• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Perusahaan Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek Perusahaan yang bergerak dibidang pendingin atau refrigerasi terbagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu (1) manufaktur yang menghasilkan produk refrigerasi termasuk Air Conditioning (AC), 2) perusahaan perakit komponen peralatan dihasilkan oleh perusahaan lain ataupun hasil impor menjadi produk refrigerasi, dan 3) perusahaan distributor yang hanya melakukan pengisian bahan pendingin sementara mesin ataupun produk dihasilkan oleh produsen lain ataupun impor.

Sebagian besar penggunaan HCFC adalah untuk sektor refrigerasi atau pendingin, dan yang masuk dalam lingkup penelitian ini adalah peralatan refrigerasi domestik maupun komersial dan pengatur udara ringan. Perusahaan yang dipilih untuk menjadi target contoh merupakan perusahaan yang sudah disurvey awal oleh Kementerian Lingkungan Hidup yang masih menggunakan HCFC dan berpotensi untuk dapat menerima bantuan hibah dalam alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC.

Industri manufaktur refrigerasi beragam dari skala kecil, menengah dan besar dilihat dari permodalan maupun kapasitas produksi. Sebagian besar merupakan perusahaan modal dalam negeri, dan sebagian dari perusahaan tersebut masih menggunakan sistem manajemen kekeluargaan. Hal ini berpengaruh terhadap konsumsi HCFC yaitu perusahaan skala menengah dengan kapasitas produksi yang tidak terlalu besar memberikan kontribusi konsumsi HCFC yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan industri yang mempunyai kapasitas produksi yang besar.

Sifat perusahaan yang tertutup menjadi salah satu kendala dalam melakukan penelitian ini, hal ini disebabkan oleh:

a. Ketidakpercayaan, karena ada kekuatiran data perusahaan akan diberikan kepada perusahaan kompetitor atau disalahgunakan untuk kepentingan lain

b. Persaingan usaha, perusahaan menjaga supaya data teknis produk tidak tersebar kepada perusahaan lain

c. Sikap antipati terhadap pemerintah, karena adanya ketakutan terhadap kewajiban tertentu, misalnya pembayaran pajak.

Lokasi industri manufaktur refrigerasi sebagian besar berada di kawasan industri yang ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Dari 11 perusahaan yang disurvey hanya satu perusahaan yang berada dikawasan yang bukan khusus industri.

Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan, pada sebagian besar perusahaan yang menjadi responden merupakan perusahaan manufaktur refrigerasi yang bergerak dibidang produksi peralatan pendingin dan alat pengatur udara (AC). Semua perusahaan tersebut menggunakan HCFC, baik HCFC-22 sebagai bahan pendingin danHCFC-141b sebagai bahan pengembang insulasi/busa. HCFC-22 merupakan jenis pendingin yang baik digunakan untuk menggantikan CFC-11 yang sebelumnya digunakan, sedangkan untuk insulasi digunakan bahan HCFC jenis

(2)

HCFC-24

141b yang merupakan bahan alternatif sementara dari CFC-11 yang selain digunakan untuk bahan pendingin juga sebagai bahan pengembang dalam produksi panel pendingin.

Jenis peralatan pendingin yang diproduksi sebagian besar berupa peralatan pendingin komersial, dan yang masuk dalam lingkup penelitian ini adalah (1) Pengatur udara komersial, yaitu ducted split; 2) Peralatan pendingin dapur, yaitu chiller upright 4 doors, cold room; dan 3) Pengatur udara residensial, yaitu AC split.

Tabel 4.1 menggambarkan jumlah perusahaan yang menggunakan 22 dan 141b. Perusahaan yang hanya menggunakan HCFC-22 sebagai pendingin adalah perusahaan perakit (assembler) dan distributor. Kedua jenis perusahaan tersebut melakukan perakitan dan pemasangan sistem pendingin di lokasi konsumen, dan mengisi bahan pendingin HCFC-22 ke dalam sistem tersebut.

Tabel 4.1 Jenis dan penggunaan HCFC pada 11 industri manufaktur refrigerasi

Jenis HCFC Jenis Penggunaan Jumlah pengguna

(perusahaan) Persentase (%)

HCFC-22 Bahan pendingin 5 45

HCFC-141b Bahan pengembang - -

HCFC-22

danHCFC-141b Bahan pendingin dan pengembang 6 55

Jumlah 11 100

Perusahaan yang menggunakan HCFC-22 dan HCFC-141b adalah perusahaan yang melakukan produksi mulai dari komponen-komponen penyusun sistem pendingin sampai melakukan pemasangan di tempat konsumen. Dalam sistem pendingin tersebut, ada bagian komponen yang perlu dilapis dengan busa untuk menahan panas maupun dingin. Proses produksi komponen tersebut menggunakan bahan baku kimia isocyanat dan polyol yang ditambah HCFC-141b sebagai bahan pengembang busa. Selanjutnya apabila komponen-komponen tersebut telah dirakit menjadi sistem pendingin dan siap dipasang di lokasi konsumen, perusahaan akan mengisi bahan pendingin HCFC-22 ke dalam sistem tersebut.

(3)

25

Gambar 4.2 Panel busa siap rakit

4.2 Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan alih teknologi

Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya program alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Dalam kajian ini identifikasi faktor-faktor potensi yang dianggap memberikan kontribusi penting dalam pelaksanaan alih teknologi tersebut. Potensi-potensi tersebut dilihat dari sisi sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner dan wawancara kepada responden yang merupakan pengelola industri manufaktur refrigerasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Untuk menentukan faktor-faktor yang dianggap memberikan pengaruh signifikan terhadap keberhasilan program alih teknologi ini dilakukan analisis dengan metodePCA, yaitu salah satu jenis analisis faktor yang merupakan salah satu analisis multivariat generasi ke-2 sama halnya dengan analisis regresi. Rancangan penelitian menggunakan 40 indikator tetapi hanya menggunakan 22 contoh dan ternyata hanya 11 yang masuk, sehingga dilakukan reduksi indikator.

a. Faktor sosial

Dari 12 pertanyaan dalam kuesioner yang menjadi variabel respon, variabel pertanyaan no. 1, 9 dan 10 direduksi karena mempunyai data yang sama untuk semua responden yaitu sebesar 1, sehingga dikeluarkan dari proses analisis faktor. Setelah dilakukan analisis lanjutan ternyata nilai KMO Bartlet belum keluar sehingga data dianggap belum baik dan cukup untuk dianalisis lebih lanjut, untuk itu dikeluarkan variabel pertanyaan no. 5 karena mempunyai data yang sama dengan no. 6. Selanjutnya, setelah dilakukan analisis faktor, maka nilai KMO belum bisa dihasilkan oleh karena itu perlu dilakukan reduksi lagi terhadap variabel pertanyaan yang ada, dan yang dipilih adalah yang mempunyai nilai paling rendah yaitu variabel no. 6.

(4)

26

Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan contoh/contoh dengan cara membandingkan koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien parsialnya. Dari hasil analisis dengan SPSS 21 yang disampaikan dalam Tabel 4.2 dihasilkan nilai KMO sebesar 0.46, sehingga dapat dikatakan hasil analisa ini cukup baik untuk dapat dianalisis lebih lanjut. Dari hasil analisis komponen utama diperoleh hasil faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aspek sosial dalam program alih teknologi ini adalah persyaratan kompetensi (Sos-2), pengalaman kerja (Sos-3), ketrampilan kerja yang diperlukan (Sos-4), jumlah jam kerja (Sos-7), perlengkapan kerja (Sos-8), komitmen perusahaan dalam K3 (Sos-11) dan pelatihan rutin K3 (Sos-12). Dari variabel-variabel tersebut dikelompokkan dalam tiga faktor yaitu faktor 1 yang terdiri dari Sos-8 dan Sos-11. Faktor 2 terdiri dari Sos-3, dan Sos-7, sedangkan faktor 3 terdiri dari Sos-2 dan Sos-4. Faktor 1 dapat disebut sebagai faktor “kompetensi”, faktor 2 disebut faktor pengalaman kerja, dan faktor 3 disebut faktor keamanan dan keselamatan kerja (K3).

Tabel 4.2 menunjukkan faktor yang berhasil dibentuk ada 3 dengan nilai eigen sebesar 2.78, 1.76, dan 1.45. Nilai eigen tersebut menggambarkan jumlah variabel pembentuk faktor, bila nilai eigen < 1 maka tidak ada variabel pembentuk. Total varians yang diperoleh dari hasil analisis faktor tersebut adalah 6. Apabila jumlah faktor sudah diketahui dan jumlah varians variabel juga sudah dapat diketahui, maka faktor sosial dapat dijelaskan dengan variabel-variabel Sos-2; Sos-3; Sos-4; Sos-8; Sos-11 dan Sos-12 sebesar 85.12%, dan sisanya 14.88% dijelaskan oleh faktor yang lain.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC dipengaruhi oleh 3 faktor sosial, yaitu kompetensi pekerja, pengalaman kerja dan faktor keamanan dan keselamatan kerja.

Tabel 4.2 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor sosial

Com pone nt

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Total % Variance Comula tif % Total % Variance Comulat if % Total % Variance Comula tif % 1 2.78 39.76 39.76 2.78 39.76 39.76 2.54 36.21 36.21 2 1.76 25.09 64.85 1.76 25.09 64.85 1.75 24.97 61.18 3 1.45 20.66 85.51 1.45 20.66 85.51 1.70 24.33 85.51 4 0.44 6.34 91.85 5 0.29 4.19 96.04 6 0.19 2.75 98.79 7 0.09 1.21 100.00 b. Faktor ekonomi

Untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan program alih teknologi HCFC ke non-HCFC dilakukan

(5)

27 pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Dari enam pertanyaan yang terkait dengan faktor ekonomi, setelah dilakukan reduksi dengan analisis komponen utama diperoleh hasil bahwa variabel ketersediaan di pasar (Eko-6) harus dihilangkan karena untuk semua perusahaan mempunyai nilai yang sama sehingga tidak bisa dibedakan. Setelah dilakukan analisis kembali, nilai KMO belum dapat diperoleh sehingga data variabel dianggap belum cukup baik untuk dianalisis, oleh karena itu harus dilakukan reduksi lagi. Eko-1 dan eko-2 mempunyai nilai angka yang sama sehingga salah satu harus dihilangkan, dalam hal ini eko-2 dipilih untuk dihilangkan dengan alasan karena konsumsi HCFC di Indonesia dihitung dari nilai impor atau nilai pembelian, sementara jumlah penggunaan dipengaruhi oleh jumlah pembelian. Setelah dilakukan analisis faktor kembali maka diperoleh nilai KMO 0.54> 0.5 sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

Berdasarkan hasil analisis lanjutan dari faktor ekonomi ini diperoleh hasil terbentuk dua faktor yaitu faktor pembelian dengan variabel pembentuknya jumlah pembelian HCFC dan harga pembelian HCFC-22. Faktor yang kedua adalah faktor cara pembelian dengan variabel pembentuknya adalah harga pembelian HCFC-141b dan cara pembelian.

Tabel 4.3 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor ekonomi

Com pone nt

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings Total % Variance Comula tif % Total Total % Variance Comula tif % % Variance Total 1 1.70 42.48 42.48 1.70 42.48 42.48 1.60 39.92 39.92 2 1.09 27.29 69.77 1.09 27.29 69.77 1.19 29.85 69.77 3 0.78 19.52 89.29 4 0.43 10.71 100.00

Tabel 4.3 menjelaskan tentang varians dari variabel pembentuk dua faktor yaitu jumlah pembelian, harga pembelian HCFC-22, harga pembelian HCFC-141b, dan cara pembelian. Pada Tabel 4.3 diperoleh nilai eigen untuk kedua faktor tersebut lebih besar dari 1 (1.70 dan 1.09), dan kumulatif % mencapai 69.77. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa faktor ekonomi dapat dijelaskan 69.77% dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, dan sisanya 30.23% dijelaskan dengan faktor lain.

c. Faktor teknis

Dari variabel respon diatas, dilakukan analisis faktor dengan metode PCA, dan hasilnya belum dapat dihasilkan nilai KMO yang menandakan bahwa data tersebut belum cukup baik dan belum dapat dianalisis lebih lanjut. Oleh karena itu dilakukan reduksi terhadap data yang ada, yaitu dengan mengeluarkan Tek-2 dan Tek-4 karena mempunyai nilai yang sama untuk semua responden. Selanjutnya dilakukan analisis faktor kembali dan dihasilkan nilai KMO yang lebih besar dari 0.5 yaitu 0.65, sehingga dapat

(6)

28

disampaikan bahwa data tersebut sudah cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut.

Dari hasil analisis lanjut dengan metode PCA, diperoleh hasil terbentuknya dua faktor. Faktor 1 merupakan faktor penggantian HCFC yang terdiri atas rencana pengganti HCFC-22 (Tek-6), rencana pengganti HCFC-141b (Tek-7) dan alasan penggantian HCFC (Tek-8). Faktor 2 yaitu faktor penggunaan HCFC yang dibentuk dari variabel jenis HCFC yang digunakan (Tek-1), Alasan penggunaan HCFC (Eko-3), jenis kegiatan alih teknologi (Tek-5).

Tabel 4.4 menunjukkan total varians variabel pembentuk faktor dengan nilai eigen >1 yaitu 2.86 dan 1.52. Kumulatif persentase yang dihasilkan mencapai 73.13 % yang artinya dua faktor yang terbentuk dari variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh sebesar 73.13 % terhadap keberhasilan program alih teknologi dari HCFC ke non-HCFC.

Tabel 4.4 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor teknis

Comp onent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumula tive % Total % of Variance Cumula tive % Total % of Variance Cumula tive % 1 2.86 47.74 47.74 2.86 47.74 47.74 2.49 41.58 41.58 2 1.52 25.40 73.13 1.52 25.40 73.13 1.89 31.56 73.13 3 0.78 13.03 86.16 4 0.40 6.63 92.79 5 0.27 4.42 97.21 6 0.18 2.79 100.00 d. Faktor lingkungan

Untuk faktor lingkungan hanya ada 5 pertanyaan yang ditujukan kepada responden, dan berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai KMO yang dihasilkan mendekati 0,5 sehingga data yang ada masih dapat dikatakan layak untuk dianalisis lebih lanjut, walaupun jumlah contoh yang kurang.

Proses analisis lanjutan menggunakan analisis komponen utama menunjukkan ada dua faktor lingkungan yang terbentuk yaitu faktor 1 yaitu pengelolaan limbah dan faktor 2 terkait dengan jumlah limbah. Variabel penyusun faktor 1 adalah pengelolaan limbah HCFC (Ling-3), jenis limbah lain non-HCFC (Ling-4) dan pengelolaan limbah lain non-HCFC (Ling-5). Untuk faktor 2 dibentuk oleh 2 variabel yaitu jumlah stok HCFC (Ling-1) dan jumlah sisa stok HCFC yang tidak terpakai (Ling-2). Dari proses analisis komponen utama yang disajikan dalam Tabel 4.5 diperoleh hasil bahwa dua faktor tersebut dapat terbentuk karena nilai eigen yang diperoleh > 1 sehingga terdapat variabel-variabel yang dapat membentuknya. Dari tabel tersebut juga dapat dijelaskan bahwa keberhasilan program alih teknologi HCFC ke non-HCFC dipengaruhi secara signifikan oleh dua faktor lingkungan yang terbentuk sebesar 75.41%, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain.

(7)

29 Tabel 4.5 Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor lingkungan

Compo nent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Total % Variance Comulat if % Total % Variance Comu latif % Total % Varian ce Comul atif % 1 2.08 41.56 41.56 2.08 41.56 41.56 2.08 41.55 41.55 2 1.69 33.85 75.41 1.69 33.85 75.41 1.69 33.87 75.41 3 0.67 13.42 88.83 4 0.38 7.64 96.48 5 0.18 3.52 100.00

4.3 Potensi Alih Teknologi HCFC ke Non-HCFC Pemahaman dan persepsi responden

Untuk mengetahui tingkat persepsi dan pemahaman pelaku industri tentang isu penipisan lapisan ozon dan pemanasan global, responden diberikan pertanyaan dengan respon menggunakan skala likerts, dengan kategori Tidak Tahu (TT), Cukup Tahu (CT), Tahu (T), dan Sangat Tahu (ST).

Tabel 4.6 menyajikan hasil pembobotan pernyataan pemahaman pemangku kepentingan terhadap isu perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global yang dianalisis menggunakan pendekatan distribusi Z.

Tabel 4.6 Transformasi nilai skor Z tentang pemahaman responden

No. Pertanyaan Nilai Skor Z

TT CT T ST PEM-1 0.000 2.060 3.400 4.690 PEM-2 0.000 2.060 3.400 4.690 PEM-3 0.000 0.600 1.810 3.400 PEM-4 0.000 2.060 3.510 5.090 PEM-5 0.000 1.470 2.600 3.390 PEM-6 0.000 -0.150 2.300 3.390

Jumlah nilai skor Z 0.000 8.100 17.020 24.650

Rata-rata 0.000 1.350 2.837 4.108

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan nilai bobot untuk kategori TT, CT, T dan ST untuk masing-masing pertanyaan. Batas interval antar jenis kategori tersebut dapat dihitung dengan menghitung rata-rata dari nilai Z dari masing-masing kategori. Batas bawah dan batas atas ditentukan dengan membagi nilai skor Z yang paling besar dengan jumlah kategori, hasil

(8)

30

pembagian tersebut digunakan untuk menentukan interval masing-masing kategori.

Gambar 4.3 menunjukkan titik-titik batas antar kategori. Gambar 4.4 menggambarkan batas bawah dari sikap pemahaman responden yang dimulai dari 0, dengan selang interval sebesar 1.175 untuk menyatakan TT, 2.0935 untuk CT, 3.4725 untuk T dan batas atas sebesar 4.108 untuk menyatakan responden ST.

Gambar 4.3 Titik batas antar kategori

Gambar 4.4 Batas bawah dan batas atas dengan selang interval

Frekuensi dari sikap pemahaman responden terhadap topik perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global dinyatakan dalam bentuk persentase. Ada enam pertanyaan yang diajukan, sebagai berikut:

a. PEM1= Isu perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global

b. PEM2= Bahan perusak ozon penyebab penipisan ozon dan pemanasan global

c. PEM3= Dampak penipisan ozon dan pemanasan global

d. PEM4= Kontribusi industri terhadap pencegahan penipisan ozon dan pemanasan global

e. PEM5= Peraturan larangan penggunaan bahan perusak ozon f. PEM6= Jadwal penghapusan bahan perusak ozon

Secara grafik dapat digambarkan dalam gambar 4.5. berikut ini:

0.000 1.350 2.837 4.108 Tidak Tahu Cukup Tahu Tahu Sangat Tahu 3.4725 0.000 0.675 2.0935 4.108

(9)

31

Gambar 4.5 Tingkat pemahaman pelaku industri tentang isu perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim

Perusahaan manufaktur refrigerasi yang menjadi responden dalam penelitian sudah mengetahui dengan baik mengenai isu penipisan ozon dan pemanasan global, karena memang isu ini merupakan isu global yang informasinya dapat diketahui dengan mudah. Pengetahuan tentang kedua isu ini memang harus dimiliki oleh perusahaan karena terkait juga dengan peraturan yang harus ditaati oleh mereka terkait dengan pengaturan bahan baku kimia yang digunakan yaitu HCFC yang masuk kategori bahan perusak ozon dan bahan berbahaya dan beracun. Informasi tentang peraturan dan jadwal penghapusan HCFC juga menjadi hal yang penting untuk diketahui, namun masih banyak perusahaan yang belum mengetahui mengenai adanya peraturan yang mengatur tentang konsumsi HCFC melalui pengaturan tata niaga impor HCFC. Terkait dengan jadwal penghapusan yang sudah ditetapkan oleh Protokol Montreal, banyak perusahaan yang masih belum mengetahui karena kurang sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Lokasi industri yang tersebar di banyak daerah menyebabkan sosialisasi belum berjalan dengan baik. Selain karena kurangnya sosialisasi, kurangnya pengetahuan tentang peraturan dan jadwal penghapusan HCFC juga dikarenakan sikap industri yang tidak menganggap bahwa adanya peraturan dan jadwal tersebut sangat penting bagi kelangsungan usaha mereka, sehingga pada saat pelaksanaan program pengurangan konsumsi HCFC dimulai banyak perusahaan yang masih belum siap.

0   0   9   0   9   9   18   18   9   18   64   45   64   64   73   73   18   36   18   18   9   9   9   9   0   10   20   30   40   50   60   70   80   PEM1 (Sd:

+0.63) PEM2 (Sd: +0.63) PEM3 (Sd: + 0.75) PEM4 (Sd: +0.54) PEM5 (Sd: +0.79) PEM6 (Sd: +0.82)

T

ingkat pemahaman (%)

Topik pemahaman tentang perlindungan lapisan ozon dan pemanasan global Tidak tahu Cukup tahu Tahu Sangat Tahu

(10)

32

Sedangkan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelaku industri manufaktur refrigerasi terhadap program-program yang telah dilaksanakan pemerintah maka dilakukan identifikasi melalui kuesioner dan wawancara secara langsung. Skala pengukuran menggunakan skala likert dengan kategori Tidak Puas (TP), Cukup Puas (CP), Puas (P) dan Sangat Puas (SP). Untuk mengukur bobot kriteria tiap kategori dianalisis dengan pendekatan distribusi Z. Hasil analisis tersebut disajikan dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Transformasi nilai skor Z untuk tingkat kepuasan responden

No. Pertanyaan Kategori Pilihan

TP CP P SP PUAS-1 0.000 1.350 2.610 5.190 PUAS-2 0.000 1.590 2.800 3.400 PUAS-3 0.000 1.470 2.800 5.190 Jumlah 0.000 4.410 8.210 13.780 Rata-rata 0.000 1.470 2.737 4.593

Tabel 4.7 menjelaskan nilai bobot untuk kategori TP, CP, P dan SP dari tiga pertanyaan dan selanjutnya dihitung rata-ratanya untuk mengetahui batas interval untuk semua kategori yang merupakan titik batas antar jenis kategori tersebut. Dari hasil perhitungan tersebut batas interval antara tidak puas dengan cukup puas sebesar1.470, kemudian antara cukup puas dengan puas mempunyai nilai bobot skor Z sebesar 2.737, dan untuk batas atas interval sebesar 4.593 yang menyatakan sangat puas, seperti yang dijelaskan dalam Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Titik batas antar jenis kategori

Gambar 4.7 menjelaskan tentang batas bawah dan batas atas dari kategori pertanyaan TP, CP, P dan SP, serta selang interval antar kategori tersebut.

Gambar 4.7 Batas bawah, batas atas dan selang interval

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pelaku industri manufaktur refrigerasi yang menjadi responden pada penelitian ini merasa cukup puas terhadap program-program yang telah dilaksanakan oleh

3.665

0.000 0.735 2.103 4.593

Tidak

Puas Cukup Puas Puas Sangat Puas

(11)

33 pemerintah berupa penerbitan peraturan tentang pengaturan konsumsi bahan perusak ozon, demikian juga dengan kegiatan sosialisasi mengenai perlindungan lapisan ozon, dan juga pelatihan serta pendampingan oleh pemerintah kepada perusahaan.

Ketidakpuasan beberapa perusahaan disebabkan oleh tidak meratanya program sosialisasi maupun pelatihan yang diberikan pemerintah, sehingga banyak industri yang merasa tidak dibina oleh pemerintah. Salah satu akibat dari ketidakpuasan tersebut adalah sikap masa bodoh industri terhadap program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Faktor pendanaan menjadi masalah klasik dalam pelakasanaan program pemerintah, anggaran yang tidak mencukupi menjadi salah satu alasan mengapa sosialisasi dan pelatihan pendampingan untuk industri tidak dapat dilakukan secara merata kepada semua industri yang terkait dengan penggunaaan HCFC. Program pelatihan yang dirancang pemerintah saat ini masih ditujukan kepada perusahaan yang akan menerima bantuan hibah dari pemerintah, baik berupa peralatan maupun bantuan teknis lain. Pemerintah masih kurang melakukan pelatihan yang bersifat umum maupun khusus seperti contohnya pengelolaan bahan kimia HCFC untuk industri manufaktur.

Dalam upaya mencapai target penghapusan BPO, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk mengatur tata niaga maupun penggunaan BPO. Namun demikian, sosialisasi maupun penyebarluasan informasi peraturan yang belum maksimal menyebabkan masih banyak pelaku usaha yang belum mengetahui adanya peraturan-peraturan tersebut. Daftar peraturan terkait pengaturan tata niaga dan penggunaan BPO ditunjukkan pada Lampiran 1.

Salah satu perusahaan menyampaikan belum adanya peraturan yang khusus mengatur penggunaan HCFC pada industri manufaktur, dan peraturan yang ada saat ini masih ditujukan kepada industri jasa pemeliharaan dan perawatan sistem pendingin yang sudah ada.

Gambar 4.8 Tingkat kepuasan pelaku industri manufaktur refrigerasi Pertanyaan yang diajukan kepada responden terkait dengan tingkat kepuasan mereka mencakup (1) program peraturan yang sudah dikeluarkan

9   9   9   55   73   64   36   9   27   0   9   0   0   10   20   30   40   50   60   70   80  

PUAS1  (Sd:  +0.65)   PUAS2  (Sd:  +0.75)   PUAS3  (Sd:  +0.60)  

T

ingkat kepuasan (%)

Jenis program pemerintah

Tidak puas Cukup Puas Puas

(12)

34

oleh pemerintah (PUAS1), 2) program sosialisasi yang dilaksanakan pemerintah (PUAS2), dan 3) program pendampingan dan pelatihan oleh pemerintah (PUAS3).

Peran media massa dalam penyebarluasan informasi sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan suatu program. Isu pemanasan global dan perubahan iklim sudah mendunia berkat penyebarluasan informasi yang terus menerus. Hal yang sebaliknya terjadi terhadap isu penipisan lapisan ozon, bagi sebagian orang isu ini sudah cukup dimengerti dan dipahami namun masih lebih banyak orang tidak atau belum mengenal isu global ini yang mungkin kehadirannya lebih dulu dibanding isu perubahan iklim. Salah satu penyebabnya mungkin karena dampak dari penipisan lapisan ozon ini tidak tampak secara nyata seperti perubahan iklim yang dapat dirasakan dari adanya perubahan terhadap suhu permukaan, perubahan pola curah hujan, peningkatan frekuensi peristiwa iklim ekstrim yang dapat mengakibatkan bencana seperti banjir. Dari hasil kuesioner yang ditanyakan kepada responden mengenai sumber informasi mengenai program perlindungan lapisan ozon dan pemanasan gobal, diperoleh hasil sebagaimana disampaikan dalam gambar 4.9 bahwa mereka mendapatkan informasi dari sumber yang beragam, namun sebagian besar mendapatkan informasi dari internet, dan sebagian lagi dari koran dan majalah, serta sosialisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Gambar 4.9 Sumber informasi tentang perlindungan lapisan ozon dan perubahan iklim 27+1.79   0   36+1.79   0   27+1.79   9+1.79   0   5   10   15   20   25   30   35   40   45   Koran  &  

Majalah  (A)   Televisi  &  Radio  (B)   Internet  (  C)   Iklan  (D)   Sosialisasi  Pemerintah   (E)   lain-­‐lain  (F)   sumber  in formasi  yan g  digun akan  (%)   Sumber  informasi  

(13)

35 Potensi sosial

Hasil analisis menggunakan PCA menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial yang memberikan kontribusi penting dalam proses alih teknologi HCFC menjadi non-HCFC adalah adanya sertifikat kompetensi bagi pekerja, pengalaman kerja teknisi, ketrampilan pekerja, jumlah jam kerja, perlengkapan kerja, komitmen perusahaan dalam meningkatkan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) dan pelatihan K3 bagi pekerja.

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa hanya 1 perusahaan yang melengkapi pekerjanya dengan sertifikat kompetensi yang terkait dengan pekerjaannya yang menggunakan HCFC.

Modal sosial yang cukup penting adalah tingkat pendidikan dan kompetensi pekerja yang bekerja secara langsung dengan bahan kimia HCFC. Sebagian besar responden belum menyadari sepenuhnya tentang perlunya sertifikat kompetensi. 91% responden tidak mempersyaratkan dokumen sertifikat kompetensi bagi pekerjanya yang menangani HCFC, hanya 9% responden yang mempunyai pekerja bersertifikat kompetensi. Standar deviasi (Sd) yang digunakan +0.3. Mahalnya biaya untuk mendapatkan sertifikat kompetensi ini menjadi salah satu kendala bagi perusahaan dalam melengkapi pekerjanya dengan sertifikat kompetensi. Para pekerja yang bekerja di perusahaan manufaktur refrigerasi ini sebagian besar hanya berbekal pengalaman mereka bekerja, ditambah dengan latar belakang pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulus SMU atau SMK. Masalah sertifikat kompetensi untuk pekerja perusahaan manufaktur memang belum diatur dengan jelas, peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah (Lampiran 1), yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2007 hanya mengatur tentang kewajiban sertifikat kompetensi bagi pekerja di sektor jasa, yaitu jasa pemeliharaan dan perawatan sistem pendingin, bahkan pada tahun 2008-2009 pemerintah telah memberikan subsidi bagi teknisi bengkel yang akan melakukan ujian untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Namun sayang hal tersebut belum tersedia untuk para pekerja di sektor manufaktur.

Gambar 4.10 Kepemilikan sertifikat kompetensi pekerja di 11 perusahaan manufaktur refrigerasi 9+0.3   91+0.3   0   20   40   60   80   100   Ya   Tidak   T ingkat kepemilikan (%)

(14)

36

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman kerja yang dimiliki oleh pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi antara 3-6 tahun (82%), namun ada juga yang lebih dari 6 tahun (18%). Sd yang digunakan sebesar + 0.40.

Gambar 4.11 Pengalaman kerja pekerja di industri manufaktur refrigerasi Rata-rata tingkat pendidikan pendidikan pekerja di perusahaan responden adalah SMU dan/atau SMK dengan pengalaman kerja antara 3 sampai dengan 6 tahun. 55% responden menyatakan mereka mempersyaratkan pekerjanya yang bekerja di unit produksi mempunyai ketrampilan khusus, kemudian 36% responden yang mempersyaratkan pekerjanya mempunyai pendidikan khusus yang terkait dengan pekerjaan. yang dilaksanakannya, dan hanya 9% yang mewajibkan pekerja memiliki sertifikat kompetensi. Sistem kerja yang tidak memberlakukan sistem rotasi bagi pekerja menyebabkan setiap pekerja mempunyai spesialisasi keahlian tertentu. Keahlian tersebut menjadi modal pekerja dalam melakukan tugasnya.

Gambar 4.12 Ketrampilan dan pendidikan bagi pekerja 0   0   82+0.4   18+0.4   0   10   20   30   40   50   60   70   80   90   <  1     1–2     3–6     >  6     T

ingkat pengelaman kerja di 1

1

perusahaan (%)

Pengalaman kerja karyawan (Tahun)

36+0.65   55+0.65   9+0.65   0   10   20   30   40   50   60   perlu  pendidikan  

tertentu   perlu  ketrampilan  khusus   perlu  sertiVikat  kompetensi  

T

ingkat keahlian di 1

1 perusahaan

(%)

(15)

37 Proses produksi manufaktur refrigerasi merupakan jenis industri yang memerlukan tenaga kerja dengan keahlian atau ketrampilan khusus, terutama untuk pekerja yang berhubungan langsung dengan penggunaan HCFC di pabrik. Sifat HCFC sebagai bahan kimia berbahaya juga perlu ketrampilan khusus dalam menanganinya. Demikian juga dengan operasional mesin produksi yang cukup rumit diperlukan ketrampilan dan pendidikan yang khusus, bahkan bila diperlukan harus dilengkapi dengan sertifikat kompetensi. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa rata-rata pekerjaan produksi di 11 industri manufaktur refrigerasi memerlukan ketrampilan khusus, terutama kaitannya dengan keamanan dan keselamatan kerja yang menggunakan bahan kimia.

Gambar 4.13 menunjukkan jam kerja pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi yang menjadi cakupan penelitian, dan 91% responden menyatakan bekerja antara 5 sampai dengan 8 jam untuk satu kali shift kerja, dan 9% responden menyatakan bekerja lebih dari 8 jam per shift atau kadang harus lembur untuk memenuhi target produksi.Sd yang digunakan + 0.3. Jam kerja produksi yang efisien dan efektif dapat menjadi salah satu modal penting dalam proses alih teknologi HCFC karena dengan sistem kerja yang baik dan terarah maka perusahaan tidak akan kesulitan untuk melakukan migrasi sistem dari HCFC menjadi non-HCFC.

Gambar 4.13 Jam kerja pekerja di 11 industri manufaktur refrigerasi Tingkat keamanan teknologi pengganti HCFC masih menjadi bahan perhatian utama dalam proses alih teknologi ini. Hal ini dapat dikaitkan dengan implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan. Dengan menggunakan Sd sebesar + 0.75 18% responden menyatakan mereka hanya memberikan kacamata kerja, sarung tangan dan baju kerja bagi pekerjanya dalam melakukan pekerjaannya termasuk kegiatan yang menggunakan HCFC. Sementara 45% responden menyatakan memberikan kacamata, sarung tangan, dan sepatu sebagai kelengkapan kerja pegawainya. Kemudian, 36% responden memberikan peralatan keselamatan kerja yang lengkap berupa kacamata, sarung tangan, masker, sepatu dan baju kerja kepada karyawan di bagian produksi. Kesiapan perusahaan dalam pelaksanaan program keamanan dan keselamatan kerja (K3) menjadi salah

0   91+0.3   9+0.3   0   10   20   30   40   50   60   70   80   90   100   <5     5  –  8     >8     T

ingkat aplikasi jam kerja di 1

1

perusahaan (%)

(16)

38

satu jaminan bahwa program penggantian teknologi HCFC menjadi non-HCFC akan berhasil. Perusahaan-perusahaan kecil kebanyakan masih belum memahami mengenai pentingnya keamanan dan keselamatan kerja bagi karyawannya. Beberapa perusahaan bahkan tidak memberikan perlengkapan kerja yang memadai dan layak digunakan oleh para pekerjanya.

Gambar 4.14 Perlengkapan kerja karyawan di 11 industri manufaktur refrigerasi

Komitmen perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan juga menjadi modal penting untuk menunjang keberhasilan proses alih teknologi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.15. Sebagian besar perusahaan (82%) menyatakan memberikan fasilitas kesehatan, memasang tata cara kerja di ruang produksi, memberikan perlengkapan kerja yang memadai bagi karyawan produksinya. Sedangkan 9% responden menyatakan hanya memasang tata cara kerja atau memberikan perlengkapan kerja, pengukuran dilakukan pada Sd sebesar +0.65.

Namun masalah K3 ini juga menjadi hal yang sensitif bagi perusahaan, sehingga salah satu perusahaan tidak memperbolehkan untuk melakukan pengambilan gambar. Perusahaan besar, terutama perusahaan yang berafiliasi kepada perusahaan internasional lebih terbuka dalam memberikan informasinya. Mereka juga lebih peduli kepada keselamatan kerja karyawan. 0   0   0   0   0   18+0.75   45+0.75   36+0.75   0   10   20   30   40   50   Kacamata, sarung tangan, baju kerja (A) Kaca mata, sarung tangan, sepatu (B) Sarung tangan, baju kerja, sepatu ( C) Sarung tangan, sepatu keamanan, penutup telinga (D) Kacamata, sarung tangan, penutup telinga (E) Kacamata, Masker, sarung tangan (F) sarung tangan, masker, sepatu (G) Semua (H) T

ingkat penggunaan peralatandi 1

1

perusahaan (%)

(17)

39

Gambar 4.15 Komitmen perusahaan terhadap pelaksanaan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)

Berdasarkan kajian potensi terhadap modal sosial tersebut diatas, 11 perusahaan manufaktur yang memproduksi peralatan pendingin dan pengatur udara yang ada di Jabodetabek secara pemahaman sudah cukup baik dan cukup siap dalam melakukan proses alih teknologi, sementara dari sisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pekerja, perusahaan responden dianggap cukup besar potensi kesiapannya dalam melakukan alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC. Ketrampilan pekerja dalam menangani penggunaan HCFC juga menjadi modal positif yang baik dalam keberhasilan proses alih teknologi, dan dari hasil kuesioner menunjukkan kesiapan sumber daya manusia yang cukup baik dari perusahaan responden dalam menghadapi kewajiban penggunaan teknologi baru pengganti HCFC. Namun demikian masih perlu peningkatan lagi, terutama terkait dengan penggunaan teknologi baru. Pemerintah sebagai pembuat regulasi perlu menerbitkan peraturan tentang kewajiban pekerja unit produksi yang menggunakan HCFC kompeten secara teknis yang ditunjukkan dengan sertifikat kompetensi. Saat ini peraturan yang ada baru mengatur kewajiban sertifikat kompetensi bagi pekerja yang melakukan retrofit dan daur ulang HCFC saja. Namun, peraturan tersebut juga dapat menjadi dilema bagi perusahaan, karena biaya untuk mendapatkan sertifikat tersebut cukup besar, dan dapat menambah biaya investasi perusahaan.

Gambar 4.16 menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan (73%) sudah melakukan pelatihan K3 secara rutin sebagai upaya meningkatkan kemampuan karyawannya dalam melaksanakan tugasnya dengan baik dan memperhatikan aspek keselamatan kerja. Namun demikian baru perusahaan besar yang melaksanakan kegiatan tersebut, dikarenakan sudah mendapatkan sertifikat ISO, melaksanakan peraturan ketenagakerjaan dan menyadari bahwa karyawan adalah aset perusahaan. Perusahaan-perusahaan kecil masih belum menyadari pentingnya pelatihan K3 bahkan dalam implementasinya sekalipun. 9+0.65   9+0.65   0   0   0   82+0.65   0   10   20   30   40   50   60   70   80   90   T ingkat komitmen K3 di 1 1 perusahaan (%)

(18)

40

Gambar 4.16 Pelaksanaan kegiatan pelatihan K3

Markandya dan Dale (2010) menyampaikan bahwa dalam proses alih teknologi perlu dilakukan peningkatan dan pembaharuan kapasitas sumber daya manusia yang terkait langsung dengan proses produksi yang menggunakan bahan kimia HCFC. Ketrampilan pekerja yang makin meningkat dan ditunjang dengan sertifikat kompetensi, maka terbuka peluang bagi pekerja untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Masalah keamanan dan keselamatan kerja terkait dengan teknologi baru tersebut juga menjadi hal penting lain yang harus diperhatikan. Dalam proses alih teknologi tersebut perlu adanya rancangan sistem yang baru baik sistem peralatan produksi, sistem kerja dan fasilitas kerja yang dapat mendorong karyawan dapat bekerja dengan baik, aman dan nyaman, terutama bila menggunakan bahan non-HCFC yang bersifat dapat terbakar seperti hidrokarbon dan cyclopentane. Penggantian teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC juga dapat mengurangi akumulasi dampak penipisan ozon terhadap manusia, seperti kanker kulit, katarak mata dan gangguan sistem kekebalan tubuh.

Menurut Markandya dan Dale (2010), dengan adanya program alih teknologi HCFC dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), yaitu target 1A (menanggulangi kemiskinan) melalui peningkatan penghasilan pekerja, target 1B terkait dengan peningkatan produktivitas pekerja melalui penerapan sistem kerja yang baik. Selain itu program alih teknologi ini juga berperan dalam mengurangi kesenjangan pendidikan bagi pekerja, khususnya pekerja wanita sesuai target 3A MDGs. Penggantian HCFC menjadi non-HCFC yang bertujuan memperbaiki kondisi lapisan ozon secara tidak langsung dapat membantu pencapaian target MDGs yang ke-6, yaitu tentang kesehatan masyarakat. 73+0.47   27+0.47     0   10   20   30   40   50   60   70   80   Ya   Tidak   Tin gkat  pelaksan aan  pelatihan  (%)   Pelaksanaan  pelatihan  K3  

(19)

41 Potensi ekonomi

Berdasarkan PCA faktor-faktor yang dianggap penting dalam memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program alih teknoogi dari HCFC menjadi non-HCFC adalah jumlah impor HCFC-22 dan HCFC-141b di 11 perusahaan responden, harga pembelian HCFC-22 dan HCFC-141b, cara responden memperoleh HCFC-22 dan HCFC-141b.

Kebutuhan HCFC di Indonesia dipenuhi dengan cara impor, karena tidak ada produsen HCFC di Indonesia. Oleh karena itu nilai konsumsi HCFC Indonesia dihitung dari nilai impor. Berdasarkan hasil pengumpulan data, nilai konsumsi HCFC-22 dari 11 perusahaan responden mencapai 440.36 MT dengan nilai ekonominya mencapai kurang lebih Rp. 13 910 972 415. HCFC-141b dengan nilai konsumsi sebesar 135.88 MT dapat dihitung nilai ekonominya sebesar Rp. 5 027 920 000. Gambaran mengenai nilai ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Nilai ekonomi HCFC di 11industri manufaktur refrigerasi di Jabodetabek No. Jenis HCFC Jumlah Konsumsi (Kg) Nilai ekonomi(Rp/Kg) Nilai Ekonomi (Rp) 1 HCFC-22 440 360 31 590 13910 972 400 2 HCFC-141b 135 880 37 000 5 027 560 000 Jumlah (Rp) 18938532400

Gambar 4.17 Harga pembelian HCFC-22

Gambar 4.17 menyampaikan bahwa 73% responden membeli HCFC-22 dengan rentang harga antara Rp. 400 000 sampai dengan 700 000.

18+0.54   73+0.54     9+0.54     0   0   10   20   30   40   50   60   70   80   <400.000   400.000  –   700.000     700.000  –  1.000.000   >1.000.000   T ingkat har ga pembelian HCFC-22 di 1 1 perusahaan (%)

(20)

42

Mayoritas responden (83%) yang menggunakan HCFC-141b sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 4.18 menyatakan harga pembelian HCFC-141b antara Rp. 7 000 000-10 000 000, dan 17% perusahaan menyatakan membeli HCFC-141b dengan harga >Rp. 10 000 000.

Data dari Unit Ozon Nasional (2010) menyebutkan bahwa pada tahun 2009, harga HCFC-22 sebesar kurang lebih Rp. 429 624 per tabung ukuran 13.6 kg, sedangkan harga HCFC-141b kurang lebih Rp. 9 250 000 per 1 drum isi 250 liter. Harga yang beredar di pasaran tidak ditentukan oleh pemerintah tetapi berjalan sesuai skema pasar yang ada. Mengingat HCFC diperoleh dengan cara impor maka nilai ekonominya juga bersifat fluktuatif mengikuti nilai mata uang dolar yang berlaku.

Gambar 4.18 Harga pembelian HCFC-141b

Bila dilihat dari cara pembelian, 73% perusahaan melakukan pembelian HCFC melalui distributor, kemudian 18% perusahaan menyatakan melakukan pembelian langsung kepada Importir Terdaftar yang sudah ditunjuk oleh Pemerintah, dan 9% perusahaan membeli pada penjual retail, gambaran prosentase cara pembelian HCFC yang dilakukan oleh 11 perusahaan disajikan dalam gambar 4.18.

Gambar 4.19 Cara pembelian HCFC oleh industri manufaktur refrigerasi 0   0   83+1.68   17+1.68     0   20   40   60   80   100   <  5.000.000   5.000.000  -­‐   7.000.000   7.000.000  -­‐  10.000.000   >10.000.000   T ingkat har ga pembelian HCFC-141b di 1 1 perusahaan (%) Rentang harga HCFC-141b (Rp) 0   18+0.54   73+0.54     9+0.54     0   10   20   30   40   50   60   70   80  

Impor  langsung   Importir   Terdaftar/   Produsen   Distributor   Retail   Cara pembelian HCFC di 1 1 perusahaan (%) Cara pembelian HCFC

(21)

43 Perusahaan-perusahaan yang besar lebih banyak membeli langsung dari importir terdaftar (IT-BPO) karena kebutuhannya besar sehingga bila pembelian langsung kepada IT-BPO dapat dimasukkan ke dalam permohonan impor dari IT-BPO. Sesuai peraturan Menteri Perdagangan No. 3/M-DAG/PER/1/2012 tentang ketentuan impor bahan perusak lapisan ozon (BPO), impor BPO hanya bisa dilakukan oleh importir yang sudah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen BPO (IP-BPO) dan perusahaan yang sudah mendapat penetapan sebagai Importir Terdaftar BPO (IT-BPO). IT-BPO dapat melakukan impor BPO untuk diperdagangkan kembali, sedangkan IP-BPO hanya boleh melakukan impor untuk keperluan produksi sendiri dan tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan.

Dengan adanya pengaturan tata niaga impor BPO diharapkan jumlah konsumsi HCFC menjadi lebih mudah diketahui karena adanya sistem pelaporan yang wajib dilakukan oleh para importir. Namun demikian, kegiatan impor ilegal HCFC juga masih dapat dijumpai terutama dilakukan di wilayah-wilayah perairan yang tidak terlalu ketat penjagaannya. Adanya impor ilegal ini yang kadang menyebabkan tidak terpantaunya jumlah konsumsi HCFC, dan kualitas dari HCFC tersebut juga tidak dapat dipastikan. Kegiatan impor ilegal ini berpotensi mengganggu program alih teknologi HCFC untuk penghapusan HCFC secara nasional, karena persediaan HCFC yang seharusnya berkurang sesuai dengan skenario yang telah dibuat menjadi terganggu karena adanya pasokan HCFC ilegal.

Terkait dengan potensi ekonomi bahan pengganti HCFC-22 dan HCFC-141b, dari daftar harga yang diperoleh dari retailer, harga bahan pengganti masih berada di rentang harga yang bervariasi tetapi lebih tinggi dari HCFC-22, rata-rata Rp. 600 000,-. Salah satu kendala dalam pelaksanaan transfer teknologi adalah pembiayaan karena memerlukan biaya investasi yang cukup besar, karena adanya beberapa kegiatan penggantian dan modifikasi. Biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses alih teknologi tersebut rata-rata US$ 450 000.

Potensi teknis

Faktor-faktor yang dianggap penting dalam proses alih teknologi ini adalah faktor jenis HCFC yang digunakan, alasan penggunaan HCFC, jenis teknologi yang dipilih, jenis penggantian yang akan dilakukan dan alasan dari penggantian teknologi HCFC.

a. Konsumsi HCFC secara nasional

Setiap tahun, negara peratifikasi Protokol Montreal wajib memberikan laporan data realisasi konsumsi dan produksi Bahan Perusak Ozon (BPO) kepada Sekretariat Ozon. Berdasarkan data realisasi yang dihimpun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dari permohonan dan laporan realisasi impor dari para Importir Terdaftar maupun Importir Produsen diperoleh data sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Menurut Dokumen HPMP yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2010 dinyatakan bahwa kebutuhan HCFC

(22)

44

nasional dipenuhi melalui kegiatan import dari Canada, China, India, Belanda, Singapura dan Amerika Serikat.

Tabel 4.9 Jumlah realisasi impor HCFC nasional pada tahun 2009a

No. Jenis HCFC Jumlah

(MetrikTon/MT)b 1 HCFC-22 4 598.93 2 HCFC-141b 737.60 3 HCFC 123 37.63 4 HCFC 124 0.14 5 HCFC Polycold 0.0475 Jumlah 5 374.35

aSumber: KLH 2010; bdata realisasi impor HCFC 2009

Jumlah impor HCFC yang terbesar adalah HCFC-22 yang digunakan di sektor refrigerasi dan AC yang merupakan sektor pengguna terbesar. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penghapusan HCFC menjadi prioritas utama. Selanjutnya diurutan kedua adalahHCFC-141b yang digunakan sebagai bahan pengembang (blowing agent) pada industri sektor busa (foam) dan industri refrigerasi dalam kegiatan produksi sandwich panel yang nantinya akan dirakit menjadi produk pendingin.

Jadwal penghapusan HCFC dimulai pada tahun 2013 dengan menetapkan waktu pembekuan, dalam arti mulai tahun 2013 tidak boleh ada penambahan jumlah impor HCFC lagi. Dengan kuota impor yang ditetapkan setiap tahun dapat diatur jumlah pengurangan konsumsi HCFC setiap tahun. Jika baseline yang berasal dari perhitungan rata-rata konsumsi 2009-2010 diperoleh angka 6261.05 MT, maka skenario pengurangan konsumsi HCFC sesuai dengan jadwal penghapusan bertahap yang ditetapkan oleh Protokol Montreal, maka skenario konsumsi HCFC untuk Indonesia sampai tahun 2030 adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar4.19.

aSumber: KLH 2010

Gambar 4.20 Skenario pengurangan HCFC Indonesia tahun 2009 - 2030 6261.05 6261.05 5634.95 4069.68 2034.84 156.53 156.53 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Baseline (rata-rata 2009-2010) 2013 2015 2020 2025 2030 Pemeliharaan (2,5%) Jumlah konsumi HCFC (MT)

(23)

45 Jumlah konsumsi HCFC nasional tahun 2009 sudah disampaikan dalam tabel diatas, untuk jumlah konsumsi HCFC-22 dan HCFC-141b di 11 industri manufaktur refrigerasi yang menjadi responden penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Jumlah konsumsi HCFC di Industri Manufaktur Refrigerasi di Jabodetabek tahun 2009

No. Perusahaan Jenis HCFC

HCFC-22 (MT) HCFC-141b (MT) 1 PT. A 68.48 - 2 PT. B 78.98 - 3 PT. C 9.78 - 4 PT. D 11.88 - 5 PT. E 28.90 44.10 6 PT.F 19.12 33.46 7 PT. G 28.56 42.84 8 PT. H 5.84 8.76 9 PT. I 2.44 3.66 10 PT.J 2.04 3.06 11 PT. K 184.34 - JUMLAH 440.36 135.88 b. Alasan penggunaan HCFC

Mayoritas para pelaku industri (73%) menyatakan bahwa HCFC mudah dalam penggunaannya tidak memerlukan perlakuan khusus. Kemudian 27% responden menyatakan bahwa dengan menggunakan HCFC kualitas produk yang dihasilkan lebih bagus.

Gambar 4.21 Alasan perusahaan menggunakan HCFC

Penggunaan HCFC masih mudah dijumpai karena berbagai alasan, salah satunya adalah karena adanya larangan konsumsi BPO jenis CFC menyebabkan peningkatan penggunaan HCFC sebagai alternatif sementara. Disebut sementara karena HCFC masih mengandung bahan yang dapat

73+0.93   0   27+0.93     0   0   10   20   30   40   50   60   70   80   Mudah  

digunakan   Murah  biaya  produksinya     Kualitas  hasil  bagus   baku  dan  energi  Hemat  bahan  

T

ingkat alasanpenggunaan HCFC

(%)

(24)

46

menguraikan ikatan molekul ozon, selain itu juga HCFC mempunyai nilai potensi penyebab pemanasan global yang masih cukup signifikan. Kemudahan penggunaan seperti halnya penggunaan CFC menyebabkan penggunaan HCFC-22 masih dominan di sektor pendingin. Selain itu jugaHCFC-141b juga dapat dicampur dengan bahan isocyanat dan polyol yang kemudian dikenal dengan HCFC blended polyol untuk pembuatan busa yang menghasilkan kualitas produk yang cukup bagus menyebabkan HCFC disukai penggunaannya. Selain itu harganya yang kompetitif menjadi pertimbangan penggunaan HCFC jenis ini.

c. Kegiatan penggantian yang akan dilakukan

Dari hasil wawancara terhadap responden yang dikunjungi, sebagian besar perusahaan menyatakan pertimbangannya untuk melakukan penggantian teknologi dari teknologi yang menggunakan HCFC menjadi bahan lain yang sesuai dengan kualitas produk yang diharapkan tetapi tidak memberatkan mereka dalam hal biaya investasi.

Apabila dilakukan keharusan untuk melakukan penggantian HCFC diterapkan, pelaku industri menyatakan bahwa mereka akan melakukan modifikasi terhadap mesin atau peralatan yang sudah ada (73% perusahaan), kemudian sisanya masing-masing 9% perusahaan menyatakan akan melakukan penggantian mesin atau peralatan dengan sistem yang baru, melakukan penggantian bahan saja, dan melakukan penggantian model. Secara grafik dapat dilihat pada gambar 4.21.

Gambar 4.22 Jenis kegiatan alih teknologi yang akan dilakukan oleh perusahaan

Jenis kegiatan alih teknologi yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan pembiayaan, oleh karena itu tidak semua sistem dalam proses produksi perusahaan akan diganti dengan yang baru. Hal yang mungkin

9+1.18   9+1.18     73+1.18     0   0   9+1.18     0   10   20   30   40   50   60   70   80   Replacement   Mesin  &   Peralatan   Penggantian  

Bahan   ModiVikasi     Pindah  lokasi   Penggantian  jenis  produk   Penggantian  model  

T

ingkat aplikasi alih teknologi (%)

(25)

47 dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan modifikasi dan penyesuaian sistem dan peralatan kerjanya dengan sistem yang baru. Karakteristik yang berbeda dari tiap jenis bahan kimia menyebabkan perbedaan sistem. Alih teknologi dari HCFC menjadi non-HCFC berpengaruh terhadap perubahan kompresor karena jenis pendingin yang berbeda, dan jenis coil yang berbeda pula.Untuk proses manufaktur di perusahaan penghasil peralatan pendingin ada beberapa hal yang harus dimodifikasi, diganti maupun disesuaikan, yaitu:

1. Melakukan perancangan ulang sistem produksi dan produk 2. Mengubah dais atau cetakan (mould)

3. Mengurangi ukuran diameter pipa dari 3/8 menjadi ¼ sehingga perlu mengubah mesin fin press, hairpin

4. Mengubah susunan pipa menjadi sebaris-sebaris

5. Mengubah jarak pipa menjadi 1.4 karena ukuran pipa berubah 6. Mengganti mesin mandrel/ekspander dengan mesin yang

bebas pelumas

7. Perubahan ukuran badan peralatan pendingin luar menjadi lebih kecil

8. Modifikasi terhadap peralatan charging

9. Menyediakan charging service area yang lebih baik karena sifat bahan pengganti yang dapat terbakar

d. Rencana teknologi pengganti HCFC yang dipilih

Dari hasil survey dihasilkan 45% responden belum memikirkan ataupun mempertimbangkan teknologi pengganti apa yang akan digunakan untuk menggantikan HCFC karena memerlukan perhitungan dan pertimbangan masak-masak dari semua sisi, sedangkan 55% responden menyatakan bahwa mereka akan menggantikan HCFC dengan HFC, terutama HFC-32 dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selain itu pemilihan HFC-32 menjadi alternatif pengganti karena rekomendasi yang diberikan konsultan yang ditunjuk oleh pemerintah pada saat melakukan survey lapangan dan melakukan berbagai kajian dan pertimbangan sesuai informasi dan kondisi teknis perusahaan. 82% responden menyatakan akan menggantikan HCFC-141b dengan cyclopentane yang termasuk dalam kategori hidrokarbon, dan 12% responden menyatakan belum tahu karena belum ada arahan dari pemerintah. Penggantian jenis HCFC dengan non-HCFC merupakan kewajiban perusahaan, dengan demikian jenis teknologi pengganti yang akan digunakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.

(26)

48

Gambar 4.23 Pilihan teknologi pengganti HCFC-22

Gambar 4.24 Pilihan teknologi pengganti HCFC-141b

HFC-32 atau R32 banyak dipilih oleh perusahaan responden sebagai pengganti HCFC-22 selain karena rekomendasi pemerintah, juga karena secara teknis mudah dan luas jangkauan aplikasinya, tidak terbatas unit besar atau kecil, dan dapat diaplikasikan untuk peralatan pendingin dan pengatur udara. Selain itu dilihat dari sisi pemanasan global, mempunyai nilai GWP yang cukup rendah yaitu 675, umur tinggal di atmosfer yang pendek yaitu 4.9 tahun dan efisiensi energinya lebih besar 10% dibandingkan dengan jenis bahan pengganti yang lain. Sementara untuk pengganti HCFC-141b, ada dua pilihan tergantung kemampuan pembiayaan perusahaan. Untuk perusahaan besar sebagian besar memilih untuk menggantikannya dengan cyclopentane atau hidrokarbon, karena secara

55+0.52   0   0   0   45+0.52   0   10   20   30   40   50   60  

HFC   Hidrokarbon   Amonia   Karbondioksida   Tidak  ada   respon  

T

ingkat penggunaan pengganti HCFC-22

(%)

Pilihan teknologi alternatif pengganti HCFC-22

0   82+0.82   0   18+0.82     0   10   20   30   40   50   60   70   80   90  

HFC   Cyclopentane   Air   Tidak  ada  respon  

T

ingkat penggunaan pengganti

HCFC-141b (%)

(27)

49 aplikasi lebih mudah dan tidak terlalu banyak modifikasi yang harus dilakukan. Selain itu juga bahan ini sudah tidak mengandung bahan perusak ozon atau mempunyai nilai ODP nol, dan nilai GWP yang rendah. Untuk perusahaan skala kecil dan menengah bahan alternative yang akan dipilih adalah HFC-245fa.

Saat ini sudah tersedia beberapa alternatif teknologi pengganti HCFC baik yang berasal dari alam maupun sintetik. Daftar teknologi pengganti dan aplikasinya ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Teknologi pengganti HCFC

Jenis Bahan GWP Aplikasi Keterangan

Amonia 0 Refrigerasi

industri, chiller

Masih punya kendala dengan sifat mudah terbakar dan toksisitas

CO2 1 Peralatan

pendingin komersial, AC mobil

Perlu rancang ulang baru terhadap sistem yang berdampak terhadap biaya investasi Hidrokarbon <15 Peralatan refrigerasi domestik skala kecil dan komersial

Masih punya kendala dengan sifat

flammability, tidak dapat digunakan secara luas pada sistem dengan kapasitas besar HFC-32 675 Peralatan pendingin komersial skala kecil dan AC Komponen tunggal refrigeran, sedikit flammable, tekannya lebih tinggi, jumlah pengisian refrigeran per unit HFC-134a 1300 Peralatan pendingin domestik dan komersial dengan temperatur medium

Tidak efisien pada sistem temperatur rendah dan aplikasi refrigerasi industri, menggunakan oli sintetik

HFC-407c 1520 AC Karakteristiknya

mendekati HCFC-22, sedikit lebih efisien dibandingkan dengan HCFC-22

HFC-410a 1710 AC Merupakan campuran

antara R32 dan R125, GWP tinggi karena masuk dalam golongan HFC.

(28)

50

Lanjutan Tabel 4.11

Jenis Bahan GWP Aplikasi Keterangan

HFC-404a 3260 Peralatan pendingin

temperatur rendah

GWP tinggi karena masih termasuk dalam HFC HFC-507 3900 Peralatan pendingin temperatur rendah Merupakan campuran antara HFC-125 dan HFC-143a aSumber: KLH 2010 e. Alasan penggantian

Tabel 4.24 menyatakan bahwa sebagian besar industri (82%) menyatakan bahwa penggantian HCFC dilakukan karena adanya penerapan peraturan tentang pengurangan konsumsi HCFC, sedangkan 9% responden menyatakan karena alasan lain yaitu karena akan mengganti jenis produknya dan mengganti bahan baku (9%).

Apabila tidak ada peraturan tentang pengurangan bertahap penggunaan HCFC kemungkinan para pelaku usaha juga tidak akan melakukan alih teknologi karena kenyamanan yang sudah diperoleh saat ini.Dari sisi teknologi, ada beberapa kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh suatu teknologi untuk dapat menggantikan teknologi HCFC yang saat ini digunakan, yaitu :

1) Teknologi tersebut sudah teruji dan cukup matang 2) Produk akhir dan kinerja tetap terjaga dari sisi kualitas

3) Biaya konversinya rendah dan tidak terlalu mengganggu kegiatan operasional manufaktur saat ini

4) Memenuhi ketentuan standar lokal dan internasional untuk kesehatan, keamanan dan lingkungan

5) Mempunyai emisi Setara CO2 yang rendah baik secara langsung

maupun tidak langsung.

6) Dapat diimplementasikan dalam jangka waktu pendek

Gambar 4.25 Alasan penggantian HCFC oleh pelaku industri 9+1.83   9+1.83     0   0   0   82+1.83     0   10   20   30   40   50   60   70   80   90   Penggantian  

jenis  produk   Penggantian  bahan     Peralatan  rusak   Revitalisasi  usaha   Penggantian  Manajemen   Pemerintah    Peraturan  

T

ingkat alasan penggantian HCFC

(%)

(29)

51 Sedangkan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah bahan pengganti yang nantinya akan digunakan untuk menggantikan HCFC adalah:

a. Memiliki sifat fisika dan kimia yang menguntung bagi semua aplikasi

b. Inert dan stabil

c. Kompatibel dengan bahan yang sekarang ada d. Lebih diutamakan yang tidak mudah terbakar e. Tidak beracun

f. Mempunyai nilai ODP nol dan GWP yang rendah g. Mudah diperoleh

Potensi lingkungan

Terkait dengan pengelolaan limbah HCFC dan limbah lain yang dihasilkan dalam proses produksi diperoleh informasi bahwa jumlah stok HCFC yang ada digudang mencapai jumlah kurang dari 68 kg dalam sebulan (64%), namun ada juga yang menyimpan lebih dari jumlah tersebut (27%), dan 9% responden tidak memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut. Sedangkan untuk sisa stok yang tidak terpakai dan menjadi limbah karena berbagai alasan, sebagian besar (82%) menyatakan tidak ada stok yang tersisa, sedangkan 9% responden menyatakan kurang lebih 13.6 kg yang tidak digunakan dan menjadi limbah, kemudian 9% responden tidak menjawab pertanyaan tersebut. Terkait dengan pengelolaan limbah HCFC maupun limbah lain 55% responden menyatakan dibiarkan begitu saja, 36% responden menyatakan dilakukan lain-lain seperti dijual atau dikembalikan ke distributor, dan 9% dibuang di tempat penimbunan sampah.

Gambar 4.26 Jumlah stok HCFC yang disimpan dalam gudang 9+0.6   64+0.6     27+0.6     0   0   10   20   30   40   50   60   70  

Tidak  ada  respon   <  5     5  –  10   >  10    

T

ingkat penyimpanan HCFC per bulan di

11 perusahaan (%)

(30)

52

Gambar 4.27 Jumlah stok HCFC yang tidak terpakai/kadaluarsa

Gambar 4.28 Proses pengelolaan limbah HCFC yang tidak terpakai 9+0.45   82+0.45     9+0.45     0   0   0   10   20   30   40   50   60   70   80   90   Tidak  ada   respon   0   1-­‐3   3-­‐5   >5   T

ingkat jumlah stok HCFC yang tidak terpakai (%)

Jumlah stok tidak terpakai (drum/bln)

18+1.44   55+1.44     0   9+1.44     18+1.44     0   10   20   30   40   50   60   Tidak  ada  

respon   Dibiarkan   penimbunan  Dibuang  ke   sampah   Dikelola  di   fasilitas   pengolah   limbah   Lain-­‐lain   T

ingkat pengelolaan limbah HCFC (%)

(31)

53

Gambar 4.29 Limbah lain yang dihasilkan

Salah satu alasan percepatan penghapusan HCFC adalah karena potensi penyebab pemanasan global bahan tersebut yang cukup besar disamping dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Dari hasil perhitungan diperoleh potensi pengurangan gas rumah kaca untuk HCFC-22 dan HCFC-141b sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.12.

Gambar 4.30 Pengelolaan limbah jenis lain 55+2.09   0   0   0   45+2.09     0   0   10   20   30   40   50   60   70   80   Tidak  ada  

respon   Oli   Limbah  cair   Busa  sisa  produksi   Logam   Kertas  

T

ingkat produksi limbah non-HCFC (%)

Jenis limbah non-HCFC yang dihasilkan

55+1.96   0   9+1.96     0   36+1.96     0   10   20   30   40   50   60   70   80   Tidak  ada  

respon   Dibiarkan   penimbunan  Dibuang  ke   sampah   Dikelola  di   fasilitas   pengolah   limbah   Lain-­‐lain   T

ingkat pengelolaan limbah non HCFC (%)

(32)

54

Tabel 4.12 Potensi penyebab perusakan ozon dan pemanasan global dari penggunaan HCFC-22 dan HCFC-141b No. Perusahaan Jenis HCFC HCFC-22 HCFC-141b Jumlah konsumsi (Metrik Ton/MT) Potensi Emisi GRK (Setara CO2) (GWP=1810) Jumlah Konsumsi (MT) Potensi Emisi GRK (Setara CO2) (GWP=725) 1 PT. A 68.48 123 948.80 - - 2 PT. B 78.98 142 953.80 - - 3 PT. C 9.78 17 701.80 - - 4 PT. D 11.88 21 502.80 - - 5 PT. E 28.9 52 309.00 44.1 31 972.50 6 PT. F 19.12 34 607.20 33.46 24 258.50 7 PT. G 28.56 51 693.60 42.84 31 059.00 8 PT. H 5.84 10 570.40 8.76 6351.00 9 PT. I 2.44 4416.40 3.66 2653.50 10 PT. J 2.04 3692.40 3.06 2218.50 11 PT. K 184.34 333 655.40 - - JUMLAH 440.36 797 051.60 135.88 98 513.00 Potensi HCFC-22 sebagai bahan perusak ozon yang dapat dihapus dengan program alih teknologi ini sebanyak 440.36 MT atau 24.22 ODP ton (1 ODP ton HCFC-22=18.18), sementara untuk HCFC-141b sebanyak 135.88 MT atau 14.99 ODP ton (1 ODP ton HCFC-141b=9.06). Sedangkan potensi gas rumah kaca HCFC-22 sebanyak 797 051.60 setara CO2, dan

HCFC-141b sebanyak 98 513 setara CO2.

HCFC termasuk refrigeran yang memerlukan penanganan khusus karena sifatnya yang berpotensi menimbulkan luka apabila ceroboh dalam penanganannya. Tempat penyimpanan juga harus diperhatikan supaya tidak terjadi kebocoran, karena HCFC masuk dalam daftar bahan berbahaya dan beracun sesuai PP No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Penanganan HCFC yang salah dapat menyebabkan terlepasnya HCFC ke atmosfer sehingga dapat dikatakan melakukan tindakan yang dapat merusak lingkungan. HCFC yang sudah tidak terpakai karena berbagai sebab seperti kadaluarsa, rusak atau sisa pakai harus dikelola secara benar sesuai Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.

Kendala yang dihadapi saat ini adalah belum tersedianya fasilitas pengelolaan limbah HCFC yang memadai dari segi jumlah, karena hanya ada satu fasilitas pengelolaan limbah BPO di Indonesia, yaitu fasilitas yang dikelola oleh PT. Geocycle yang merupakan anak perusahaan PT. Holcim Indonesia. Proses pemusnahannya memanfaatkan temperatur tinggi

Gambar

Tabel  4.1    Jenis  dan  penggunaan  HCFC  pada  11  industri  manufaktur  refrigerasi
Gambar 4.2  Panel busa siap rakit
Tabel 4.3  Total varians hasil analisis komponen utama untuk faktor ekonomi Com
Tabel  4.4  menunjukkan  total  varians  variabel  pembentuk  faktor  dengan  nilai  eigen  &gt;1  yaitu  2.86  dan  1.52
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal.. ini penting dalam perubahan- perubahan morfologi hewan. Penetasan

Perjanjian Kinerja tahunan pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang mempresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam

Pengolahan citra adalah setiap bentuk pengolahan sinyal dimana input adalah gambar, seperti foto atau video bingkai, sedangkan output dari pengolahan gambar dapat berupa

Jika petani terus menggunakan pupuk secara berlebihan, maka jumlah kebutuhan pupuk yang disediakan oleh pemerintah akan mengalami kekurangan sehingga petani

Oleh karenanya penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dan mengambil judul: ”Pengaruh Lingkungan Kerja, dan Pelatihan Terhadap Iklim Komunikasi, dan

Oleh karena penyelenggaraan pendidikan di Provinsi Papua dilaksanakan sebagai upaya nasional dalam membangun dan membentuk manusia Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Beranjak dari semua penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi mengenai pengaruh kualitas pelayanan BAZNAS terhadap kepercayaan muzakki,

Pengembangan metoda dimulai dengan optimasi dan validasi pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa standar mikotoksin menggunakan teknik UPLC yang dikombinasi dengan QTOF-MS