernama leucite, karena memiliki koefisien ekspansi termal 20-25 × 10-6 /°K, sehingga koefisien ekspansi termal lapisan keramik meningkat, dan dapat bersatu dengan koping logam pada saat pembakaran.

Selama proses pembuatan, kandungan dasar porselen dental dicampur bersama-sama dengan hati-hati dan dipanaskan pada temperatur sekitar 1200 ºC dalam tungku pembakaran. Feldspar mencair pada temperatur 1150 ºC untuk membentuk fase kaca (glassy) dengan struktur yang amorphous, dan fase kristalin (mineral) yang mengandung leucite (KAlSi2O6 atau K2O). Struktur kristalin leucite

(9)

Gambar

Gambar 2.4.

Gambar 2.3. Struktur dua dimensi kaca sodium silikat. Sumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed. 12, hal. 447.

(10)

Lapisan keramik yang membentuk GTC keramik-logam terdiri dari tiga lapisan, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel.

a. Lapisan Opak

Porselen opak merupakan lapisan yang pertama diaplikasikan pada permukaan logam dan mempunyai dua fungsi utama, yaitu: menutupi warna logam dan membentuk perlekatan keramik-logam (Gambar 2.5). Lapisan opak mengandung oksida logam dalam jumlah lebih besar daripada lapisan dentin,dan enamel. Oksida logam dalam porselen opak diperkirakan berperan sangat penting untuk perlekatan keramik-logam (Wood MC 2007). Saat porselen diaplikasikan pada logam dan kedua bahan dibakar bersama, porselen akan menyatu secara kimia dengan oksida pada logam, membentuk ikatan kuat. Porselen opak harus dapat membasahi permukaan logam saat pembakaran untuk mendapatkan ikatan kimia yang baik antara permukaan keramik-logam. Koefisien ekspansi termal porselen harus sesuai dengan logam, untuk meningkatkan perlekatan keramik-logam. Penambahan oksida potassium dan pembentukan leucite (KAlSi2O6) akan meningkatkan ekspansi termal porselen,

(11)

berkisar antara 0,1 - 0,3 mm (Shillingburg dkk. 2012; Power, dkk. 2006; Rosenstiel dkk. 2004). Sinamo S (2015) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 1,0 mm akan menghasilkan kesesuaian warna mahkota keramik-logam dengan shade guide. Barghi dkk (dikutip dari Hadi dkk. 2016) menyatakan bahwa ketebalan minimum opak untuk melapisi warna logam adalah 0,3 mm. Barghi menunjukkan bahwa ketebalan opak 0,2 mm sesuai untuk porselen Ceramco, tetapi ketebalan opak 0,3 sangat dibutuhkan untuk porselen Vita.

Gambar 2.5. Kegagalan restorasi keramik-logam. Logam terlihat karena lapisan opak yang digunakan untuk mencegah terlihatnya logam lepas.

Sumber: Hatrick CD, Eakle WS, dan Bird WF 2011, Dental materials: Clinical applications for dental assistants and dental hygienists, Saunders Elsevier, ed. 2, hal. 103.

b. Lapisan Dentin

Lapisan dentin dibakar diatas lapisan opak, lebih translusen dan berfungsi memberikan bentuk dan warna restorasi. Pemilihan porselen dentin didasarkan pada sifat estetisnya. Porselen dentin mengandung silika dalam jumlah besar dan oksida logam dalam jumlah kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan merupakan

(12)

penentu warna utama pada restorasi keramik-logam (Tabel 2.3). Kemampuan lapisan porselen menutup warna logam di samping tergantung jumlah dan ukuran partikel opak, juga sangat dipengaruhi jumlah partikel pigmen dentin dan kemampuannya menyebarkan serta memantulkan cahaya. Ketebalan optimal lapisan dentin berkisar 0,5 - 1 mm (Rosenstiel dkk. 2004).

Tabel 2.3. Komposisi keramik gigi

Sumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed. 12, hal. 449.

Dari Nally JN, Meyer JM: 1970

c. Lapisan Enamel

(13)

warna yang diterima restorasi secara signifikan dipengaruhi warna porselen dentin dibawahnya. Ketebalan lapisan enamel berkisar 0,1 - 0,7 mm.

2.3 Perlekatan Keramik-Logam

2.3.1 Pengertian

Perlekatan merupakan proses pembentukan hubungan ikatan dan didefinisikan sebagai gaya yang mengikat dua bahan yang tidak sama jenis untuk saling berkontak rapat (Van Noort 2007). Persyaratan utama ikatan adalah dua bahan harus saling berkontak rapat. Substansi yang mengikat kedua bahan disebut sebagai adhesif, dan permukaan kedua bahan disebut sebagai substrat, tempat dimana substrat bertemu dengan adhesif disebut sebagai antar permukaan (gambar 2.6).

Gambar 2.6. Terminologi untuk menjelaskan hubungan ikatan. Sumber: Van Noort R 2007, Introduction to dental materials, Mosby Elsevier, ed. 3,hal. 70.

(14)

dan ketebalan oksida logam penting unt sistem perlekatan yang kompleks.

logam (Gambar 2.8) dapat dijelaskan melalui

da logam penting untuk keberhasilan jangka panjang ika M dan Wataha JC 2008).

2.7. Ikatan keramik-logam dimediasi oleh lapisan tipis oksida perekat yang terbentuk pada logam.

Sumber: Powers JM & Wataha JC 2008, Dental materials: properties and manipulation, Mosby Elsevier, ed. 9, hal. 248.

Mekanisme Perlekatan

perlekatan adalah didapatkannya pertemuan atau adhesif dan substrat. Bila dua zat berkontak erat satu

dari satu zat berlekatan atau ditarik ke molekul dari

seluruh fase pembakaran keramik pada struktur logam menunjukkan yang kompleks. Perlekatan antara lapisan keramik

dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme, yaitu

(15)

Gambar 2.8. Mekanisme perlekatan keramik-logam.

Sumber: Giannarchis dkk. 2013, ‘Studies on the importance Of metal ceramic bond in merging ceramic mass on metal component’, Fascicula XVII , no. 2, hal. 7.

2.3.2.1 Perlekatan Mekanis

Ikatan kuat antara suatu zat dengan yang lain dapat juga terjadi melalui Perlekatan mekanis, bukan oleh gaya tarik menarik molekul. Bentuk perlekatan ini terjadi karena adanya ketidakteraturan permukaan, seperti celah dan porus yang menimbulkan undercutmikroskopis pada suatu zat. Kondisi yang terjadi pada bentuk perlekatan ini adalah, adhesif dapat penetrasi ke dalam celah sebelum mulai mengeras. Udara atau uap air di dalam celah harus keluar, untuk meningkatkan kontak. Adhesif akan terkunci di dalam undercut bila dapat penetrasi kedalam celah dan menjadi keras dan padat.

Kekasaran antar permukaan keramik-logam berperan penting dalam perlekatan mekanis keramik. Ikatan mekanis terjadi karena keramik mengalir ke

MEKANIS

Porselen Permukaan aloi

KIMIA

Atom-atom logam

Kontak oksida

Kontraksi termal kompresi

Massa yang gelap

(16)

dalam permukaan logam yang kasar, menghasilkan peningkatan ikatan (Gambar 2.9). Kekasaran permukaan dapat menyebabkan tekanan yang melemahkan perlekatan antar permukaan keramik-logam dan dapat memicu fraktur pada keramik. Ketidak teraturan juga dapat menyebabkan kontak antara keramik-logam tidak optimal, keramik tidak dapat penetrasi ke dalam permukaan karena terbentuk gelembung pada antar permukaan. Keadaan ini bisa terjadi bila keramik tidak membasahi logam secara sempurna atau bila keramik tidak dibakar secara tepat. Kekasaran permukaan dari koping logam dapat dihasilkan dari abrasi alumina atau dengan grinding. Sandblasting dapat meningkatkan ikatan dengan membuang oksida yang berlebih, sehingga menghasilkan permukaan yang bersih.

Gambar 2.9. Gambaran mikro menunjukkan perlekatan mekanis antar Permukaan keramik-logam

Sumber: Henriques B 2012, ‘Bond strength enhancement of metal-ceramic dental restorations by FGM design’,

(17)

2.3.2.2 Gaya Van der Waals

Gaya van der waals Gaya tarik menarik cenderung dari atom normalnya dibagikan elektrostatik di sekitar muatannya menjadi terkadan yang berubah-ubah, yang

Gambar 2

Gaya ini berperan dalam signifikan seperti yang di mekanisme yang paling sedikit terhadap kekuatan l

Gaya Van der Waals

der waals merupakan gaya tarik menarik antara dua ku menarik cenderung menarik atom-atom untuk bersatu. Elektron

dibagikan seimbang di sekitar nukleus dan menghasilkan meda sekitar atom, namun medan ini dapat berubah-ubah

menjadi terkadang positif dan negatif, kemudian dihasilkan ubah, yang akan menarik dua kutub serupa lainnya (gambar

Gambar 2.10. Gaya van der waals membentuk basis tarik-menarik 2 kutub.

Sumber: Anusavice 2004, Phillips:Buku ajar ilmu bahan kedokteran

gigi,ed. 10, hal. 15.

berperan dalam perlekatan, tetapi hanya berperan kecil, yang di perkirakan. Atraksi molekul signifikan dalam paling penting, yaitu perlekatan kimia, meskipun hanya sedikit terhadap kekuatan lekat (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004)

dua kutub molekul. lektron-elektron enghasilkan medan ubah sehingga dihasilkan kedua kutub rupa lainnya (gambar 2.10).

(18)

2.3.2.3 Gaya Kompresi

(19)

Gambar 2.11. L dengan unsur keramik. pada antar permukaan pembakaran. Unsur-unsur oksida saat dibakar, selanj porselen opak (Giannarachis bukti kuat, misalnya: pada mulia, terlihat bahwa indium untuk membentuk oksida pembakaran. Bukti lebih

Lapisan porselen berada dibawah kompresi Setelah proses pendinginan

Sumber: Darvell BW 2000, Dental materials science, ed.6, hal. 483.

Perlekatan Kimia

dan Nielsen menyatakan bahwa perlekatan kimia perlekatan keramik-logam yang paling penting (dikutip dari

Perlekatan kimia merupakan hasil difusi atom dari unsur menghasilkan lapisan oksida pada permukaannya, sehingga

keramik. Ikatan kimia ditandai dengan pembentukan lapisan permukaan keramik-logam, dan terjadi ikatan yang

unsur dalam logam, bermigrasi ke permukaan selanjutnya berikatan dengan oksida yang terdapat dalam (Giannarachis dkk. 2013). Bentuk ikatan kimia memiliki misalnya: pada pemeriksaan mikro elektron permukaan keramik

bahwa indium atau timah bermigrasi ke permukaan aloi oksida indium atau timah, yang menyatu dengan porselen Bukti lebih lanjut dari ikatan kimia adalah pembersihan

(20)

logam dengan asam hidrofluorida, dapat mengurangi kekuatan lekat, hal ini menunjukkan bahwa lapisan oksida berperan dalam mekanisme perlekatan. Bila porselen dibakar pada permukaan logam yang terdapat lapisan oksida, oksigen permukaan porselen berdifusi dengan oksigen permukaan logam untuk mengurangi jumlah rantai oksigen dan kemudian meningkatkan penyaringan kation pada antar permukaan. Bila porselen tidak terlarut dengan oksida, porselen akan melarutkan oksigen dengan kation logamnya, sehingga porselen pada permukaan oksida kemudian menjadi terlarut dengan oksida. Komposisi porselen tetap konstan dan berada pada keseimbangan termodinamis dengan oksida logam, sehingga menghasilkan keseimbangan energi ikatan dan ikatan kimia. Pemisahan porselen dari koping logam merupakan bukti kegagalan ikatan karena kontaminasi permukaan koping atau karena lapisan oksida yang berlebih (Shillingburg dkk. 2012).

Berbagi elektron antara dua atom pada ikatan kimia, merupakan hal yang membedakannya dengan interaksi fisik. Terdapat tiga bentuk dasar ikatan kimia, yaitu:

a. Ikatan Ionik

(21)

elektron bebas. elektronnya dipindahkan dari satu atom ke atom lainnya, untuk menghasilkan ikatan ionik. Ikatan ionik menghasilkan bahan keramik yang relatif stabil dan diperlukan suhu yang sangat tinggi untuk mencairkannya. Kestabilan bahan keramik, membuat keramik disebut insulator yang baik. Kurangnya elektron bebas menyebabkan sifat keramik rapuh, ketahanan fraktur rendah, ketahanan terhadap perubahan kimia meningkat ( Gladwin dkk. 2009; Wood 2007).

Gambar 2.12. Gambaran dua dimensi ikatan ionik.

Sumber: Gladwin dkk. 2009, Clinical aspects of dental

materials: Theory, practice, and cases,ed. 3, hal. 23.

b. Ikatan Kovalen

(22)

Gambar 2.13. Tiga gambaran ikatan kovalen antara atom karbon Sumber: Gladwin dkk. 2009. Clinical aspects of dental materials: Theory, practice, and

cases, ed. 3, hal. 23.

c. Ikatan Logam

Materi bahan juga dapat diikat dengan interaksi atomik primer yang disebut sebagai ikatan logam. Ikatan logam adalah ikatan yang terbentuk akibat adanya gaya tarik-menarik antara muatan positif dari ion-ion logam dengan muatan negatif dari elektron-elektron yang bebas bergerak dalam logam tersebut (Gambar 2.14).

(23)

Salah satu karakteristik logam adalah kemampuannya menghantar panas dan listrik. Sifat menghantar energi ini dihubungkan dengan gerak elektron-elektron bebas yang ada dalam logam.

2.3.3 Prinsip Perlekatan

Pembentukan ikatan dapat ditemukan pada banyak situasi kedokteran gigi, misalnya perlekatan antara gigi tiruan dengan saliva serta antara saliva dengan jaringan lunak mulut. Pemahaman tentang prinsip dasar yang berhubungan dengan gejala perlekatan adalah penting bagi dokter gigi. Beberapa faktor telah dikenal sebagai pembentuk ikatan yang baik antara porselen dengan logam, antara lain:

2.3.3.1 Pembasahan

(24)

pembasahan, kegagalan perlekatan tidak akan terjadi. Gaya yang menggerakkan cairan untuk menyebar diberikan oleh pembasahan pada permukaan padat (Anusavice 2004).

Kontak rapat antar permukaan harus terbentuk untuk mendapatkan perlekatan antara dua bahan. Kemampuan untuk berkontak bergantung pada pembasahan permukaan substrat tertentu. Pembasahan yang baik merupakan kemampuan untuk menutupi substrat secara keseluruhan (Gambar 2.16). Kemampuan untuk membasahi permukaan yang akan direkatkan dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kebersihan permukaan. Selapis air yang hanya setebal satu molekul pada permukaan benda padat dapat menurunkan energi permukaan dan mencegah proses pembasahan oleh bahan perekat (Van Noort 2007).

(25)

Gambar 2.15. Pembasahan yang baik dari porselen yang mencair pada logam

Sumber: O’Brien WJ 2002, Dental materials and their selection,ed. 3, hal. 375.

2.3.3.2 Sudut Kontak

Bila bahan padat dan cair berkontak, sudut antara permukaan cair dan permukaan padat dikenal sebagai sudut kontak. Sudut kontak adalah sudut yang dibentuk oleh bahan perekat dengan benda yang akan direkatkan (adherend) pada antar permukaannya. Semakin kecil sudut kontak antara bahan perekat dengan

adherend, semakin baik kemampuan bahan perekat untuk mengisi ketidakteraturan pada permukaan adherend, sehingga kekuatan lekat akan meningkat.

(26)

(sudut kontak 0º) tidak dapat logam umumnya adalah 60 derajat at

Gambar 2.1 menghasilkan ikatan yang keramik, dimana keramik dan menyatu dengan oksida keramik. Ikatan keramik

yang dibentuk pada permukaan permukaan logam yang

menguntungkan, dan terbukti Berbagai opini timbul, bagaimana pembakaran. Peleburan porselen alami dan menghasilkan zona

tidak dapat terjadi. Besar sudut kontak pembasahan keramik adalah 60 derajat atau lebih kecil.

2.16. Ukuran sudut kontak menunjukkan kemampuan pembasahan Permukaan

Sumber: Gladwin dkk. 2009. Clinical aspects of dental materials:Theory, practice, and cases, ed. 3, hal. 33.

ida

Pembentukan oksida pada permukaan logam terbukti berperan ikatan yang kuat. Ikatan ini dibentuk pada saat proses

keramik dibakar dengan temperatur tinggi sehingga dapat dengan oksida pada permukaan logam karena migrasi oksida

keramik dan logam merupakan hasil difusi elemen antara pada permukaan logam dan dari keramik. Lapisan

g dibasahi oleh porselen, memberikan lapisan transisi dan terbukti berperan dalam pembentukan ikatan

timbul, bagaimana oksida berinteraksi dengan porselen selama Peleburan porselen dipercaya melarutkan oksida yang terbentuk

menghasilkan zona interaksi yang bertanggung jawab dalam pembentukan pembasahan keramik pada

an pembasahan f dental

terbukti berperan dalam proses pembakaran sehingga dapat mengalir migrasi oksida ke dalam elemen antara oksida apisan oksida pada lapisan transisi yang ikatan yang kuat. porselen selama siklus

(27)

ikatan. Difusi atom-atom logam dan porselen ke dalam oksida diketahui dan dijadikan sebagai bukti adanya ikatan kimia. Tidak adanya lapisan oksida dapat memicu kegagalan berupa lemahnya ikatan.

Atom logam dasar seperti nikel, kromium, dan berilium, membentuk oksida dengan mudah selama proses oksidasi logam, dan harus diperhatikan untuk menghindari pembentukan lapisan oksida yang terlalu tebal. Pembentukan lapisan oksida yang tebal ditemukan pada jumlah pembakaran yang bertambah. Ketebalan Lapisan oksida meningkat signifikan setelah tahap pembakaran porselen (Rokni dan Baradaran, 2007). Beberapa produsen menyarankan dilakukan abrasi udara koping logam dengan alumina atau meletakkan dalam asam hydrofluoric untuk mengurangi ketebalan lapisan oksida (Henriques 2012).

2.3.3.4 Energi Permukaan

Permukaan yang berhadapan harus saling tarik menarik satu sama lain agar terjadi perlekatan dan keadaan ini dapat terjadi tanpa mempertimbangkan wujud padat, cair, atau gas dari kedua permukaan. Energi pada permukaan benda padat lebih besar daripada di dalamnya. Energi Pada permukaan lebih besar karena kebanyakan atom-atom di bagian luar tidak saling tarik menarik dalam semua arah secara seragam.

(28)

2.3.3.5 Viskositas

Keramik tidak hanya harus berkontak rapat dengan logam untuk efektifitas perlekatan, tetapi juga harus dapat menyebar dengan mudah, namun tidak boleh terlalu mudah sehingga tidak dapat dikontrol. Kemampuan cairan untuk mengisi celah-celah merupakan fungsi dari viskositas. Gaya yang menggerakkan penyebaran cairan pada permukaan padat diberikan oleh pembasahan, dan gaya ini ditahan oleh viskositas cairan. Viskositas cairan tidak boleh terlalu tinggi, karena akan menghambat cairan untuk mengalir dengan mudah pada permukaan padat dan penetrasi kedalam celah-celah.

Viskositas bahan adalah kemampuan untuk mengalir. Cairan yang kental akan sulit untuk mengalir, sementara cairan yang encer akan lebih mudah mengalir dan sifat viskositas bergantung pada temperatur (Gladwin dkk. 2009).

2.3.4 Tipe Kegagalan Perlekatan

Klasifikasi kegagalan perlekatan sistem keramik-logam telah dibuat oleh O’Brien, sebagai berikut (Gambar 2.15):

2.3.4.1 Kegagalan Adhesi

Gaya adhesif terjadi bila molekul zat yang tidak sama saling bertarikan. Bentuk kegagalan adhesif, yaitu:

(29)

Fraktur terjadi pada antar permukaan, meninggalkan permukaan halus pada logam. Tipe kegagalan ini terjadi bila permukaan logam tidak di oksidasi sebelum pembakaran keramik atau bila oksida yang terbentuk tidak cukup, hal ini mungkin terjadi karena adanya kontaminasi atau permukaan logam ber pori.

2. Pemisahan porselen dari oksida logam

Terjadi fraktur pada massa keramik di dekat antar permukaan, meninggalkan oksida logam pada permukaan logam. Tipe fraktur ini adalah yang paling sering terjadi pada logam non mulia.

3. Pemisahan logam dari oksida logam

Tipe kegagalan ini merupakan fraktur pada antar permukaan, dimana oksida terlepas dari permukaan logam dan tetap berikatan dengan lapisan porselen. Pemisahan ini terjadi pada logam non mulia bila terjadi pembentukan oksida Ni-Cr yang berlebihan.

2.3.4.2 Kegagalan Kohesi

Gaya kohesi terjadi, bila molekul zat yang sama saling bertarikan. Bentuk kegagalan kohesi, yaitu:

1. Pemisahan oksida logam dari oksida logam

Tipe kegagalan ini terjadi pada antar permukaan yang juga ditimbulkan bila oksida logam yang dihasilkan sangat banyak.

(30)

Tipe kegagalan ini bukan karakteristik fraktur sistem keramik-logam, hal ini mungkin terjadi pada titik-titik persambungan.

3. Fraktur kohesi pada porselen

Kegagalan ini merupakan tipe fraktur yang terjadi pada massa keramik. Pada kondisi ini, kekuatan perlekatan daripada porselen lebih tinggi. Keadaan ini ideal karena lapisan oksida memiliki ketebalan beberapa mikron untuk membentuk larutan padat dengan massa keramik. Tipe kegagalan ini paling sering terjadi pada logam emas mulia.

Gambar 2.17. Tipe kegagalan perlekatan restorasi keramik-logam. Sumber: O’Brien WJ 2002, Dental materials and their

(31)

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perlekatan

Keberhasilan GTC keramik-logam bergantung pada kekuatan perlekatan antara keramik dan substruktur logam. Faktor-faktor di klinik yang mempengaruhi kekuatan lekat, termasuk desain restorasi, yaitu bentuk dan ketebalan restorasi (Rayyan 2014, Al Amri & Hammad 2012, Powers & Sakaguchi 2006). Faktor-faktor di laboratorium yang dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan keramik-logam, antara lain: tipe logam, surface treatment logam, teknik aplikasi dan proses pembakaran porselen (Rayyan 2014; Al Amri dkk. 2012; Rosenstiel 2004; Prabhu dkk. 2003). Faktor-faktor dari proses pembakaran porselen yang dapat mempengaruhi kualitas perlekatan, antara lain: temperatur, waktu, ( Al Amri dkk. 2012; Prabhu dkk. 2003; Cheung dkk. 2002) tekanan atmosfer (Gupta dkk. 2011; Pagnano dkk. 2009) dan jumlah siklus pembakaran (Sayed 2015; Jalali dkk. 2015; Rayyan 2014; Tuncdemir dkk. 2013; Prakash dkk. 2012; Zakaria dkk. 2003; Mutawa dkk. 2000).

2.3.5.1 Faktor di Klinik

2.3.5.1.1 Desain Restorasi

(32)

Terdapat 6 gambaran penting yang harus dipertimbangkan saat mendesain restorasi keramik-logam, yaitu:

a. Ketebalan lapisan Porselen

Porselen harus memiliki ketebalan minimum yang sesuai dengan estetis. Ketebalan minimum porselen adalah 0.7 mm, dan ketebalan yang diharapkan adalah 1.0 – 1.5 mm. Perluasan lebih dari 2.0 mm akan rentan terhadap fraktur. Meskipun perluasan tidak terkena gaya oklusal, hal ini akan tetap rentan terhadap kegagalan prematur karena tekanan yang terjadi pada porselen yang sangat tebal selama pembakaran awal dan proses pendinginan.

b. Ketebalan Logam

Kekuatan dan ketahanan maksimum restorasi didapatkan dengan kekakuan koping. Logam tidak boleh lentur selama pemasangan atau dibawah tekanan oklusal karena lenturan akan menyebabkan porselen mengalami tegangan dan memicu terjadinya retak. Logam harus cukup keras dan desain koping harus memiliki ketebalan optimum untuk kekakuan.

(33)

c. Dukungan Porselen Kontur lapisan porselen tekanan lebih baik. Sudut

porselen dengan logam harus berada p porselen. Sudut yang tajam

untuk terjadi retak daripada sudut Untuk membangun sehingga saat diberikan daripada gaya tarik. Contoh

san porselen yang cembung dan rata dapat mendistribusikan baik. Sudut yang tajam dan undercut harus dihilangkan.

logam harus berada pada sudut yang tepat untuk menghindari

ng tajam pada permukaan keramik-logam lebih memungkinkan daripada sudut 90º atau 135º.

membangun ketebalan porselen yang sama, logam harus diberikan beban, lapisan porselen akan berada pada gay

tarik. Contoh dari pertimbangan ini adalah menghindari tepi insisal pada restorasi anterior maksila dan membangun

cuspfasial premolar atau molar maksila (Gambar 2.18)

Dukungan porselen

selen bisa fraktur bila logam meluas terlalu jauh ke insisal

andangan proksimal koping keramik-logam posterior maksila dengan dukungan logam yang tepat dibawah puncak fasial.

(34)

d. Kontak Oklusal dan Proksimal

Bila koping didesain untuk menempati kontak oklusal pada permukaan logam yang tidak dilapis, lokasinya dan daerah yang dilapisi keramik dapat lebih dikontrol dengan tepat, sehingga menghasilkan keausan yang sedikit pada gigi antagonis. Studi dan pengalaman klinis mencatat bahwa sifat abrasi porselen dental dan efek merusak pada enamel sangat tinggi. Karena itu bila memungkinkan kontak oklusal harus terjadi pada logam, jauh dari garis pertemuan keramik-logam. Kontak di dekat persambungan akan dapat memicu fraktur. Persambungan keramik-logam harus diletakkan 1.0 mm dari kontak oklusal pada posisi maksimum interkuspasi. Bila overlap vertikal tidak memadai untuk ditempatkan berkontak dengan logam, persambungan keramik-logam ditempatkan cukup jauh dari gingiva sehingga kontak terjadi pada porselen (Gambar 2.19).

Untuk meminimalkan gaya yang dihasilkan kontak oklusal pada permukaan palatal restorasi anterior maksila, persambungan keramik-logam tidak boleh ditempatkan terlalu dekat dengan tepi insisal. Translusensi insisal akan terganggu, dan kemungkinan terjadi fraktur akan meningkat karena porselen tidak lagi didukung oleh logam. Bila diberikan gaya oklusal, porselen akan berada pada tegangan, kondisi dimana tidak dapat ditahan porselen dengan baik.

(35)

lebih banyak. Preparasi daerah finish line, bila dibuat keputusan porselen. Kontak proksimal

gigi harus memfasilitasi daerah interproksimal. lingual sehingga porselen translusensi. logam adalah metal collar

A

Preparasi daerah lingual adalah 1.3 – 1.5 mm dengan beveled dibuat keputusan untuk menutup seluruh daerah lingual

proksimal untuk gigi anterior harus pada porselen, dimana memfasilitasi selama preparasi gigi dengan pembuangan ya interproksimal. Efek estetis meningkat dengan menempatkan logam

porselen daerah proksimal memiliki kedalaman lebih

kontak oklusal restorasi

ontak oklusal logam pada permukaan palatal insisivus maksila Kontak oklusal porselen pada permukaan palatal insisivus maksila

Shillingburg dkk. 2012, Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4,

beberapa tahun, tepi fasial konvensional untuk mahkota

metal collar yang sempit. Finish line fasial sering B

beveled shoulder daerah lingual dengan porselen, dimana dokter pembuangan yang cukup di menempatkan logam secara kedalaman lebih besar dan

osthodontics, ed. 4, hal.451.

(36)

subgingiva untuk menghindari terlihatnya logam, hal ini dapat menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva dan masalah periodontal. Untuk menghindari terlihatnya

metal band dan kegagalan estetis metal collar konvensional, memicu penggunaan tepi fasial keramik penuh, yang dapat dibuat dengan akhiran servikal gingiva atau supragingiva. Desain porselen yang menutupi tepi logam menjadi popular. Tekniker mulai menambahkan porselen untuk menutupi collar. Untuk memfasilitasi desain ini, finish line yang dibutuhkan adalah heavy chamferatau shoulder beveldengan koping logam meluas ke tepi cavosurfaces dan ketebalan logam dibuat menipis seminimal mungkin. Porselen meluas menutupi logam. Penggunaan porselen low fusing dan kombinasi modern porselen opak-dentin dengan keahlian yang baik, desain ini dapat dibuat dengan kontur, adaptasi marjinal dan hasil estetis yang baik.

Desain marjin seperti ini membutuhkan bahan dan teknik yang cukup baik. Masalah dapat timbul, seperti: distorsi logam selama pembakaran, koping yang dibuat sangat tipis akan membuat logam menjadi lentur dan menyebabkan fraktur porselen, kekasaran pada daerah marjin karena adanya porselen, logam yang tipis tidak dapat di

polish, sehingga keputusan untuk menggunakan desain porselen yang menutupi tepi logam, bergantung pada kemampuan tekniker laboratorium.

2.3.5.2Faktor-Faktor di Laboratorium

(37)

aplikasi dan proses pembakaran porselen (Rayyan 2014; Al amri dkk. 2012; Rosenstiel 2004; Prabhu dkk. 2003).

2.3.5.2.1 Jenis Logam

Dalam bidang kedokteran gigi, aplikasi logam biasanya digunakan dalam bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih logam, biasanya sedikitnya 4 - 8 bahan logam. Persyaratan aloi yang digunakan untuk keberhasilan restorasi, yaitu: memiliki kekuatan, stabilitas, ketahanan terhadap korosi, dapat dilakukan pengecoran, dapat di poles, dapat dikilapkan, dan biokompatibel. Aloi untuk keramik-logam memiliki sifat tambahan, yaitu koefisien ekspansi termal keramik dan logam harus kompatibel untuk mencegah retak pada keramik saat pendinginan selama proses pembuatan (Khmaj MR 2012). Ekspansi termal dan komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan keramik (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosenstiel dkk. 2004). Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan restorasi keramik-logam, berdasarkan American Dental Assosiation (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian, antara lain (Shillingburg dkk. 2012):

(38)

temperatur pembakaran dan koefisien ekspansi panas yang hampir sama, sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi panas keduanya, perlu penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Restorasi keramik-logam dengan bahan keramik-logam emas telah digunakan secara luas karena restorasi yang dihasilkan memiliki nilai estetis yang natural, ketahanan dan adaptasi tepi logam sangat baik. Aloi emas paling sering digunakan diantara aloi logam mulia, karena sangat biokompatibel, pengecoran baik, mudah di polish, daktilitas tinggi, lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat, ketahanan terhadap korosi baik, namun karena harga logam emas yang terus meningkat memicu harga pembuatan yang lebih tinggi, sehingga perhatian terhadap bahan logam lain untuk menggantikan logam emas mulai meningkat.

(39)

keramik dangan aloi Pd-Ag tidak menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan aloi lainnya.

3. Predominately base metal alloy (nikel-kromium, nikel-kromium-berillium, kobalt-kromium, titanium). Logam ini terdiri dari < 25 % logam noble. Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam noble dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan korosi sangat tergantung pada sifat kimianya, oleh karena itu logam ini sebaiknya dioksidasi untuk menutup permukaan logam sehingga meminimalkan korosi (Rosenstiel dkk. 2004). Qiu dkk. (2011), meneliti ketahanan korosi aloi Co-Cr dan Ni-Cr sebelum dan setelah pembakaran porselen. Efek temperatur yang tinggi selama pembakaran porselen dapat merubah komposisi oksida permukaan logam, yang juga dapat merubah sifat korosi aloi. Hasil penelitian menyatakan bahwa aloi Co-Cr memiliki ketahanan korosi lebih tinggi daripada aloi Ni-Co-Cr. Jassim (2013), mengevaluasi kekuatan lekat aloi Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan signifikan kekuatan perlekatan antara aloi Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen.

Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing,

(40)

berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan porselen pada saat siklus pembakaran (Rokni dan Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).

Tabel 2.4. Sifat fisik dan mekanis logam tuang.

Sumber: Powers JM dan Wataha JC 2008, Dental materials: properties and manipulation, Mosby Elsevier, ed. 9, hal. 248.

Tipe Aloi Temperatur

Au-Pt (Zn) 1045 - 1140 18.4 420/270 175/195 Mahkota logam penuh dan keramik logam Au-Pd (Ag) 1160 - 1260 14.6 365/385 255/280 Mahkota logam penuh

dan keramik logam Au-Cu-Ag 910 - 1065 15.6 270/400 135/195 Mahkota logam penuh Mulia

Au-Ag-Cu 865 - 925 12.4 325/520 125/215 Mahkota logam penuh

Pd-Cu 1100 - 1190 10.6 1145 425 Mahkota logam penuh

dan keramik logam Ag-Pd 1020 - 1100 10.6 260-320 140/155 Mahkota logam penuh

dan keramik logam Logam dasar

Ni-Cr (Be) 1275 7.5 710 340 - Mahkota logam penuh

dan keramik logam -Kerangka logam GTSL

Co-Cr 1400 - 1500 7.5 870 380 - Mahkota logam penuh

dan keramik logam -Kerangka logam GTSL

Ti-O 1700 4 300 ?? - Implan endosseous

- Mahkota keramik-logam

(41)

2.3.5.2.2 Surface TreatmentLogam

Permukaan koping yang akan dilapis porselen harus diselesaikan dengan baik untuk mendapatkan ikatan yang kuat dan restorasi yang estetis. Ketidakteraturan permukaan dan partikel-partikel kecil bahan tanam kemungkinan melekat pada permukaan tuangan. Finishing dapat menghapus banyak residu dan juga menghasilkan goresan yang teratur dalam satu arah untuk mengurangi kemungkinan terjebaknya gas selama siklus pembakaran awal. Rongga yang terdapat pada tuangan harus dibuang, karena merupakan daerah pemusatan tegangan, yang dapat menimbulkan retak pada porselen. Daerah disekitar rongga sering sangat tipis, dan tuangan mungkin tidak memiliki ketahanan yang cukup terhadap gaya oklusal.

Permukaan intaglio tuangan diperiksa apakah terdapat gelembung, cacat ataupun sisa bahan tanam, yang jelas merupakan hambatan untuk terpasang, harus dibuang. Tuangan ditempatkan pada die dengan hati-hati tanpa memaksa. Daerah yang menghambat pemasangan harus diidentifikasi dan dibuang secara hati-hati dengan bur. Memaksa tuangan saat pemasangan, akan menghasilkan tuangan yang sesuai dengan die tetapi tidak pada gigi yang di preparasi. Mengidentifikasi daerah yang menghambat secara intra oral akan lebih sulit dan butuh banyak waktu daripada mengepaskan tuangan dengan cermat pada die di tempat pertama.

(42)

bila logam tidak dibasahi dengan sempurna oleh porselen ataupun bila porselen tidak dibakar dengan tepat. Walaupun begitu kekasaran antar permukaan keramik-logam, berperan penting dalam perlekatan keramik. Ikatan mekanis terjadi bila keramik mengalir kedalam permukaan logam yang kasar, sehingga dapat meningkatkan perlekatan. Kekasaran permukaan juga berhubungan dengan luas permukaan yang lebih besar dimana perlekatan kimia dapat dibentuk. Lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan logam selama pengecoran harus dibuang dengan abrasi asam atau partikel udara dengan aluminum oxide (alumina) untuk perlekatan keramik-logam yang maksimal. Instruksi pembuatan aloi harus diikuti, karena perlekatan bergantung pada kontrol ketebalan lapisan oksida logam. Penelitian terdahulu menemukan bahwa tidak ada efek kekasaran permukaan pada ketahanan antar permukaan terhadap gaya geser. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa kekasaran permukaan yang dikontrol, menghasilkan ketidakteraturan yang meningkatkan kekuatan lekat keramik-logam.

(43)

Setelah prosedur pengasahan selesai, logam tuang harus dibersihkan untuk menghasilkan permukaan yang dapat bereaksi baik dengan porselen. Tuangan ditempatkan dalam wadah dengan asam hidrofluorida 52 % dan dibersihkan secara ultrasonik selama 20 menit. Aloi juga dapat dibersihkan dengan menggunakan abrasif udara dengan partikel alumina (50 µm) dilanjutkan dengan pembersihan ultrasonik dalam air suling selama 10 menit. Sandblasting memiliki manfaat tambahan dengan menghilangkan oksida yang berlebih, sehingga menghasilkan permukaan yang bersih dan dapat membantu pembasahan keramik pada permukaan logam (Shillingburg dkk. 2012; Henriques 2012; Rosenstiel dkk. 2004).

2.3.5.2.3 Teknik Aplikasi

a. Jenis Porselen

(44)

b. Perbandingan Bubuk dengan Cairan Porselen

Perbandingan antara bubuk keramik dengan cairannya harus sesuai dengan instruksi pabrik. Porselen gigi biasa tersedia dari pabrikan dalam bentuk bubuk, yang dicampur dengan air suling hingga konsistensinya kental membentuk pasta. Campuran ini kemudian digunakan untuk membuat restorasi sesuai bentuk yang diharapkan (Rosenstiel dkk. 2004).

c. Teknik Pelapisan Porselen

Teknik pelapisan porselen secara konvensional dengan menggunakan sikat khusus telah digunakan selama beberapa dekade (O’Brien 2008). Pada teknik ini, setelah substrat aloi dibersihkan dan di oksidasi, porselen opak, dentin, enamel diaplikasikan dan dibakar. Teknik pelapisan konvensional dapat memberikan estetis yang maksimal karena memungkinkan penyesuaian saat keramik dibangun.

(45)

konvensional dan PoM melebihi standar minimum ISO 25 MPa. Secara umum tidak ada perbedaan kemampuan perlekatan pada kedua teknik yang digunakan.

d. Teknik Kondensasi

(46)

Kondensasi porselen merupakan salah satu proses yang harus diperhatikan pada proses pembuatan gigi tiruan porselen di laboratorium, karena dapat mempengaruhi terjadinya retakan dan distorsi porselen dentin. Ada tiga teknik kondensasi porselen, yaitu:

1. Vibration Technique(Getaran)

Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan porselen. Vibration method dapat secara manual maupun dengan alat ultrasonik. Kondensasi secara ultrasonik menghasilkan struktur porselen yang lebih homogen, karena mempunyai kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan setiap lapisan porselen. Getaran yang berlebihan juga harus dihindari karena dapat dengan mudah melepaskan lapisan porselen yang dibangun, detailpermukaan juga akan hilang.

2. Spatulation Technique

Metode ini dilakukan dengan menggunakan spatula kecil untuk mengaplikasikan dan menghaluskan porselen yang masih basah. Aksi penghalusan akan membawa air naik ke permukaan sehingga bisa dibuang.

3. Brush Technique

(47)

2.3.5.2.4 Proses Pembakaran Porselen

(48)

a. Low Bisque Stage

Tahap pertama dalam proses pembakaran disebut sebagai low bisque. Partikel-partikel mulai melunak dan saling menyatu hanya berupa titik kontak dan porositas sebenarnya tidak berubah. Karena porositas yang hampir tidak berubah, karakteristik kepadatan porselen adalah berpori, sangat lemah, rapuh, dan menunjukkan penyusutan yang sedikit.

b. Medium Bisque Stage

Pada pemanasan lebih lanjut, terjadi kohesi yang lebih besar diantara partikel-partikel (partikel-partikel menyatu). Terjadi aliran cairan kental yang lebih lagi dan mengisi rongga udara dibawah pengaruh tegangan permukaan dan udara dikeluarkan dari celah-celah sebelum menutupi rongga. Setiap ruang-ruang menjadi semakin kecil. Porositas menurun pada tahap ini dan terdapat penyusutan yang nyata. Akhirnya, rongga-rongga ini menjadi berdiri sendiri dan berpori bulat.

c. High Bisque Stages

Tahap high bisque didapatkan bila penyusutan pembakaran telah sempurna dan tidak terjadi penyusutan lebih lanjut. Porositas telah berkurang menjadi sedikit. Permukaan porselen menjadi halus dan cukup kuat untuk dikoreksi dengan grinding sebelum akhirnya dilakukan glazing.

d. Glazing

(49)

terjadinya retak, karena itu

tidak di glazing(Manappallil JJ 2003).

Gambar 2.2

kedalam tungku pembakaran

muffle dari tungku yang dihilangkan. Penempatan

karena itu porselen yang di glazing akan lebih kuat daripada (Manappallil JJ 2003).

2.20. Tujuan pembakaran adalah menghasilkan suatu massa yang kontinu, bebas pori.

Sumber: Darvell BW 2000, Dental materials science, ed.6, hal. 477.

program pembakaran, yang disebut sebagai siklus pemanasan (pre heating), pembakaran (sintering) dan

JM dan Sakaguchi RL 2006; Manappallil JJ 2003; 2003; Darvell BW 2000).

Preheating)

porselen yang sudah dikondensasi tidak boleh ditempatkan bakaran yang panas, tetapi diletakkan di depan atau tungku yang sudah dipanaskan, sehingga memungkinkan

Penempatan massa yang sudah dikondensasi langsung ke dalam

(50)

yang cukup hangat akan menghasilkan produksi uap yang cepat, sehingga timbul lubang-lubang atau fraktur pada sebagian besar lapisan. Setelah pra pemanasan kira-kira 5 menit, porselen diletakkan ke dalam tungku dan pembakaran dimulai.

b. Pembakaran / Sintering

(51)

c. Pendinginan

Pendinginan restorasi porselen dari temperatur pembakaran ke temperatur kamar harus dikontrol dengan baik. Proses pendinginan yang terlalu cepat dapat menyebabkan porselen retak atau dapat memicu tekanan yang melemahkan porselen. Proses pendinginan yang terlalu lambat maupun pembakaran ganda dapat memicu pembentukanleucitetambahan dan meningkatkan koefisien ekspansi termal keramik, dan dapat juga menyebabkan retak permukaan. Proses pendinginan terjadi saat pembukaan tungku pembakaran porselen, dilakukan secara perlahan, merata, dan dikontrol oleh komputer.

Gambar 2.21. Skema pembakaran

(52)

Terdapat beberapa faktor dari pembakaran porselen yang dapat mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam, yaitu: waktu, temperatur, pengulangan pembakaran dan tekanan atmosfer.

2.3.5.2.4.1 Waktu

Cheung dan Darvel 2002, menyatakan bahwa waktu dan temperatur merupakan faktor penting dalam pembakaran bahan keramik. Memperpanjang waktu pembakaran umumnya akan memicu peningkatan kepadatan keramik, dimana hal ini terjadi karena terdapat tingkat penyusutan massa padat yang tinggi.

Selain perubahan kimia, kelebihan waktu pembakaran juga akan mengakibatkan penurunan temperatur, dimana dapat terjadi distorsi karena adanya pelengkungan. Jelas, hal ini perlu dihindari bila bentuk restorasi harus dipertahankan. Namun, terdapat kompromis antara ketahanan terhadap deformasi dan proses pembakaran. Beberapa penyesuaian dapat dilakukan pabrikan dengan menyesuaikan komposisi untuk memberikan jumlah total ion alkali logam, K2O meningkatkan

viskositas sementara Na2O akan menurunkannya. Terdapat perubahan yang baik pada

(53)

2.3.5.2.4.2 Temperatur

Mengontrol temperatur pembakaran porselen sangat penting, tidak hanya untuk menghasilkan penampilan yang baik tetapi juga untuk meningkatkan kekuatan perlekatan bahan keramik-logam. Pada proses pembakaran porselen, terjadi reaksi kimia antara permukaan logam dan keramik. Atom logam berdifusi dan bereaksi dengan oksida pada keramik, dan temperatur pembakaran sangat mempengaruhi kecepatan difusi. Kesulitan untuk mengontrol pembentukan lapisan oksida pada permukaan logam dapat terjadi pada temperatur yang tinggi dan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kegagalan serta memiliki efek negatif terhadap kekuatan lekat keramik-logam. Porselen gigi di desain untuk dibakar pada temperatur yang berbeda dan dapat diklasifikasikan menurut temperatur peleburannya. Porselen low fusing dengan temperatur pembakaran 850 ºC - 1100 ºC, digunakan untuk pembuatan restorasi mahkota dan jembatan. Penggabungan proporsi Na2O dan K2O yang relatif tinggi dalam porselen low fusing membantu untuk

mengurangi temperatur peleburan.

(54)

meningkat karena peningkatan temperatur. Vines dkk (dikutip dari Cheung dkk. 2002), menjelaskan bahwa pada temperatur pembakaran yang berlebihan, ruang yang terdapat udara yang terjebak menjadi bulat dibawah pengaruh tegangan permukaan. Tekanan udara yang terjebak meningkat dan bila cairan tidak terlalu kental, gelembung udara membesar mencapai keseimbangan tekanan dengan atmosfer luar. Temperatur pembakaran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan detail permukaan menjadi hilang, kemudian akan terlihat seperti kaca dan sering mengalami semburat kehijauan, karena itu temperatur pembakaran harus dikontrol dengan baik.

2.3.5.2.4.3 Jumlah

Proses pembuatan restorasi keramik-logam membutuhkan serangkaian pembakaran porselen untuk mendapatkan estetis dan persyaratan klinis, sehingga tidak dapat dihindarkan pembuatan restorasi dengan pembakaran yang berulang. Peningkatan koefisien ekspansi termal porselen karena pembakaran berulang berperan dalam pembentukan Kristal leucite. Secara teori, pembakaran porselen secara berulang akan menurunkan kesesuaian keramik-logam dan kemudian menurunkan kekuatan perlekatan. Pembakaran ulang yang berlebihan terhadap bahan porselen dapat merusak karena memungkinkan terjadi reaksi yang menjauhi keseimbangan dan kemungkinan terjadi pembentukan fase Kristal yang tidak diharapkan, yang dapat merubah sifat mekanis dan optik yang diharapkan.

(55)

tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015; Zakaria 2003). Teknisi laboratorium terkadang melakukan pembakaran berulang kali karena gagal mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai (Ghanbarzadeh dkk. 2008; Rosenstiel dkk. 2004). Pembakaran Multipel akan menyebabkan devitrifikasi porselen, dengan hilangnya translusensi dan menurunkan ketahanan fraktur restorasi.

2.3.3.2.4.4 Tekanan Atmosfer

Pada restorasi keramik-logam, adakalanya porselen lepas dari permukaan logam karena sifat fisik yang kurang baik memberikan kekuatan, kekakuan dan perlekatan keramik-logam. Pembakaran porselen yang optimal perlu untuk keberhasilan klinis restorasi keramik-logam. Berdasarkan keadaan atmosfer, pembakaran porselen terbagi atas dua cara, yaitu:

a. Air Firing

Porselen dibakar di atmosfer yang mempunyai banyak ruangan yang berisi udara. Tegangan permukaan dari fase cairan diharapkan meningkatkan tekanan dalam gelembung, mengurangi radius gelembung, sehingga didapatkan keseimbangan. Pada air firing, proses difusi sangat lambat, mekanisme ini tidak bisa diharapkan untuk menghilangkan porositas, terutama karena waktu, temperatur harus dibatasi. Air

(56)

b. Vacuum Firing

Vacuum firing digunakan untuk mengurangi porositas. Sewaktu porselen diletakkan pada tungku, partikel bubuk dimampatkan bersama-sama dengan saluran udara disekelilingnya. Sewaktu tekanan udara di dalam muffle tungku diturunkan sekitar sepersepuluh dari tekanan atmosfer, udara di sekitar partikel juga akan berkurang sama besar. Sementara sewaktu temperatur meningkat, partikel-partikel akan tersintering bersama-sama, membentuk lubang yang tertutup di dalam massa porselen. Pada temperatur di bawah temperatur pembakaran atas, vakum dilepas dan tekanan di dalam tungku akan meningkat sepuluh kali dari 0.1 menjadi 1 atm. Karena tekanan meningkat sepersepuluh kali, lubang akan terkompresi menjadi sepersepuluh dari ukurannya semula, dan volume total dari porositas juga akan berkurang dalam jumlah yang sama.

Dalam proses vacuum firing, udara dikeluarkan dari porselen sehingga bahannya menjadi lebih padat, tidak berpori, lebih kuat, lebih bening dan mendekati penampilan gigi asli.

2.3.6 Pengukuran Kekuatan lekat

(57)
(58)

Logam penuh Keramik-logam Keramik penuh Masalah: Bahan tidak sama jenis, sehingga

(59)

Lepasnya perlekatan keramik dengan struktur logam

Proses pembakaran porselen Perlekatan secara kimiawi Keramik-logam

Keramik Logam Oksida tebentuk

(60)

2.6 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.

2. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.

3. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.

Gambar

Gambar 2.1. Gigi tiruan cekat keramik-logam
Gambar 2.2. Komposisi bahan keramik berdasarkan feldspar, kaolin dan quartz.Sumber: Van Noort R 2007, Introduction to dental materials, Mosby        Elsevier, ed
Tabel 2.2. Komposisi (wt.%) porselen  dental dan rumah tangga (berbeda dalam kandungan feldspar dan kaolin)
Gambar Gambar 2.3. Struktur dua dimensi kaca sodium silikat.Sumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed
+7

Referensi

Dokumen terkait