• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fiqih dan Perubahan Zaman Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fiqih dan Perubahan Zaman Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT)

Fiqih dan Perubahan Zaman Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA 47 hlm

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku

Fiqih dan Perubahan Zaman

Penulis

Ahmad Sarwat, Lc. MA

Editor

Fatih

Setting & Lay Out

Fayyad & Fawwaz

Desain Cover

Faqih

Penerbit

Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan

(4)

Daftar Isi 4

Daftar Isi

Daftar Isi... 4 A. Perubahan Zaman ... 6 B. Umat Terdahulu ... 9

1. Syariat Nabi Adam ... 9

a. Perintah Sujud Kepada Selain Allah ... 9

b. Sahnya Pernikahan Tanpa Wali/Saksi ... 10

c. Sahnya Pernikahan Sedarah ... 11

2. Syariat Nabi Sulaiman ... 11

3. Boleh Membuat Patung ... 11

4. Boleh Mendirikan Masjid di Atas Kubur ... 12

5. Hukuman Langsung Bagi Umat Terdahulu .. 13

C. Berubahnya Hukum di Masa Kenabian ... 14

1. Dihapuskannya Nikah Mut'ah ... 14

a. Asbabul Wurud ... 15

b. Dinasakh ... 16

2. Haramnya Ziarah Kubur ... 19

3. Makanan Dibakar Api Batalkan Wudhu'... 20

D. Hadits dan Perubahan Zaman ... 22

1. Haram Jual Air, Api dan Rumput ... 22

a. Kehidupan di Masa Kenabian ... 22

b. Beda Kehidupan di Zaman Sekarang ... 23

2. Kepemilikan Tanah ... 24

a. Tanah Kosong ... 24

b. Perubahan Zaman ... 25

(5)

Daftar Isi

5

a. Larangan ... 26

b. ‘Illat Larangan ... 27

4. Haram Wanita Bepergian Tanpa Mahram .. 30

a. Beberapa Fakta ... 31

b. Hadits Pembanding ... 33

5. Kambing Tersesat Jadi Milik Kita ... 36

a. Keadaan di Masa Itu ... 36

b. Perubahan Zaman ... 36

E. Fiqih Klasik dan Perubahan Zaman ... 38

1. Miqat Haji ... 38

a. Ikut Miqat di Darat ... 39

b. Dimana Pesawat Mendarat ... 40

2. Perbudakan ... 40

3. Emas ... 42

4. Musik ... 43

(6)

6

A. Perubahan Zaman

Tema tentang perubahan zaman yang dapat mengubah hukum fiqih memang selau menarik untuk dikaji. Para ulama sendiri pun sudah membuat semacam kaidah ushuliyyah (Islamic Legal Maxim) terkait dengan hal ini, misalnya :

نكالماو نامزلا يرغتب مكاحألا يرغت

Hukum berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat.

Atau juga kaidah lainnya seperti :

امزألا يرغتب مكاحألا يرغت ركني لا

ن

Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan oleh perubahan zaman.

Allah SWT sendiri memang tidak secara sama memberlakukan hukum kepada manusia. Hukum yang pernah diberlakukan kepada suatu umat bisa saja kemudian diganti pada umat yang lain.

Dalam tulisan ini, Penulis akan memberikan beberapa contoh perubahan hukum Allah SWT dalam empat periode, yaitu :

(7)

7 Periode 2 : Masa Kenabian

Periode 3 : Masa kejayaan fiqih klasik Perideo 4 : Masa kini

Namun demikian bukan berarti siapa saja berhak untuk mengubah hukum-hukum syariah seenaknya. Ada area yang masih mungkin bisa disesuaikan dengan zamannya, namun tetap ada area yang tetap tidak bisa berubah.

Kesalahan beberapa umat terdahulu terhadap hukum yang Allah SWT tetapkan justru karena mereka dengan seenaknya mengubah apa yang telah Allah SWT tetapkan.

َو اَنْي َصَعَو اَنْعِ َسَ َنوُلوُقَيَو ِهِع ِضاَوَم ْنَع َمِ َكَْلا َنوُفِ رَ ُيُ اوُداَه َنيِ ذلَّا َنِم

َ ْيرَغ ْعَ ْسَا

ْعَ ْسَاَو اَنْع َطَأَو اَنْعِ َسَ اوُلاَق ْمُ ذنََّأ ْوَلَو ۚ ِنيِ لا ِفِ اًنْع َطَو ْمِ ِتَِن ِسْلَأِب اًّيَل اَنِعا َرَو ٍعَم ْسُم

َق ذلا

ِ

ا َنوُنِمْؤُي َلََف ْ ِهِِرْفُكِب ُ ذللَّا ُمُ َنََعَل ْنِكَٰ َلَو َمَوْقَأَو ْمُهَل اً ْيرَخ َن َكاَل َنَ ْر ُظْناَو

ًلَيِل

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya (QS. An-Nisa : 46)

ۙ ِهِع ِضاَوَم ْنَع َمِ َكَْلا َنوُفِ رَ ُيُ ۖ ًةَي ِ ساَق ْمُ َبَوُلُق اَنْلَعَجَو ْ ُهِاذنَعَل ْمُهَقاَثيِم ْمِه ِضْقَن اَمِبَف

او ُرِ كُذ اذمِم ا ًّظَح او ُسَنَو

ِهِب

(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah

(8)

8

perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, (QS. Al-Maidah : 13)

Oleh karena itu kita memahami bahwa kelenturan syariat Islam itu tetap ada areanya, tidak boleh sampai melewati batas-batas yang telah ditetapkan.

(9)

9

B. Umat Terdahulu

Umat terdahulu maksudnya adalah umat yang hidup sebelum era kenabian Muhammad SAW, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Isa alaihimassalam.

Kalau kita perhatikan detail-detail syariat yang Allah SWT terapkan kepada masing-masing umat lewat masing-masing nabi mereka, kita akan menemukan banyak sekali perubahan.

1. Syariat Nabi Adam

Di masa Nabi Adam kita temukan ada beberapa masalah syariah yang rada janggal untuk ukuran kita hari ini. Misalnya :

a. Perintah Sujud Kepada Selain Allah

Ketika Allah SWT telah menciptakan Adam sebagai makhluk hidup, Allah perintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Namun iblis menolak untuk bersujud, sehingga dari sanalah iblis dikeluarkan dari surga.

يِلْب

ا ذلا

ِ

ِ

ا او ُدَج َسَف َمَدآ ِل اوُدُ ْسْا ِةَكِئ َلََمْلِل اَنْلُق ْذ

ِ

اَو

َنِم َن َكََو َ َبَْكَت ْ ساَو ٰ َبََأ َس

َنيِرِف َكاْلا

(10)

10

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah : 34)

Bahkan sujud kepada manusia ini juga masih terjadi di zaman Nabi Yusuf alahissalam.

ْنِم َي َيَْؤُر ُليِوْأَت اَذَٰ َه ِتَبَأ َيَ َلاَقَو ۖ اًدذ ُسْ ُ َلَ اوُّرَخَو ِشْرَعْلا َلََع ِهْيَوَبَأ َعَف َرَو

ِ بّ َر اَهَلَعَج ْدَق ُلْبَق

ْ ُكُِب َءاَجَو ِنْج ِ سلا َنِم ِنَِجَرْخَأ ْذ

ا ِبّ َن َسْحَأ ْدَقَو ۖ اًّقَح

ِ

اَمِل ٌفي ِطَل ِ بّ َر ذن

ا ۚ ِتِ َوْخ

ِ

ا َ ْيَْبَو ِنِْيَب ُنا َطْي ذ شلا َغَزَن ْنَأ ِدْعَب ْنِم ِو ْدَبْلا َنِم

ِ

ُيمِكَحْلا ُيمِلَعْلا َوُه ُهذن

ا ۚ ُءا َشَي

ِ

Dan Dia (Nabi Yusuf) menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta´bir mimpiku yang dahulu itu. (QS. Yusuf : 100)

b. Sahnya Pernikahan Tanpa Wali/Saksi

Di masa itu, Allah SWT membolehkan pernikahan tanpa wali dan saksi. Bukankah Nabi Adam dan istrinya Hawa menikah itu tanpa wali dan saksi?

(11)

11 c. Sahnya Pernikahan Sedarah

Lalu mereka punya 4 anak yang berpasang-pasangan. Uniknya, sesama saudara sendiri boleh saling menikah. Padahal dalam syariat kita, perbuatan itu terlarang bahkan terkutuk.

2. Syariat Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman ‘alaihissalam termasuk seorang nabi yang dibolehkan meminta bantuan kepada jin untuk melakukan beberapa hal, seperti menyelam ke dalam lautan untuk mengambil perhiasan. Hal itu ada diceritakan di dalam ayat Al-Quran.

ْمُهَل اذنُكَو ۖ َ ِلََِٰذ َنوُد ًلََ َعَ َنوُلَمْعَيَو ُ َلَ َنو ُصوُغَي ْنَم ِيِْطاَي ذ شلا َنِمَو

َيْ ِظِفاَح

Dan Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan syaitan-syaitan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu, (QS. Al-Anbiya : 82)

Ayat ini jelas sekali menyebutkan bahwa Nabi Sulaiman alaihissalam berkolaborasi dengan jin sebagai bagian dari pasukannya.

3. Boleh Membuat Patung

Nabi Sulaiman di masa lalu juga dibolehkan untuk memerintahkan untuk membuat patung,

(12)

12

sebagaimana disebutkan di dalam Surat Saba’ berikut ini.

ِباَوَجْل َكَ ٍناَفِجَو َليِثاَمَتَو َبيِراَحَم ْنِم ُءا َشَي اَم ُ َلَ َنوُلَمْعَي

ۚ ٍتاَي ِ ساَر ٍروُدُقَو

ُروُك ذشلا َيِداَبِع ْنِم ٌليِلَقَو ۚ اًرْك ُش َدوُواَد َل أ اوُلَ ْعَا

Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hambahamba-Ku yang berterima kasih. (QS. Saba : 13)

4. Boleh Mendirikan Masjid di Atas Kubur

ِل ْمِ ْيَْلَع َنَ ْ َثَْعَأ َ ِلََِٰذَكَو

ْذ

ِ

ا اَيِْف َبْيَر َلا َةَعا ذسلا ذنَأَو ٌّقَح ِ ذللَّا َدْعَو ذنَأ اوُمَلْعَي

َنيِ ذلَّا َلاَق ۚ ْمِ ِبَ َُلَْعَأ ْمُ ُّبََر ۖ ًنَاَيْنُب ْمِ ْيَْلَع اوُنْبا اوُلاَقَف ۖ ْ ُهِ َرْمَأ ْمُ َنَْيَب َنوُعَزاَنَتَي

اوُبَلَغ

ْمِ ْيَْلَع ذنَذِخذتَنَل ْ ِهِِرْمَأ ٰ َلََع

اًد ِج ْسَم

Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui

(13)

13

tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". (QS. Al-Kahfi : 21)

5. Hukuman Langsung Bagi Umat Terdahulu

Umat terdahulu biasanya selalu dihukum secara on the spot ketika mereka melakukan kesalahan. Sepanjang ayat Al-Quran bertabur kisah mereka dijatuhi berbagai macam jenis hukuman karena kesalahan-kesalahan mereka.

َنوُعذ َضََّتَي ْمُهذلَعَل ِءاذ ذضَّلاَو ِءا َسْأَبْل ِبِ ْ ُهِ َنَْذَخَأَف َ ِلِْبَق ْنِم ٍمَمُأ َٰلَ

ا اَنْل َسْرَأ ْدَقَلَو

ِ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. Al-An’am : 42)

Seringkali kesalahan yang kalau kita ukur dengan kesalahan kita hari ini, sebenarnya biasa-biasa saja, mudah lah diampuni, dan tidak harus langsung turun hukuman dari langit.

Namun memang demikianlah Allah SWT sedikit berbeda dalam memperlakukan kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan umat-umat sebelum kita di masa lalu.

(14)

14

C. Berubahnya Hukum di Masa Kenabian

Di masa kenabian Muhammad SAW sendiri kita menemukan ada proses nasakh mansukh, dimana suatu perkara para awalnya dibolehkan, namun kemudian diharamkan.

Misalnya terkait dengan masih dibolehkannya nikah mut’ah sebelum diharamkan, atau dibolehkanya ziarah kubur setelah sebelumnya dilarang.

1. Dihapuskannya Nikah Mut'ah

َق

َلا

َع

ُدب

ِالل

ُك دوعسم نبا

ذن

َن ا

ُزغ

َم و

َع َ

ر

ُس

ِلو

ِالل

َو َل

َسي

َل

َان

َ

ش

ٌء

َف ُق

َنل ا

: َأ

َلا

َن

َت س

ِ

صخ

َف ؟

ََنَ

َنَا

َع

َذ ن

َ ِ

لِ

ذُث

َر

ذخ

َص

َل َن

َأ ا

َن ن

ِكن

َح

لما

َ َأر

َة

ِبِ

ذثل

ِبو

ِ

ا

َلَ

َأ

َج

ٍل

ذُث

َق

َر َأ

َع ْب

ُد

الل

: َي

آأ َأ َُّيّ

ِذلَّا ا

َني

َمآأ

ُن

َلا او

َُت

ِ ر ُم

َط او

ِ ي َاب

ِت

َم

َأ ا

َح

ذل

ُالل

َل

ُْكُ

Abdullah bin Mas’ud radhiyalahuanhu berkata,"Kami perang bersama Rasulullah SAW dan kami tidak mengajak istri, kami berkata,"Apakah sebaiknya kita mengebiri?". Rasulullah SAW melarang kami melakukannya namun beliau mengizinkan kami untuk menikahi wanita dengan selembar pakaian untuk waktu terbatas. Lalu Abdullah membaca

(15)

15

ayat : Wahai orang yang beriman. Janganlah kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan untuk kalian. (HR. Bukhari Muslim)

Hadits yang membolehkan nikah mut’ah atau kawin kontrak ini ternyata statusnya merupakan hadits shahih dan termuat di dalam Shahih Bukhari dan juga Shahih Muslim, namun meski haditsnya shahih ternyata isinya sudah dihapus atau berstatsu mansukh.

a. Asbabul Wurud

Latar belakang atau asbabul wurud-nya adalah masalah kendala menahan hajat biologis. Perintah berjihad ke berbagai penjuru dunia di masa itu terkendala urusan kebutuhan biologis, sebab para shahabat berjihad di negeri orang seringkali berbulan-bulan tidak pulang. Meski mereka bisa bertahan dalam urusan makan, minum, perlindungan, cuaca dan situasi pertempuran, namun urusan kebutuhan biologis ternyata tidak mudah dicarikan solusinya.

Maka muncul usulan untuk melakukan istikhsha’ (ءاصختسا) yaitu mengkebiri saja alat kelamin mereka, sehingga tidak lagi punya nafsu dan kebutuhan biologis. Hal semacam itu sudah lazim dilakukan oleh para rahib dan pendeta di kalangan Bani Israil, bahkan dianggap sebagai bagian dari berserah-diri dan pendekatan kepada Allah SWT. Wajar bila ada usulan semacam itu.

(16)

16

Namun ternyata melakukan pengkebirian dalam syariat Islam hukumnya diharamkan, bahkan meski dalam keadaan darurat sekalipun. Sebab pengkebirian itu berarti memutus kemungkinan untuk punya keturunan untuk selamanya.

Maka keringanan yang diberikan adalah menikah secara sementara alias nikah mut’ah. Maka Rasulullah SAW mempersilahkan para shahabat menikah secara kontrak pendek dengan wanita lokal, yang mana tujuannya sekedar melampiaskan nafsu dan kebutuhan biologis saja. Maharnya pun hanya selembar pakaian, yang menurut ukuran di masa itu tidak seperti mahar yang lazim dikenal.

Di kemudian hari, menikah seperti itu lebih akrab disebut dengan nikah mut’ah, yang mana akadnya kurang lebih seperti berikut : Aku nikahi kamu dengan mahar selembar baju ini sampai masuk waktu Ashar. Maka begitu masuk waktu Ashar, pernikahan pun selesai dan status mereka berdua sudah bukan lagi suatu istri secara otomatis. Hadits ini masih kita baca di dalam banyak kitab hadits, dan secara status haditsnya shahih. Lalu apakah boleh kita jalankan di masa sekarang ini? Tentu tidak boleh, karena status hukumnya sudah mansukh.

b. Dinasakh

Pernikahan semacam ini secara darurat pernah diizinkan oleh Rasulullah SAW. Dan izin itu tercatat

(17)

17

sampai hari ini di dalam kitab-kitab hadits yang muktamad, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Namun hadits itu kemudian dihapus (nasakh) dan dinyatakan tidak lagi berlaku dengan hadits yang lain sebagaimana hadits berikut ini :

َأ

ذن

َر ُ

س

َلو

ِالل

ََنَّ

َع ى

ُم ن

َعت

ِة

ِنلا

َس

ِءا

َي

َمو

َخ

َبَي

Bahwa Rasulullah SAW mengharamkan menikahi wanita secara mut'ah pada saat Perang Khaibar

َخ

اَنْجَر

اَنَعَمَو

ُءا َسِ نلا

ِتِذلَلا

اَنْعَتْمَت ْ سا

نِ ِبَ

.

لاَقَف

لو ُسَر

ِذللَّا

:

ذنُه

ٌماَرَح

َلَ

ِ

ا

ِمْوَي

ِةَماَيِقْلا

Kami pernah bepergian dan kami ditemani para wanita yang kami nikahi secara mut’ah. Maka Rasulullah SAW bersabda,”Para wanitai itu haram sampai hari kiamat. (HR. Muslim)

َيَ

اَُّيَّأ

ُساذنلا

ِ ن

ا

ِ

ْدَق

ُتْنُك

ُتْنِذَأ

ُْكَُل

ِفِ

ِعاَتْمِت ْ سِلاا

َنِم

ِءا َسِ نلا

ذن

ِ

اَو

َذللَّا

ْدَق

َمذرَح

َ ِ

لَِذ

َلَ

ِ

ا

ِمْوَي

ِةَماَيِقْلا

Dari Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Juhani berkata bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut’ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah

(18)

18

mengharamkannya sampai hari kiamat. (HR. Muslim).

ىَ َنَّ

ُسَر

لو

ِذللَّا

ِنَع

ِةَعْتُمْلا

لاَقَو

:

اَمذن

ا

ِ

ْتَن َكَ

ْنَمِل

ْمَل

ْدِ َيَ

اذمَلَف

لَزَن

ُح َكاِ نلا

ُقَلَ ذطلاَو

ُةذدِعْلاَو

ُثاَيرِمْلاَو

َ ْيَْب

ِج ْوذزلا

ِةَأْرَمْلاَو

ْتَخ ِسُن

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW mengharamkan nikah mut’ah. Beliau berkata,”Nikah mut’ah itu hanya berlaku buat mereka yang belum mendapatkannya. Namun ketika turun syariat tentang nikah, talak, iddah dan waris di antara suami istri, maka nikah mut’ah itu dihapus.(HR. Ath-Thabarani)

ذن

ِ

ا

اَم

ِتَن َكَ

ُةَعْتُمْلا

ِفِ

لذوَأ

ِمَلَ ْسْإلاا

َن َكَ

لُجذرلا

ُمَدْقَي

َةَ ْلَْبْلا

َسْيَل

َُلَ

اَ ِبَ

ٌةَفِرْعَم

ُجذوَ َتََيَف

َةَأْرَمْلا

ِر ْدَقِب

اَم

ىَرَي

ُهذنَأ

ُيمِقُي

ُظَفْحَتَف

َُلَ

ُهَعاَتَم

ُحِل ْصُتَو

َُلَ

ُهَنْأ َش

ذتَّح

ِتَلَزَن

:

َنيِ ذلَّاَو

ُْهِ

ْمِ ِجِو ُرُفِل

َنو ُظِفاَح

ذلا

ِ

ا

َلََع

ْمِ ِجِاَوْزَأ

ْوَأ

اَم

ْتَكَلَم

ْمُ ُنَّاَمْيَأ

Abdullah bin Abbas radhiyallahuanhu berkata bahwa nikah mut’ah itu disyariatkan di awal-awal pensyariatan. Saat itu seseorang yang mengembara di suatu negeri tanpa punya pengetahuan berapa lama akan tinggal, lalu dia menikah dengan seorang wanita sekadar masa bermukim di negeri itu, istrinya itu memelihara hartanya dan mengurusinya, hingga turunnya ayat : orang-orang yang

(19)

19

menjaga kemaluannya kecuali kepada istrinya dan budaknya. (HR. At-Tirmizy)

2. Haramnya Ziarah Kubur

ُرِ كَذُتَو َيَْعلا ُعَمدَتَو َبلَقلا ُّقِرَت َا ذنَّ

اَف اَهوُروُزَف َلاَأ ِروُبُقلا ِةَر َيَِز نَع ُكُُتيَ َنَّ ُتنُك

ِ

اًر َهَ اوُلوُقَت َلاَو َةَرِخآلا

Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak ketika berziarah” (HR. Al-Hakim)

Ziarah kubur termasuk ibadah yang pada awalnya diharamkan, namun kemudian dianjurkan dalam agama. Pengharaman ziarah kubur sebelumnya disebabkan para shahabat masih baru saja meninggalkan pola kepercayaan jahiliyah, yang salah satu bentuknya seringkali meminta-minta kepada kuburan.

Padahal perbuatan itu termasuk perbuatan syirik yang dosanya tidak akan diampuni bila terbawa mati dan belum bertaubat. Termasuk kebiasaan mereka mengkeramatkan kuburan serta melakukan berbagai ritual lainnya yang hukumnya haram.

(20)

20

Namun ketika para shahabat sudah lebih kental keimanannya, lebih dewasa cara berpikirnya serta sudah tidak ingat lagi masa lalunya tentang ritual aneh-aneh terhadap kuburan, maka Rasulullah SAW pun membolehkan mereka berziarah kubur. Dalam hal ini, beliau bersabda:

Dari Buraidah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dahulu aku larang kalian untuk berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah." (HR. Musim)

3. Makanan Dibakar Api Batalkan Wudhu'

ُراذنلا ِت ذسَم اذمِم اوُئ ذضَوَت

Berwudhu' lah kalian setelah memakan makanan yang sudah dibakar. (HR. Muslim)

Memakan makanan yang langsung dibakar dengan api di masa lalu termasuk perkara yang membatalkan wudhu'. Namun kemudian hukumnya dicabut dan tidak lagi berlaku, sehingga meski memakannya, tidak perlu memperbaharui wudhu'.

ِالل ِلو ُسَر نِم ِنيَرمَلا َرِخَأ َن َكَ : ِاللِدبَع ِنب ِرِبَاج نَع

اذمِم ِءو ُضُولا ُكرَت

ُراذنلا ِت ذسَم

Dari Jabir bin Abdullah bahwa di antara dua perkara terakhir dari Rasululllah SAW adalah

(21)

21

meninggalkan wudhu oleh sebab memakan makanan yang langsung dibakar api.

Penghapusan hukum ini kita dapati dari hadits di atas, dimana penjelasannya langsung dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu.

(22)

22

D. Hadits dan Perubahan Zaman

1. Haram Jual Air, Api dan Rumput

ا

ٍث َلََث ِفِ ُء َكََ ُشُ َنوُمِلسلم

:

ِراذنلاَو

ِ

َ َكَللاَو ِءاَلما

ٌماَرَح ُهُنَمَثَو

Umat Islam itu bersekutu dalam tiga hal : air, rumput dan api. Dan harganya (memperjual-belikannya) haram(HR. Ahmad)

Hadits diatas kalau kita baca di hari ini, rasanya aneh sekali. Haditsnya melarang kita untuk saling berjual-beli air, rumput dan api. Masak sih hadits melarang kita berjualan air, rumput dan api? a. Kehidupan di Masa Kenabian

Untuk itu kita perlu pahami realitas kehidupan di masa itu, dimana air tersedia dimana-mana, baik dari air hujan, air laut, air sumur, mata air dan lainnya. Sehingga di masa itu ada larangan bagi orang yang ingin menguasai air (baca : memonopoli) yang merupakan hak setiap orang. Kalau sampai ada yang melakukannya, dia telah melakukan kejahatan sosial. Oleh karena itu uang hasil penjualannya diharamkan.

Larangan monopoli yang sama juga berlaku pada rumput dan api, dimana keduanya menjadi hajat hidup orang banyak. Kalau sampai dikuasai

(23)

23

oleh segelintir orang, dimana untuk mendapatkannya harus dengan membayar, maka hal itu termasuk kejahatan. Larangan ini harus dipahami dalam kontek menguasai sumber-sumber air, rumput dan api yang akibatnya masyarakat jadi menderita. Namun hadits ini berarti mengharamkan bisnis air bersih. Juga tidak boleh dipahami halalnya mencuri air dari pipa saluran air berbayar.

b. Beda Kehidupan di Zaman Sekarang

Sedangkan bisnis air yang kita kenal sekarang, konteksnya amat sangat jauh berbeda dengan yang dilarang di dalam hadits ini. Sebab air yang dijual itu bukan air milik publik, tapi air yang asalnya milik publik, tapi oleh penjualnya sudah diproses sedemikian rupa, khususnya proses penjernihan, pengemasan, dan tentu juga pengangkutan dari sumber mata airnya. Berarti dalam sebotol air kemasan itu ada cost atau biaya serta jasa yang tidak bisa digratiskan begitu saja.

Demikian juga halnya dengan api, memang api itu milik publik dan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh orang tertentu. Namun ketika pabrik korek api berinvestasi dengan jumlah modal harta tertentu, untuk membantu masyarakat mudah mendapatkan api dengan memproduksi pemantiknya, maka pada setiap produk itu ada jasa dan ada modal yang harus dibayarkan oleh konsumen.

(24)

24

Hal yang sama juga berlaku pada rumput. Yang haram dikuasai itu rumput liar yang tidak ada pemiliknya di masa kehidupan nabi Muhammad SAW abad ke-7 Masehi. Namun hari ini rumput itu merupakan tanaman yang sengaja ditanam secara khusus untuk pakan ternak. Dimiliki lewat proses pertanian, dengan modal tertentu dan teknologi tertentu, di lahan pertanian tertentu. Maka rumput yang dimaksud dalam hadits ini adalah rumput di masa kenabian, jauh berbeda dengan rumput yang kita kenal sekarang sebagai pakan ternak yang punya nilai jual tersendiri.

2. Kepemilikan Tanah

َُلَ َ ىِهَف ًةَتِ يَم ا ًضْرَأ اَيْحَأ ْنَم

Siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

a. Tanah Kosong

Di masa lalu khususnya di masa kenabian Muhammad SAW yaitu pada abad ketujuh Masehi, kita masih menemukan banyak tanah kosong tak bertuan, yang dinamakan ardhan mayyitan ( اضرأ ةتيم).

Dan sesuai dengan urf atau kebiasaan di masa itu, siapa yang menghidupkan tanah kosong tak bertuan, maka dia boleh menjadi pemiliknya. Dan memang demikianlah Nabi SAW bersabda, sebagaimana hadits di atas.

(25)

25

Para shahabat yang datang hijrah dari Mekkah ke Madinah, awalnya mereka tidak punya rumah di Madinah. Umumnya mereka menumpang di rumah saudara mereka para anshar di Madinah. Namun hal semacam itu tentu tidak bisa selamanya terjadi. Perhalan satu per satu kemudian mulai membangun rumah di Madinah.

Sama sekali tidak ada masalah untuk ketersediaan lahan di Madinah saat itu. Sebab tanah yang kosong tidak bertuan di masa itu terdapat dimana-mana. Kalau pun di tengah Madinah sudah penuh, maka membangun di daerah pinggiran pun tidak jadi masalah, karena padang pasir masih luas tersedia. Siapa saja yang merasa butuh membangun rumah, tinggal pilih lahan yang mana saja, yang belum ada pemiliknya. b. Perubahan Zaman

Namun di masa sekarang ini, sudah tidak ada lagi tanah kosong tak bertuan. Kalau pun ada, tanah itu dikuasai atau dimiliki oleh negara, sebagaimana diatur undang-undang yang berlaku di negara kita.

Maka hadits ini tidak bisa lagi digunakan secara harfiyah sebagaimana di masa kenabian dulu. Sebab konteksnya sudah berbeda.

Demikian juga dengan hadits berikut ini :

(26)

26

Siapa yang membangun dinding padar pada sebidang tanah, maka tanah itu menjadi miliknya. (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Kalau makna harfiyah hadits ini digunakan di masa sekarang, insyaallah pelakunya ditangkap polisi dan masuk penjara bertahun-tahun. Sebab pelakunya telah menyerobot tanah milik orang lain yang bukan haknya.

Dia tidak boleh berdalil dengan menggunakan hadits di atas, karena yang dimaksud membangun pagar di atas tanah itu bukan tanah milik orang, melainkan tanah kosong tak bertuan di masa lalu. Misalnya di padang pasir yang luas tak bertepi dan tak bertuan, silahkan saja kalau mau memiliki tanah itu.

Tetapi setelah terbangun negara yang punya wewenang atas tanah milik negara, kita sudah tidak bisa lagi melakukannya, meski dengan dasar hadits nabawi.

3. Haram Bawa Mushaf Dalam Safar

وُدَعْلا ُهَلاَنَ ي ْنَأ ُنَمآ َلا ِِنِّإَف ِنآْرُقْلِبِ اوُرِفاَسُت َلا

Janganlah kalian bepergian membawa mushaf, karena Aku tidak menjamin musuh akan mendapatkannya. (HR. Muslim)

a. Larangan

Hadits di atas adalah hadits yang dishahihkan oleh Imam Muslim. Positif dan benar sekali bahwa

(27)

27

Rasulullah SAW melarang bepergian membawa Al-Quran.

Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa sampai dilarang bawa Quran ketika safat? Bukankah Al-Quran itu teman hidup kita? Bukankah Al-Al-Quran itu seharusnya selalu kita baca tiap hari dan pada tiap kesempatan? Lalu kenapa dilarang membawanya? Apa sebenarnya inti dari larangan Nabi SAW ini? b. ‘Illat Larangan

Maka perlu kita teliti kenapa Rasulullah SAW sampai melarang membawa lembaran mushaf di kala itu bila bepergian ke negeri non muslim.

Jawabannya sebenarnya tidak usah jauh-jauh, karena kalimat dalam hadits itu sendiri sudah sedikit memberi clue atau jejak. Coba perhatikan alasan yang Rasulullah SAW sebutkan kenapa dilarang bawa mushaf. Ternyata kekhawatirannya nanti mushaf itu jatuh ke tangan musuh, yaitu orang kafir. Ada dua kemungkinan kenapa Nabi SAW takut mushaf itu jatuh ke tangan orang kafir. ▪ Khawatir Dihinakan

Yang biasanya disebutkan para ulama tentang ‘illat larangan ini adalah khawatir nanti mushaf itu akan dijadikan bahan ejekan atau dihinakan oleh para musuh Islam.

Salah satu karakter musuh Nabi Saw di masa itu adalah tidak suka kepada Al-Quran. Lalu dalam peperangan, misalnya musuh bisa merampas mushaf itu dan diperlakukan dengan hina,

(28)

28

seumpama dibuang ke tempat najis, dinjak-injak atau dirobek-robek dan seterusnya. Dan ini termasuk menghina agama Islam.

Dari pada nanti mushaf dihinakan seperti itu, maka Rasulullah SAW wanti-wanti kalau berperang atau bepergian ke negeri kafir yang memusuhi Islam, untuk tidak usah membawa mushaf.

▪ Mushaf Barang Langka

Alasan lain dari lanrangan itu bahwa mushaf itu barang langka. Perlu diketahui bahwa di masa kenabian, Al-Quran itu masih ditulis pakai tangan oleh para shahabat berdasarkan apa yang didiktekan oleh Rasulullah SAW.

Mushaf kala itu belum lagi berupa mushaf yang kita kenal sekarang, bentuknya masih berupa tulisan di atas kulit, tulang, batu atau pelepah kurma. Tentunya yang tertulis belum lagi merupakan keseluruhan ayat Al-Quran yang berjumlah 6.236 ayat. Dan yang perlu diketahui bahwa tidak semua shahabat melakukannya, karena jumlah shahabat yang pandai menulis masih terbatas.

Akibatnya stok mushaf itu amat terbatas. Kalau sampai jatuh ke tangan musuh, kita akan amat sangat merugi. Karena mushaf itu bagian dari kekayaan khazanah intelektual kita.

(29)

29

Namun buat kita di masa sekarang, kira-kira apakah ‘illat yang menjadi titik larangan membawa mushaf ke negeri musuh Islam masih berlaku? Apakah orang-orang yang tinggal di negeri non-muslim itu akan melecehkan mushaf Al-Quran?

Jawabannya memang tidak. Di hari ini kita umat Islam umumnya tidak dalam posisi berperang dengan orang kafir. Banyak sekali umat Islam hari ini yang justru tinggal di negeri-negeri minoritas muslim. Pastinya mereka punya mushaf Al-Quran. Tapi kita tidak pernah mendengar bahwa bangsa Eropa, Amerika, Cina atau pun bangsa-bangsa non-muslim lain melakukan pelecehan terhadap mushaf Al-Quran yang dimiliki oleh mulismin di negeri mereka.

Bahkan di negeri kita ini, justru banyak sekali perusahaan penerbit mushaf yang dimiliki oleh mereka yang nota bene non muslim. Bisnis jual-beli mushaf di masa kita sekarang ini justru merupakan bisnis di bidang penerbitan yang amat menjanjikan.

Apakah di zaman ini kita kekurangan stok mushaf Al-Quran? Jawabannya tidak. Mushaf dicetak dalam jumlah yang amat banyak, tersedia dimana-mana.

Apalagi di masa sekarang sudah banyak diterbitkan mushaf dalam format digital atau software bisa diakses oleh siapa saja lewat internet. Artinya, siapa pun bisa mendownloadnya bahkan non muslim sekalipun.

(30)

30

Ketika suatu larangan itu ada ‘illatnya, maka larangan itu berlaku. Ketika ‘illat larangannya sudah tidak ada, maka logikanya memang larangan itu menjadi tidak lagi berlaku.

4. Haram Wanita Bepergian Tanpa Mahram

َلا

اَهَعَمَو ذلا

ا ٍلاَيَل ِث َلََث َةَير ِسَم َرِفا َسُت ْنَأ ِرِخآ ْلا ِمْوَيْلاَو ِ ذللَّ ِبِ ُنِمْؤُت ٍةَأَرْم ِلا ُّلَِيُ

ِ

ٍمَرْحَم وُذ

Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sejauh perjalanan tiga malam kecuali bersama mahramnya. (HR. Ahmad)

Secara sekilas, hadits di atas tegas menyebutkan keharaman wanita bepergian tanpa disertai mahram. Sehingga ada kalangan yang menganggap keharaman ini bersifat mutlak, tanpa melihat apa sesungguhnya ‘illat di balik keharamannya. Apalagi redaksi hadits lain yang senada cukup banyak dan rata-rata shahih semua, seperti hadits berikut ini :

ٍمَرْحَم وُذ اَهَعَمَو ذلا

ا ًثً َلََث ُةَأْرَمْلا ِرِفا َسُت َلا

ِ

Janganlah seorang wanita bepergian tiga hari kecuali bersama mahramnya. (HR. Muslim) Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW berkhutbah, "Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama

(31)

31

mahramnya." Ada seorang bertanya,`Ya Rasulullah SAW, aku tercatat untuk ikut pergi dalam peperangan tertentu namun isteriku bermaksud pergi haji. Rasulullah SAW bersabda,"Pergilah bersama isterimu untuk haji bersama isterimu." (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad.)

Namun dalam kenyataannya kita melihat bahwa umat Islam tidak sepenuhnya menjalankan ketentuan ini. Ada begitu banyak hal sebaliknya yang justru dilakukan oleh para ulama, dimana mereka membolehkan wanita pergi safar tanpa disertai mahram.

Lalu mereka yang baru belajar hadits jadi bingung, kenapa haditsnya tegas melarang dan shahih, tetapi para ulama kok malah membolehkan saja? Apakah para ulama ini keliru dan terlalu bodoh tidak tahu adanya hadits itu? Atau kah mereka terbuai dengan hawa nafsu sehingga lalai dan menghalalkan apa yang telah Allah haramkan? a. Beberapa Fakta

Jamaah haji dan umrah : Pemerintah Saudi Arabia mewajibkan jamaah haji dan umrah wanita untuk ditemani mahram. Harus ada surat tanda mahram yang dilampirkan dalam passport saat pemeriksaan di imigrasi di bandara King Abul Aziz. Namun khusus wanita yang sudah berusia 45 tahun, syarat mahram ini tidak berlaku lagi. Padahal haditsnya tidak ada menyebutkan batas

(32)

32

usia. Kenapa peraturan imigrasi Saudi membolehkan wanita usai 45 tahun masuk ke negeri itu untuk masuk tanpa disertai mahram?

Tenaga Kerja Wanita : Ada ratusan ribu tenaga kerja wanita kita yang bekerja mencari nafkah di Saudi Arabia. Mereka terbang ribuan kilometer jaraknya dari kampung halaman, meninggalkan suami dan ayah mereka, tanpa disertai mahram yang menemani. Tetapi di imigrasi mereka tidak dimintakan surat mahram, sebagaimana jamaah haji dan umrah. Bahkan tidak ada batasan usia 45 tahun.

Dan hal ini sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu, dimana seharusnya hal semacam ini pun tidak boleh terjadi sepengetahuan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Sebab secar teks hadits memang haram wanita bepergian tanpa mahram. Dan tenaga kerja wanita kita bukan sekedar bepergian lagi, malah menetap di negeri orang bertahun-tahun tanpa mahram.

Mahasiswi dan Pelajar Wanita : Di Saudi, Mesir, Syam, dan berbagai negeri Islam lainnya, ada begitu banyak pelajar wanita yang menuntut ilmu datang dari berbagai negara asal. Rata-rata mereka semua masih perawan, belum menikah dan belum bersuami. Datang menuntut ilmu tanpa diantara saudaranya atau mahramnya.

Kalau menggunakan teks hadits di atas, seharusnya tidak diperbolehkan, karena

(33)

33

larangannya tegas tidak boleh bepergian kecuali ditemani mahram.

b. Hadits Pembanding

Ternyata teks hadits yang melarang wanita bepergian tanpa mahram itu tidak berlaku mutlak, namun ada ‘illat keharamannya yang memang tidak disebutkan di dalamnya. ‘Illatnya baru kita temukan manakala kita membaca hadits yang lain, misalnya hadits berikut ini :

َع ُتْئِبْنُأ ْدَقَو اَهَرَأ ْمَل : ُتْلُق ؟َةَيرِلحا َتْيَأَر ْلَه ُّيِدَع َيَ

َكِب ْتَلا َط ْن

ِ

اَف َلاَق اَ ْنَ

ذلا

ِ

ا اًدَحَأ ُفاَ َتَ َلا ِةَبْعَكل ِبِ َفو ُطَت ذتَّح ِةَيرِلحا َنِم ُلَِتْرَت َةَنيِع ذظلا ذنَيَ َتََل ٌةاَيَح

َذللَّا

Wahai Adi, apakah kamu pernah melihat Hirah? Aku menjawab,”Belum, tetapi pernah diceritakan”. Nabi SAW bersabda,”Bila usiamu panjang, kamu akan melihat seorang wanita berjalan dari Hirah hingga tawaf di Baitullah tanpa takut apapun kecuali Allah.

Hadits ini berkisah tentang akan datang suatu masa dimana seorang wanita akan bepergian seorang diri tanpa ditemani mahram, dari Hirah di Iraq Karbala sana, ke Baitullah di Mekkah, melewati padang pasir dan perjalanan panjang berminggu dan berbulan, namun dia sama sekali tidak takut apa pun kecuali hanya takut kepada Allah SWT.

(34)

34

Dari hadits yang dishahihkan oleh Imam Al-Bukhari ini, para ulama mengambil kesimpulan bahwa syarat kesertaan mahram itu bukan syarat mutlak, melainkan syarat yang diperlukan pada saat perjalanan keluar kota yang tidak terjamin keamanannya, baik dari kejahatan maupun dari fitnah lainnya.

Dan jelas sekali digambarkan bahwa Rasulullah SAW mengatakan bahwa suatu saat nanti akan ada wanita yang bepergian dari Hirah ke Makkah sendirian tanpa takut dari ancaman apapun. Dan bahwa seorang wanita akan berjalan sendirian, menembus gelapnya malam dan melintasi padang pasir tak bertepi, tetapi dia sama sekali tidak takut atas ancaman apapun.

Dengan amat jelasnya penggambaran Nabi SAW ini, menurut para ulama, hal itu tidak lain menunjukkan hukum kebolehan seorang wanita bepergian sendirian ke luar kota, tanpa mahramatau juga suami. Dengan demikian, keberadaan mahram atau suami dibutuhkan hanya pada saat tidak adanya keamanan saja.

Ini adalah pendapat yang didukung oleh Al-Imam Malik. Al-Al-Imam Asy-Syafi`i, Daud Azh-Zhahiri, Hasan Al-Bashri, Al-Mawardi dan lainnya. Bahkan Al-Imam Asy-syafi'i dalam salah satu pendapat beliau tidak mengharuskan jumlah wanita yang banyak tapi boleh satu saja wanita yang tsiqah. Semua mensyaratkan satu hal saja, yaitu amannya perjalanan dari fitnah.

(35)

35

Al-Imam Malik rahimahullah mengatakan bila aman dari fitnah, para wanita boleh bepergian tanpa mahram atau suami, asalkan ditemani oleh sejumlah wanita yang tsiqah (bisa dipercaya).

Sedangkan Al-Mawardi dari ulama kalangan As-Syafi'iyah mengatakan bahwa sebagian dari kalangan pendukung mazhab As-syafi'i berpendapat bahwa bila perjalanan itu aman dan tidak ada kekhawatiran dari khalwat antara laki dan perempuan, maka para wanita boleh bepergian tanpa mahram bahkan tanpa teman seorang wanita yang tsiqah.

Namun semua itu hanya berlaku untuk haji atau umrah yang sifatnya wajib. Sedangkan yang hukumnya sunnah,hukum kebolehannyatidak berlaku. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi yang menyebutkan bahwa suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari kota Hirah ke Makkah dalam keadaan aman.

Selain itu pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan dalil bahwa para isteri nabi pun pergi haji di masa Umar setelah diizinkan oleh beliau. Saat itu mereka ditemani Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Demikian disebutkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari.

Ibnu Taimiyah sebagaimana yang tertulis dalam kitab Subulus Salam mengatakan bahwa wanita yang berhaji tanpa mahram, hajinya syah.

(36)

36

Begitu juga dengan orang yang belum mampu bila pergi haji maka hajinya syah.

5. Kambing Tersesat Jadi Milik Kita

بْئِ لِل ْوَأ َكيِخَ ِل ْوَأ َ َلِ َ ِهِ اَمذن

اَف اَه ْذُخ

ِ

Ambil kambing itu, karena kambing yang tersesat itu jadi milikmu, atau milik saudaramu atau dimakan serigala. (HR. Muslim)

a. Keadaan di Masa Itu

Kambing yang hilang dari kumpulannya, lalu kesasar masuk ke rumah kita, maka hukumnya di masa itu dianggap sudah bukan hak si pemilik lagi. Apalagi kalau sudah tidak ada lagi yang mengakuinya. Karena seekor kambing sulit dikenali lagi kalau terpisah dari kerumunannya. Bahkan penggembalanya pun tidak bisa membedakannya, karena saking banyaknya kerumunan kambing. Dan biasanya tidak selalu dihitung jumlahnya.

Maka ketentuan yang disepakati di masa itu, kalau sudah diumumkan di masjid tapi tidak ada yang mengakuinya, siapa yang menemukannya dialah yang jadi pemiliknya. Sebagaimana hadits di atas.

b. Perubahan Zaman

Namun ketika zaman berubah, hukum yang berlaku pun ikut berubah juga. Tidak bisa serta merta kambing yang masuk halaman kita langsung

(37)

37

kita sembelih hanya karena keliru memahami konteks haditsnya.

(38)

38

E. Fiqih Klasik dan Perubahan Zaman

1. Miqat Haji

Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW menyebutkan beberapa tempat miqat bagi jamaah haji.

ِذللَّا لو ُسَر ذن

ا

ِ

َةَفْحُجْلا ِما ذشلا لْه ََِألَو ِةَفْيَلُحْلا اَذ ِةَنيِدَمْلا لْه ََِأل َتذقَو

َلْمَلَي ِنَمَيْلا لْه ََِألَو لِزاَنَمْلا َن ْرَق ٍدْ َنَ لْه ََِألَو

م

.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata,"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan batas (miqat makani) buat penduduk Madinah adalah Dzulhulaifah, buat penduduk Syam adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarnul-manazil, buat penduduk Yaman adalah Yalamlam.(HR. Bukhari dan Muslim)

ِذللَّا لو ُسَر ذنَأ اَمُ ْنََع ُ ذللَّا َ ِ

ضِ َر َرَ ُعَ ِنْب ِ ذللَّا ِدْبَع نع

ِةَنيِدَمْلا لْهَأ لُِيّ : لاَق

ُدْبَع لاَق . ٍن ْرَق ْنِم ٍدْ َنَ لْهَأَو ، ِةَفْحُجْلا َنِم ِما ذشلا لْهَأَو ، ِةَفْيَلُحْلا يِذ ْنِم

ِ ذللَّا

-

َي

َرَ ُعَ َنْبا ِنِْع

-

ِذللَّا لو ُسَر ذنَأ ِنَِغَلَبَو

ْنِم ِنَمَيْلا لْهَأ لُِيَّو : لاَق

ََلَْمَلَي

(39)

39

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAWbersabda,"Penduduk Madinah mulai berhaji dari Madinah adalah Dzulhulaifah, Buat penduduk Syam adalah Juhfah, buat penduduk Najd adalah Qarn". Dan Abdullah bin Umar berkata,"Telah sampai kabar kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Buat penduduk Yaman mulai berhaji dari Yalamlam."(HR. Bukhari dan Muslim)

Namun seiring perubahan zaman, rute tradisional itu umumnya berganti dengan rute baru. Para jamaah haji modern saat ini sama sekali tidak melewati titik-titik miqat makani sesuai nash (Dzul Hulaifah, Juhfah, Qarnul Manazil, Yalamlam, Dzatu Irqin).

Apalagi kebanyakan mereka naik pesawat terbang dan kapal laut. Muncul perdebatan, apakah boleh menetapkan miqat baru pada rute-rute baru itu?

Khususnya kota Jeddah yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash, namun di masa modern ini justru jadi kota pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Bolehkah Jeddah dijadikan miqat baru di hari ini?

Maka dalam hal ini setidaknya ada dua pendapat yang berkembang :

a. Ikut Miqat di Darat

Bahwa miqat makani buat mereka yang naik pesawat terbang harus mengikuti miqat yang ada

(40)

40

di darat, sehingga mulai berihram harus dilakukan di atas pesawat, adalah pendapat beberapa ulama, di antaranya :

▪ Majelis Bahtsul Masail Nadhatul Ulama ▪ Fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz

▪ Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia ▪ Fatwa Majma' Fiqih Al-Islami

b. Dimana Pesawat Mendarat

Sementara di sisi lain, memang tidak sedikit kalangan ulama yang menjadikan Bandara King Abdul Aziz di Jeddah sebagai tempat miqat.

▪ Kementerian Agama RI

▪ Majelis Ulama Indonesia (MUI)

▪ Pendapat Al-Marhum Syekh Yasin Al-Fadani. ▪ Pendapat Syeikh Mustafa Az-Zarqa’

2. Perbudakan

Contoh mudahnya kalau kita bicara terkait budak yang menjadi mustahiq zakat. Seluruh ulama bahwa ijma’ bahwa budak adalah salah satu dari 8 asnaf berdasarkan surat A-Taubah 60.

َيِْلِماَعْلاَو ِيِْكا َسَمْلاَو ِءاَرَقُفْلِل ُتاَقَد ذصلا اَمذن

ا

ِ

ِباَقِ رلا ِفَِو ْمُ ُبَوُلُق ِةَفذلَؤُمْلاَو اَ ْيَْلَع

ُ ذللَّاَو ۗ ِ ذللَّا َنِم ًة َضيِرَف ۖ ِليِب ذسلا ِنْباَو ِ ذللَّا ِليِب َس ِفَِو َيِْمِراَغْلاَو

ٌيمِلَع

ٌيمِكَح

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,

(41)

41

pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan… (QS. At-Taubah : 60)

Namun kini perbudakan sudah hilang setidaknya secara aspek legal, diawali sehak tahun 1800-an, Eropa dan Amerika dan begitu juga di hampir seluruh dunia sudah tidak lagi mengakui perbudakan sebagai hal yang legal. Meski sisa pernik-pernik tindakan intimidasi kepada bekas budak masih kita saksikan hingga tahun 70-an di USA.

Lalu bagaimana dengan ayat di atas yang secara sakral mengabadikan hak-hak para budak untuk dapat bagian dari zakat? Kalau budaknya sudah tidak ada lagi, apakah hak itu jadi gugur dengan sendirinya, ataukah pengertian budak harus dicarikan qiyasnya?

Bagaimana juga dengan sejumlah kaffarat seperti kaffarah yamin (sumpah), kaffarat jima’ siang hari Ramadhan, kaffrah zhihar dan lainnya yang mengharuskan pembebasan budak? Apakah pilihan kaffarah menjadi berkurang ataukah budakna mau diqiyaskan dengan hal lainnya di zaman sekarang?

Tentu para ulama kontemporer bisa berdebat sampai pagi untuk urusan semacam ini. Namun satu hal yang bisa kita catat bahwa kontektualisasi

(42)

42

adalah hal yang tidak bisa lagi dihindari seiring dengan perubahan kehidupan.

Itu baru satu masalah terkait perbudakan. Bagaimana dengan emas dan cara kita memandangnya?

3. Emas

Emas (dan perak) itu barang yang wajib dizakatkan dengan ketentuan yang baku dan rinci dijelaskan dalam nash-nash syariah. Namun semua itu terjadi ketika emas di masa lalu masih dianggap sebagai alat tukar alias uang.

ٍباَذَعِب ْ ُهِ ْ ِ شَّبَف ِ ذللَّا ِليِب َس ِفِ اَ َنَّوُقِفْنُي َلا َو َة ذضِفْلاَو َبَهذلَّا َنوُ ِنِْكَي َنيِ ذلَّاَو

ٍيمِلَأ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At-Taubah : 34)

Dunia kemudian berubah dimana emas sudah tidak lagi jadi alat tukar yang berlaku secara teknis. Memang awalnya masih jadi alat tukar meski diwakili oleh kertas cetakan yang dikeluarkan oleh bank. Emasnya disimpan di bank dan sebagai gantinya kertas yang mewakili emas yang diedarkan.

(43)

43

Namun sejak Presiden Amerika Richard Nixon mengumumkan di tahun 1970, kira-kira 50-an tahun yang lalu, maka status emas berubah secara gradual, tidak lagi jadi alat tukar baik secara fisik atau pun secara qiyas dengan kertas. Sebab lembar-lembar kertas itu dicetak oleh suatu negara tanpa pertimbangan cadangan emas sama sekali. Go to hell with your gold.

Maka sejak pertama kalinya kita berubah pandangan terhadap emas, tidak lagi jadi alat tukar dan tidak lagi jadi benda ribawi.

Setidaknya demikian yang difatwakan oleh Syeikh Ali Jumah mufti negeri Mesir ketika ditanya apakah bunga dari menyimpan uang di bank termasuk riba atau bukan? Beliau tegas menyatakan bahwa emas bukan lagi benda ribawi sebagaimana di masa lalu, sehingga ziyadah atas uang kertas yang dipinjamkan sama sekali tidak bisa disamakan dengan kasus emas.

4. Musik

Banyak disebutkan bahwa keharaman musik itu disepakati empat mazhab. Klaim seperti ini perlu diluruskan karena kurang tepat. Yang benar adalah bahwa ada ulama yang mengharamkan musik di masing-masing mazhab yang empat. Namun bukan berarti keharamannya mutlak disepakati seluruh ulama di masing-masing mazhab.

(44)

44

Lalu mengapa keharamannya tidak disepakati oleh para ulama?

Jawabannya karena tidak ada dalil yang qath’iyyuts-tsubut sekaligus qath’iyud-dilalah atas keharamannya. Mereka yang mengharamkan musik tidak pernah menggunakan hadits yang sharih sekaligus shahih. Namun karena mereka menyebutkan beberapa ‘illat keharaman yang terdapat pada pertunjukan musik.

Di masa lalu orang tidak mengenal musik seperti hari ini. Musik di masa lalu selalu hadits dalam bentuk pentas dan pesta musik, yang tidak pernah terlepas dari 3 unsur utama, yaitu meninggalkan shalat, zina (sex) dan minum khamar. Berbeda jauh dengan musik di masa kita sekarang yang bisa direkam dan didengarkan lewat alat pemutar musik, sama sekali tidak butuh pentas dan pesta.

5. Pembatal Puasa

Fiqih empat mazhab sepakat menyebutkan bahwa salah satu penyebab batalnya puasa akibat masuknya sesuatu ke dalam jauf di tubuh kita saat puasa.

Dasarnya adalah fakta atau asumsi ilmiyah yang berkembang di masa itu, yang mengatakan bahwa semua jauf atau rongga atau lubang di tubuh kita punya saluran langsung ke lambung kita.

Jadi kira-kira disamakan dengan saluran pencernaan, meski makanan belum sampai

(45)

45

lambung dan baru melewati tenggorokan, sudah dianggap batal puasanya.

Lalu semua jauf atau rongga atau lubang di tubuh kita ikut diqiyaskan dengan saluran makanan. Sehingga kalau lubang kuping, hidung, mata, dan lainnya kemasukan sesuatu benda, puasanya batal.

Itu fatwa yang didasarkan pada asumsi ilmiyah di masa lalu.

Namun di masa modern ini, setelah manusia bisa melakukan bedah anatomi secara lengkap, bisa rongent, MRI, termasuk juga endoskopi, fakta ilmiyah mematahkan asumsi masa lalu.

Terbukti hari ini bahwa tidak semua rongga tubuh itu benar-benar terhubung dengan lambung, sebagiannya tidak tersambung. Sehingga tidak bisa lagi diqiyaskan dengan saluran makanan.

Temuan-temuan ini kemudian mengubah ijtihad sebagian ulama kekinian untuk memfatwakan hal yang berbeda dengan fatwa para ulama klasik sebelumnya.

Bahwa masuknya benda ke jauf yang awalnya dianggap membatalkan puasa, karena punya kesamaan kasus dengan makan, ternyata terkoreksi dan sudah tidak lagi bisa dijadikan hujjah.

Tentu kasus seperti ini jarang terjadi. Kalau pun terjadi, menarik untuk dijadikan bahan disertasi,

(46)

46

khususnya di bidang Fiqih Nawazil alias Fiqih Kontemporer.

Tentu para ulama kontemporer akan menilainya secara bersama-sama. Sebagian mungkin ditolak karena dianggap terlalu memaksakan. Namun sebagian mungkin bisa diterima karena masuk akal.

(47)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat perbandingan penggunaan fisik antara input luar (eksternal) dan input dalam (internal) dalam aktivitas usahatani di lahan usaha dan di lahan pekarangan yang

Untuk memitigasi risiko tersebut dibuatlah skema akad di mana aset yang ingin dibeli oleh nasabah dengan pembiayaan dari bank disewakan terlebih dahulu dengan

Jumhur ulama dari kalangan malikiyah, Syafi'iyah dan hanabilah berpendapat bahwa khamr tidak hanya terbatas pada anggur saja, melainkan setiap minuman yang

Kalau kita telaah lebih jauh, ayat-ayat yang termuat di dalam surat As- Syua’ara banyak menceritakan tentang bagaimana hijrahnya Nabi Musa alaihissalam bersama dengan bangsa

Dengan demikian, tokoh umat Islam seperti kita harus paham dan mengerti bahwa yang tidak hitam-putih justru yang paling banyak jumlahnya..

urusan pribadi. Namun di sisi lain juga ada pertimbangan yang tidak kalah pentingnya, yaitu berbisnis dengan lawan jenis, tentu kurang sehat. Apalagi rekan bisnis itu seorang

Dengan demikian, yang dimaksud dengan judul penelitian diatas adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan dari usaha-usaha yang dilakukan dalam

Hasil analisis data kuantitatif dari validator Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan, diketahui bahwa hasil penilaian dari 1 orang ahli media pada