• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8

Teori yang dikaji dalam penelitian ini pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, model Problem Based Learning dan hasil belajar dimana tiap- tiap teori akan dikaji secara lebih terperinci di dalam pembahasan sebagai berikut. 2.1.1 Hakikat Matematika

Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Gatot, 2009 : 126).

Menurut Soedjadi (2013 : 1) matematika yaitu objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut Ruseffendi (2013 : 1) matematika adalah simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.

(2)

menggunakan gambar, dan tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan cara bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat dengan lambing-lambang atau simbol yang memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan. Untuk itu hendaknya guru menyajikan materi pelajaran dengan menghadapkan siswa pada benda-benda yang konkret atau situasi nyata karena dengan memberikan benda-benda yang konkret, sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami materi, konsep yang disampaikan oleh guru.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Menurut Winkel (2010 : 12) pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian – kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.

Menurut Gagne (2010:12) pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Menurut Miarso (2013:12) pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja dengan tujuan yang telah ditetapkan dahulu sebelum proses dilaksanakan serta pelaksanaanya terkendali.

Menurut Bruner (Russefendi 2013:4) dalam metode penemuanya mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukanya.

(3)

2.2 Hasil Belajar

2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana (2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita.

Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne (Agus Suprijono, 2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan. Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan siswa yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perubahan perilaku yang relatif menetap.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:17) hasil belajar merupakan “hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru”. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran..

(4)

angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan Rasyid (2008:9) yang berpendapat bahwa jika ditinjau dari segi proses pengukuranya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah meningkatnya kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2011:39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.

Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor eksternal diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

(5)

lingkungan sosial berupa lingkungan sekolah, masyarakat, keluargga, dan faktor lingkungan non sosial berupa lingkungan alamiah dan faktor instrumental atau perangkat belajar. Bloom (Sudjana, 2011:40) menyatakan bahwa ada 3 variabel utama dalam teori belajar disekolah, yakni karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualaitas pengajaran

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif.

2.3 Model Pembelajaran

Menurut Joyce & Weil (1982) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. model pembelajaran dikemukakan oleh Zainsyah, A.E., dkk (1984) yaitu suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.

Menurut Aronson (1978) Model pembelajaran adalah seperangkat lengkap komponen strategi, yang merupakan metode lengkap dengan semua bagiannya yang dijelaskan secara rinci. Menurut Slavin (1995) model pembelajaran adalah seperangkat lengkap komponen strategi yang dapat memberikan hasil lebih baik di bawah kondisi tertentu.

(6)

2.4 Model Problem Based Learning

Problem Based Learning merupakan suatu reformasi kurikulum yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan baik pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotrotik. Problem Based Learning pertama kali dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Case Western Reserve pada akhir tahun 1950-an, selanjutnya Problem Based Learning dikembangkan oleh Prof. Howard Barrows dalam pembelajaran ilmu medis di Fakultas Kedokteran McMaster University Canada pada tahun 1968 (Taufiq, 2009:12). Problem Based

Learning ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan model pemecahan masalah.

Ada beberapa definisi dan interpretasi Problem Based Learning yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Dutch 1995 (Taufiq, 2009:21), “Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar” bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata”. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Menurut Boud dan Felleti (Ngalimun 2014:89) menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pembelajar (siswa atau mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Arends (Trianto,

2012:92) mengatakan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa mengajarkan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan ketrampilan berfikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.

(7)

yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan”. Margetson (Rusman, 2013:230) mengatakan bahwa “Problem Based Learning membantu meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Problem Based Learning memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan ketrampilan interpersonal dengan baik”.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir kritis serta analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok. Problem Based Learning dirancang dengan menampilkan masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor pengetahuannya agar dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

Tan (Rusman, 2013:232) berpendapat bahwa Problem Based Learning memiliki kharakteristik sebagai berikut: a) permasalahan menjadi starting point dalam belajar, b) permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstuktur, c) permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective), d) permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar, e) sangat mengutamakan belajar mandiri (self-direct learning), f) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, g) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yaitu pembelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.

(8)

a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai dengan pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut,

b) fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran,

c) penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

d) menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa laporan, model fisik, dan video. Karya nyata tersebut kemudian didemosntrasikan kepada siswa yang lain.

e) Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok.

(9)

Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem Based Learning yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat

pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.

Problem Based Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Arends (Trianto, 2011:94-96) Problem Based Learning memiliki tujuan untuk membantu siswa dalam beberapa hal berikut ini: (1) mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, (2) pemodelan peranan orang dewasa, artinya pembelajaran berdasarkan masalah dapat mendorong terjadinya pengamatan dan dialog antara siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau narasumber (ilmuwan, guru, dokter, dan sebagainya), (3) pembelajar yang otonom dan mandiri.

Agar Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam pelaksanaan kegiatan model Problem Based Learning diperlukan upaya perencanaan yang benar-benar matang. Menurut Sugiyanto (2010:156-159) dalam merancang Problem Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu:

a. Memutuskan sasaran dan tujuan

Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai

tujuan-tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri.

b. Merancang situasi bermasalah yang tepat

(10)

manfaat dari usaha kelompok.

c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistik

Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan

dan alat. Sebagian beralokasi diruang kelas, sebagian lainnya di perpustakaan atau laboratorium komputer dan sebagian diluar sekolah. Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning dapat dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Adapun beberapa tahapan pembelajaran Problem Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut Solso (Wena, 2011:56) tahapan Problem Based Learning adalah : (1) identifikasi permasalahan, (2) representasi atau penyajian permasalahan, (3) perencanaan pemecahan masalah, (4) menerapkan atau mengimplementasikan perencanaan pemecahan masalah, (5) menilai perencanaan pemecahan masalah, (6) menilai hasil pemecahan masalah. Menurut Hosnan (2014: 301) penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situsai masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun tahapanya sebagai berikut: (1)orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

(11)

Tabel 2.1

Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning

No Fase Perilaku Guru

1. Orientasi permasalahan kepada siswa

Guru membahas tentang tujuan pembelajaran, menyampaikan masalah, dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

2. Mengorganisasikan siswa untuk mandiri

Guru membentuk kelompok terdiri dari 4-6 anggota), membantu mengidentifikasi masalah dan mengorganisasi tugas siswa terkait dengan permasalahannya

3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru memotivasi tiap kelompok untuk mengumpulkan data, menyusun hipotesis, melakukan penyelidikan, menyimpulkan pemecahan masalah dan uji hasil dari pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil

Guru membantu merencanakan dan menyiapkan hasil investigasi yang telah dilakukan seperti laporan, rekaman, video atau sebuah model (alat peraga).

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan kehidupan siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat inquiri siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem solving. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning antara lain: (1) persiapan pembelajaran (alat, masalah, konsep) yang kompleks, dan (2) konsumsi waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Menurut Smith (Amir, 2010: 27) terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh pembelajar apabila menerapkan Problem Based Learning diantaranya yaitu: (1) menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya terhadap materi ajar yang sedang dipelajari, (2) meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, (3) mendorong untuk berfikir kritis dan kreatif, (4) membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, (5) membangun kecakapan belajar (life-long learning skills), (6) memotivasi pembelajar

(12)

memahami isi pelajaran, 2) dapat menantang kemapuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) meningkatkan aktifitas siswa, 4) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, dan 6) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemapuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning antara lain: 1) siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan enggan untuk mencoba, 2) keberhasilan pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, dan 3) tanpa pemahaman mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Solusi kelemahan Problem Based Learning sebagai berikut : 1) mengaitkan masalah yang sesuai dengan materi, 2) persiapan harus jauh-jauh hari dan dipikirkan secara matang, 3) memberi penjelasan terlebih dahulu sebelum mengerjakan, 4) memberi bimbingan pada saat penyelidikan.

2.4.1 Karakteristik Problem Based Learning

Dalam buku Learning to Teach, Arends (2004) mengidentifikasi 5 karakteristik Problem Based Learning yakni : (1) pengajuan masalah, (2) keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, (3) menyelidiki masalah autentik, dan (4) memamerkan hasil karya, (5) kolaborasi. Berikut uraian keempat karakteristik tersebut :

1. Pengajuan Masalah

(13)

2. Keterkaitan Dengan Disiplin Ilmu Lain

Walaupun Problem Based Learning ditunjukan pada suatu bidang ilmu tertentu, tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki dari berbagai ilmu.

3. Menyelidiki Masalah Autentik

Dalam Problem Based Learning diperlukan untuk menyelidiki masalah autentik dan mencari solusi nyata atas masalah tersebut. 4. Memamerkan Hasil Kerja

Model ini membelajarkan peserta didik untuk menyusun dan memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuanya. Setelah peserta didik selesai mengerjakan lembar kerja, salah satu tim menyajikan hasil kerjanya di depan kelas dan peserta didik dari tim lain memberikan tanggapan, kritik terhadap pemecahan masalah yang disajikan oleh temannya.

5. Kolaborasi

Model ini dicirikan dengan kerja sama antar siswa dalam satu tim. Kerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan meningkatkan temuan dan dialog pengembangan ketrampilan berpikir dan ketrampilan sosial.

2.4.2 Peran Guru Dalam Problem Based Learning

Dalam setiap pembelajaran di kelas, guru perlu menerapkan suatu model agar pelaksanaan pembelajaran menjadi terarah, berjalan lancar dan diperoleh hasil yang optimal. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas.

(14)

memilih Problem Based Learning agar pembelajaran lebih menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.

2.5 Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam mengajar dimana siswa sebagai menerima informasi pengetahuan dari guru. Dalam cara-cara belajar konvensional pendidik sering menerangkan, memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah untuk menyelesaikan soal. (Sabri 2007: 52). Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran konvensional (Sabri2007: 53), sebagai berikut :

a. Kelebihan model pembalajaran konvensional

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. 2. Menyampaikan informasi dengan cepat.

3. Membangkitkan minat akan informasi.

4. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. 5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

b. Kelemahan pembelajaran konvensional

1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.

2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.

3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. 4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.

2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan

(15)

signifikasi 0,038< 0,05 dan perbedaan rata-rata antara kelas control 70,92 dan rata-rata kelas eksperimen 80,15.

Ade (2012) dengan judul “ Efektivitas penggunaan model Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika pada sisw kelas V Desa Depok”

menyatakan hasil post test pada kelompok eksperimen dan kelompok control menunjukkan 0,003 karena signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan di efektivitas antara pembelajaran matematika yang diaksanakan dengan menggunakan model Problem Based Learning.

2.7 Kerangka Berpikir

Proses belajar mengajar memegang peranan penting dalam pencapaian hasil belajar yang baik. Kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil apabila dapat menghasilkan kegiatan belajar yang lebih baik pada siswa. Dalam kegiatan pembelajaran guru dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran. Siswa dibantu guru untuk terlibat dalam mengembangkan pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Bedasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui pengaruh hasil belajar siswa antara penggunaan model konvensional dan model Problem Based Learning pada mata pelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga. Keberhasilan dari proses belajar dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya model pembelajaran. Penggunaan model mengajar yang tepat dapat memberikan pengaruh ysng besar terhadap keberhasilan guru dalam mengajar.

(16)

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: ada perbedaan model Problem Based Learning yang signifikan terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II tahun ajaran 2014/2015.

Kondisi Awal

Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen

Hasil Belajar

Model Problem Based Learning

Gambar

Tahap Pelaksanaan Tabel  2.1 Problem Based Learning
Gambar  2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ella dkk (2015) menyatakan bahwa semakin banyaknya fasilitas layanan kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit perlu dilakukannya

Pembelajaran matematika yang diharapkan dalam praktek pembelajaran di kelas adalah (1) pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa, (2) siswa diberi kebebasan berpikir

Hubungan tingkat pengetahuan responden tentang dismenorea dengan upaya penanganan terhadap dismenorea sesuai dengan hasil analisis memperlihatkan bahwa sebagian besar

Berdasarkan hasil analisis ragam pada taraf nyata 5% yang disajikan pada Tabel 1 menunjukan bahwa penambahan PEG 6000 kedalam medium MS dengan berbagai konsentrasi berpengaruh

Utang jangka panjnag tidak dicatat ketika akan jatuh tempo saat ini sebagai kewajiban lancar apabila akan ditarik atau dilunasi dengan aktiva yang terakumulasi untuk

Untuk mengetahui hubungan peran orangtua dengan persepsi tentang kesehatan reproduksi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Wonosobo tahun 2012, maka dilakukan

Dari hasil anlaisis tanah pada akhir percobaan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah (asam humik dan asam fulvik) masih tinggi, untuk itu disarankan untuk

Bahasan: Reformasi ketatanegaraan yang dilakukan oleh pemerintah pada lembaga tertinggi negara bertujuan menegakkan kembali demokrasi yang bertumpu pada rakyat, yaitu rakyat tidak