• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengetahuan dokter gigi tentang penerapan standard precaution di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan pada tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengetahuan dokter gigi tentang penerapan standard precaution di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan pada tahun 2016"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap tenaga kesehatan seperti dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung dengan mikrooganisme yang terdapat dalam saliva dan darah penderita. Penyebaran infeksi dapat terjadi secara inhalasi (udara) yaitu melalui pernafasan atau melalui transmisi mikrooganisme dari darah dan berbagai bahan-bahan lain yang sudah mengandung infeksi. Seorang dokter gigi harus dapat mengurangi risiko tertularnya penyakit pada lingkungan yaitu dari dokter gigi kepasien, dari pasien ke pasien, terutama penularan dari penyakit infeksi. Bahan atau peralatan yang dipakai oleh dokter gigi kemungkinan dapat terinfeksi dari tubuh yang sudah terkontaminasi dengan zat lain, permukaan lingkungan atau ruangan, udara atau air.1,2

Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung misalnya antara manusia dengan manusia kontak tidak langsung seperti inhalasi langsung maupun tidak langsung, infeksi melalui alat yang pakai untuk perawatan (autoinokulasi) serta infeksi melalui makanan (ingesti).1 Penanganan dalam pencegahan penyakit infeksi pada kedokteran gigi secara umum sangat diperlukan untuk mengurangi risiko tertularnya penyakit pada daerah lingkungan gigi dan mulut yaitu dari dokter gigi ke pasien dan dari pasien ke pasien.3

(2)

Dalam hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh American Dental

Assosiation (ADA) menunjukkan bahwa penularan penyakit hepatitis B terhadap

tenaga kesehatan khususnya dokter gigi yang tidak melakukan imunisasi mempunyai risiko enam kali lebih besar dari populasi umum di Amerika Serikat yaitu sebanyak 76%, sedangkan penularan HIV lewat transfusi darah yang tercemar risikonya sangat tinggi sampai 90% dan ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus di dunia.2,4,5,6

Dokter gigi mempunyai risiko yang sangat tinggi untuk tertular penyakit ketika melakukan perawatan. Sumber infeksi pada praktek dokter gigi meliputi tangan, saliva, darah, sekresi hidung dan sekresi paru. Selain melalui peralatan atau permukaan yang terkontaminasi beberapa mikroorganisme juga dapat ditularkan melalui udara, air, debu, percikan atau tetesan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dari rongga mulut atau luka terbuka dapat juga menjadi kontaminasi pada pemukaan dan alat yang di pakai.6,7,9Hal ini menyebabkan di Indonesia di RSU pendidikan mengalami infeksi silang yang cukup tinggi sebanyak 6-16%, dengan rata-rata 9,8%. Terdapat risiko yang sangat tinggi bagi dokter gigi untuk terkena infeksi silang dalam melakukan tindakan pencabutan gigi, karena dapat berkontak langsung dengan darah, saliva dan alat-alat terkontaminasi. Berdasarkan riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia banyak melakukan pelayanan pencabutan gigi sebesar 79,6%.10

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Center for Diesease Control and

Prevention (CDC), prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi yang umum

digunakan dengan menerapkan standard precautions. Standard precautions

dirancang untuk melindungi petugas kesehatan gigi dan pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan cairan tubuh lain serta mengurangi risiko infeksi penyakit menular. Standard precautions wajib dilakukan sebelum dan setelah melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, eksreksi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan membran mukosa.

Standard precautions dibidang ilmu kedokteran gigi meliputi enam langkah penting

(3)

permukaan dengan bahan kimia, penggunaan alat sekali pakai dan pengelolaan limbah medis.9,11,12,15

Ruangan praktek dokter gigi yang dapat dilihat seperti dental unit, wastafel, dinding, lantai, pembuangan limbah medis dan permukaan lainnya. Menurut ADA ruangan praktek dokter gigi dipisahkan antara area untuk sterilisasi dan area kerja. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh J Bagg dkk pada tahun 2007, hasil penelitian yang dilakukan adalah dokter gigi yang memiliki ruang khusus untuk sterilisasi sebanyak 54% dan dokter gigi yang tidak mempunyai ruangan khusus sebanyak 42%.13 Tujuan dalam melakukan pengendalian infeksi pada ruangan adalah untuk melindungi pasien dan petugas kesehatan gigi dari berbagai penyakit menular yang mungkin ditemukan dipraktek dokter gigi. Dokter gigi biasanya tidak dapat mengetahui status kesehatan umum pasiennya secara pasti, sehingga setiap pasien harus selalu dianggap sebagai pembawa penyakit. Hal tersebut bertujuan agar dokter gigi selalu waspada untuk melindungi diri sendiri dan pasien dari infeksi penyakit.7,14

Penelitian yang dilakukan oleh iwan dewanto dkk pada tahun 2012 tentang gambaran pelaksanaan kontrol infeksi pada praktik dokter gigi di kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian pengetahuan dokter gigi tentang penggunaan autoklaf sebanyak 83,33% dan sedangkan secara observasi dokter gigi yang menggunakan autoklaf sebanyak 53,33%. Penelitian lain juga dilakukan di Turki tentang pengetahuan dan sikap prosedur kontrol infeksi, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan doketr gigi di Turki relatif lemah tentang prosedur pencegahan penyakit menular.10

Penelitian yang dilakukan oleh Viska YP pada tahun 2012 tentang pengetahuan, sikap dan tindakan dokter gigi terhadap standard precaution di praktek dokter gigi di kota Medan didapat hasil pengetahuan dokter gigi kategori baik 56,67%, sikap dokter gigi baik 92% dan tindakan dokter gigi termasuk kategori baik 78,67%. Dari hasil ini terlihat bahwa dokter gigi yang berpraktek di praktek pribadi mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik terhadap standard precaution

(4)

status penyakitnya diperlukan dengan cara pencegahan terjadinya penularan dengan mengikuti prosedur standard precaution yang dianjurkan di praktek pribadi.14

Penelitian lain yang dapat mendukung dilakukan oleh Gema NY tahun 2013 tentang hubungan faktor pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, peraturan dan pengawasan dirumah sakit dan perilaku dokter gigi dalam standard precaution

dirumah sakit kota Medan, menunjukkan bahwa persentase pengetahuan dokter gigi yang kurang sebanyak 30-60% adalah dalam hal perilaku dokter gigi dalam hal penanganan limbah medis khusus dan definisi standard precautions, sedangkan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precautions di rumah sakit sudah baik yaitu 80-100%, dalam hal menggunakan autoklaf untuk sterilisasi. Perilaku dokter gigi cukup baik yaitu 60-78% dalam hal memisahkan dan membuang sampah medis dan non medis. 8

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan, ketersediaan sarana dan tindakan dokter gigi dalam penerapan standard precaution pada ruangan praktek dokter gigi khususnya di Kota Medan meliputi sterilisasi yang baik, asepsis dan desinfeksi di permukaan dental unit serta pengelolaan atau cara pembuangan limbah medis.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat pengetahuan dokter gigi dalam penerapan standard precaution di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan.

2. Bagaimana tindakan dokter gigi dalam penerapan standard precaution

di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan.

3. Bagaimana ketersediaan sarana dokter gigi dalam penerapan standard precaution di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan.

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengetahuan dokter gigi dalam penerapan standard

(5)

2. Untuk mengetahui ketersediaan sarana dokter gigi dalam penerapan

standard precaution di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui tindakan dokter gigi dalam penerapan standard precaution sebelum dan setelah perawatan gigi di ruangan praktek dokter gigi di Kota Medan.

1.4Manfaat Penelitian

1. Bagi dokter gigi untuk meningkatkan tindakan pencegahan penyakit menular, menurunkan angka penularan dan memperbaiki tindakan setelah perawatan gigi dengan penerapan standard precaution di praktek dokter gigi.

2. Bagi peneliti dapat mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian dalam prosedur penerapan standard precaution.

3. Bagi responden penelitian ini dapat memberikan informasi dalam meningkatkan dan memperbaiki penerapan standard precaution di praktek dokter gigi serta sebagai pembelajaran dalam tindakan terhadap kontrol infeksi.

Referensi

Dokumen terkait

lGpuujsan Pre.iden Republik Indoneda Nomor 93 Tahun 1999, tenbng Perubahan IKIP Yogyakarta mmjadi Unh€nibs Negeri Yogyakarta.. KeRftEan Presiden Republlk lrdones,la

Performance Implications of Role Stressors by the Indirect Influence of Positive Affect: A Study of New Business Managers : POSITIVE. PERFORMANCE IMPLICATIONS OF ROLE

Dengan demikian untuk mengetahui lebih akurat tentang faktor- faktor hal yang mempengaruhi mutu pelayanan dan kepuasan pasien BPJS Mandiri di Puskesmas Simalingkar maka

"The Impact of Personal Psychology and Behavior Factors on the Innovation Assimilation. of Secure System Development", American Journal of Industrial

Dari hasil penelitian, maka diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat meningkatkan dimensi mutu pelayanan diantaranya yaitu menerapkan kedisiplinan kepada

[r]

Hasil yang diperoleh berupa pengumpulan data pada perangkat lunak, perhitungan komputasi numerik pada metric dan perhitungan komputasi numeric dengan indicator kualitas ISO

JASA MARGA (Persero) Tbk, CABANG BELMERA” ini dengan baik, guna memenuhi salah satu syarat untuk menempuh Diploma Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis.. Universitas