• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUPLEMENTASI MINERAL SENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUPLEMENTASI MINERAL SENG"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEM PENGG KIN MENTAS GUNAAN NERJA P IKAN DE FAKUL I MINERA N TEPUNG ERTUMB N KERAP WAHY EPARTEM LTAS PERI INSTITU AL SENG G DARAH BUHAN D PU BEBEK YUNI FAN MEN BUDID IKANAN D UT PERTA 2009 G Zn SEBA H DALAM AN KETA K Cromilep NGGI TASI DAYA PER DAN ILMU ANIAN BOG 9 AGAI PEN PAKAN T AHANAN ptes altivel IK RAIRAN U KELAUT GOR NYEIMBA TERHAD TUBUH lis TAN ANG DAP

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

SUPLEMENTASI MINERAL SENG Zn SEBAGAI PENYEIMBANG PENGGUNAAN TEPUNG DARAH DALAM PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis

adalah benar merupakan bagian dari penelitian Hibah Bersaing Tahun 2008, LPPM IPB mengenai bioavailability Fe-tepung darah. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

WAHYUNI FANGGI TASIK C 14104005

(3)

RINGKASAN

WAHYUNI FANGGI TASIK. Suplementasi Mineral Seng Zn sebagai

Penyeimbang Penggunaan Tepung Darah dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Ketahanan Tubuh Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI dan SRI NURYATI.

Tepung darah selain dapat dijadikan sebagai sumber protein dapat juga dijadikan sebagai sumber zat besi (Fe) organik. Tepung darah merupakan bahan baku yang mengandung Fe dalam konsentrasi yang sangat tinggi mencapai 2769 mg/kg (NRC 1993 dalam Fox 2004). Kandungan Fe yang sangat tinggi ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan Zn (Linder 1992). Zn merupakan mikro mineral yang essensial bagi ikan yang memiliki peranan penting dalam proses metabolisme tubuh ikan. Apabila konsentrasi Zn dalam tubuh ikan kurang dari batas normal dapat menyebabkan munculnya gejala defisiensi antara lain pertumbuhan yang lambat, erosi sisik, dan katarak pada mata yang apabila dibiarkan akan menyebabkan kerugian bagi para pembudidaya. Selain berperan dalam proses metabolisme, Zn juga memiliki peranan penting dalam kinerja sistem imun (Calder 2002). Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi Zn dengan level berbeda dalam pakan yang mengandung tepung darah sebagai sumber Fe organik terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis pada saat sebelum dan sesudah perlakuan stress.

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan bobot rata-rata individu awal 4.74±0.03 g. Jumlah ikan yang dipelihara sebanyak 10 ekor ikan per akuarium. Pakan uji yang digunakan adalah pakan dengan komposisi Zn anorganik yang berbeda yaitu pakan A dengan penambahan Zn 0 ppm, B (75 ppm), C (150 ppm) dan D (225 ppm). Kandungan nutrien keempat jenis pakan perlakuan tersebut dibuat seimbang antara protein (isonitroigeneous) dan energi (isocalory). Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dilakukan selama 40 hari untuk melihat pengaruh dari suplementasi Zn dengan level berbeda terhadap kinerja pertumbuhan, tahap kedua diberikan perlakuan stress pertama untuk melihat pengaruh suplementasi Zn terhadap laju pertumbuhan harian setelah 30 hari perlakuan stress, dan tahap ketiga dilakukan pada hari ke-70 berupa perlakuan stress kedua untuk melihat pengaruh suplementaasi Zn terhadap gambaran darah ikan kerapu bebek pada saat sebelum dan sesudah perlakuan stress.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan Zn dalam pakan ikan kerapu dengan level yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan. Berdasarkan kinerja pertumbuhan dan gambaran darah sebelum perlakuan stress, disimpulkan bahwa penambahan Zn sebesar 150 ppm dapat mengimbangi penggunaan tepung darah sebesar 9% sebagai sumber Fe-organik dalam pakan kerapu bebek Cromileptes altivelis.

(4)

SUPL PEN K Sebag LEMENTA GGUNAAN KINERJA IKA

gai salah sat

DE FAKUL ASI MINER N TEPUNG PERTUMB AN KERAP WAHY tu syarat un Fakultas P Ins EPARTEM LTAS PERI INSTITU RAL SENG G DARAH BUHAN DA PU BEBEK YUNI FAN Skrip ntuk mempe Perikanan da titut Pertani MEN BUDID IKANAN D UT PERTA 2009 G Zn SEBAG H DALAM P AN KETA K Cromilept NGGI TASI si roleh gelar an Ilmu Kel ian Bogor DAYA PER DAN ILMU ANIAN BOG 9 GAI PENY PAKAN TE HANAN T tes altivelis IK Sarjana Per lautan RAIRAN U KELAUT GOR YEIMBANG ERHADAP TUBUH rikanan pad TAN G P da

(5)

Judul Skripsi : Suplementasi Mineral Seng Zn sebagai Penyeimbang Penggunaan Tepung Darah dalam Pakan Terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Ketahanan Tubuh Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis

Nama Mahasiswa : Wahyuni Fanggi Tasik Nomor Pokok : C 14104005

Disetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Mia Setiawati, M.Si Sri Nuryati, M.Si NIP. 131 999 588 NIP. 132 143 338

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Suplementasi Mineral Seng

Zn sebagai Penyeimbang Penggunaan Tepung Darah dalam Pakan terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Ketahanan Tubuh Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis” ini berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemanfaatan tepung darah sebagai bahan baku substitusi tepung ikan yang memiliki nilai tambah sebagai sumber Fe organik dalam pakan sehingga dapat menurunkan biaya pembuatan pakan yang merupakan salah satu kendala dalam pengembangan budidaya ikan kerapu bebek. Tepung darah diketahui sebagai bahan yang memiliki kadar protein dan Fe yang tinggi, namun tidak dapat digunakan dalam jumlah yang banyak karena dapat mengakibatkan penurunan kinerja pertumbuhan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu evaluasi untuk mengkaji pengaruh dari suplementasi Zn sebagai penyeimbang penggunaan tepung darah terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan kerapu bebek.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Diharapkan dengan keterbatasannya, skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Mei 2009 Wahyuni Fanggi Tasik

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Mia Setiawati, M.Si dan Ibu Sri Nuryati, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran.

2. Ibu Iis Diatin, MM. selaku dosen penguji tamu.

3. Bapak Dadang Shafrudin, MS selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya.

4. Staf Laboratorium Nutrisi Ikan (pak Wasjan, bang Yosi dan mbak Retno) atas bantuannya, dan pak Mardi sekeluarga di Ancol.

5. Keluarga penulis: Pak Kis, Ma’ Ibu, dan AcCe yang selalu memberikan dukungan, doa, hiburan, semangat, perhatian dan semua hal yang diperlukan. 6. Sahabat yang setia dalam suka dan duka selama di IPB: ade PhaPhat, mba’

Ochie, tante Elsi, oma Have, Rien, As-tze, Ocean_wanna be, dan teman-teman yang lain (Gama crew, kakak-kakak yang sudah mendukung).

7. Nutrisionist 41: tata, sarah, woro, ica, andi, ima, rizki, rino, dan bain atas dukungan dan bantuannya.

8. Keluarga besar BDP IPB (dosen-dosen, staf TU) dan semua teman-teman khususnya angkatan 41.

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dili pada tanggal 16 Juni 1986 dari ayah Christian Fanggi Tasik dan ibu Renny Fanggi Tasik. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Kupang dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Nutrisi Ikan semester genap 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus OMDA GAMANUSRATIM periode 2006/2007. Tugas akhir dalam perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Suplementasi Mineral Seng Zn sebagai Penyeimbang Penggunaan Tepung

Darah dalam Pakan terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Ketahanan Tubuh Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan ... 3

2.2 Mineral Seng Zn ... 3

2.3 Interaksi Seng dengan Unsur Mineral Lainnya ... 6

2.4 Tepung Darah ... 8

2.5 Gambaran Darah ... 9

2.6 Peranan Fe dan Zn dalam Sistem Ketahanan Tubuh ... 10

III. METODE PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Tempat ... 12

3.2 Wadah dan Media Pemeliharaan ... 12

3.3 Pakan Uji ... 12

3.4 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ... 14

3.5 Analisis Statistik ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Hasil ... 19

4.1.1 Kinerja Pertumbuhan ... 19

4.1.2 Laju Pertumbuhan Ikan 30 Hari Setelah Perlakuan Stress Pertama ... 20

4.1.3 Gambaran darah ... 21

4.2 Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan

(mg/kg pakan) ... 6 2. Interaksi antar mineral dalam tubuh ikan (Chiu, 1989) ... 8 3. Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai

(NRC 1993 dalam fox 2004) ... 9 8 4. Komposisi bahan pakan dan komposisi proksimat ikan uji (100 gr

berat kering) ... 14 11 5. Data konsumsi pakan (KP), survival rate (SR), laju pertumbuhan

harian (PH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak

(RL) dan hepatosomatik indeks (HSI) ... 119 16 6. Data laju pertumbuhan harian 30 hari setelah perlakuan stress

pertama ... 20 1 17 7. Nilai rataan total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit dan kadar

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Metabolisme Zn ... 7

2. Heme dengan Fe sebagai inti dalam cincin forfirin ... 11

3. Skema tata letak wadah perlakuan ... 12

4. Bagan kegiatan penelitian ... 16 3

5. Bobot rata-rata biomassa benih ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari perlakuan pakan uji ... 220 7

6. Bobot rata-rata biomassa benih ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 30 hari setelah perlakuan stress pertama ... 121 18

7. Nilai rataan total eritrosit (a), total leukosit (b), kadar hematokrit (c) dan kadar hemoglobin (d) pada saat sebelum dan setelah perlakuan stress kedua ... 123 9

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis proksimat ... 31

1.1 Kadar air ... 31

1.2 Kadar abu ... 31

1.3 Kadar protein ... 31

1.4 Kadar lemak metode Sochlet ... 32

1.5 Kadar lemak metode Folch ... 33

1.6 Kadar serat kasar ... 33

2. Prosedur perhitungan parameter darah ... 34

2.1 Total leukosit dan total eritrosit ... 34

2.2 Kadar hemoglobin (Hb) ... 36

2.3 Kadar hematokrit (Ht) ... 36

3. Komposisi proksimat bahan pakan ... 37

4. Hasil analisa proksimat pakan uji ... 37

5. Komposisi vitamin mix Roche (per kg) ... 37

6. Komposisi mineral mix (%) ... 37

7. Parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH, DO, alkalinitas dan TAN) setiap perlakuan selama 40 hari pemelihaaan ... 38‘l 2

8. Bobot biomassa ikan awal dan akhir, komsumsi pakan dan bobot ikan kerapu mati (gr) selama 40 hari pemeliharaan ... 38 3

9. Hasil analisa statistik ... 38

9.1 Jumlah konsumsi pakan (gr) ... 38

9.2 Tingkat kelangsungan hidup (%) ... 39

9.3 Laju pertumbuhan harian (%) ... 40

9.4 Efisiensi pakan (%) ... 40

9.5 Retensi protein (%) ... 41

9.6 Retensi lemak (%) ... 42

9.7 Laju pertumbuhan harian (%) setelah perlakuan stress pertama ... 42

9.8 Total eritrosit sebelum dan setelah perlakuan stress kedua ... 43

9.9 Total leukosit sebelum dan setelah perlakuan stress kedua ... 45

9.10 Kadar hematokrit sebelum dan setelah perlakuan stress kedua ... 47

(13)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Budidaya laut saat ini banyak menarik perhatian para investor khususnya pada spesies/organisme yang merupakan komoditi ekspor, salah satu diantaranya adalah ikan kerapu yang memiliki tingkat permintaan cukup tinggi di pasar internasional mencapai puluhan ton/hari untuk pasar Hongkong, China dan Taiwan (Trubus 2009). Permintaan yang cukup tinggi ini menyebabkan banyak pembudidaya yang tertarik untuk membuka usaha di bidang budidaya ikan kerapu. Data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) dalam Trubus (2009) menyebutkan ekspor kerapu pada tahun 2006 mencapai 4800 ton senilai US$24-juta. Pada tahun 2007 angka itu meningkat menjadi 6340 ton senilai US$31,7-juta. Ikan kerapu yang dibudidayakan di Indonesia antara lain kerapu macan, kerapu sunu, kerapu lumpur, kerapu pasir dan kerapu bebek. Namun yang umumnya dijumpai adalah kerapu bebek karena memiliki harga cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 350.000/kg hidup.

Tantangan terbesar dalam kegiatan budidaya khususnya budidaya kerapu adalah menemukan bahan substitusi tepung ikan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap ketersediaan tepung ikan. Bahan baku substitusi atau pengganti ini biasanya merupakan produk sampingan dari sektor peternakan dan pertanian, misalnya tepung tulang daging, tepung darah, tepung bulu, dan minyak jelantah.

Tepung darah selain dapat dijadikan sebagai sumber protein dapat juga dijadikan sebagai sumber zat besi (Fe) organik (Setiawati et al. 2008). Diketahui bahwa tepung darah merupakan bahan baku yang mengandung mineral Fe dalam konsentrasi yang sangat tinggi mencapai 2769 mg/kg (NRC 1993 dalam Fox 2004). Kandungan Fe yang sangat tinggi ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan mineral Zn (Linder 1992). Zn merupakan mikro mineral yang esensial bagi ikan yang memiliki peranan penting dalam proses metabolisme tubuh ikan. Apabila konsentrasi Zn dalam tubuh ikan kurang dari batas normal dapat menyebabkan munculnya gejala defisiensi antara lain pertumbuhan yang lambat, erosi sisik, dan katarak pada mata yang apabila dibiarkan akan

(14)

menyebabkan kerugian bagi para pembudidaya. Selain berperan dalam proses metabolisme, Zn juga memiliki peranan penting dalam kinerja sistem imun (Calder et al. 2002).

Oleh sebab itu diperlukan suatu penelitian untuk menemukan rasio/perbandingan antara mineral Zn dan Fe (Fe organik yang berasal dari tepung darah) yang tepat yang dapat diterapkan dalam pembuatan pakan sehingga dapat memberikan pertumbuhan dan ketahanan tubuh yang lebih baik untuk ikan kerapu bebek.

1.2 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi mineral Zn dengan level berbeda dalam pakan yang mengandung tepung darah sebagai sumber Fe organik terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis pada saat sebelum dan sesudah perlakuan stress.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan

Semua spesies akuatik memerlukan mineral untuk menunjang proses kehidupan yang normal (Lall dalam Halver 1989). Mineral dibutuhkan dalam proses metabolisme, sebagai biokatalis untuk enzim, hormon dan protein. Selain itu mineral juga sangat dibutuhkan dalam sistem osmoregulasi pada ikan (Steffens 1989). Lebih lanjut Lall dalam Halver (1989) menyatakan bahwa beberapa mineral dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga sulit untuk memformulasikannya dalam makanan. Berbeda dengan hewan darat, ikan memiliki kemampuan untuk menyerap beberapa mineral tidak hanya dari pakan tapi juga dari lingkungan eksternal.

Konsentrasi mineral dalam tubuh ikan tergantung pada sumber makanan, lingkungan, spesies, tingkat perkembangan, dan status fisiologinya. Sebagian besar organisme mengakumulasi dan mempertahankan mineral dari lingkungannya. Lall dalam Halver (1989) menambahkan bahwa mineral memiliki peran sebagai elemen esensial yang berfungsi dalam pembentukkan jaringan keras, mempertahankan sistem cairan tubuh (tekanan osmotik, viskositas, dan difusi), serta keseimbangan regulasi asam-basa dalam tubuh ikan. Mineral merupakan komponen utama dari hormon, enzim, dan koenzim.

2.2 Mineral Seng (Zn)

Linder (1992) menyatakan bahwa seng (Zn) adalah mikromineral yang terdapat dalam jaringan manusia/hewan dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme. Zn diperlukan untuk aktivitas lebih dari 90 enzim yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi/sintesis protein, sintesis asam nukleat, biosintesis hemoglobin, transpor CO2 (anhidrase karbonik) dan reaksi-reaksi lain.

Di antara sekian banyak enzim ber-Zn, eritrosit karbonik anhidrase merupakan bagian yang esensial untuk keseimbangan asam basa. Superoksida dismutase (yang membutuhkan Cu dan Zn) didapatkan dalam semua sel, dimana diperkirakan memainkan peranan pertahanan/difusi dalam pembuangan anion-anion superoksida yang rusak. Dalam hubungannya dengan berbagai

(16)

dehidrogenase, Zn memegang peranan bukan hanya dalam metabolisme antara, tetapi juga dalam detoksifikasi alkohol dan dalam metabolisme vitamin A. Menurut Halver (1989), metabolisme vitamin A dipengaruhi oleh Zn. Linder (1992) menambahkan jumlah vitamin A yang dapat dimetabolisme sangat bergantung pada kecukupan Zn, protein dan energi. Selanjutnya dikatakan, defisiensi Zn dapat mengganggu fungsi vitamin A dengan jalan mencegah pembebasannya secara normal dari penyimpanan dalam hati. Dehidrogenase retina (dalam retina) merupakan suatu enzim yang membutuhkan Zn yang terlibat dalam metabolisme pigmen penglihatan bervitamin A. Selain itu Zn juga penting untuk sintesis protein pengikat retinol dalam hati yang dibutuhkan dalam distribusi vitamin melalui plasma. Dalam pengamatan ini, jelas bahwa Zn luas sekali keterlibatannya dalam proses metabolisme (Linder 1992).

Zn juga merupakan bagian dari metaloenzim (superoxide dismutase, carboxypeptidase). Kekurangan Zn dapat berpengaruh terhadap fungsi metabolisme. Pada rainbow trout diperlukan Zn sebanyak 15–30 µg/g dalam pakan (Ogino dan Yang 1978; 1979 dalam Watanabe 1988), walaupun jumlah yang lebih besar mungkin diperlukan untuk mencegah kompetisi dengan Ca. Penggunaan Zn dalam kadar yang tinggi tidak menunjukkan gejala keracunan pada rainbow trout (Wekell et al. 1983 dalam Watanabe 1988).

Kandungan Zn dalam tepung ikan cukup tinggi, oleh sebab itu pakan yang mengandung tepung ikan, tanpa penambahan Zn sudah mencakup 35–45 µg/g pakan, lebih dari yang dibutuhkan. Akan tetapi, penghilangan Zn dalam komposisi mineral pada pakan yang menggunakan tepung ikan (white fish) menyebabkan katarak lensa mata pada rainbow trout dan gejala ini dapat dihilangkan dengan meningkatkan kadar Zn dalam pakan (Ketola dalam Watanabe 1988). Hal ini juga dikemukakan oleh Satoh et al. (1983) dalam Watanabe (1988) yang melakukan penelitian jangka panjang untuk menentukan ketersediaan beragam trace mineral yang terkandung dalam tepung ikan untuk rainbow trout. Pemberian pakan dengan tepung ikan tanpa penambahan Zn menyebabkan katarak pada lensa (100% pada ikan) demikian juga kekerdilan pada tubuh dan pertumbuhan yang terhambat. Pengaruh dari penghilangan/pengurangan Zn sama dengan menghilangkan seluruh trace

(17)

mineral. Penghilangan Mn juga menyebabkan katarak (80% pada ikan), tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan. Penghilangan Zn dari komposisi mineral suplemen pada pakan yang menggunakan tepung ikan menurunkan kadar Mn dan Cu pada ruas-ruas tulang belakang. Demikian juga sebaliknya, penghilangan Mn, Cu atau Co juga menurunkan kadar Zn dalam ruas-ruas tulang belakang. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan Zn, Mn dan Cu sangat penting untuk pakan rainbow trout, terutama pakan yang memanfaatkan tepung ikan sebagai sumber protein.

Pada Atlantic salmon, kebutuhan Zn pada awal masa pemeliharaan sangat tinggi, dan gejala kekurangan seperti pertumbuhan yang lambat dan kadar Fe yang sangat tinggi/berlebihan, muncul dengan sangat cepat. Penambahan Zn sebanyak 37–57 mg/kg pakan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya gejala kekurangan, sementara penambahan Zn sebanyak 57 –97 mg/kg pakan dilakukan untuk mempertahankan kadar Zn dalam tubuh pada fast-growing fry (Maage et al. 1993 dalam Storebakken 2000). Pada ukuran fingerling yang lebih besar (40 g), penambahan Zn sebesar 17 mg/kg perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gejala kekurangan, sementara itu penambahan Zn sebesar 67 mg/kg untuk mempertahankan kadar Zn serum dan tubuh tetap dalam keadaan normal (Maage dan Julshamm 1993 dalam Storebakken 2000).

Berikut ini, pada Tabel 1 disajikan data kebutuhan minimum mineral Zn yang perlu ditambahkan dalam makanan bagi beberapa jenis ikan yang dapat memberikan laju pertumbuhan terbaik dan bobot rata-rata tertinggi dari beberapa penelitian.

(18)

Tabel 1. Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan (mg/kg pakan)

Spesies Zn Referensi

Rainbow trout (Salmo gairdneri) 15 - 30 Watanebe (1988)

Young ell 50-100 Watanebe (1988)

Rainbow trout (Salmo gairdneri) 40 Watanebe (1988) Red drum (Sciaenops ocellatus) 20-25 Gatlin III (1991)

Atlantic salmon (Salmo salar) 37-57a 57-97b

Storebakken (2000) Atlantic salmon (Salmo salar) 17a

67b Storebakken (2000) Bandeng (Chanos chanos) 80 Lim et al. (1991) Ket: a = untuk mencegah terjadinya gejala defisiensi

b = untuk mempertahankan konsentrasi normal Zn tubuh.

2.3 Interaksi Seng dengan Unsur Mineral Lainnya

Komposisi pakan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ketersediaan Zn. Sebagai contoh, phytic acid dari bahan pakan yang berasal dari tumbuhan sangat berpengaruh dalam penurunan kadar Zn (Storebakken et al. 1998 dalam Storebakken 2000). Sumber protein lainnya, seperti wheat gluten, menunjukkan peningkatan penyerapan Zn pada salmon (Storebakken 2000), sementara itu sumber minyak pada pakan tidak memiliki pengaruh pada status Zn pada ikan (Maage dan Waagbo 1990 dalam Storebakken 2000). Peningkatan kadar abu pada pakan dapat menyebabkan penurunan penyerapan/ pengambilan Zn (Shearer et al. 1992 dalam Storebakken 2000).

(19)

Gambar 1. Metabolisme Zn Sumber: Groof dan Gropper (2000)

Penyerapan Seng (Zn2+) sedikit banyaknya berhubungan dengan interaksi antara Zn dan ion-ion metal transisi/kation divalen, terutama Fe2+, Ca2+ dan Cu2+. Interaksi ini dapat menyebabkan kompetisi penyerapan yang terjadi dalam intestin terutama pada saat pengikatan oleh ligand chelate (agen pengikat), sehingga harus dipertimbangkan bila menggunakan suplemen (Groof dan Gropper 2000). Axe (1991) dalam Parakkasi (1999) mengklasifikasikan Zn dan Fe sebagai mineral esensial dengan berat atom sebesar 65.37 (Zn) dan 55.84 (Fe), diduga berat atom Fe yang lebih ringan daripada Zn menyebabkan Fe lebih mudah berikatan dengan agen pengikat yang ada dalam intestin. Sehingga apabila Fe berlebih dalam pakan dapat menjadi penghalang yang menyebabkan menurunnya penyerapan Zn oleh agen pengikat dalam intestine.

Penyerapan Zn memerlukan energi dan ditingkatkan oleh sitrat. Setelah penyerapan dan pemindahan Zn ke dalam plasma, Zn terikat dalam 3 komponen yang satu dengan lainnya dalam keadaan ekuilibrium; sebagian besar terikat dalam albumin, walaupun cukup besar yang terikat pada antiprotease, α2 -makroglobulin. Dari darah, Zn diambil oleh berbagai jaringan (jumlahnya

(20)

tergantung pada kebutuhan). Sebaliknya dari Fe, Zn tidak disimpan dan mudah hilang dari tubuh. Bila berlebihan (konsumsi atau parenterialis) Zn tersebut akan berakumulasi dengan jalan terikat pada metallothionein dalam hampir semua sel (Linder 1992).

Berikut ini, pada Tabel 2 disajikan bentuk interaksi beberapa mineral dalam tubuh ikan.

Tabel 2. Interaksi antar mineral dalam tubuh ikan

Mineral utama penginteraksi Mineral Interaksi mineral Pengamatan pada ikan Calcium (Ca) Phosphorus

(P) Konsentrasi P yang tinggi berpengaruh terhadap

penyerapan Ca

Kebutuhan Ca, dengan tingkat P yang lebih tinggi Magnesium (Mg) Ca Menurunkan ketersediaan Mg Peningkatan kebutuhan Mg, pertumbuhan yang buruk, renal calcinosis Zinc (Zn) Tricalphos, phytic acid, Fe Menurunkan ketersediaan Zn Peningkatan kebutuhan Zn, pertumbuhan yang buruk, katarak Sumber: Chiu (1989)

2.4 Tepung Darah (Blood Meals)

Tepung darah merupakan salah satu sumber bahan baku protein yang sudah sering dimanfaatkan dalam pakan ternak (DeRouchey 2002) dengan kadar protein berkisar antara 89-92 %. Selain protein, tepung darah juga mengandung Fe yang sangat tinggi sampai pada level 2769 mg/kg, dibanding dengan tepung ikan yang berkisar antara 114-544 mg/kg (herring 114 mg/kg, menhaden 544 mg/kg dan white fish 181 mg/kg) dan tepung kedelai 140 mg/kg (NRC 1993 dalam Fox 2004). Dengan kandungan Fe yang sangat tinggi tersebut memungkinkan untuk pemakaian tepung darah sebagai sumber Fe organik (Setiawati et al. 2008). Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

(21)

Tabel 3. Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai Bahan Mineral Ca (%) (%) P (%) Mg (mg/kg)Cu (mg/kg)Mn (mg/kg) Zn (mg/kg)Fe Herring 2.20 1.67 0.14 5.60 4.80 125 114 Menhaden 5.19 2.88 0.15 10.30 37.00 144 544 White fish 7.31 3.18 0.18 5.90 12.40 90 181 Tepung darah 0.41 0.30 0.15 8.20 6.40 306 2769 Tepung kedelai 0.30 0.65 0.29 23.10 30.60 52 140 Sumber: NRC (1993) dalam Fox et al. (2004)

2.5 Gambaran Darah

Dalam tubuh ikan, darah berfungsi untuk mengedarkan nutrient yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, menyuplai oksigen yang membutuhkannya (Lagler et al. 1977). Amlacher (1970) menyatakan bahwa darah mengalami perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi. Kelebihan dan kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level protein total, kadar hemoglobin dan total eritrosit).

Eritrosit pada ikan merupakan sel yang terbanyak jumlahnya yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan sitoplasma merah muda (Lagler et al. 1977). Umumnya jumlah eritrosit berkisar antara 1.0-3.0 x 106 sel/mm3 (Chinabut et al. 1991). Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan menderita anemia dan kerusakan ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stress (Nabib dan Pasaribu 1989). Eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dari insang menuju ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin dalam darah merupakan alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Fungsi utama hemoglobin adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah (Lagler et al. 1977), hemoglobin juga berperan dalam osmolaritas eritrosit. Affonso et al. (2002) dalam Setiawati (2006) menyatakan bahwa terjadi hypoxemia pada ikan tambakan akibat stress dan konsentrasi hemoglobin, hematokrit serta sel darah merah menurun sampai paparan 96 jam. Stress juga dapat menyebabkan anemia akibat rendahnya sintesis hemoglobin, kelainan bentuk eritrosit, gangguan dan pembentukan methemoglobin.

(22)

Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik (Lagler et al. 1977). Menurut Blaxhall (1972) dalam Indriastuti (2008), perubahan nilai leukosit total dan jenis leukosit dapat dijadikan indikator adanya penyakit infeksi tertentu yang terjadi pada ikan.

Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume total darah. Nilai hematokrit menyatakan persen volume eritrosit dalam darah. Hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Nabib dan Pasaribu (1989) melaporkan bahwa kadar hematokrit di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit. Nilai hematokrit ikan-ikan teleost berkisar antara 20-30% dan untuk beberapa spesies ikan laut bernilai sekitar 42% (Bond 1979 dalam Bastiawan et al.). Gallaugher et al. (1995) dalam Indriastuti (2008) menyatakan bahwa nilai kadar hematokrit yang lebih kecil dari 22% dianggap mengalami anemia. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi (Wedemeyer dan Yasutake 1977; Anderson dan Swicki 1993 dalam Indriastuti 2008). Lebih lanjut Gallaugher et al., (1995) dalam Indriastuti (2008) menyatakan bahwa nilai hematokrit akan menjadi lebih rendah apabila ikan terserang penyakit atau nafsu makannya menurun.

2.6 Peranan Fe dan Zn dalam Sistem Ketahanan Tubuh

Fungsi esensial Fe dalam tubuh antara lain sebagai bagian dari heme. Atom Fe merupakan inti dari molekul heme (Gambar 2) yang berperan dalam tranpor oksigen ke dalam jaringan tubuh (hemoglobin), penyimpanan oksigen dalam jaringan otot (mioglobin), dan transport elektron melalui respirasi sel-sel (cytocromes). Dalam materi tersebut Fe terdapat dalam cincin forfirin (Groof dan Gropper 2000).

(23)

Gambar 2. Heme dengan Fe sebagai inti dalam cincin forfirin Sumber: Groof dan Gropper (2000)

Tanpa Fe sebagai inti dari molekul heme (hemoglobin) menyebabkan pengikatan dan transport oksigen dalam tubuh tidak dapat dilakukan. Oksigen merupakan elemen yang sangat penting dalam kelangsungan hidup semua makhluk hidup, kekurangan oksigen dapat menyebabkan penurunan kinerja semua sistem yang ada dalam tubuh. Sehingga terlihat jelas bahwa Fe sangat penting dalam sirkulasi darah yang juga berhubungan dengan ketahanan tubuh.

Zn merupakan mineral esensial yang lebih dominan berperan dalam sistem metabolisme, namun Calder et al. (2002) menyatakan bahwa Zn juga memiliki peranan dalam sistem imun (ketahanan tubuh). Zn berperan dalam meningkatkan respon neutropil dan monosit (fungsi makrofag) yang ada dalam darah. Sehingga defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit karena fungsi makrofag yang yang berhubungan dengan ketersediaan Zn tidak berjalan dengan baik (Calder et al. 2002).

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa ketersediaan Fe dan Zn sangat penting dalam tubuh. Defisit kedua mineral tersebut dapat menurunkan ketahanan tubuh ikan terhadap serangan penyakit maupun faktor lingkungan yang buruk. Sehingga suplementasi Fe dan Zn sangat penting dalam pakan untuk mempertahankan kadar normal mineral tersebut dalam tubuh.

(24)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2008. Analisis proksimat dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan, dan analisis gambaran darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan pengujian pakan dan pemeliharaan ikan uji dilakukan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) – Ancol, Jakarta Utara.

3.2 Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium sebanyak 12 buah dengan ukuran (50 x 40 x 35)cm dan diisi air sampai ketinggian 30 cm. Masing-masing akuarium diberi aerasi, pengelolaan air menggunakan sistem resirkulasi dan untuk menjaga kestabilan suhu digunakan heater yang dipasang pada tandon. Air yang digunakan ditampung terlebih dahulu di bak tandon kemudian di aerasi kuat selama 24 jam untuk meningkatkan oksigen dan mengeluarkan sisa-sisa kaporit. Pengaturan dan penempatan wadah perlakuan dilakukan secara acak. Skema dan tata letak wadah perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Ket: A (1, 2, 3) = Perlakuan suplementasi Zn 0 ppm B (1, 2, 3) = Perlakuan suplementasi Zn 75 ppm C (1, 2, 3) = Perlakuan suplementasi Zn 150 ppm D (1, 2, 3) = Perlakuan suplementasi Zn 225 ppm 1, 2, 3 = Ulangan

Gambar 3. Skema tata letak wadah perlakuan

3.3 Pakan Uji

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pakan buatan berbentuk pelet kering. Sebelum pembuatan pakan, seluruh bahan penyusun dianalisis proksimat dengan metode Takeuchi 1989 (Lampiran 1), hasil analisa proksimat

(25)

bahan penyusun pakan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2. Pakan ini dibuat dengan target protein 50% dan menggunakan tepung darah sebesar 9%.

Telah diketahui bahwa tepung darah dapat dimanfaatkan sebagai substitusi Fe-anorganik Ferosulfat (FeSO4.7H2O) yang umum digunakan (Setiawati et al. 2008). Dari hasil tersebut, dirancang suatu percobaan lanjutan dengan menggunakan mineral seng (Zn) sebagai penyeimbang dalam pakan berbasis tepung darah 9% untuk mengetahui rasio komposisi tepung darah sebagai sumber Fe terhadap mineral Zn (tepung darah : Zn). Untuk percobaan lanjutan ini digunakan 4 jenis pakan dengan komposisi Zn anorganik yang berbeda yaitu pakan A dengan penambahan Zn 0 ppm, B (75 ppm), C (150 ppm) dan D (225 ppm).

Kandungan nutrien keempat jenis pakan perlakuan tersebut dibuat seimbang antara protein (isonitroigeneous) dan energi (isocalory). Komposisi lengkap dan hasil analisa proksimat pakan uji dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

(26)

Tabel 4. Komposisi bahan pakan dan komposisi proksimat pakan uji (100 gr berat kering)

Bahan Pakan

Perlakuan Pakan (Suplementasi Zn) A (Zn 0 ppm) B (Zn 75 ppm) C (Zn 150 ppm) D (Zn 225 ppm) Tepung darah a) 9.00 9.00 9.00 9.00 Tepung ikan 43.00 43.00 43.00 43.00 Tepung bungkil kedelai 6.35 6.35 6.35 6.35 Tepung rebon 12.70 12.70 12.70 12.70 Pollard 8.85 8.85 8.85 8.85 Minyak cumi 4.50 4.50 4.50 4.50 Minyak ikan 7.00 7.00 7.00 7.00 Vitamin mix b) 1.50 1.50 1.50 1.50 Mineral mix c) 3.00 3.00 3.00 3.00 Vit. C 0.10 0.10 0.10 0.10 CMC 3.00 3.00 3.00 3.00 Cholin 0.50 0.50 0.50 0.50 ZnSO4.7H2O 0 0.0330 0.0659 0.0989 Selulosa 0.50 0.467 0.4341 0.4011 Komposisi Proksimat (%) Protein 50.41 50.78 50.08 49.70 Lemak 15.49 14.25 14.73 15.71 Abu 13.97 13.79 14.51 14.60 Serat kasar 3.66 3.46 3.47 3.61 BETN 16.47 17.54 17.20 16.92 Energi (kal/kg) 3430.66 3370.00 3376.51 3391.29 Kandungan Mineral (%) Zn 0.008 0.017 0.026 0.029 Fe 0.070 0.077 0.072 0.070 a)

Tepung darah dengan metode spray-dried

b) Vitamin mix lengkap Roche (Lampiran 4)

c) Mineral mix tanpa Fe dan Zn (digantikan oleh penambahan selulosa dengan

bobot yang sama)

3.4 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan bobot rata-rata individu awal 4.74±0.03 g. Ikan uji dibagi ke dalam 4 perlakuan dengan masing-masing pelakuan 3 kali ulangan . Jumlah ikan yang dipelihara sebanyak 10 ekor ikan per akuarium.

Mula-mula ikan diadaptasikan terhadap pakan selama 7 hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari. Setelah masa adaptasi ini berakhir, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan ikan, kemudian ikan ditimbang dalam bobot basah tubuhnya setelah itu dimasukkan ke dalam akuarium.

(27)

Setelah masa adaptasi ikan diberi pakan perlakuan. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation (sampai ikan kenyang) dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali/hari yaitu pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 WIB. Untuk menjaga kualitas air tetap baik, kotoran ikan dalam akuarium disiphon setiap hari pada pagi dan sore hari sebanyak ± 30% dan diganti dengan air baru dalam volume yang sama. Pengamatan harian yang dilakukan adalah: konsumsi pakan, mortalitas, dan parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH). Berdasarkan hasil analisa kualitas air selama penelitian, sumber air laut yang digunakan berada dalam kisaran toleransi untuk kehidupan kerapu dengan kisaran kadar oksigen (7.43-7.66 mg/l), suhu (27.5-29oC), salinitas (31-34 g/l), alkalinitas (66.09-122.46 mg/l), TAN (0.30-0.06 mg/l) dan pH (7.67-8.17). Hasil lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu tahap pertama adalah 40 hari pemeliharaan awal dimana parameter uji yang diamati berupa parameter kinerja pertumbuhan (konsumsi pakan, survival rate, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan hepatosomatik indeks). Sampling untuk melihat laju pertumbuhan harian dilakukan setiap 20 hari melalui penimbangan bobot biomassa, sedangkan untuk perhitungan retensi protein dan retensi lemak menggunakan sampel yang diambil pada awal dan akhir pemeliharaan 40 hari.

Pada tahap kedua, ikan uji diberi perlakuan stress pertama berupa perendaman dalam air tawar selama 15 menit tanpa aerasi. Setelah itu ikan diperlihara selama 30 hari dengan pemberian pakan uji yang sama dan dilihat laju pertumbuhan hariannya diakhir pemeliharaan. Untuk tahap ketiga yaitu hari ke-70, ikan diberi perlakuan stress kedua (stressor yang sama) dengan parameter yang diamati berupa gambaran darah (total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin) pada saat sebelum dan sesudah perlakuan stress.

Metode pemeliharaan ikan dan pengumpulan data dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 2.

(28)

Perlakuan

Pemberian pakan uji (3 kali/hari) Parameter uji:

− Konsumsi pakan (KP) − Survival rate (SR)

− Laju pertumbuhan harian (PH) − Efisiensi pakan (EP)

− Retensi protein (RP) − Retensi lemak (RL)

− Hepatosomatik indeks (HSI) Perlakuan stress pertama Pemberian pakan uji (3 kali/hari) Parameter uji:

− Laju pertumbuhan harian (PH) Perlakuan stress kedua

Parameter uji: − Gambaran darah: ƒ Total eritrosit ƒ Total leukosit ƒ Kadar hematokrit ƒ Kadar hemoglobin Gambar 4. Bagan kegiatan penelitian

Perlakuan stress berupa perandaman dalam air tawar tanpa aerasi selama 15 menit dipilih karena pada umumnya treatmen yang diberikan para pembudidaya di karamba jaring apung (KJA) untuk mengendalikan parasit kutu kulit (Benedenia sp. dan Neobenedenia sp.) pada ikan kerapu adalah dengan perendaman dalam air tawar (BBRPBL 2002). Perlakuan stress dilakukan dalam 2 tahap karena parameter yang diamati setelah perlakuan stress merupakan 2 parameter yang berbeda yang tidak dapat dilakukan dalam 1 tahap. Diketahui bahwa pengambilan darah pada ikan dapat menyebabkan penurunan kinerja pertumbuhan, sehingga pengambilan darah untuk pengamatan terhadap parameter gambaran darah tidak dapat dilakukan pada saat pemberian stress pertama karena dapat mempengaruhi nilai laju pertumbuhan harian yang akan diamati (tahap kedua). 0 40 70 Hari ke -

(29)

3.5 Analisis Statistik

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, derajat kelangsungan hidup, total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin digunakan anasis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 90% dan dilanjutkan dengan uji lanjut uji Duncan.

Parameter yang diuji adalah: 3.5.1 Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang total pakan yang dikonsumsi ikan selama perlakuan pemberian pakan

3.5.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (NRC 1993):

Wt = Wo (1 + 0.01α)t

Keterangan : Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu awal (g) α = laju pertumbuhan harian individu (%)

t = waktu pemeliharaan (hari) 3.5.3 Efisiensi Pakan (%)

Nilai efisiensi pakan dihitung berdasarkan persamaan berikut (NRC 1993):

Keterangan : Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu awal (g)

D = bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (g) F = jumlah pakan yang diberikan (g)

3.5.4 Retensi Protein

Retensi protein dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988): % 100 ] ) [( x F Wo D Wt EP= + − % 100 x P I F RP= −

(30)

Keterangan : F = jumlah protein tubuh pada akhir pemeliharaan I = jumlah protein tubuh pada awal pemeliharaan P = jumlah protein yang dikonsumsi ikan

3.5.5 Retensi Lemak

Retensi lemak dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988):

Keterangan : F = jumlah lemak tubuh pada akhir pemeliharaan I = jumlah lemak tubuh pada awal pemeliharaan L = jumlah lemak yang dikonsumsi ikan

3.5.6 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (SR) dihitung berdasarkan NRC (1993):

3.5.7 Hepatosomatik Indeks (HSI)

3.5.7 Gambaran Darah

Untuk gambaran darah parameter yang diamati berupa total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin. Prosedur perhitungan gambaran darah dapat dilihat pada Lampiran 2.

% 100 x L I F RL= − % 100 x awal ikan akhir ikan SR

= % 100 × = tubuh bobot hati bobot HSI

(31)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Kinerja Pertumbuhan

Selama 40 hari perlakuan pemberian pakan dengan suplementasi mineral seng (Zn) 0 ppm, 75 ppm, 150 ppm dan 225 ppm pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis, hasil yang diperoleh antar perlakuan berbeda nyata terhadap kinerja pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data konsumsi pakan (KP), survival rate (SR), laju pertumbuhan harian (PH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL) dan hepatosomatik indeks (HSI).

No Parameter Perlakuan (Suplementasi Zn) A (Zn 0 ppm) B (Zn 75 ppm) C (Zn 150 ppm) D (Zn 225 ppm) 1 KP (gr) 89.65±5.63a 85.91±5.08a 91.81±4.96a 90.72±5.89a 2 SR (%) 100±0a 96.67±5.77a 96.67±5.77a 96.67±5.77a 3 PH (%) 1.79±0.05a 1.66±0.24a 2.12±0.28b 1.92±0.14ab 4 EP (%) 54.85±4.61a 49.67±6.10a 67.06±9.31b 57.80±5.16ab 5 RP (%) 5.27±0.45a 5.80±1.04a 7.47±1.20b 5.63±0.85a 6 RL (%) 9.29±0.72a 8.74±1.23a 11.50±1.43b 10.23±1.25ab 7 HSI 0.02a 0.02a 0.02a 0.02a

Ket:Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P >0.1) dengan selang kepercayaan 90% (Lampiran 8.1-6).

Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa nilai konsumsi pakan dan tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antara perlakuan. Namun pakan ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, nilai retensi protein dan retensi lemak (p < 0.1, Lampiran 8). Laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada perlakuan C (Zn 150 ppm), demikian juga halnya dengan efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak pada perlakuan C (150 ppm) memberikan nilai yang tertinggi. Sedangkan untuk perlakuan A (Zn 0 ppm), B (75 ppm) dan D (225 ppm) memberikan nilai yang tidak berbeda nyata baik pada laju pertumbuhan, efisiensi pakan, retensi protein maupun retensi lemak.

Bobot rata-rata benih ikan kerapu selama 40 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5.

(32)

Gambar 5. Bobot rata-rata biomassa benih ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari perlakuan pakan uji

4.1.2 Laju Pertumbuhan Ikan 30 Hari Setelah Perlakuan Stress Pertama

Setelah 40 hari pemeliharaan ikan diberi perlakuan stress dan diamati pertumbuhannya selama 30 hari.

Tabel 6. Data laju pertumbuhan harian 30 hari setelah perlakuan stress pertama Ulangan Perlakuan (Suplementasi Zn) A (Zn 0 ppm) B (Zn 75 ppm) C (Zn 150 ppm) D (Zn 225 ppm) 1 0.95 1.18 1.39 0.89 2 0.80 1.35 1.13 0.62 3 1.27 1.09 1.28 0.93 Rata-rata 1.01±0.24ab 1.20±0.13ab 1.27±0.13b 0.81±0.16a

Ket: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi pada baris yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda (P < 0.1) dengan selang kepercayaan 90% (Lampiran 8.7).

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian 30 hari setelah perlakuan stress memberikan hasil yang berbeda nyata, dimana perlakuan C dengan suplementasi Zn sebesar 150 ppm memberikan hasil yang tertinggi yaitu 1.27±0.13%. Sedangkan untuk perlakuan suplementasi Zn 0 ppm, 75 ppm dan 225 ppm tidak berbeda dengan hasil berturut-turut 1.01±0.24%, 1.20±0.13% dan 0.81±0.16%. 20 40 60 80 100 120 0 20 40 Bobot  biomassa Hari ke‐ 0 ppm 75 ppm 150 ppm 225 ppm

(33)

6 8 10 12 14 16 40 70 Bobot  biomassa Hari ke‐ 0 ppm 75 ppm 150 ppm 225 ppm

Gambar 6. Bobot rata-rata biomassa benih ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 30 hari setelah perlakuan stress pertama

Gambar 6 di atas menunjukkan pertambahan bobot rata-rata benih ikan kerapu selama 30 hari setelah perlakuan stress pertama.

4.1.3 Gambaran Darah

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan suplementasi Zn dengan dosis yang berbeda dalam pakan ikan kerapu bebek memberikan hasil yang berbeda nyata pada kadar hematokrit dan kadar hemoglobin sebelum perlakuan stress kedua. Dimana pada perlakuan suplementasi Zn sebesar 150 ppm memberikan nilai pada kadar hematokrit dan hemoglobin yang tertinggi. Sedangkan untuk parameter gambaran darah lainnya tidak memberikan hasil yang berbeda (P > 0.1)

(34)

Tabel 7. Nilai rataan total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah perlakuan stress kedua.

Gambaran darah A Perlakuan (Suplementasi Zn) (Zn 0 ppm) B (Zn 75 ppm) C (Zn 150 ppm) D (Zn 225 ppm) Total eritrosit (106 sel/mm3) Sebelum 0.90±0.18a 1.20±0.64a 1.31±0.18 a 1.06.±0.44a Setelah 1.14±0.15 a 0.90±0.38 a 1.44±0.47 a 1.10±0.51 a Total leukosit (105 sel/mm3) Sebelum 4.42±0.30a 4.47±0.66a 4.68±1.17 a 3.83±0.28a Setelah 4.00±0.94 a 4.82±0.41 a 4.85±0.88 a 3.86±0.10 a Kadar hematokrit (%) Sebelum 13.84±3.97a 17.05±8.60a 31.52±5.43b 13.14±4.93a Setelah 10.17±2.25 a 10.89±5.30 a 18.69±9.64 a 11.01±9.95 a Kadar hemoglobin (g %) Sebelum 3.27±0.50a 3.8±0.92ab 4.87±0.90b 3.9±1.21ab Setelah 3.27±1.17 a 3.73±1.00 a 4.2±1.59 a 3.2±1.56 a Ket: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi pada baris yang sama menunjukkan

pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P >0.1) dengan selang kepercayaan 90%

Nilai rataan total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin sebelum dan setelah stress kedua dapat dilihat pada gambar di bawah (Gambar 7). Pada gambar tersebut terlihat adanya peningkatan nilai rataan total eritrosit dan leukosit, sedangkan kadar hematokrit dan kadar hemoglobin cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa ikan mengalami stress.

(35)

Gambar 7 4.2 Pemb Te kandungan Kandunga penyerapa mempeng sistem ket Oleh seba jumlah tep Be 150 ppm terhadap menunjuk sehingga memperta 0 10 20 30 40 Kadar  hematokrit  (%) a c 7. Nilai rata dan kadar stress ked ahasan epung dara n Fe sangat an Fe yan an Zn dalam aruhi sistem tahanan tub ab itu dipe pung darah erdasarkan T dan 225 parameter kkan bahwa kerapu m ahankan kel 0  ppm 75  ppm 150  ppm 225 Dosis Zn da aan total eri r hemoglob dua ah merupak t tinggi men ng sangat m tubuh ik m metabolis buh yang be erlukan sua terhadap Zn Tabel 5, sub ppm dalam konsumsi p a perlakua mendapatka langsungan 225  ppm lam pakan itrosit (a), t bin (d) pada kan salah ncapai 2769 tinggi ini kan (Linder sme (berkai erhubungan atu pengetah n (tepung da bstitusi min m pakan uj pakan dan an tidak m an energi hidupnya. sebelu m setelah total leukos a saat sebe satu baha 9 mg/kg (NR menyebab 1992) yan itan dengan n dengan ke huan tentan arah : Zn). neral seng (Z ji tidak me tingkat ke mempengaru yang cu Selain itu 300000 350000 400000 450000 500000 Total  leukosit 0 2 4 6 Kadar  hemoglobin  (gr   %) b d sit (b), kada elum dan se an pakan RC 1993 da bkan terjad ng pada kel n kinerja pe etersediaan Z ng rasio ya Zn) sebesar emberikan elangsungan uhi nafsu ukup dari pada hepat 0 0 0 0 0 0  ppm 150  ppm Dosis Zn d 0  ppm 75  ppm 150  ppm 225  ppm Dosis Zn dala ar hematokr etelah perla yang mem alam Fox 2 dinya kom anjutannya ertumbuhan Zn dalam tu ang tepat a r 0 ppm, 75 pengaruh n hidup. Ha makan k pakan u tosomatik in dalam pakan seb m sete am pakan seb m sete rit (c) akuan miliki 2004). mpetisi akan n) dan ubuh. antara ppm, nyata al ini kerapu untuk ndeks belu elah belu elah

(36)

juga menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata yaitu 0.02 untuk setiap perlakuan, yang berarti penambahan Zn sampai pada level 225 ppm tidak bersifat toksik (beracun) terhadap ikan kerapu yang ditunjukkan oleh tidak terjadinya pembengkakkan pada hati ikan dari setiap perlakuan yang berbeda.

Selama 40 hari masa pemeliharaan, ikan uji pada tiap perlakuan mengalami pertumbuhan normal (Gambar 5). Tidak tampaknya gejala defisiensi pada perlakuan A (tanpa penambahan Zn) dapat disebabkan oleh status Zn sebelumnya dalam tubuh ikan tersebut dan kandungan Zn dalam pakan uji sebesar 0.008% (Tabel 4) telah cukup untuk kebutuhan minimalnya (Watanabe 1988). Walaupun demikian, dari data dapat dilihat bahwa pada perlakuan penambahan Zn sebesar 150 ppm (perlakuan C) memberikan hasil yang lebih baik pada kinerja pertumbuhan, antara lain laju pertumbuhan harian yang tertinggi yaitu sebesar 2.12±0.28% demikian juga halnya dengan efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak yang juga memiliki nilai tertinggi yaitu berturut-turut 67.06±9.31%, 7.47±1.20% dan 11.50±1.43%.

Diketahui bahwa Zn adalah mikromineral yang terdapat dalam jaringan tubuh hewan (termasuk ikan) dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme (Linder 1992), sehingga pertumbuhan yang optimal dapat dicapai apabila kadar Zn dalam pakan memenuhi jumlah normal yang diperlukan untuk menjalankan proses metabolisme tersebut (Storebakken et al. 2000). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat pada perlakuan C yang selain memiliki laju pertumbuhan lebih baik juga memberikan nilai efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan A (0 ppm), B (75 ppm) dan D (225 ppm). Ini mengindikasikan bahwa suplementasi Zn sebesar 150 ppm dapat mengimbangi kadar Fe yang tinggi pada pakan yang mengandung tepung darah sebesar 9% sebagai sumber Fe organik sehingga tidak terjadi kompetisi antara mineral Zn dan Fe yang dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan Zn dalam pakan oleh tubuh ikan (Linder 1992).

Pertumbuhan yang lebih baik pada perlakuan C (Zn 150 ppm) menunjukkan bahwa pemanfaatan pakan yang dikonsumsi sebagai sumber energi lebih efisien sehingga energi yang berlebih dalam bentuk protein dan lemak dapat disimpan lebih banyak di dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan data yang didapat

(37)

yang menunjukkan bahwa pada penambahan Zn sebesar 150 ppm (perlakuan C) memberikan retensi protein dan retensi lemak yang lebih baik yaitu sebesar 7.47±1.20% (retensi protein) dan 11.50±1.43% (retensi lemak).

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa suplementasi Zn sebesar 150 ppm juga memberikan laju pertumbuhan yang lebih baik yaitu sebesar 1.27±0.13% pada 30 hari setelah perlakuan stress pertama. Hal ini menunjukkan bahwa selain meningkatkan kinerja pertumbuhan, substitusi Zn sebesar 150 ppm dapat membantu tubuh ikan untuk memulihkan sistem metabolisme yang terganggu akibat perlakuan stress lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya (substitusi 0 ppm, 75 ppm dan 225 ppm) sehingga energi pakan yang terserap oleh tubuh ikan dapat digunakan untuk pertumbuhan.

Lebih lanjut, pada parameter gambaran darah dapat dilihat bahwa suplementasi Zn sebesar 150 ppm (perlakuan C) memberikan nilai tertinggi pada kadar hematokrit sebelum perlakuan stress kedua yaitu sebesar 31.52±5.43% yang berarti ikan tidak mengalami defisiensi eritrosit dan anemia (Nabib dan Pasaribu 1989 dan Gallaugher et al.1995 dalam Indriastuti 2008). Demikian juga halnya dengan kadar hemoglobin pada perlakuan C (suplementasi Zn 150 ppm) memiliki nilai yang tertinggi yaitu 4.87±0.90 g %. Kadar hematokrit dan hemoglobin yang tinggi menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebesar 150 ppm dapat meningkatkan kinerja Fe-organik (dalam 9% tepung darah), sehingga sintesis hemoglobin (Fe sebagai inti molekul Hb) dalam sel darah merah yang juga mempengaruhi nilai kadar hematokrit berlangsung dengan lebih baik. Yang pada kelanjutannya mengindikasikan bahwa transport oksigen yang berkaitan dengan katabolisme energi dalam tubuh ikan berjalan dengan baik yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan. Diketahui bahwa apabila katabolisme energi berjalan dengan baik akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik.

Pada Gambar 7 terlihat bahwa adanya kecendrungan peningkatan rataan total eritrosit dan leukosit setelah perlakuan stress kedua, hal ini menandakan ikan berada dalam kondisi stress (Lagler et al. 1977). Sedangkan pada kadar hematokrit dan hemoglobin cenderung menurun hal ini mengindikasikan ikan mengalami kekurangan oksigen (Affonso et al. 2002 dalam Setiawati 2006) yang

(38)

disebabkan oleh stress yang diberikan berupa perendaman dalam air tawar tanpa aerasi.

Secara keseluruhan dari hasil (Tabel 5, 6, 7 dan Gambar 5, 6, 7) yang didapat terlihat bahwa pemberian pakan uji dengan rasio 150 ppm Zn : 9% tepung darah sebagai sumber Fe organik (perlakuan C, 150 ppm Zn) dalam pakan kerapu bebek memberikan hasil yang lebih baik terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan rasio 150 ppm Zn : 9% tepung darah merupakan rasio yang optimal dalam pakan, dimana penambahan Zn sebesar 150 ppm dapat mengimbangi Fe yang terdapat dalam tepung darah sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penyerapan kedua mineral tersebut (Linder 2002). Dengan rasio yang optimal maka kinerja enzim-enzim pencernaan yang bergantung pada ketersediaan Zn (metaloenzim) dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Demikian juga halnya dengan ketahanan tubuh ikan yang dapat dilihat dari gambaran darah, dimana pada rasio Zn, 150 ppm : tepung darah, 9% dalam pakan memberikan nilai hematokrit dan hemoglobin yang tertinggi (pada gambaran darah sebelum perlakuan stress kedua, Tabel 7) yang menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebesar 150 ppm dapat meningkatkan kinerja Fe-organik dalam tepung darah sebesar 9%, sehingga hemoglobin yang berperan dalam transpor oksigen dan nutrien makanan yang digunakan dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi dapat disintesis secara optimal (Lagler et al. 1977) sehingga ikan memiliki energi yang cukup untuk memulihkan diri dari perlakuan stress yang diberikan.

(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Penambahan mineral Zn dalam pakan ikan kerapu dengan level yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kinerja pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan.

Berdasarkan parameter kinerja pertumbuhan dan gambaran darahnya, disimpulkan bahwa penambahan Zn sebesar 150 ppm dapat mengimbangi penggunaan tepung darah sebesar 9% sebagai sumber Fe-organik dalam pakan kerapu bebek Cromileptes altivelis.

5.2 Saran

Diketahui bahwa tepung darah dapat digunakan dalam pakan sampai pada level 12% (Halimatusadiah 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang serupa mengenai suplementasi mineral Zn dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan tepung darah sebagai bahan baku substitusi tepung ikan dalam pakan.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Amlacher E. 1970. Textbook of fish disease. Conroy D. A., R. L. Herman (eds.) TFH Publ. Neptune. New York. 302p.

Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali. 2003. Budidaya kerapu di keramba jaring apung (KJA). Brosur. Bali

Bastiawan D, Alifussin M, Dermawati TS. Perubahan hematologi dan jaringan ikan lele dumbo Clarias gariepinus yang diinfeksi cendawan Aphanomyces sp.

http://www.perpustakaanbrkp.dkp.go.id/bptp/getfile6.php?src=Puslitb

angkan%5C9512%5C9512_10.pdf&format=application/pdf [16 Mei

2009].

Calder PC, Field CJ, Gill HS. 2002. Nutrition and immune function. CAB International . London, UK.

Chinabut S, Limsuwan C, Kitsawat P. 1991. Histology of the walking catfish Clarias batracus. Department of Fisheries. Thailand. 96p.

Chiu YN. 1989. Considerations for feeding experiments to quantify dietary requirements of essential nutrients in fish. In Fish Nutrition Research in Asia. De Silfa, S. S(eds). Proceedings of the Third Asian Fish Nutrition Network Meeting. Asian Fisheries Sociaty Special Publication. Manila, Philipines.

DeRouchey JM. 2002. Comparison of spray-dried blood meal and blood cells in diets for nursery pigs. American Society of Animal Science. Journal of animal science, 80:2879-2886.

Fox JM, Lawrance AL, Smith F. 2004. Development of a low-fish meal feed formulation for commercial production of Litopenaeus vannamei. In Cruz Suárez, L. E., Riscue Marie, D., Nieto López, M. G., Villarreal, D., Scholz, U. y Gonzáles, M. 2004. Avances en Nutrición Acuícola VII. Memorias del VII Simposium International de Nutrición Acuícola. 16-19 Noviembre, 2004. Hermosillo, Sonora, México. Gatlin III DM. 1991. Red drum, Sciaenops ocellatus, p. 147-158. Di dalam: CD

Webster and Lim CE (eds). 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture.. CAB International . London, UK.

Groof JL dan Gropper SS. 2000. Advanced nutrition and human metabolism (3rd edition). Wadsworth/Thomson Learning.

Halver JE. 1989. Fish nutrition. Second edition. Academic press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington.

(41)

Halimatusadiah SS. 2009. Pengaruh atraktan untuk meningkatkan penggunaan tepung darah pada pakan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Indriastuti L. 2008. Pengaruh penambahan bahan-bahan imunostimulan dalam

formulasi pakan buatan terhadap respon imunitas dan pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.

Lagler KF, Bardach JE, Mider RR, Passino DRM. 1977. Ichtyology. John Wiley and Sons Inc. New York.

Lall SP. 1989. The minerals, p. 220-255. Di dalam: Halver JE (eds). Fish nutrition, 2nd ed. Academic Press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington.

Lim C, Borlongan IG, Pascual FP. 1991. Milkfish, Chanos chanos. Di dalam: CD Webster and Lim CE (eds). 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture.. CAB International . London, UK.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme.

Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan penyakit ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

National Research Council. 1993. Nutrient requirements of fish. National Academic Press. Washington D. C. 115 pp.

Parakkasi A. 1999. Ilmu nutrisi dan makanan ternak ruminant. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Setiawati M. 2006. Suplementasi Fe Optimal sebagai Peningkat Vitalitas Ikan Kerapu (Cromileptes altivelis) Saat Kondisi Stres Hipoksia. Laporan Penelitian Dosen Muda IPB. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. , Purnama P, Mokoginta I, Nuryati S. 2008. Penggunaan Tepung Darah

sebagai Sumber Zat Besi Organik dalam Pakan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Makalah Poster. Simposium Bioteknologi Akuakultur. Bogor, 14 Agustus 2008.

Storebakken T. 2000. Atlantic Salmon, Salmo salar, p. 79-102. Di dalam: CD Webster and Lim CE (eds). 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture.. CAB International . London, UK.

Steffens W. 1989. Minerals, p. 272-316. Di dalam: Steffens W (eds). Principles of fish nutrition, 1st ed. Ellis Horwood Limited.

(42)

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients, p. 179-225. Di dalam: Watanabe T (ed). Fish nutrition and mariculture.. Kanagawa International Fisheries Training Centre. JICA.

Trubus. 2009. Cetak rupiah dari kerapu.

http://www.trubusonline.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarti cle&cid=10&artid=1655 [17 Mei 2009].

Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. The General Aquaculture Course. JICA.

(43)
(44)

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1.1 Kadar air

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110oC salama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang (X1). Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebanyak 2-3 gram (A). Cawan dan bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 4-5 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). Persentase kadar air diperoleh dengan menggunakan rumus:

1.2 Kadar abu

Cawan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 105-110oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X1). Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebanyak 2-3 gram (A). Cawan dan bahan tersebut dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai uapnya hilang. Panaskan lagi dalam tanur pada suhu 600oC sampai bahan berwarna putih semua (seperti abu). Kemudian disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). Persentase kadar abu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

1.3 Kadar protein i. Tahap oksidasi

Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebanyak 0.5-1 gram (A), dimasukkan ke dalam labu, ditambah 3 gram katalis, 4 butir granul dan 10 ml H2SO4 pekat. Dipanaskan hingga terjadi perubahan warna menjadi hijau bening, kemudian didinginkan. Setelah dingin diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml.

% 100 ) ( (%) 1 2 x A X A X air Kadar = + − % 100 ) ( (%) 2 1 x A X X abu Kadar = −

(45)

Lanjutan Lampiran 1 ii. Tahap destilasi

10 ml H2SO4 ditambah 2-3 tetes MR-MB dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml, kemudian disiapkan erlenmeyer di bawah alat destilasi. Diambil 5 ml larutan hasil oksidasi, dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%. Dipanaskan hingga terjadi kondensasi (selama 10 menit), sejak terjadi tetesan pertama.

iii.Tahap titirasi

Hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0.05N hingga cairan berwarna hijau muda, dihitung volume titran yang digunakan (Va), dilakukan prosedur yang sama terhadap blanko (Vb).

1.4 Kadar lemak metode Sochlet

Labu dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, disimpan di dalam eksikator dan ditimbang (X1), dimasukkan petroleum benzen sebanyak 150-200 ml. Bahan yang akan dianalisa ditimbang sebanyak 2-3 gram (A), kemudian masukkan ke dalam selongsong dan Sochlet serta letakkan pemberat di atasnya. Labu yang telah dihubungkan dengan Sochlet dipanaskan diatas water bath 70oC sampai cairan yang merendam bahan dalam Sochlet menjadi bening. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga petroleum benzen menguap semua. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven ± 15 menit hingga 1 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). % 100 20 25 . 6 ) ( 0007 . 0 (%) Pr x A x x Va Vb x otein Kadar = − % 100 (%) 2 1 x A X X Lemak Kadar = −

(46)

Lanjutan Lampiran 1

1.5 Kadar lemak metode Folch

Ikan yang akan dianalisa dicincang, kemudian digiling. Gilingan daging terdebut sebanyak A gram dimasukkan ke dalam wadah, dilarutkan dengan 20 ml chloromethanol, dimasukkan ke dalam homogenizer selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Hasil homogenisasi disaring dengan menggunakan vacum pump, wadah yang digunakan dibilas dengan menggunakan sisa chloromethanol sebanyak 20 ml.hasil saringan diambil dan dibiarkan selama 24 jam agar lemak mengendap. Setelah 24 jam, lemak diambil, disaring aadan dimasukkan ke dalam labu kemudian dievaporasi kemudian ditimbang (B gram).

1.6 Kadar serat kasar

Sebanyak 0.5 gram bahan ditimbang (A) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 350 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3N. Erlenmeyer yang berisi bahan tersebut dipanaskan kemudian didinginkan dan ditambah lagi 25 ml NaOH 1.5N, dipanaskan selama 30 menit. Kertas saring dipanaskan dan ditimbang (X1), dipasang pada corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat proses penyaringan. Larutan dan bahan yang dipanaskan tersebut dituangkan ke dalam corong Buchner, kemudian bilas berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3N, 50 ml air panas, dan 25 ml aceton. Disiapkan cawan porselen yang sudah dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, kertas saring dimasukan ke dalam cawan, dipanaskan pada suhu 105oC, simpan di eksikator dan ditimbang (X2). Dipanaskan di atas bunsen dan selanjutnya pada tanur dengan suhu 600oC hingga berwarna putih, kemudian didinginkan dan ditimbang (X3).

% 100 (%) x B A Lemak Kadar = % 100 ) ( (%)= 2 − 1 − 3 × A X X X kasar Serat

(47)

Lampiran 2. Prosedur perhitungan parameter darah 2.1 Total leukosit dan total eritrosit

• Total leukosit

Prosedur perhitungan total leukosit berdasarkan pada Blaxhall dan Daisley (1973) dalam Indriastuti (2008) disajikan pada gambar berikut:

Sampel (darah) dihisap dengan pipet brskala sampai 0.5 Dilanjutkan pengisapan dengan larutan Turk’s sampai 11

Pipet digoyangkan selama 3-5 menit

Tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke hemasitometer dan ditutup dengan cover glass

(48)

Lanjutan Lampiran 2

Jumlah leukosit 5 dari 25 kotak besar = 35 sel Pengenceran leukosit 1 : 10

Volume 1 kotak besar : (0.2 x 0.2 x 0.1) mm3

= 1.75 x 104 sel/mm3 • Total eritrosit

Prosedur perhitungan total eritrosit berdasarkan Blaxhall dan Daisley (1973) dalam Indriastuti (2008) disajikan pada gambar berikut:

Sampel (darah) dihisap dengan pipet brskala sampai 1.0 Dilanjutkan pengisapan dengan larutan Turk’s sampai 101

Pipet digoyangkan selama 3-5 menit

Tetesan pertama dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke hemasitometer dan ditutup dengan cover glass

Kalkulasi dilakukan pada 5 kotak kecil hemasitometer

Jumlah eritrosit 10 dari 400 kotak kecil = 25 sel Pengenceran eritrosit 1 : 200

Volume 1 kotak kecil : (0.05 x 0.05 x 0.1) mm3

= 2 x 106 sel/mm3 n pengencera besar kotak volume terhitung sel jumlah n Perhitunga = × 1 × 10 ) 1 . 0 2 . 0 2 . 0 ( 1 5 35 3 × × × × = mm n pengencera kecil kotak volume terhitung sel jumlah n Perhitunga = × 1 × 200 ) 1 . 0 05 . 0 05 . 0 ( 1 25 3 × × × × = mm

(49)

Lanjutan Lampiran 2 2.2 Kadar hemoglobin (Hb)

Prosedur perhitungan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode Sahli (Wedemeyer dan Yasutake 1977) dalam Indriastuti (2008) disajikan pada gambar berikut:

Sahlinometer diisi dengan HCl 0.1 N sampai 10 (garis skala paling bawah pada tabung sahlinometer)

Sahlinometer diletakkan di antara 2 tabung dengan warna standar Sampel (darah) diambil dengan pipet Sahli sebanyak 20mm3

Sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung Sahli dan dibiarkan 3 menit Akuades ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai warnanya tepat

sama dengan warna standar Kadar Hb dinyatakan dalam g% 2.3 Kadar hemoglobin (Ht)

Prosedur perhitungan kadar hematokrit berdasarkan pada Anderson dan Siwicki (1993) dalam Indriastuti (2008) disajikan pada gambar berikut :

Sampel (darah) dimasukkan ke tabung mikro hematokrit sampai 4/5 bagian tubuh Ujung tabung (bertanda merah) disumbat dengan kretoseal

Perhitungan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap terhadap seluruh bagian darah yang ada dalam tabung

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan (mg/kg pakan)
Gambar 1. Metabolisme Zn   Sumber: Groof dan Gropper (2000)
Gambar 2. Heme dengan Fe sebagai inti dalam cincin forfirin  Sumber: Groof dan Gropper (2000)
Tabel 4. Komposisi bahan pakan dan komposisi proksimat pakan uji (100 gr berat  kering)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Seni merupakan bentuk aktivitas manusia untuk menciptakan suatu karya apapun, yang kemudian sebagai cipta seniman akan menyampaikan ungkapan perasaan

Peralatan komunikasi VHF-A/G yaitu, peralatan komunikasi radio yang bekerja pada frekuensi 117,975 MHz sampai dengan 137 MHz dan digunakan sebagai sarana komunikasi

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kuantitatif, karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara tingkat kecerdasan (IQ),

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah pembelajaran matematika efektif melalui penerapan model MEA. Hal tersebut dapat dilhat dari hasil

In this paper, Visibility Analysis and Agent Based Simulation are performed over the main exhibit of Vargas Museum in order to assess the perception of each of the artwork

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Restoran Celio Bistro, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) dengan tersedianya sistem basis data ini, permasalahn

Ada pengaruh latihan medicine ball terhadap kemampuan pukulan lob dalam permainan bulutangkis pada mahasiswi FIK UNM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada

Namun kelemahan terjadi pada proses pendeteksian tangan, dimana gambar yang tertangkap webcam terdapat objek lain selain tangan berwarna sama yang menghasilkan