• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance pada PDAM Tirtanadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Audit Internal dan Pengendalian Internal Terhadap Penerapan Good Corporate Governance pada PDAM Tirtanadi Medan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Audit Internal

2.1.1.1. Definisi Audit Internal

American Accounting Association mendefinisikannya sebagai “proses sistematis untuk secara objektif memperoleh dan mengevaluasi

asersi mengenai tindakan dan kejadian-kejadian ekonomis untuk

meyakinkan derajat kesesuaian antara asersi ini dengan kriteria yang

ditetapkan dan mengomunikasikannya ke pengguna yang berkepentingan” (Sawyer et al,2005:8).

Definisi ini ditujukan untuk menggambarkan proses yang

dilakukan di semua jenis audit; tetapi istilah “tindakan dan kejadian ekonomi” mengarah pada aspek keuangan akuntansi.

Definisi audit internal menurut Standarts for the Professional Practice of Internal Auditing “Audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan

mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada

perusahaan” (Sawyer et al,2005:9).

Pernyataan ini lebih merupakan semacam pendahuluan, bukan

sebuah definisi karena tidak memberikan pemaparan lebih jauh mengenai

tanggung jawab auditor internal, dan tidak juga menekankan bahwa audit

(2)

Selanjutnya, pengertian audit internal adalah agen yang paling

“pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good

Corporate Governance yang pastinya akan memberi nilai tambah bagi sumber daya manusia dan perusahaan (Valery G. Kumaat,2010:35).

Sebuah resolusi yang menciptakan sebuah kerangka praktik

profesional (Profesional Practices Framework) yang baru juga dipertimbangkan oleh dewan IIA. Dewan Standar Audit Internal (Internal Auditing Standarts Board-IIASB) IIA telah mengembangkan semua perubahan yang direkomendasikan terhadap standar.

Definisi berikut ini telah diciptakan untuk menggambarkan lingkup

audit internal modern yang luas dan tak terbatas. Audit internal adalah

sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor

internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi

untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat

dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah

diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan

dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi

yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara

efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara

efektif-semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan

manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan

(3)

Definisi ini tidak hanya mencakup peranan dan tujuan auditor

internal, tetapi juga mengakomodasikan kesempatan dan tanggung jawab.

Definisi tersebut juga memadukan persyaratan-persyaratan signifikan yang

ada di Standar dan menangkap lingkup yang luas dari auditor internal modern yang lebih menekankan pada penambahan nilai dan semua hal

yang berkaitan dengan resiko, tata kelola dan kontrol.

2.1.1.2. Misi dan Peran Audit Internal

Auditor Internal memberikan informasi yang diperlukan manajer

dalam menjalankan tanggung jawab mereka secara efektif. Auditor

internal bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional

perusahaan dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta

efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan. Auditor internal memiliki

peranan yang penting dalam semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan

perusahaan dan risiko-risiko terkait dalam menjalankan usaha.

Independensi merupakan kata kunci paling penting untuk menilai

peran Audit Internal. Banyak pihak mengartikan independensi ke dalam 2

pengertian:

1. Independensi = mengambil sikap netral,tidak memihak, dan bebas

dari pengaruh.

2. Independensi = keberpihakan pada kepentingan yang lebih

besar/bernilai.

Bersikap netral pada hakikatnya merupakan hal yang mustahil.

(4)

kepentingan manfaat bisnis atau kepentingan orang banyak, atau antara

kebijakan internal dan regulasi pemerintah, mau tidak mau harus terjadi

keberpihakan. Tetapi persepsi setiap orang terhadap kebenaran ternyata

bisa tidak sama. Selain itu, kepentingan yang dianggap lebih besar

biasanya juga dipengaruhi oleh adu otoritas di antara mereka yang

memperjuangkan kepentingan itu.

Keberpihakan audit internal pada kebenaran ditinjau dari:

1. Adanya bukti serta data material yang otentik, relevan, dan cukup.

2. Adanya praktek bisnis yang menunjang tinggi etika/moral serta

memperhatikan risiko terukur.

3. Adanya kapasitas tanggung jawab dan wewenang seseorang yang

terukur dalam organisasi bisnis.

4. Adanya administrasi dan pengendalian yang memadai serta

konsisten.

Tiga peran yang ideal bagi audit internal:

1. Peran Analisis/Penelaah Data Berbasis Risiko Bisnis

Kontribusi audit internal di sini setidaknya dalam beberapa aspek startegis,

seperti :

a. Melakukan sosialisasi terhadap prinsip-prinsip Risk Management dan mendeteksi berbagai Critical Risk Point yang secara potensial tersimpan di tengah bisnis korporasi.

(5)

c. Mengembangkan perspektif pengawasan berbasis Risiko (Risk-based Internal Auditing) dengan memasukkan aspek pengukuran risiko pada setiap Audit Object.

d. Bila belum ada dan dirasa penting, merintis pembentukan unit kerja

tersendiri yang berfokus pada penajaman Risk Management (keuangan dan operasi) perusahaan.

2. Peran Akselerator/Pendorong Terwujudnya Pengawasan Melekat

(Built-in Control Accelerator/Sinergizer)

Penetapan pengawasan melekat (built-in control) korporasi yang kuat tidak mungkin hanya mengandalkan internal audit semata. Karena

organisasi bisnis itu sendiri bersifat organic (teridiri atas unit-unit kerja yang mandiri sekaligus saling menunjang), maka idealnya jaringan

pengendalian internal harus ditetapkan melalui pengembangan integrated system (aplikasi komputer,SOP,dsb) untuk mengendalikan hubungan kerja antarunit. Namun, membangun sebuah sistem pengendalian perusahaan

yang kuat, pada hakikatnya sama saja membangun sebuah budaya pada

setiap lini bisnis. Dengan memiliki akses ke semua unit kerja, audit

internal dapat mempercepat terwujudnya budaya tersebut dengan cara:

a. Melakukan sosialisasi terhadap prinsip-prinsip administrasi

dan pengendalian yang baik, termasuk bila memungkinkan

(6)

b. Menguji kecukupan Critical Control Point pada setiap sistem yang ada (aplikasi komputer,internal policy,dll) baik sebelum diluncurkan maupun dalam bentuk evaluasi efektifitas sistem.

c. Mengamati komitmen unit kerja/fungsi tugas terkait dalam

menjalankan administrasi dan pengendalian sesuai dengan

sistem yang berlaku, melalui uji kepatuhan (compliance test). d. Melakukan sinergi peran pengawasan dengan unit kerja lain

(seperti Accounting,Finance,dll) melalui penugasan audit atau fungsi pengawasan bersama (joint controlling).

3. Peran Penyelaras/Perekat Strategi Bisnis (Business Strategy /Integrator)

Audit internal harus mampu menjadi alat senior management sebagai

penyelaras dan perekat organisasi, hal ini dapat menunjang:

a. Audit internal dapat memperkaya perspektif bisnis setiap

pemimpin unit kerja (yang bisa berorientasi profit, target, achievement) dengan keberanian sebagai measured-risk taker, karena instink bisnis dan kapabilitas staretegic mereka dilengkapi dengan kecakapan membaca data serta naluri

antisipatif risk management, sebagai buah misi yang diusung audit internal secara konsisten.

b. Audit internal dapat menambah bobot kepemimpinan setiap

kepala unit kerja di mata para bawahan (yang biasa melihat

(7)

dan managerial), karena para auditor dapat mendorong pemahaman secara tuntas atas business process dan kecakapan di bidang organisasi, administrasi dan pengendalian, sebagai

dampak dari upaya pemantapan built-in control yang diemban oleh audit internal.

c. Audit internal dapat menjadi penerjemah yang efektif atas

setiap arahan senior management ke seluruh staf di setiap unit

kerja, karena setiap berintekrasi dengan para auditee (termasuk di level paling bawah) mampu menawarkan value added bagi peningkatan efektivitas/efisiensi dan pencapaian kerja dengan

high competence perspective, knowledge, dan skill di bidang Risk Management serta Controlling.

2.1.1.3.Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal Penelaahan internal atas kontrol-kontrol di bidang akuntansi

merupakan hal yang penting, dan auditor internal haruslah terlibat dalam

hal ini, namun itu bukanlah misi utama mereka. Kerugian akibat proses

produksi yang salah, perekayasaaan, pemasaran, atau pengelolaan

persediaan bisa jadi lebih besar dibandingkan kergian akibat kelemahan di

bidang keuangan. Kontrol manajemen atas aktivitas keuangan telah

semakin kuat selama beberapa tahun ini, namun masih ada beberapa hal

yang mengandung kelemahan. Penggelapan dapat merugikan perusahaan,

kesalahan manajemen dalam mengelola sumber daya dapat membuat

(8)

internal dan audit eksternal modern. Audit eksternal memiliki fokus yang

sempit, sementara audit internal memiliki ruang lingkup yang

komprehensif.

Auditor eksternal tidak terlalu memerhatikan kecurangan atau

pemborosan yang tidak memiliki dampak yang signifikan, atau tidak

material, terhadap laporan keuangan. Di lain pihak, auditor internal sangat

memerhatikan pemborosan dan kecurangan, dari mana pun sumbernya dan

sekecil apapun jumlahnya. Perhatian ini bukanlah berasal dari pentingnya

memeriksa setiap penyimpangan yang kecil, namun lebih disebabkan oleh

pemahaman bahwa penyimpangan-penyimpangan kecil bisa menjadi besar

sehingga dapat menggoyahkan pilar-pilar perusahaan.

Perbedaan utama antara auditor internal dan auditor eksternal

disarikan pada tabel berikut ini. Posisi dan fokus perhatian dari auditor

internal modern dibandingkan dengan auditor eksternal yang berorientasi

pada aspek keuangan:

Tabel 2.1

Perbedaan auditor internal dan auditor eksternal Auditor Internal

Merupakan karyawan

perusahaan, atau bisa saja merupakan entitas independen.

Melayani kebutuhan organisasi, meskipun fungsinya harus dikelola oleh perusahaan.

Fokus pada kejadian-kejadian di

masa depan dengan

mengevaluasi kontrol yang dirancang untuk meyakinkan

Auditor Eksternal

Merupakan orang yang independen di luar perusahaan.

Melayani pihak ketiga yang memerlukan informasi keuangan yang dapat diandalkan.

(9)

pencapaian tujuan organisasi.

Langsung berkaitan dengan pencegahan kecurangan dalam segala bentuknya atau perluasan dalam setiap aktivitas yang di telaah.

Independen terhadap aktivitas yang diaudit, tetapi siap sedia untuk menanggapi kebutuhan dan keinginan dari semua tingkatan manajemen.

Menelaah aktivitas secara-menerus.

Sekali-sekali memerhatikan pencegahan dan pendeteksian kecurangan secara umum, namun akan memberikan perhatian lebih bila kecurangan tersebut akan memengaruhi laporan keuangan secara material.

Independen terhadap manajemen dan dewan direksi baik dalam kenyataan maupun secara mental.

Menelaah catatan-catatan yang mendukung laporan keuangan secara periodik yang biasanya sekali setahun.

Auditor internal dan auditor eksternal haruslah berkoordinasi.

Teknik-teknik yang digunakan dalam audit keuangan, baik yang dilakukan

auditor eksternal maupun internal bisa jadi serupa; namun tujuan dan hasil

yang diharapkan bisa berbeda. Mereka mencerminkan dua profesi yang

berlainan yang harus saling menghargai satu sama lain dan memnafaatkan

kelebihan masing-masing.

2.1.1.4.Teknik-Teknik Audit Internal 1. Penentuan resiko

Penentuan resiko (risk assesment) merupakan hal penting bagi

manajemen dan auditor internal. Hukum federal mensyaratkan

penentuan resiko tahunan untuk bank-bank tertentu, dan

(10)

di industri dan sektor-sektor lain. Auditor internal harus

memiliki pemahaman mengenai proses penentua resiko dan

sarana yang digunakan untuk melakukannya. Auditor internal

harus memasukkan hasil penentuan resiko ke dalam program

audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol yang

dibutuhkan memang diterapkan untuk mengurangi resiko.

Resiko audit terdiri atas:

a. Risiko Bawaan (inharent risk) adalah kerentanan suatu asersi atas terjadinya salah saji yang material, dengan

mengasumsikan bahwa tidak ada kebijakan atau prosedur

struktur kontrol internal terkait yang ditetapkan.

b. Risiko Kontrol (control risk) adalah risiko bahwa salah saji material yang bisa terjadi pada suatu asersi tidak dapat

dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur,

kebijakan, atau prosedur kontrol internal suatu entitas.

Beberapa risiko kontrol akan tetap ada karena adanya

keterbatasan yang melekat pada struktur kontrol internal.

c. Risiko Deteksi (detection risk) adalah risiki bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat

pada suatu asersi. Risiko deteksi dapat terjadi karena

seorang auditor memutuskan tidak memeriksa 100 persen

(11)

2. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dapat menjadi senjata terbaik bagi auditor

untuk memperoleh pemahaman, informasi, dan perspektif yang

dibutuhkan untuk mendukung kesuksesan audit. Survei

pendahuluan yang baik akan menghasilkan program audit yg

tepat, dan program audit yang tepat akan menunjang

keberhasilan audit. Jadi, keberhasilan atau kegagalan audit bisa

jadi sangat tergantung pada survei. Jika survei pendahuluan

direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, maka survei

tersebut akan menjadi lebih dari sekedar cara untuk

mendapatkan pemahaman yang efektif; melainkan juga

menjadi penentu keberhasilan audit. Audit internal sebaiknya

melakukan survei dalam tujuh langkah dasar, yaitu:

a. Melakukan Studi Awal

Studi awal yang dilakukan auditor mencakup penelaahan atas

kertas kerja tahun sebelumnya, temuan-temuan audit, bagan

organisasi, dan dokumen-dokumen lain yang akan membantu

untuk lebih memahami subjek audit.

b. Pendokumentasian

Pendokumentasian (documenting) mencakup beberapalangkah

yang akan mengarah pada pertemuan awal antara auditor dengan

manajer klien. Pembuatan daftar pengingat dan daftar isi awal

(12)

saat pendokumentasian. Auditor juga membuat kuesioner yang

akan digunakan dalam wawancara dan diskusi dengan manajer

klien dan yang lainnya.

c. Bertemu Klien

Pertemuan auditor internal dengan klien meberi peluang bagu

auditor untuk menjelaskan tujuan dan pendekatan audit yang

akan dilakukan.

d. Mengumpulkan Bahan Bukti

Survei pendahuluan akan berlangsung dengan lancar dan

sistematis jika auditor internal memiliki pandangan yang jelas

mengenai apa yang ingin dicapai. Dalam kebanyakan audit,

informasi penting dapat diklasifikasikan ke dalam empat fungsi

dasar manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

dan kontrol.

e. Mengamati

Pengamatan terus dilakukan selama survei pendahuluan.

f. Membuat Bagan Alir

Bagan alir memotret suatu proses. Meskipun pembuatan bagan

alir mencakup hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

dan seni, namun umumnya lebih bsersifat seni. Seperti

kebanyakan dokumen lain, pembuatan bagan alir memerlukan

(13)

merupakan sarana untuk menganalisis operasi yang

kompleks-analisis yang tidak selalu bisa dicapai dengan narasi yang rinci.

g. Pelaporan

Kebanyakan auditor internal merasa perlu menerbitkan laporan

audit walaupun hanya survei yang dilakukan.

3. Program Audit

Program audit internal merupakan pedoman bagi auditor dan

merupakan satu kesatuan dengan supervisi audit dalam

pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Langkah-langkah

audit dirancang untuk mengumpulkan bahan bukti audit dan

untuk memungkinkan auditor internal mengemukakan

pendapat mengenai efisiensi, keekonomisan, dan efektifitas

aktivitas yang akan diperiksa. Program tersebut berisi

arahan-arahan pemeriksaan dan evaluasi informasi yang dibutuhkan

untuk memenuhi tujuan-tujuan audit dalam ruang lingkup

penugasan audit.

4. Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan (field work) merupakan proses untuk mendapatkan keyakinan secara sistematis dengan

mengumpulkan bahan bukti secara objektif mengenai operasi

entitas, mengevaluasinya, dan melihat apakah operasi tersebut

memenuhi standar yang dapat diterima dan mencapai

(14)

pengambilan keputusan oleh manajemen. Tujuan pekerjaan

lapangan adalah untuk membantu pemberian keyakinan dengan

melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada di program

audit, sesuai tujuan audit yang ingin dicapai.

5. Temuan Audit

Selama pelaksanaan pekerjaan mereka, auditor internal

mengidentifikasi kondisi-kondisi yang membutuhkan tindakan

perbaikan. Penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma

atau kriteria yang dapat diterima disebut temuan audit (audit fundings).

6. Kertas kerja

Kertas kerja (working paper) mendokumentasikan audit. Kertas kerja berisi catatan informasi yang diperoleh dan analisis yang

dilakukan selama proses audit. Kertas kerja disiapkan sejak

saat auditor pertama kali memulai penugasannya hingga

mereka menelaah tindakan perbaikan dan mengakhiri proyek

audit. Kertas kerja berisi dokumentasi atas langkah-langkah

berikut ini dalam proses audit:

a. Rencana audit, termasuk program audit.

b. Pemeriksaan dan evaluasi kecukupan dan efektivitas sistem

kontrol internal

c. Prosedur-prosedur audit yang dilakukan, informasi yang

(15)

d. Penelaahan kertas kerja oleh penyelia.

e. Laporan audit.

f. Tindak lanju dari tindakan perbaikan.

Auditor internal harus menyiapkan kertas kerja yang akurat,

jelas, terorganisasi, dan profesional, dengan

mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

a. Pendokumentasian, termasuk kertas kerja

b. Ringkasan, termasuk catatan temuan audit

c. Pemberian indeks dan referensi silang

d. Kertas kerja pro forma

e. Penelaahan kertas kerja oleh penyelia

f. Kepemilikan dan kontrol atas kertas kerja

g. Kriteria kertas kerja yang ideal

h. Penulisan kertas kerja sejalan dengan kemajuan audit

penyimpanan kertas kerja

2.1.1.5. Peran Auditor Internal yang Mengacu Pada Kriteria GCG

Menurut Priantara dalam penelitian Resa Dewitasari (2008:36)

Audit internal sebagai bagian dari internal perusahaan harus

memainkan peran yang penting demi tercipta suasana yang

lebih baik di perusahaan. Adapun peran yang dapat dilakukan,

(16)

a. Membantu direksi dan dewan komisaris menyusun dan

mengimplementasikan kriteria Good Corporate Governance di perusahaan apabila pengembangan Good Corporate Governance dilakukan sendiri, atau turut bekerja sama sebagai counterpart apabila pengembangan Good Corporate Governance diserahkan pada pihak ketiga (outsourching). Sehubungan dengan hal tersebut, Auditor Internal berperan penting untuk memberikan limited assurance atas kesesuaian kriteria Good Corporate Governance yang disusun sendiri dengan kriteria Good Corporate Governance Indonesia dan internasional.

b. Membantu direksi dan dewan komisaris menyediakan data

keuangan dan operasi serta data lain yang dapat dipercaya,

accountable, akurat, tepat waktu, objektif, mudah dimengerti, dan relevan bagi stakeholder untuk mengambil keputusan. Sehubungan dengan hal tersebut, Auditor

Internal berperan penting untuk memberikan limited assurance atas data atau informasi yang tersedia. Keyakinan yang dapat diberikan Auditor Internal bersifat

terbatas (limited assurance) karna kedudukan dan derajat independensi Auditor Internal itu sendiri yang bersifat

terbatas dibandingkan apabila keyakinan tersebut diberikan

(17)

c. Membantu direksi dan dewan komisaris mematuhi dan

mengawasi penerapan atas seluruh ketentuan yang berlaku

dan Auditor Internal harus memastikan bahwa seluruh

elemen perusahaan dan dalam setiap aktivitas perusahaan,

mereka telah mengikuti ketentuan secara konsisten.

d. Membantu direksi menyusun dan mengimplementasikan

Struktur Pengendalian Internal yang handal dan memadai.

Auditor Internal dalam konteks ini harus memastikan

bahwa struktur tersebut telah tersedia dengan memadai dan

telah berfungsi serta telah diikuti oleh setiap elemen

perusahaan.

e. Menstimulasi direksi dan dewan komisaris untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem audit

yang baik, khususnya pembentukan komite audit yang

ideal, piagam Audit Internal, pedoman Audit Internal serta

serta menumbuhkan efektivitas penggunaan dan

pemanfaatan hasil kerja auditor independen terhadap

evaluasi praktik Good Corporate Governance.

Penerapan Good Corporate Governance tidak dapat

menghapus atau mengabaikan pentingnya Struktur

Pengendalian Internal, sebab Struktur Pengendalian Internal

dapat membantu terciptanya akuntabilitas dan transparansi.

(18)

termasuk sistem akuntansi juga dapat membantu

menyediakan data dan menyusun laporan-laporan yang

dibutuhkan tepat pada waktunya.

2.2. Pengendalian Internal

2.2.1. Definisi Pengendalian Internal

Struktur pengendalian internal yang digunakan dalam suatu entitas

merupakan faktor yang menentukan laporan keuangan yang dihasilkan

oleh entitas. Oleh karena itu, sebelum auditor melaksanakan audit secara

mendalam atas informasi yang tercantum dalam laporan keuangan, standar

pekerjaan lapangan kedua mengharuskan auditor memahami Struktur

pengendalian internal yang berlaku dalam entitas.

a. Definisi Struktur Pengendalian Internal

Laporan COSO mendefinisikan pengendalian internal adalah suatu proses

yang dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, dan personalia lainnya

yang disusun untuk memberi jaminan yang berhubungan dengan

pencapaian tujuan berikut ini:

1. Dapat dipercayainya laporan keuangan.

2. Kesesuaian dengan undang-undang yang ditetapkan dan aturan.

3. Efektivitas dan efisiensi operasi (kegiatan) (Bambang Hartadi,

1999:81).

(19)

a. Pengendalian internal adalah suatu proses. Artinya menjadi alat mencapai

tujuan yang terdiri dari rangkaian tindakan dan menyatu dalam

infrastruktur lembaga/perusahaan.

b. Pengendalian internal dipengaruhi orang. Hal ini tak hanya menyangkut

pedoman kebijakan dan formulir, tetapi orang-orang pada setiap level

organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen dan lainnya.

c. Pengendalian internal dapat diharapkan memberi jaminan yang beralasan

(rationale), bukan jaminan mutlak (absolute), karena ada batasan-batasan yang melekat pada sistem pengendalian internal dan perlunya cost dan

benefitnya adanya pengendalian.

d. Pengendalian menjadikan penggerak pencapaiannya tujuan dalam

(overlapping) laporan keuangan, kesesuaian, dan operasi. Terdapat beberapa definisi dari sumber lain diantaranya adalah:

AICPA (American Institute of Certified Accounts) memberikan definisi seperti berikut:

Sistem pengendalian internal meliputi: struktur organisasi, semua

metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam

perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan

seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi

usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah

(20)

Pengertian di atas tidak hanya mencakup kegiatan akuntansi dan

keuangan tetapi meluas ke segala aspek kegiatan perusahaan.

Menurut Arens (2008:376) dalam penelitian Morita Indah Lestari

(2013) pengendalian internal adalah proses dipengaruhi oleh dewan

direksi, manajemen dan personel lain dalam perusahaan, yang dirancang

untuk memberikan jaminan yang masuk akal sehubungan dengan

pencapaian tujuan dalam kategori sebagai berikut: (1) efektivitas dan

efisiensi operasi, (2) untuk memberikan jaminan bahwa sasaran hasil

pengendalian manajemen akan terpenuhi.

2.2.2. Tujuan Pengendalian Internal

Seperti telah disebutkan di atas, tujuan pengendalian internal

adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga

golongan tujuan;

1. Keandalan informasi.

2. Kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.

3. Efektivitas dan efisiensi operasi.

2.2.3. Keterbatasan Struktur Pengendalian Internal Suatu Entitas

Terlepas dari bagaimana bagusnya desain dan operasinya,

pengendalian internal hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi

manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan

pengendalian internal entitas. Kemungkinan pencapain tersebut

(21)

internal. Hal ini mencakup kenyataan bahwa pertimbangan manusia dalam

pengambilan keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian internal dapat

rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti

kekeliruan atau kesalahan yang sifatnya sederhana. Disamping itu

pengendalian internal dapat tidak efektif karena adanya kolusi di antara

dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian

internal. Faktor lain yang membatasi pengendalian internal adalah biaya

pengendalian internal entitas tidak boleh melebihi manfaat yang

diharapkan dari pengendalian tersebut.

2.2.4. Sifat-Sifat Pengendalian Internal

Ada lima sifat sistem pengendalian internal yang dapat dipercaya:

1. Kualitas karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya.

2. Rencana organisasi yang memberi pemisahan tanggung jawab

fungsi secara layak.

3. Sistem pemberian wewenang, tujuan dan teknik, dan pengawasan

yang wajar untuk mengadakan pengendalian atas aktiva, utang,

penghasilan dan biaya.

4. Pengendalian terhadap penggunaan aktiva dan dokumen serta

formulir yang penting.

5. Perbandingan catatan-catatan aktiva dan utang dengan senyatanya

ada dan mengadakan tindakan koreksi bila ada perbedaan.

(22)

1. Lingkungan Pengendalian Internal

Lingkungan pengendalian mempengaruhi organisasi dalam

kesadaran pengendalian orang-orangnya, merupakan dasar

untuk semua komponen pengendalian internal, menetapkan

disiplin dan struktur. Perilaku manajemen akan mempengaruhi

efektivitas pengendalian.

Berikut ini adalah sub komponen lingkungan pengendalian:

a. Integritas dan Nilai-nilai Etis.

b. Komitmen dan Kompetensi.

c. Partisipasi komite audit dan dewan direksi.

d. Falsafah manajamen dan gaya operasi.

e. Struktur organisasi.

f. Metode pemberian wewenang dan tanggung jawab.

2. Pertimbangan Resiko

Pertimbangan resiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah

identifikasi, analisis, risiko atas manajemen atas penyiapan

laporan keuangan, yang disajikan secara wajar sesuai prinsip

akuntansi yang berlaku umum.

3. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang

membantu memastikan bahwa arahan manajemen

(23)

tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi resiko dalam

pencapaian tujuan entitas, sudah dilaksanakan.

Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan

dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan

prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini:

1. Review terhadap kinerja

2. Pengelohan informasi

3. Pengendalian fisik

4. Pemisahan tugas

4. Informasi dan Komunikasi

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan

keuangan, yang meliputi sistem akuntansi, terdiri dari metode

dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah,

meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa

maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi

aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan.

5. Pemantauan

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja

pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan ini

mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat

waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini

(24)

terus-menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai

kombinasi dari keduanya.

2.3. Penerapan Good Corporate Governance 2.3.1. Definisi Good Corporate Governance

Dr. Waseem “mohammad yahya “ Al haddad (2011)

mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai berikut:

“Corporate Governance is basically concerned with ways in which

all parties interested in the well-being of the firm (the stakeholders) attempt to ensure that managers and other insiders are always taking appropriate measures or adopt mechanisms that safeguard the interests of the stakeholders. Such measures are necessitated because of the separation of ownership from management, an increasingly vital feature of the modern corporations”

Pengertian dari definisi tersebut adalah Corporate Governance pada dasarnya berkaitan dengan cara di mana semua pihak yang

berkepentingan di perusahaan (stakeholder) mencoba untuk memastikan

bahwa para manajer dan orang lain yang didalamnya selalu mengambil

langkah-langkah yang tepat atau mengadopsi mekanisme yang aman para

pemangku kepentingan.

(25)

“Corporate Governance merupakan seperangkat tata hubungan

diantara manajemen perseroan, direksi, komisaris, pemegang saham dan

para pemangku kepentingan lainnya”.

Selanjutnya OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut:

“Corpoarte Governance is the system by which business

corporation are directed and controlled. The corporate governance structure specific the distribution of the right and reponsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders”.

Corporate Governance merupakan suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Struktur Corporate Governance menetapkan distribusi hak dan kewajiban di antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu korporasi seperti dewan direksi, para

manajer, para pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya

(Ismail Solihin, 2008:115)

Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendefenisikan Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta aktivitas

perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas

(26)

2.3.2. Alasan-Alasan yang Mendorong Pentingnya Good Corporate Governance

Menurut Becht et al. (2002) sekurang-kurangnya terdapat enam alasan yang mendorong muncul Good Corporate Governance sebagai topik yang menarik perhatian dunia dan mendorong

munculnya desakan implementasi Good Corporate Governance di seluruh dunia.

1. Munculnya gelombang privatisasi di seluruh dunia

Privitasi menjadi fenomena yang sangat penting dan terjadi

di negara-negara Amerika Latin, Eropa Barat, Asia, dan

sebagian besar negara-negara bekas Uni Soviet. Tidak bisa

dihindari, aktivitas privatisasi ini telah memunculkan

persoalan mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan

yang baru diprivatisasi tersebut dimiliki dan dikendalikan.

Fenomena ini juga menimbulkan sebjek penelitian baru

mengenai bagaimana seharusnya peran pemerintah sebagai

salah satu pemegang saham di dalam perusahaan yang baru

diprivatisasi di mana sebelumnya perusahaan yang

diprivatisasi tersebut merupakan badan usaha yang dimiliki

pemerintah.

2. Reformasi dana pensiun

Reformasi dana pensiun yang terjadi di Amerika dan

(27)

Jepang) telah mengakibatkan semakin besarnya dana yang

disalurkan lewat organisasi dan pensiunn. Hal ini

mengakibatkan meningkatnya investasi yang dilakukan

oleh investor kelembagaan.

3. Marger dan pengembilalihan perusahaan (takeovers)

Pada dasarnya masalah Corporate Governance akan mulai mengemuka pada saat investor luar berkeinginan untuk

memegang kendali dari para manajer yang saat ini tengah

bercokol sebagai pengelola perusahaan. Oleh sebab itu,

berbagai kegiatan pengambilalihan yang tidak bersahabat

yang terjadi di Amerika dan Eropa, juga berbagai negara

lainnya, telah meningkatkan perhatian terhadap penerapan

Good Corporate Governance di berbagai perusahaan di dunia.

4. Deregulasi dan integrasi pasar modal

Aturan Corporate Governance telah dipromosikan sebagai bagian dari cara untuk melindungi dan merangsang invetasi

luar negeri terutama untuk negara-negara Eropa Timur,

Asia, dan berbagai negara lainnya yang saat ini telah

muncul sebagai kekuatan pasar dunia seperti: Brasil, Rusia,

India, dan Cina. Selain itu, pasar modal dunia yang semakin

terintegrasi telah turut mempercepat perpindahan kapital

(28)

meningkatkan munculnya penerapan Good Corporate Governance di negara-negara yang menjadi target investasi asing.

5. Krisis ekonomi Asia Timur, Rusia, dan Brasil.

Krisi ekonomi di Asia Timur telah menguak tabir lemahnya

perlindungan terhadap investasi yang dilakukan oleh

investor asing di wilayah ini. Kerugian yang diderita para

investor sebagian besar diakibatkan oleh praktik Corporate Governance yang tidak sehat sehingga gagal untuk menyelamatkan kekayaan investor. Kejadian yang sama

menimpa pula para investor yang berinvestasi di Rusia dan

Brasil. Semua kejadian itu turut meningkatkan kebutuhan

para investor akan praktik Good Corporate Governance (Ismail Solihin 2008:117).

Kasus-kasus tersebut disebabkan oleh tidak diterapkannya

Corporate Governance yang baik. Kasus-kasus tersebut semakin menguatkan tuntutan dari para investor agar perusahaan menerapkan Good Corporate Governance.

2.3.3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

(29)

transaparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), indepedensi (indepedency), serta kewajaran dan keseteraan (fairness).

1. Transparansi (Transparency)

Untuk menajaga objektivitas dalam menjalankan bisnis,

perusahaan harus menyediakan informasi relevan dengan

cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku

kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk

mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan

oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang

penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang

saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountabillity)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan

kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu

perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai

dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

memperhitungkan kepentingan pemegang saham dena

pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan

prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

(30)

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan

serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat

dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan

usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan

sebagai Good Corporate Governance. 4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan Good Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling

mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus

senantiasa memerhatikan kepentingan pemegang saham

dan pemangku kepeentingan lainnya berdasarkan asas

kewajaran dan kesetaraan.

2.3.4. Tujuan Good Corporate Governance

Menurut E. John Aldridge (2005:5-6) dalam Siswanto Sutojo,

Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama, yaitu:

a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.

(31)

c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau

Board of Directors dan manajemen perusahaan.

e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

Penerapan Good corporate Governance dilingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN M-MBU/2002

tanggal 1 Agustus 2001 pada pasal 4 yaitu:

a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip

keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil

agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional

maupun internasional.

b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan

efisiensi, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian

organ.

c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan

tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan

adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.

e. Meningkatkan iklim investasi nasional.

(32)

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai audit internal dan pengendalian internal telah banyak

diteliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Tabel 2.2 menunjukkan hasil

penelitian-penelitian terdahulu mengenai audit internal dan pengendalian internal.

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu NO

Penulis Dan Tahun

Judul

Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Pratolo

1. Audit manajemen dan pengendalian internal saling mendukung dalam rangka mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip Good Corporate

Governance dan kinerja perusahaan.

3. Audit manajemen dan pengendalian internal positif terhadap penerapan GCG.

(33)
(34)

2.5. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran menjelaskan tentang alur berfikir dan hubungan yang

menunjukkan kaitan antara variable-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-

variabel dalam penelitian ini antara lain, penerapan Good Corporate Governance, audit internal dan pengendalian internal. Good Corporate Governance adalah pengelolaan perusahaan yang baik.

Penerapan Good Corporate Governance sangat penting diterapkan di suatu perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar. Sesuai dengan

prinsip-prinsipnya yang transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan

kewajaran akan sangat menunjang kemajuan perusahaan. Berdasarkan uraian

diatas, hubungan antar variabel akan diperlihatkan dalam gambar kerangka

pemikiran berikut:

H1

H3

H2

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Penerapan Good Corporate Governance

(Y) Audit Internal ( X1)

(35)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, kajian teori dan hasil penelitian

sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Audit internal berpengaruh positif terhadap GCG.

H2: Pengendalian internal berpengaruh positif terhadap GCG.

H3: Audit internal dan pengendalian internal berpengaruh positif

terhadap GCG.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan auditor internal dan auditor eksternal
   Tabel 2.2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

a) Model terbaik yang dapat digunakan dalam peramalan penjualan produk- produk nota di CV. Gemilang Indonesia adalah dengan variabel input sebanyak 5 node, variabel hidden

Pencerminan terhadap dua garis yang berpotongan menghasilkan perputaran terhadap titik potong kedua garis yang jauhnya sama dengan dua kali sudut antara. kedua garis dan arahnya

[r]

pada materi keragaman kenampakan alam serta hubungannya dengan sosial budayadi kelas IV SDN Sirnasari Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang.. 1) Untuk mengetahui

3. Apabila calon peserta didik yang dinyatakan diterima tidak melakukan daftar ulang dan mengundurkan diri maka dinyatakan gugur, dan tidak dapat lagi mengikuti

 Pertahankan jalan nafas yang paten  Observasi adanya tanda

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang dilaksanakan pada Siklus I dan Siklus II dalam meningkatkan hafalan huruf hijaiyah anak dengan menggunakan alat permainan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi tingkat sedang antara persepsi perawat terhadap penerapan model pemberian asuhan keperawatan fungsional