• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Luar 2.1.1. Pengertian Ruang dan Ruang Luar - Studi Hubungan Desain Front Yard dan Aktivitas (Studi Kasus: Front Yard Fakultas di Universitas Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Luar 2.1.1. Pengertian Ruang dan Ruang Luar - Studi Hubungan Desain Front Yard dan Aktivitas (Studi Kasus: Front Yard Fakultas di Universitas Sumatera Utara)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Luar

2.1.1. Pengertian Ruang dan Ruang Luar

Ruang mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Ruang tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara psikologis, emosional

(persepsi), maupun dimensional (Hakim,1987).

Pengertian “ruang“ (space) sangatlah luas dan beragam. Ruang atau space

dan berdasarkan terminologinya berasal dari istilah latin yaitu spatium. Sedangkan

dari istilah space itu sendiri berarti suatu bentuk tiga demensi, permukaan luas

yang menerus memanjang ke segala arah dan berisikan segala sesuatu: dengan

berbagai cara dipikirkan sebagai sesuatu yang tak terbatasi. Atau juga dapat

berarti berjarak, bidang yang luas, atau area di antara, di atas atau didalamnya

(Webster’s New World College Dictionary. NY: Macmillan. 1996:1284).

Sedangkan dalam Undang-undang RI no. 4 tahun 1992 tentang penatan

ruang, dikatakan bahwa konsep mengenai ruang didefinisikan sebagai: wujud fisik

lingkungan yang mempunyai dimensi geometris dan geografis terdiri dari ruang

daratan, lautan, dan udara, serta Sumber: daya yang ada didalamnya.

Secara visual (Ching, Francis D.K. Architecture: Form, Space and Order.

Van Nostrand Reinhold Co. 1979) ruang dimulai dari titik kemudian dari titik

tersebut membentuk garis dan dari garis membentuk bidang. Dari bidang ini

kemudian dikembangkan menjadi bentuk ruang. Dengan demikian pengertian

(2)

Imanuel Kant, berpendapat bahwa ruang bukanlah sesuatu yang obyektif

atau nyata, tetapi merupakan sesuatu yang subyektif sebagai hasil pikiran dan

perasaan manusia. Sedangkan Plato berpendapat bahwa ruang adalah suatu

kerangka atau wadah dimana obyek dan kejadian tertentu berada (Hakim, 1987).

Pengertian ruang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur adalah sebagai

suatu area yang secara fisik dibatasi oleh tiga elemen pembatas yaitu lantai,

dinding dan langit-langit. Pengertian tersebut tentunya tidak secara langsung

menjadi pengertian melalui pembatasan yang jelas secara fisik yang berpengaruh

pada pembatasan secara visual. Elemen pembatas tersebut tidak selalu bersifat

nyata dan utuh akan tetapi dapat bersifat partial dan simbolik (Ashihara,1974).

Ruang, pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara sebuah obyek

dan manusia yang melihatnya. Hubungan itu mula-mula ditentukan oleh

penglihatan, tetapi bila ditinjau dari pengertian ruang secara arsitektur, maka

hubungan tersebut dapat dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran dan perabaan.

Sering terjadi bahwa ruang yang sama mempunyai kesan atau suasana yang

berbeda karena dipengaruhi oleh adanya hujan, angin, atau terik matahari. Hal ini

menyatakan bahwa suatu ruang dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya

(Ashihara,1974).

Pada hakekatnya, ruang dibagi menjadi dua bagian yang mendasar, yaitu:

ruang luar dan ruang dalam. Masing-masing dari dua bagian tersebut mempunyai

elemen-elemen pencipta arsitektur yang sama, yaitu: lantai, dinding dan atap.

(3)

sangat jelas, sedangkan ruang luar dapat bersifat meluas atau menyempit

(Ashihara,1974; Ardiansyah).

Yoshinobu Ashihara (1974) dalam buku Dyan Surya Merancang Ruang

Luar (terjemahan) menyatakan ruang luar ialah ruang yang terjadi dengan

membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dari alam dengan memberi frame, atau

batasan tertentu, bukanlah alam itu sendiri yang meluas sampai tak terhingga.

Ruang luar juga berarti sebagai lingkungan luar buatan manusia dengan maksud

tertentu. Pada ruang luar elemen atap dianggap tidak ada, karena mempunyai

batas yang tak terhingga, maka perencanaan dan perancangan ruang luar biasa

disebut dengan arsitektur tanpa atap.

Prabawasari dan Suparman dalam bukunya Tata Ruang Luar 1

menyatakan ruang luar adalah:

 Ruang yang terjadi dengan membatasi alam hanya pada bidang alas dan

dindingnya, sedangkan atapnya dapat dikatakan tidak terbatas.

 Sebagai lingkungan luar buatan manusia, yang mempunyai arti dan

maksud tertentu dan sebagai bagian dari alam.

 Arsitektur tanpa atap, tetapi dibatasi oleh dua bidang: lantai dan dinding

atau ruang yang terjadi dengan menggunakan dua elemen pembatas.

Hal ini menyebabkan bahwa lantai dan dinding menjadi elemen penting

(4)

2.1.2. Ruang dan waktu dan kaitannya dengan landscape design

Menurut Imanuel Kant, ruang bukanlah sesuatu yang obyektif atau nyata,

tetapi merupakan sesuatu yang subyektif sebagai hasil pikiran dan perasaan

manusia. Perasaan persepsi masing-masing individu melalui penglihatan,

penciuman, pendengaran dan penafsirannya (Hakim, 1987).

Menurut Aristoteles dan the Phythagoreans, waktu merupakan realitas

yang terus berlangsung, tidak terganggu dari obyek-obyek lain dan tanpa

hubungan langsung dengan fenomena lain. Waktu secara subyektif sebagai

sesuatu yang tidak punya keadaan terpisah dari pengamat (Hakim, 1987).

Sedangkan menurut Van Doesburg, bentuk dasar Sejarah Arsitektur, yaitu

garis, permukaan, isi, ruang dan waktu kenyataannya tidak mungkin diceraikan

atau dipisahkan begitu saja (Hakim, 1987).

Ruang dalam Landscape Design adalah hasil daripada landscape design

yang berupa tiga dimensi, yang cara mendefinisikannya memberi tingkatan pada

nilai ruang itu sendiri. Ruang secara keseluruhan dapat berupa elemen-elemen

alam dan bentuk tanah dan tanaman (Hakim, 1987).

Sedangkan pengertian landscape design itu sendiri merupakan perluasan

dari site planning, meliputi proses perencanaan tapak, berhubungan dengan

pemilihan dari elemen-elemen perancangan atau design, dimana suatu desain

lansekap ini memungkinkan ruangan dibuat dari kombinasi elemen alam dan

struktur-struktur buatan manusia (Hakim, 1987).

Secara singkat, design atau perancangan adalah suatu cara kerja yang

(5)

menonjolkan suatu hubungan terhadap apapun disekitarnya, baik masa lalu, masa

yang akan dating secara nyata. Hal ini dapat dilihat antara lain mengenai sirkulasi

atau pergerakan, pembentukan permukaan, bentuk dan ruang untuk beberapa

kebutuhan, lokasi serta bentuk bangunan (Hakim, 1987).

2.1.3. Elemen Ruang Luar

Untuk mendapatkan suatu perencanaan yang lengkap, maka umumnya

seorang arsitek haruslah mengingat atau memperhatikan elemen-elemen desain di

dalamnya. Hal ini bertujuan memberikan suatu kesan komposisi yang paling ideal

di dalam suatu perancangan yang diinginkan (Hakim, 1987).

Elemen-elemen perancangan secara visual yang menonjol untuk

mendukung perancangan ruang luar atau desain lansekap dapat dikategorikan

menjadi 4 bagian, yaitu : skala, tekstur, bentuk, dan warna. Sedangkan

elemen-elemen lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam perancangan ruang luar

atau desain lansekap, diantaranya adalah pembatas ruang, sirkulasi, tata hijau

(Hakim, 1987).

2.1.4. Ruang Terbuka

Yoshinobu Ashihara (1974) dalam bukunya menyatakan Ruang luar

merupakan definisi umum, termasuk di dalamnya ruang terbuka. Ruang terbuka

merupakan bagian ruang luar yang mempunyai batas-batas tertentu juga terdapat

fungsi, maksud dan kehendak manusia. Batas-batas itu ditandai oleh frame yang

disebut di atas. Yoshinobu Ashihara (1974) juga menyebutkan bahwa pandangan

kita ke dalam frame menjadi ruang positif. Dan ruang di luar frame tersebut

(6)

Yoshinobu Ashihara (1974) dalam Ardiansyah juga mengartikan ruang

terbuka atau open space sebagai lahan tanpa atau dengan sedikit bangunan atau

dengan jarak bangunan yang saling berjauhan; ruang terbuka ini dapat berupa

pertamanan, tempat olah raga, tempat bermain anak-anak atau playground,

perkuburan dan daerah hijau pada umunya yang biasa disebut dengan ruang

terbuka hijau.

Sedangkan Rustam Hakim (1987) dalam buku Unsur Perancangan dalam

Arsitektur Lansekap menyatakan ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu

wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan

tersebut baik secara individu atau secara berkelompok. Bentuk dari ruang terbuka

ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Batasan pola ruang

umum terbuka adalah:

a. Bentuk dasar daripada ruang terbuka di luar bangunan

b. Dapat digunakan oleh publik

c. Memberi kesempatan untuk macam-macam kegiatan

Contoh ruang terbuka adalah jalan, pedestrian, taman, plaza, lapangan

terbang dan lapangan olah raga.

Dalam buku Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap, Rustam

Hakim (1987) menuliskan 4 jenis ruang terbuka, yaitu:

1. Ruang terbuka dalam lingkungan hidup

Menurut Ian C. Laurit, ruang-ruang terbuka dalam lingkungan hidup, yaitu

(7)

a. Ruang terbuka sebagai Sumber: produksi, antara lain berupa hutan,

perkebunan, pertanian, produksi mineral, peternakan, perairan,

perikanan dan sebagainya.

b. Ruang terbuka sebagai perlindungan terhadap kekayaan alam dan

manusia, misalnya cagar alam berupa hutan, kehidupan laut/air,

daerah budaya dan bersejarah.

c. Ruang terbuka untuk kesehatan, kesejahteraan dan kenyamanan, yaitu

antara lain:

1) Untuk melindungi kualitas air tanah

2) Pengaturan, pembuangan air, sampah dan lain-lain

3) Memperbaiki dan mempertahankan kualitas udara

4) Rekreasi, taman lingkungan, taman kota dan seterusnya.

2. Ruang terbuka ditinjau dari kegiatannya

Dibagi 2 jenis ruang terbuka yaitu:

a. Ruang terbuka aktif adalah ruang terbuka yang mengundang

unsur-unsur kegiatan di dalamnya, antara lain: bermain, olahraga, upacara,

berkomunikasi dan berjalan-jalan. Ruang ini dapat berupa: plaza,

lapangan olah raga, tempat bermain, penghijauan di tepi sungai

sebagai tempat rekreasi dan lain-lain.

b. Ruang terbuka pasif adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak

mengandung kegiatan manusia, antara lain berupa penghijauan atau

taman sebagai Sumber: pengudaraan lingkungan, penghijauan sebagai

(8)

3. Ruang terbuka ditinjau dari bentuknya.

Menurut Rob Meyer, ruang terbuka (urban space) secara garis besar dapat

dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Berbentuk memanjang. Umumnya hanya mempunyai batas-batas pada

sisi-sisinya, misalnya : jalanan, sungai dan lain-lain.

b. Berbentuk mencuat. Yang dimaksud dengan bentuk mencuat adalah

ruang terbuka ini mempunyai batas-batas disekelilingnya, misalnya:

lapangan, bundaran dan lain-lain.

4. Ruang terbuka ditinjau dari sifatnya

Berdasarkan sifatnya ada 2 jenis ruang terbuka, yaitu:

a. Ruang terbuka lingkungan adalah ruang terbuka yang terdapat pada

suatu lingkungan dan sifatnya umum. Adapun tata penyusunan

ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang-ruang-ruang tertutupnya akan mempengaruhi

keserasian lingkungan.

b. Ruang terbuka bangunan adalah ruang terbuka oleh dinding bangunan

dan lantai halaman bangunan. Ruang terbuka ini bersifat umum atau

pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.

Alun-alun kota abad pertengahan, atau piazza, sering merupakan jantung

dari sebuah kota, ini adalah tempat tinggal luar dan tempat bertemu; sebuah lahan

untuk berjualan, perayaan, dan eksekusi; dan tempat dimana seseorang

mendengarkan berita, membeli makanan, mengumpulkan air, membicarakan

(9)

pertengahan diragukan dapat berfungsi tanpa piazza atau alun-alun kotanya.

Namun saat ini, alun-alun kota abad pertengahan atau piazza Itali tidak lagi dapat

menyediakan model dari fungsi untuk ditiru, meskipun mungkin menawarkan

pelajaran penting dalam bentuk, rasio tinggi dan lebar, sense of enclosure, dan

perabotan untuk meningkatkan penggunaan (Marcus dan Francis, 1998).

Di Amerika Utara, beberapa peneliti telah berargumentasi bahwa

privatisasi kehidupan kontemporer telah membuat ruang publik tidak lagi

berfungsi. (Chidister, 1988). Yang tersisa dari ruang terbuka perkotaan adalah

ruang terbuka yang terpisah dan tidak terhubung dan digunakan umumnya oleh

satu segmen populasi (pegawai kantor), dan hanya saat hari kerja selama jam

makan (Marcus dan Francis, 1998).

Kebanyakan orang tidak lagi pergi ke pasar terbuka untuk membeli

makanan, ke pompa air umum, atau ke ruang publik untuk mendengarkan berita.

Mereka bersosialisasi didalam rumah mereka, dimana semua hal dari air dan

listrik untuk berita-berita, surat, dan iklan telah tersedia didalam (Marcus dan

Francis, 1998).

Seperti kebanyakan aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan didalam

rumah (bekerja, belajar, pernikahan, kelahiran dan ritual kematian) telah

dipindahkan ke tempat dengan fungsi spesial, begitu juga dengan

aktivitas-aktivitas publik dari piazza utama (jual-beli, pertunjukan-pertunjukan, olahraga,

dan pertemuan) juga telah dipindahkan ke tempat dengan fungsi spesial (pusat

perbelanjaan, stadium, hotel dan pusat konferensi, taman perumahan, dan

(10)

Pentingnya lingkungan pejalan kaki seperti di kota jauh lebih besar dari

sekedar estetikanya, atau bahkan kesempatan untuk menghabiskan waktu di luar

rumah. Menurut psikoterapis Joanna Poppink, menghabiskan waktu di sebuah

kafe outdoor atau belanja di jalan yang ramai lebih dari sekedar pengalih

perhatian yang menyenangkan, itu adalah elemen penting dari kehidupan

perkotaan yang sehat. Dia percaya bahwa banyak ketakutan dan ketidakpercayaan

yang dialami oleh orang perkotaan secara langsung berhubungan dengan

kurangnya ruang terbuka publik di mana kelompok-kelompok yang berbeda dapat

berinteraksi. “Jika kita tidak dapat meninggalkan rumah, kita mengisi diri kita

dengan fantasi-fantasi yang diciptakan oleh televisi dan ketakutan diri kita

sendiri.” Sebaliknya, ketika kita “keluar kedunia, kita dapat melihat orang-orang

seperti mereka benar-benar terdiri dari umur yang berbeda, ras yang berbeda,

hubungan yang berbeda yang bisa kita observasi secara langsung” (Morgan 1996,

59; Marcus dan Francis, 1998).

Seperti zaman dulu, taman publik digunakan sebagai ruang yang bebas

ditinggali oleh mereka yang tidak mempunyai rumah atau mereka yang tinggal

sendiri dalam keadaan penghematan. Beberapa taman yang terletak di tempat

yang kurang menonjol sekarang menawarkan pelayanan kepada tuna wisma yang

sebelumnya mungkin telah disukai di taman publik. Walaupun untuk beberapa

orang, taman masih merupakan sebuah tempat untuk olahraga, rekreasi, bermain,

dan perenungan, untuk yang lain itu telah menjadi tempat pertemuan penting dan

tempat sosial; untuk yang lapar dan miskin, taman merupakan tempat untuk

(11)

Walaupun tingkat penggunaan ruang terbuka kota sebagai tempat aktivitas

sosial dan ekonomi lebih dibatasi daripada saat abad pertengahan, tetapi tingkat

penggunaannya dianggap lebih besar saat ini daripada saat tahun 1950. Pada saat

yang sama, muncul bentuk baru dari ruang terbuka, disponsori baik oleh sektor

publik ataupun sektor swasta. Inilah yang mungkin dapat kita katakan sebagai

ruang komunal atau ruang yang digunakan oleh kelompok tertentu yang

menggunakan sebuah bangunan dengan fungsi tertentu: sebagai contoh, ruang

terbuka untuk berjalan, duduk dan bermain di sekitar perumahan untuk orang tua;

halaman dan taman yang digunakan oleh pengunjung rumah sakit, pasien dan

pegawai; area untuk permainan outdoor, belajar dan berlatih di pusat penitipan

anak; dan ruang-ruang diantara bangunan yang digunakan untuk berelaksasi,

bersosialisasi, dan belajar di kampus (Marcus dan Francis, 1998).

Berikut adalah 7 jenis ruang terbuka perkotaan (Marcus dan Francis,

1998):

1. Neighborhood park

Didominasi oleh elemen lansekap lunak berupa rumput, pohon dan area

tanaman, biasanya terletak di sebuah perumahan dan detail dan diberikan

perabotan untuk beberapa jenis aktivitas (olahraga, bermain, berjalan) dan

aktivitas pasif (duduk, berjemur, beristirahat).

2. Minipark

Taman kecil dengan ukuran satu hingga tiga rumah, secara prinsip

digunakan oleh pejalan kaki lokal. Digunakan terutama oleh anak-anak dan

(12)

3. Urban plaza

Dominan berupa ruang terbuka dengan permukaan keras di daerah

perkotaan, umumnya didirikan sebagai bagian dari bangunan tinggi yang baru.

Plaza sejenis ini biasanya bersifat privat tetapi umumnya dapat diakses oleh

publik.

4. Campus outdoor space

Elemen keras dan lunak dari lansekap kampus yang bisa digunakan untuk

berjalan atau untuk belajar, relaksasi dan pertemuan sosial.

5. Elderly housing outdoor space

Ruang terbuka untuk berjalan, duduk, melihat-lihat, berkebun, dan

sejenisnya, terhubung dengan – dan untuk penggunaan ekslusif dari – perumahan untuk orang tua.

6. Child care open space

Area bermain luar dari pusat penitipan anak, biasanya termasuk

didalamnya area dengan permukaan keras dan lunak dan beberapa perlengkapan

bermain yang tetap dan dapat dipindahkan. Fokus utamanya adalah sekolah anak

usia dini (tiga hingga lima tahun).

7. Hospital outdoor space

Sebuah halaman, kebun, atau taman yang merupakan bagian dari rumah

sakit. Ruang sejenis ini biasanya disediakan untuk digunakan oleh pasien,

pengunjung, staff, dan masyarakat umum. Mereka mempunyai fungsi terapis dan

sosial. Mereka dapat didominasi oleh permukaan keras atau lunak atau kombinasi,

(13)

Tidak ada satupun dari ruang tersebut secara teknis merupakan ruang

publik, namun ruang tersebut berkontribusi untuk sebuah perasaan dari kehidupan

publik, memungkinkan pertemuan dengan orang lain, pemandangan, dan

berkomunikasi dengan orang-orang yang bukan berasal dari keluarga mereka

sendiri. Ruang publik pada dasarnya harus bersifat responsif – adalah dirancang dan dikelola untuk melayani kebutuhan dari penggunanya; demokratis – dapat diakses oleh semua kelompok dan menyediakan kebebasan dalam berkegiatan;

dan bermakna – memungkinkan orang untuk membuat koneksi yang kuat antara tempat, kehidupan pribadinya, dan dunia yang lebih besar (Carr et al. 1992, 19-20;

Marcus dan Francis, 1998).

Berdasarkan hal yang disebutkan diatas, Marcus dan Francis (1998) dalam

bukunya People Places mengasumsikan:

1. Kehidupan publik berkembang di kota industri kontemporer

2. Ukuran penting dari keberhasilan ruang terbuka publik adalah penggunaannya

3. Penggunaan dan popularitas dari sebuah ruang paling besar tergantung pada

lokasi dan detail dari perancangannya.

4. Kita harus bisa mengkomunikasikan pada pengguna apa yang saat ini diketahui

tentang hubungan antara desain, lokasi dan penggunaan.

Sedangkan untuk kriteria ruang terbuka oleh Marcus dan Francis (1998),

antara lain:

1. Berlokasi ditempat yang mudah diakses dan bisa terlihat oleh pengguna.

2. Menyampaikan secara jelas pesan bahwa tempat tersebut dapat digunakan

(14)

3. Cantik dan menarik baik bagian dalam maupun luarnya.

4. Memiliki perabot untuk mendukung aktivitas yang paling banyak disukai dan

diinginkan.

5. Menciptakan perasaan aman kepada calon pengguna.

6. Menciptakan kelegaan dari stress dan meningkatkan kesehatan mental dan

jasmani dari penggunanya.

7. Disesuaikan dengan kebutuhan dari kelompok pengguna yang paling

mungkin untuk menggunakan ruang.

8. Mendorong penggunaan oleh subkelompok yang berbeda dari populasi

pengguna, tanpa kegiatan salah satu kelompok mengganggu yang lain.

9. Menciptakan lingkungan yang secara psikologis nyaman pada saat

penggunaan, dalam hal matahari dan bayangan, angin dan sejenisnya.

10. Dapat diakses oleh anak-anak dan orang berkebutuhan khusus.

11. Menggabungkan komponen yang dapat dimanipulasi atau diubah oleh

pengguna.

12. Mudah dan ekonomis dipelihara dalam batas-batas apa yang biasanya

diharapkan dari jenis tertentu ruang.

2.2. Campus Outdoor Space (Ruang Terbuka Kampus)

Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis

(1998), bagaimanapun model yang dipilih dan bagaimana pun tapak, lokasi, atau

daerah, sebuah rencana kampus akan hampir selalu berupa beberapa susunan dari

bangunan-bangunan dengan ruang-ruang yang terbentuk di antaranya.

(15)

ruang-ruang terbuka ini – fungsinya sebagai sirkulasi, tempat belajar, relaksasi, dan fungsi estetika – perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar daripada yang saat ini diterima. Observasi pada banyak kampus mengindikasikan bahwa banyak

kegiatan relaksasi, pertemuan-pertemuan, hiburan, dan kegiatan belajar disela-sela

waktu menunggu kelas dilakukan di ruang terbuka, ketika cuaca mendukung.

Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998) juga

berpendapat bahwa hampir semua kampus mempunyai sejenis plaza atau tempat

berkumpul. Seperti semua kampung tradisional atau kota kecil mempunyai ruang

hijau publiknya atau alun-alun, begitu juga setiap komunitas kampus tampaknya

memerlukan sebuah tempat di mana mereka dapat bertemu dengan

teman-temanya dan orang-orang datang untuk melihat orang lain atau hanya untuk

berelaksasi sambil menunggu kelas. Bentuk ruang terbuka ini bervariasi, dari

ruang terbuka yang terdiri dari sejumlah besar rumput dan pohon-pohon seperti di

Universitas Illinois, sampai ke Plaza Smith di Universitas New Mexico yang

terdiri dari batu-bata.

Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)

berpendapat bahwa kebutuhan yang dianggap paling penting oleh sebagian besar

pengguna ruang terbuka kampus adalah kealamian, pepohonan, dan tanaman

hijau; kedamaian dan ketenangan; tempat yang teduh dan mendapatkan sinar

matahari; orang-orang dan orang-orang yang dapat ditonton; dekat dengan air

(16)

2.2.1. Karakteristik Ruang Sosial di Kampus

Menurut C.M. Deasy (1985), pelajar pada semua tingkat pendidikan

mempunyai tendensi untuk memisahkan dirinya dalam satu kelompok, dan

mengidentifikasikan dengan tempat-tempat yang spesifik. Hal ini tidak

memerlukan identifikasi wilayah, tapi merupakan suatu tempat yang tepat/sesuai

untuk menemukan teman-teman mereka. Tempat tersebut merupakan pusat sosial

mahasiswa, baik disedikan tempat-tempat khusus ataupun tidak. Pusat-pusat sosial

tidaklah memerlukan suatu tempat berbentuk ruang besar. Pusat sosial lebih

merupakan atau menyerupai suatu area pada hall tangga, pohon-pohon di halaman

rumput atau pada anak tangga di pintu masuk.

Karakteristik umum dari ruang sosial di kampus adalah (C.M.Deasy, 1985;

Wijayanti, 2000) :

1. Berbatasan/berdekatan dengan rute sirkulasi utama kampus. Memindahkan

ruang sosial ke tempat-tempat yang jauh umunya tidak akan berhasil, kecuali

jika dipaksakan atraksi tambahan untuk menarik mahasiswa menjauh dari rute

normal mereka.

2. Sebagian besar lebih berhasil pada perempatan jalan, pada tempat-tempat

tujuan utama atau bersama dengan pelayanan makanan.

3. Menyediakan beberapa fasilitas tempat duduk.

4. Menyediakan beberapa fasilitas untuk berteduh.

2.2.2. Konsep Ruang Terbuka Kampus

Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)

(17)

dan karyawan memiliki pekerjaan atau home base di sekitar sirkulasi kegiatan

kampus sehari-harinya. Untuk mahasiswa, home base biasanya merupakan

departemen utama mahasiswa tersebut. Setiap bangunan dapat dilihat sebagai

sebuah rumah, dan tempat lansekap yang berdekatan sebagai "beranda depan" dan

"halaman depan dan belakang".

1. Front Porch (Beranda Depan)

Beranda depan sebuah rumah menawarkan sebuah transisi fisik dan

psikologi yang penting dari kehidupan publik komunitas ke kehidupan yang

lebih privat dari sebuah kelompok sosial yang lebih kecil. Beranda depan dari

sebuah bangunan kampus juga dapat menawarkan transisi semacam itu, dari

kampus sebagai sebuah kesatuan yang besar menuju ke sebuah departemen

atau fakultas.

2. Front Yard (Halaman Depan)

Ketika jalur dan beranda depan dari sebuah rumah pada umumnya

berupa permukaan keras, front yard biasanya menyediakan sebuah transisi

yang lembut dan hijau atau buffer antara ruang privat dan publik. Beberapa

bangunan-bangunan kampus juga memiliki front yard – ruang-ruang hijau di mana pengguna dapat berelaksasi dengan cara yang relatif berbeda dengan

(18)

3. Back Yard (Halaman Belakang)

Seperti setiap rumah memiliki front yard yang secara umum terbuka

kepada pandangan dari orang yang lalu lalang dan bersifat semipublik,

kebanyakan rumah juga memiliki sebuah halaman belakang yang secara

keseluruhan atau sebagian tertutup dan digunakan baik untuk relaksasi yang

bersifat privat dan fungsi utilitas. Marcus dan Francispercaya bahwa beberapa

bangunan kampus juga harus memiliki halaman belakang – ruang-ruang yang terhubung ataupun sebagian tertutup oleh bangunan-bangunan, di mana

pengguna merasakan perasaan teritory yang besar daripada di front yard dan

di mana kegiatan semiprivat departemen bisa diadakan.

Gambar 2.1 Konsep Home Base Oleh Marcus dan Wischemann (1983)

(19)

2.2.3. Front Yard (Halaman Depan)

Halaman depan memiliki area serta aktivitas yang dilakukan lebih privat

dibandingkan beranda depan. Disini pengguna dapat berbincang secara privat

dengan teman, menikmati cahaya matahari atau tidur, makan, belajar, atau

mengadakan pertemuan kelas yang dekat dengan home base-nya. Jelas sekali,

perubahan lingkungan sangat penting bagi kesehatan mental serta tingkat stress

pengguna (Marcus dan Wischemann, 1983 dalam Marcus dan Francis, 1998).

Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis (1998)

menyatakan sebuah perbedaan di antara ruang dalam dan ruang terbuka, di mana

ruang dalam identik dengan perasaan “tertutup”, “membosankan”, “frustasi”,

“gugup”, sedangkan ruang terbuka lebih identik dengan perasaan “tenang”, “hening”, “rileks”, “penuh kedamaian”, “hijau”, “nyaman”, “tentram”. Perbedaan

pengalaman semacam ini mungkin bagi sebagian kita terjadi karena bangunan

“mengharapkan” sesuatu dari kita (belajar, bekerja, mengajar, menjawab

panggilan, rapat), sedangkan ruang terbuka tidak mengharapkan apa-apa dan

karenanya bisa menjadi obat penenang dari bekerja dan belajar yang

menyebabkan stress.

Untuk alasan-alasan tersebut, konsep front yard menjadi penting. Untuk

beberapa orang, ide dari kegiatan berjemur atau relaksasi pada ruang publik

mungkin terlarang, tetapi beristirahat, bermeditasi, atau melamun di tempat yang

akrab yang terasa seperti home base, disekitar orang-orang yang dikenal, mungkin

lebih dapat diterima. Konsep dari front yard mungkin paling penting untuk

(20)

waktu mereka di kampus di dalam ataupun disekitar bangunan tunggal (Marcus

dan Wischemann, 1983 dalam Marcus dan Francis, 1998).

Orientasi pejalan kaki di sebuah kampus memiliki banyak hubungan

dengan persepsi dari halaman rumah. Dimana sebagian besar pengguna kampus

berjalan diantara bangunan-bangunan, dan dimana iklim kondusif untuk makan

siang/ belajar/ relaksasi di ruang luar pada sebagian besar waktu, keakraban harian

bertahap dengan tempat berkembang menjadi rasa memiliki wilayah rumah

(Marcus dan Wischemann, 1983 dalam Marcus dan Francis, 1998).

Dalam penelitiannya, Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan

Francis (1998) menyatakan bahwa sama dengan orang-orang pada sebuah

perumahaan, mahasiswa dan staf pengajar juga merasa nyaman di wilayah rumah

mereka karena mereka melihat orang-orang yang mereka kenal disana. Tetapi

mereka merasa, bahkan lebih penting daripada di daerah perumahaan, orang-orang

menjadi terhubung dengan sebuah area dari kampus karena mereka menggunakan

ruang terbuka sebagai sebuah tempat beristirahat maupun ruang untuk berjalan – yang artinya, mereka menjadi akrab dengan tanda-tanda, suara-suara,

sensasi-sensasi, dan gambaran visual ketika duduk, berelaksasi, makan, ataupun

berbincang-bincang.

Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis

(1998), manusia memiliki kebutuhan tertentu akan ruang-ruang terbuka di mana

mereka merasa seperti di rumah dan yang mana mereka dapat kembali dengan

(21)

Dalam merancang halaman depan, Marcus dan Wischemann (1983) dalam

Marcus dan Francis (1998) menyatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan,

antara lain:

 Penyusun rumput-rumputan, tanaman, dan jalan setapak harus menyarankan

sebuah gagasan dari halaman depan. Harus ada cukup petunjuk visual yang

pengguna-pengguna dari sebuah bangunan tertentu dapat secara mudah

mengklaim dan merasa nyaman di ruang ini.

 Menyediakan area rumput yang mendapatkan cahaya matahari total, ditambah

area rumput lainnya yang secara penuh atau sebagian terlindungi dari cahaya

matahari.

 Menyediakan kursi dan tempat duduk bersandaran dinding di setiap

kesempatan di sekitar batas-batas dari ruang ini, atau disekitar basis dari

pohon-pohon besar tertentu.

2.2.4. Outdoor Study Areas

Dalam penelitiannya, Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan

Francis (1998) menemukan beberapa lokasi yang merupakan lokasi yang paling di

sukai oleh mahasiswa untuk belajar di luar ruangan, antara lain:

 Pintu masuk utama bangunan, di mana di antara jam bebas kelas atau waktu

makan siang mahasiswa dapat belajar dekat dengan home base atau dalam

wilayah yang familiar.

 Area yang dekat dengan Sumber: dari makanan yang murah atau cemilan,

(22)

 Area terbuka berumput untuk pengguna yang lebih memilih untuk belajar dekat

dengan home base mereka atau pada tempat yang lebih publik dengan banyak

ruang-ruang disekitar mereka.

 Terpencil, ruang-ruang kecil untuk pengguna yang berharap dapat melakukan

pekerjaan privat atau lebih kontemplatif (merenung).

 Tempat yang jauh dari area yang digunakan sebagai tempat parkir, karena

suara bisa mengganggu

 Daerah dibawah pohon-pohon besar yang menciptakan sebuah subspace.

Tempat duduk melingkar dapat menciptakan tempat duduk yang memiliki

kenyamanan sosial di mana sejumlah orang pengguna yang tidak ingin

berbincang dapat duduk dan belajar.

Menurut Marcus dan Wischemann (1983) dalam Marcus dan Francis

(1998), ketika mendesain ruang yang bisa digunakan untuk aktivitas belajar di

ruang terbuka, ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan:

 Memberikan ruang penghalang dari sirkulasi pejalan kaki utama dengan cara

memberi jarak, tanaman, perubahan level, dan lain-lain, sehingga

pandangan-pandangan dan suara-suara sejumlah besar orang-orang yang lewat tidak

mengganggu.

 Menutup sebagian ruang belajar dengan batas yang jelas sehingga pengguna

akan merasa terlindungi dari gangguan yang mungkin terjadi. Hindari isolasi

visual dari ruang ini atau membuat jalan buntu dengan tidak adanya jalan

(23)

 Menyediakan tempat duduk yang nyaman. Duduk di tempat duduk yang keras,

dingin, atau tanpa sandaran tidak kondusif untuk aktivitas belajar.

 Menyediakan beberapa meja untuk kegiatan membaca atau menulis. Meskipun

beberapa orang cukup nyaman duduk untuk membaca atau berbicara, yang lain

lebih memilih untuk meletakkan buku mereka di permukaan yang keras dan

menyandarkan tangan di meja pada saat menulis.

2.2.5. Spatial Attributes

Dalam buku People Places, Marcus dan Francis (1998) menyatakan

beberapa spatial attributes pada ruang terbuka kampus, yaitu:

 Sebuah plaza utama di sebuah kampus besar berfungsi sebagai sebuah

panggung di mana beberapa pengguna datang untuk “melakukan pertunjukan” (sambil lalu, bermain musik, memberikan pidato, mendistribusikan literatur)

dan yang lain datang untuk menonton dan mungkin ditonton. Dengan begitu

dapat dikatakan, sebuah plaza yang sukses mengakomodasi dua aktivitas dasar

: berjalan dan berdiam diri (duduk, belajar, menunggu, makan, menonton).

 Sama seperti di tempat publik yang lain, pengguna merasa lebih nyaman duduk

di pinggir dari sebuah ruang dengan sesuatu berada di belakangnya. Dengan

begitu, sebuah plaza utama kampus harus menyediakan tempat untuk

beraktivitas sepinggir mungkin dan menyediakan banyak anchor spots.

 Area tempat duduk informal dan formal harus bisa mengakomodasi kebutuhan

yang sangat bervariasi, dimulai dari kegiatan belajar yang tenang hingga

menonton orang secara diam-diam ataupun menunggu teman di tempat yang

(24)

 Karena pengguna sangat berbeda-beda, bentuk dari tempat duduk di plaza

utama juga harus berbeda-beda, dari tempat duduk dengan atau tanpa sandaran

dan lain-lain.

 Sebuah kafeteria atau restoran dengan tempat duduk di luar (di mana iklim

mengizinkan) harus berada dalam jarak pandang plaza, dengan kios atau

gerobak yang menjual makanan di mana mahasiswa dapat membeli makanan

yang tidak mahal di dalam atau berada dekat dengan plaza.

 Di mana iklim mendukung, air mancur yang indah dan menarik perhatian

dapat menjadi tambahan yang luar biasa untuk ruang plaza utama. Ini dapat

menjadi titik fokus yang indah, simbol dari suatu tempat, dan jika pengguna

dapat duduk pada pinggirannya, memasukkan tangan atau kaki mereka

kedalamnya, berjalan melewatinya melalui tangga baru, atau berinteraksi

dengan airnya, ini dapat menjadi tempat bermain yang menarik bagi orang

dewasa.

2.2.6. Karakteristik Front Yard

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dibuat beberapa

karakteristik dari ruang front yard kampus atau front yard. Karakteristik tersebut

antara lain, yaitu :

1. Merupakan transisi atau buffer antara ruang privat dan publik.

2. Di front yard (halaman depan), seseorang dapat melakukan perbincangan

pribadi, berjemur atau tidur, makan, belajar, melakukan pertemuan kelas.

3. Menciptakan suasana yang tenang, tentram, rileks, damai, dan nyaman bagi

(25)

4. Merupakan area yang familiar bagi para penggunanya dan dapat menciptakan

sense of territory.

5. Orientasi pejalan kaki sangat mempengaruhi persepsi dari para pengguna

terhadap front yard dari sebuah kampus. Oleh karena itu, front yard atau front

yard harus berada disirkulasi utama.

6. Para pengguna merasa seperti berada dirumah dan mereka dapat kembali

dengan mudah setiap harinya. Dengan begitu, front yard adalah suatu area yang

mudah untuk diakses oleh pengguna.

7. Penyusun rumput-rumputan, tanaman, dan jalan setapak harus menyarankan

sebuah gagasan dari halaman depan. Harus ada cukup petunjuk visual untuk

pengguna-pengguna dari sebuah bangunan tertentu agar dapat secara mudah

diklaim dan para pengguna merasa nyaman di ruang ini.

8. Area rumput yang mendapatkan cahaya matahari total, ditambah area rumput

lainnya yang secara penuh atau sebagian terlindungi dari cahaya matahari.

9. Terdapat bangku dan tempat duduk bersandaran dinding di setiap kesempatan

di sekitar batas-batas dari ruang ini, atau disekitar basis dari pohon-pohon besar

tertentu.

Fisik

transisi atau buffer antara ruang privat dan

publik

front yard atau front yard harus berada

disirkulasi utama

halaman depan adalah suatu area yang

(26)

harus ada cukup petunjuk visual untuk

pengguna-pengguna

area rumput yang mendapatkan cahaya

matahari

terdapat elemen ruang terbuka berupa kursi,

tempat duduk bersandaran, meja, dan lampu

Non-fisik

area yang familiar bagi para penggunanya

dan dapat menciptakan sense of territory

menciptakan suasana yang tenang, tentram,

rileks, damai, dan nyaman bagi para

penggunanya

melakukan kegiatan yang lebih pribadi

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Home Base Oleh Marcus dan Wischemann (1983)
Tabel 2.1 Karakteristik Front Yard

Referensi

Dokumen terkait

Target PPM ini adalah 40 guru TK yang diharapkan dapat menguasai dengan baik dan benar pengetahuan tentang bahan tambahan pada makanan/ minuman dan dampaknya

Pekanbaru adalah industri pada golongan padat karya. Industri padat karya adalah industri yang membutuhkan tenaga kerja lebih besar daripada alat atau teknologi.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan persepsi wanita infertil tentang stigma masyarakat pada wanita infertil dengan adaptasi sosial

untuk mempelajari berkas perkara di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabanjahe sesuai dengan surat Pemberitahuan masing-masing pada tanggal 08 Maret 2013 dalam tenggang waktu

have / had been and the present / past participle. Beberapa kata keterangan dapat juga ditempatkan di antara has / have / had been dan partisip masa kini / masa lampau.

Kita sebaiknya melihat dahulu apa tujuan auditor melakukan proses audit, bukankah tujuan auditor melakukan proses audit adalah untuk menyatakan pendapatnya

Bahan baku untuk pembuatan deterjen bubuk terdiri dari beberapa jenis, yaitu bahan aktif, bahan pengisi, bahan penunjang, bahan tambahan, bahan pewangi dan antifoam.. Pada