• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL (STUDI KASUS: SASI DI KABUPATEN RAJA AMPAT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL (STUDI KASUS: SASI DI KABUPATEN RAJA AMPAT)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

(STUDI KASUS: SASI DI KABUPATEN RAJA AMPAT)

Kuwati1*, Martanto Martosupono1, Jubhar C. Mangimbulude1 1Program Studi Magister Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana 2Fakultas Sains & Matematika, Program Studi Fisika, Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro No. 52 – 60, Salatiga 50711 Telp.: +62 (0)298-321212, Fax.: +62 (0)298-321443

*E-mail: kuwatifolley@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian tentang Konservasi Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus: Sasi di kabupaten Raja Ampat) diadakan di Kampung Folley, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja Ampat. Aspek yang dikaji yaitu mengetahui bentuk konservasi kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Raja Ampat, serta untuk mengetahui peranan sasi sebagai konservasi kearifan lokal terhadap lingkungan di Kabupaten Raja Ampat. Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer (data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama melalui wawancara langsung dari responden yang terpilih yang berkompeten di lokasi penelitian) dan data sekunder (data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah tersedia, seperti dokumen-dokumen dari lembaga konservasi dan literatur yang relevan). Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dipergunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara (teknik pengumpulan data secara langsung kepada narasumber melalui tanya jawab secara lisan), dan studi kepustakaan (dokumen-dokumen dari lembaga konservasi dan literatur yang relevan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sasi berperan penting sebagai bentuk konservasi berbasis kearifan lokal terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumberdaya alam kepada seluruh masyarakat. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat perlu memberikan perhatian yang serius terhadap praktek sasi untuk melindungi sumberdaya alam agar tetap lestari.

Kata kunci: sasi, konservasi, kearifan lokal, sumberdaya alam PENDAHULUAN

Perilaku manusia dapat memengaruhi keseimbangan alam. Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan keterampilan dalam menjaga alam menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan alam. baik di terestrial (hutan) maupun di akuatik (perairan) laut maupun air tawar. Kerusakan sumber daya alam tersebut jika tidak dihindari akan memusnahkan sumber-sumber daya alam, termasuk “genetic resources”. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya yang sangat mendasar sehingga menyentuh jiwa setiap orang akan pentingnya pelestarian lingkungan bagi kelangsungan hidup bersama, salah satunya adalah melalui pendidikan konservasi.

Konservasi, yaitu usaha perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem di permukaan bumi yang bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Pembangunan kawasan konservasi merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional, sedangkan pelaksanaannya harus dikoordinasikan sehingga saling menunjang dengan pembangunan sektor lain.

Raja Ampat merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi laut yang tinggi seperti ikan, teripang, lola, lobster, batu laga, dan masih banyak yang lain. Sebagai benteng terakhir keanekaragaman hayati laut di dunia, Raja Ampat membutuhkan pengelolaan dan perlindungan dari berbagai pihak, terutama masyarakatnya. Hal ini tak mudah mengingat warga setempat juga membutuhkan peningkatan perekonomian yang sangat bergantung pada kekayaan alam lautnya yang sering kali dibenturkan pada dua kepentingan yaitu ekonomi dan ekologi. Karena itulah, sudah beberapa tahun ini, dengan dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional (The Nature

Conservancy dan Conservation International Indonesia) bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat masyarakat

setempat diajak menyusun zona adat.

Kabupaten Raja Ampat, memiliki daerah-daerah yang masih kuat hukum adatnya, terdapat kearifan lokal budaya yang sangat kental dalam pengelolaan sumberdaya alam terutama yang berbasis lingkungan, budaya tersebut dinamakan Sasi. Budaya sasi yang masih terpelihara sampai dengan saat ini adalah salah satu wujud nyata pengelolaan sumberdaya alam berbasis lingkungan. Hal ini menandakan betapa masyarakat adat sudah sangat menyatu dengan alamnya sehingga mereka menghargai alam seperti halnya mereka menghargai diri mereka sendiri. Salah satu upaya konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menjaga dan memperkuat pola-pola pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional. Masyarakat Raja Ampat khususnya masyarakat Kampung Folley, Distrik Misool Timur sejak leluhurnya telah memiliki cara pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang secara langsung dan tidak langsung merupakan bagian dari konservasi kearifan lokal masyarakat setempat.

(2)

Definisi Sasi

Sasi merupakan bentuk aturan pengelolan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Maluku. Sasi merupakan kearifan tradisional yang hadir dalam sosok peraturan adat yang mempertahankan nilai-nilai lama dalam menjaga kelestarian lingkungan yang sudah berkembang sejak abad XVII. Istilah sasi berasal dari kata sanksi (witness) mengandung pengertian tentang larangan pemanfaatan sumberdaya alam tertentu tanpa izin dalam jangka waktu tertentu, yang secara ekonomis bermanfaat bagi masyarakat (Bailey dan Zerner, 1992), sedangkan menurut Kissya (1993) sasi adalah larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati.

“Sasi regulations prohibit the premature harvesting of forest and marine products, but are also applied on social

behavior” (Kissya 1994; Zerner 1994; Benda-Beckmann et al., 1995; Nikijuluw 1995; Mantjoro 1996). Sasi mengacu

pada sistem tradisional pengelolaan sumber daya alam dan termasuk larangan pada panen sumber daya di darat dan di laut. Sasi laut (marine sasi) menjelaskan spesifik aturan dan peraturan yang mengatur akses ke daerah perikanan, alat tangkap, spesies target, dan waktu dan lokasi panen. Menurut Pasalbessy dan Tjiptabudy hukum sasi laut yaitu: Seperangkat sistem hukum yang memuat aturan-aturan hukum mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaatan fungsi lingkungan laut dan pesisir bagi kepentingan anak-anak negeri atau masyarakat adat pesisir beserta kelembagaan hukum yang mendukungnya.

Sasi sebenarnya tidak tergolong kepada katagori kata yang mempunyaiwatak larangan atau suruhan yang bersifat langgeng dan menetap, namun istilah tersebut hanya menekankan pada suatu larangan yang temporal (Fadlun, 2006). Dengan demikian sasi memiliki dimensi temporal dan lambang (atribut) yang bersama-sama membuat institusi sasi mengikat. Menurut Pattinama dan Pattipelohy (2003), sasi merupakan tradisi masyarakat yang memiliki nilai hukum yang substantif yaitu larangan untuk tidak mengambil hasil laut maupun hasil hutan sampai pada waktu tertentu. Sasi dapat memiliki nilai hukum, karena memiliki norma dan aturan yang berhubungan dengan cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat yang memuat unsur etika dan norma. Nilai-nilai hukum yang substansial dalam sistem sasi sebagai inti dari hukum adat tersebut adalah; (a) penggunaan hak seseorang secara tepat menurut waktu yang ditentukan; (b) mencegah timbulnya sengketa antara sesama negeri; (c) pemeliharaan dan pelestarian alam demi peningkatan kesejahteraan bersama; (d) kewajiban untuk memanjakan hasil laut dan darat; dan (e) mengurangi timbulnya kejahatan berupa pencurian sumberdaya alam.

Sejarah Sasi

Menurut sejarahnya, sasi di Maluku telah ada sejak dahulu kala (sejak nenek moyang) dan merupakan komitmen bersama oleh masyarakat tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa tanpa lingkungan mereka tidak dapat hidup dengan layak, sehingga sasi harus dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya. Dalam pemeliharaan sumberdaya alam terdapat aturan-aturan yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang dikenal dengan “Hukum Sasi”. Hukum sasi adalah suatu sistem hukum lokal yang berisikan larangan dan keharusan untuk mengambil potensi sumberdaya alam untuk jangka waktu tertentu (Pattinama dan Pattipelohy, 2003).

Sasi merupakan suatu larangan untuk mengambil atau merusak sumberdaya alam tertentu untuk jangka waktu tertentu pula demi menjaga kelestarian hasil. Aturan pada sasi yaitu tanaman hanya dapat dipanen atau diambil hasilnya pada waktu yang ditentukan. Biasanya waktu sasi berkisar 3 sampai 6 bulan sesuai jenisnya. Sasi awalnya dikenal dengan Sasi Negeri, karena pengaturannya diserahkan pada negeri. Cara pelaksanaannya adalah para orang tua adat berkumpul dan menjalankan ritual adatnya terhadap tanaman yang disasi. Sedangkan sasi yang dilakukan dewasa ini dikenal dengan Sasi Gereja, karena pengaturannya diserahkan kepada gereja. Cara pelaksanaannya adalah tanaman yang akan disasi didoakan di dalam gereja (Lelloltery et al., 2013).

Sasi diberlakukan karena sumberdaya alam di pulau-pulau kecil sangat terbatas, sementara kebutuhan anggota masyarakat terus meningkat. Jadi dapat dikatakan bahwa antara jumlah penduduk dengan ketersediaan sumberdaya alam tidak seimbang, sehingga lahirlah pemikiran bahwa sumberdaya alam yang terbatas tersebut harus dikelola secara arif dan bijaksana demi kepentingan bersama. Tujuan utama menata sasi adalah untuk menjaga keseimbangan antara alam, manusia dan dunia spiritual, dan pelanggaran atas pelaksanaan sasi akan memperoleh sanksi berdasarka dunia spiritual dan sanksi masyarakat (Lakollo, 1998).

Ketentuan hukum adat tentang sasi memuat tiga hal, Pertama; sasi memuat unsur larangan memanfaatkan sumberdaya alam dalam jangka waktu untuk memberi kesempatam kepada flora dan fauna untuk memperbaharui dirinya, memelihara mutu dan memperbanyak populasi sumberdaya alam tersebut; Kedua, ketentuan sasi tidak hanya mencakup lingkungan alam tetapi juga lingkungan sosial dan lingkungan buatan manusia; Ketiga, ketentuan sasi ini ditentukan oleh masyarakat pendiri dari bawah, atas prakarsa masyarakat sendiri (Kissya, 1993).

Kondisi tangkap-lebih, praktek perikanan yang bersifat merusak dan pengembangan kawasan pesisir yang terjadi dalam kurun waktu 20 – 30 tahun terakhir berkontribusi terhadap penurunan kualitas terumbu karang dan populasi ikan. Populasi jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis penting telah sangat berkurang di beberapa lokasi,

(3)

dan kerusakan habitat akibat penangkapan dengan menggunakan bahan peledak menyebabkan pemulihan habitat sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama. Dengan demikian konservasi berbasis kearifan lokal seperti sasi sangat penting diterapkan demi menjaga kelestarian sumberdaya alam di bumi Raja Ampat.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk konservasi kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Raja Ampat, serta untuk mengetahui peranan sasi sebagai konservasi kearifan lokal terhadap lingkungan di Kabupaten Raja Ampat. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang upaya perlindungan dan pelestarian berbasis kearifan lokal serta memperoleh informasi tentang peranan konservasi kearifan lokal terhadap lingkungan.

METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Folley, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja Ampat pada bulan Juni 2013. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan melakukan pendekatan kualitatif yaitu melalui wawancara dengan beberapa nara sumber.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer (data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama melalui wawancara langsung dari responden yang terpilih yang berkompeten di lokasi penelitian) dan data sekunder (data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah tersedia, seperti dokumen-dokumen dari lembaga Konservasi dan pustaka yang relevan). Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara (teknik pengumpulan data secara langsung kepada narasumber melalui tanya jawab secara lisan), dan studi kepustakaan (dokumen-dokumen dari lembaga Konservasi dan pustaka yang relevan).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Analisis berfokus pada kenservasi kearifan lokal yang ada di Kampung Folley yang dikaitkan kepada beberapa unsur atau identifikasi masalah. Agar penelitian ini lebih objektif dan akurat, peneliti mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan untuk mengetahui secara langsung, bagaimanakah sasi diterapkan di Kampung Folley. Selain itu juga peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat guna memperoleh data pendukung mengenai sasi yang ada di Kampung Folley.

Tahap analisis yang dilakukan peneliti adalah membuat daftar pertanyaan untuk wawancara, pengumpulan data, dan analisis data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk mengetahui sejauh mana informasi yang diberikan oleh informan penelitian, peneliti menggunakan beberapa tahap:

1. Menyusun daftar pertanyaan wawancara berdasarkan dari unsur-unsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan,

2. Melakukan wawancara dengan warga setempat tentang larangan sasi dan warga yang pernah menderita sakit karena telah melanggar sasi,

3. Melakukan dokumentasi langsung di lapangan untuk melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian, dan 4. Menganalisis data hasil wawancara yang telah dilakukan.

HASIL & PEMBAHASAN Hasil

Pemanfaatan Sumberdaya alam oleh masyarakat lokal berdasarkan pengetahuan asli telah lama dikenal bahkan praktek pemanfaatan ini telah berlangsung dari leluhur dan sangat ditaati oleh masyarakat Raja Ampat. Sementara itu, Pemerintah Daerah Raja Ampat telah menetapkan enam Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yakni Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Wayag, Misool Timur, Misool Selatan, Batanta, Kofiau, dan Ayau (Satker Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang/Coremap, 2009). Peta wilayah Sasi Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1. Peta Wilayah Sasi Kabupaten Raja Ampat (Sumber: TNC)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum sasi masih hidup dan berlaku dengan baik di Raja Ampat khususnya di Pulau Misool. Hal ini dibuktikan dengan data base sasi yang ada di Pulau Misool (Tabel 1.).

Tabel 1. Data Base Sasi Misool

Kampung Pengelolaan Model Jenis yang disasi Agama Adat/Ritual

Kapatcol Sasi tahunan

(1 – 2 tahun) Teripang gosok Kristen Untuk membuka atau menutup sasi didoakan di gereja. Setelah itu dilakukan pencabutan

papan nama sasi dan barulah dilakukan panen hasil sasi.

Kapatcol Sasi tahunan

(1 – 2 tahun) Lola, Teripang, Lobster Kristen Untuk membuka atau menutup sasi didoakan di gereja. Setelah itu dilakukan pencabutan

papan nama sasi dan barulah dilakukan panen hasil sasi.

Lilinta Sasi musiman

(6 bulan) Lola, Teripang, Lobster, Batu

laga

Islam Di Distrik Misool Barat, untuk membuka atau

menutup sasi dilakukan oleh ketua/tokoh adat. Tokoh adat akan memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat untuk membuka dan menutup area sasi. Saat buka sasi setiap kampung yang ada di Misool barat akan mendapat giliran mengambil hasil.

Biga Sasi tahunan Teripang gosok Kristen Untuk membuka dan menutup area sasi,

dilakukan doa di gereja dan papan nama penanda area sasi pun ikut didoakan. Setelah itu baru papan nama tersebut dibawa dan ditancapkan di area sasi. Untuk membuka sasi, setelah didoakan di gereja papan nama

(5)

tersebut kemudian dibalik, kemudian

masyarakat dapat memanen hasilnya.

Folley Sasi tahunan

(5 tahun) Teripang gosok Kristen Untuk membuka atau menutup sasi didoakan di gereja. Setelah itu dilakukan pencabutan

papan nama sasi dan kemudian dilakukan panen hasil sasi.

Sumber: TNC (2013) Pembahasan

Pengetahuan masyarakat tentang sasi masih sangat baik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan masyarakat, 100% responden mengetahui sistem sasi dan tersebar pada semua umur, baik responden generasi tua maupun yang muda. Hukum sasi adalah hukum adat yang berkaitan dengan larangan untuk mengambil, baik hasil hutan atau hasil laut dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah setempat (Cooley, 1987).

Pendeta Karel Burdam (2013, komunikasi pribadi) mengatakan bahwa “sebenarnya adat sasi sendiri adalah sebuah kebudayaan yang berasal dari negeri Maluku. Migrasi masyarakat Maluku ke berbagai pulau di Indonesia termasuk Raja Ampat membawa serta kebudayaan mereka sehingga adat Sasi dikenal juga di Raja Ampat”. Seiring perkembangan jaman kegiatan adat sasi masih tetap dilestarikan oleh masyarakat di Raja Ampat hingga saat ini.

Sasi mengandung makna larangan mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebelum masa panen sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan ketersediaan populasi sumber daya hayati baik hewani maupun nabati, baik yang di darat maupun yang di laut. Dalam sasi terdapat aturan-aturan yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang dikenal dengan hukum sasi. Hukum sasi adalah suatu sistem hukum lokal yang berisikan larangan dan keharusan untuk mengambil potensi sumberdaya alam untuk jangka waktu tertentu (Pattinama & Pattipelohy, 2003).

Pelanggaran atas pelaksanaan sasi akan memperoleh sanksi berdasarkan dunia spiritual dan sanksi masyarakat (Lakollo, 1998). Sebagai contoh sanksi atas pelanggaran sasi yang ada di kampung Lilinta, yaitu dengan cara dipermalukan (dipasung) dari pagi hingga sore hari sampai pelanggar tersebut mengakui dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Hukuman tersebut dimaksudkan agar pelanggar sasi malu dan tidak mengulangi kesalahannya kembali (Wihel 2013, komunikasi pribadi).

Masyarakat Raja Ampat melakukan sasi pada tanamannya dengan beberapa alasan yaitu untuk mendapatkan hasil panen yang lebih baik (kuantitas dan kualitas) mencegah pencurian. Hal tersebut diperkuat melalui hasil wawancara dengan tiga responden. Responden pertama (R1) Bapak Karel Burdam seorang pendeta di Kampung Folley, responden kedua (R2) Bapak Manaf Wihel (salah seorang penduduk dari kampung yang beragama Islam), responden ketiga (R3) Bapak Salmon Sawiyai (pegawai lembaga CI), responden keempat (R4) Bapak Purwanto seorang pegawai lembaga Konservasi (TNC), responden kelima (R5) seorang warga Kampung Folley dan responden keenam (R6) dari seorang remaja yang pernah mendapat akibat setelah melanggar sasi. Berikut ini hasil wawancara dengan responden (Box 1).

Nilai-nilai luhur yang tertanam sejak dulu menjadikan semua orang mentaati dan tidak ada yang berani melanggar hukum adat sasi tersebut. Menurut Kissya (1993), sasi pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk

Box 1 Pertanyaan 1. Mengenai Definisi Sasi

(R1) “sasi tu semacam pamali atau larangan lah… torang tara bisa ambil tu hasil sampai sasi tu dibuka di gereja trus didoakan kembali oleh pendeta”.

(R2) “Sasi tu sebenarnya berasal dari Maluku yang artinya larangan lah... sebelum sasi, dong bilang itu Som, artinya persembahan. Biasa dong pake kepala babi untuk persembahan”.

(R3) “sasi di Teluk Mayalibit dong bilang sasi Mon, artinya keramat Pertanyaan 2. Mengenai Manfaat Sasi

(R5) “katong pasang sasi supaya katong pu tanaman sirih ni aman, supaya trada yang berani ambil sampai katong pu sirih ni berbuah banyak trus pendeta buka sasi”.

(R1) “kalo su tutup sasi, itu tandanya katong samua tarabisa ambil tu hasil, apalagi mo coba untuk marusak, sampe sasi dong buka trus kasi pengumuman deng samua masyarakat kampung kalo sasi di tampat tersebut su buka.”

Pertanyaan 3. Mengenai Akibat Melanggar Sasi

(R5) “ibu e… dulu sa pernah sakit perut karna sa makang mangga yang dong sasi. Sakitnya tra mo hilang sampe sa mangaku trus bapa pendeta doakan sampe sembuh”

(R2) “Dong trada yang berani ambil, karena dong malu dengan hukumannya. Dong biasa pasung dorang yang melanggar sasi dari pagi sampe sore”.

(6)

memelihara tatakrama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga atau penduduk setempat. Praktek konservasi tradisional seperti sasi menjadi bagian yang sangat penting bagi masyarakat Kampung Folley dalam menjadikan alam tetap lestari. Keberadaan sasi juga sangat membantu masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Hasil buka sasi selain untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara merata, sebagian hasil digunakan juga untuk pembangunan desa termasuk tempat-tempat ibadah.

Pada bulan November silam, masyarakat adat Pulau Misool mengukuhkan kepedulian mereka kepada pelestarian sumberdaya laut melalui upacara adat Timai untuk mendeklarasikan zonasi KKLD (Kawasan Konservasi Laut Daerah) Misool Timur Selatan yang mencakup luasan sebesar 366.000 hektare. Dari luas KKLD tersebut, sekitar 82 hektare didedikasikan untuk menjadi wilayah sasi oleh masyarakat Kampung Folley (TNC, 2013).

Luasnya wilayah KKLD di Pulau Misool menimbulkan dampak negatif dan positif. Di satu sisi kawasan tersebut berguna sebagai isolasi reproduksi agar tidak terjadi kepunahan, namun di sisi lain beberapa anggota masyarakat yang bergantung dengan hasil laut tersebut menjadi kehilangan matapencaharian mereka. Semakin ke depan, banyak bertumbuh pula resortyang bisa menghasilkan pendapatan daerah, namun masyarakat juga menjadi tidak bisa mencari hasil laut di wilayah tersebut.

Masyarakat setempat berpendapat bahwa, sebelum ditetapkannya Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), merekapun memiliki cara tersendiri untuk melindungi laut mereka tanpa kehilangan hasil laut mereka sendiri. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan hasil dalam petikan wawancara pada Box 2.

Dengan ditetapkannya Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), masyarakat berharap kepada pemerintah setempat agar mau membuka lapangan pekerjaan sebagai ganti matapencaharian mereka yang mayoritas hidupnya bergantung dengan hasil laut.

KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan

Masyarakat Raja Ampat memiliki cara sendiri untuk menjaga alamnya agar tetap terjaga dengan baik yaitu dengan cara sasi. Sasi merupakan suatu bentuk konservasi tradisional berbasis kearifan lokal yang mempunyai arti larangan panen atau mengambil hasil sebelum waktunya. Sasi berperan penting sebagai sarana pengamanan terhadap pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumberdaya alam kepada seluruh masyarakat. Konservasi berbasis kearifan lokal di Kampung Folley, Kabupaten Raja Ampat, memberikan gambaran yang nyata bahwa masyarakat lokal mampu untuk menjaga alamnya agar tetap terjaga dengan baik dan seimbang. Praktek sasi yang diterapkan masyarakat Kampung Folley selama ini, baik disadari dan dipahami masyarakat setempat atau tidak merupakan sikap pelestarian lingkungan (konservasi) yang telah dilakukan secara turun-temurun.

Saran

1) Praktek konservasi kearifan lokal yang berlangsung di masyarakat Raja Ampat, hendaknya terus dipertahankan keberadaannya karena bermanfaat bagi pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan.

2) Pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat perlu menyediakan lapangan pekerjaan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Kawasan Konservasi Laut Daerah sebagai pengganti matapencaharian masyarakat setempat yang menggantungkan hidup mereka pada hasil laut.

Box 2

Pertanyaan 1. Mengenai pendapat masyarakat tentang ditetapkannya Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

(R2) “Dengan adanya Kawasan Konservasi Laut Daerah di Misool ada bagus, ada tidaknya. Ya..bagusnya pasti karna telah melindungi wilayah tersebut. Tapi ada juga masyarakat yang mengeluh dengan adanya kawasan konservasi tersebut. Mengapa..? karna masyarakat sendiri tidak bisa lagi mengambil dan memanen hasil laut di wilayah mereka sendiri. Padahal dulu sebelum adanya wilayah konservasi masyarakat kan punya cara sendiri untuk melindungi wilayah lautnya. Ya..dengan sasi itu. Wilayah laut mereka bisa terlindungi, namun mereka masih tetap bisa memanen hasil lautnya dan laut tersebut masih terjaga dengan baik hingga sekarang. Beda dengan wilayah konservasi, walaupun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melindungi namun wilayah konservasi tidak bisa diambil atau dipanen hasilnya”.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Beasiswa Unggulan DIKTI – Biro Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang telah memberikan beasiswa melalui Program Studi Magister Biologi, Universitas Satya Wacana, Salatiga.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, C. & Zerner, Ch. 1992. Community-Based Fisheries Management Institutions in Indonesia. MAST, 5 (1): 1-17.

Benda-Beckmann von, F., K. von Benda-Beckmann & Brouwer, A. 1995. Changing ´Indigenous Environmental Law´ in the Central Moluccas: Communal Regulation and Privatization of Sasi in: Indonesia. A journal of Indonesian Human Ecology. No. 2: 1-38. Program Studi Antropologi-Program Pascasarjana. University of Indonesia.

Cooley, F. L. 1987. Mimbar dan Tahta. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Fadlun, A. A. 2006. Kajian Yuridis terhadap Sasi sebagai Model Konservasi Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat di Maluku Tengah (Tidak Dipublikasikan). Tesis. Manado (ID): Sub Program Hukum Pemerintahan Wilayah Kepulauan, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Sam Ratulangi. 120 Hlm.

Kissya E. 1993. Sasi Aman Haru-ukui: Tradisi Kelola Sumberdaya Alam Lestari di Haruku. Seri Pustaka Khasana Budaya Lokal, Yayasan Sejati: Jakarta.

Kissya, E. 1994. Managing the Sasi Way. In: Samudra Report, Nos. 10 & 11, Dec. 1994. p. 11 – 13.

Lakollo, J. E. 1998. Hukum Sasi di Maluku Suatu Potret Bina Mulia Lingkungan Pedesaan yang Dicari oleh Pemerintah. Pidato Dies Natalis XXV Universitas Pattimura Ambon.

Lelloltery, H., J.Ch. Hitipeuw & J. Sahusilawane. 2007. Peranan Konservasi Tradisional terhadap Keragaman Jenis Burung pada Beberapa Desa di Kecamatan Leitimur Selatan. http://jurnalee.files.wordpress.com/2013/11/peranan-konservasi-tradisional-terhadap-keragaman-jenis-burung-pada-beberapa-desa-di-kecamatan-leitimur-selatan.pdf (diakses: 2 Desember 2013).

Mantjoro, E. 1996. Traditional Management of Communal-Property Resources: The Practice of the Sasi System. In: Ocean and Coastal Management. 32 (1): 17-37.

Nikijuluw, V. P. H. 1995. Community-Based Fishery Management (Sasi) in Central Maluku. In: Indonesian Agricultural Research and Development Journal 17 (2): 33 – 39.

Pattinama, W. & Pattipelohy, M. 2003. Upacara Sasi ikan Lompa di Negeri Haruku. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Balai Kajian dan Nilai Tradisional; Ambon 2003.

Satker Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang (COREMAP II). 2009. Profil KKLD Kabupaten Raja Ampat. Jakarta TNC. 2013. Data Base Sasi Misool.

TNC. 2013. Sasi Area Distribution in Raja Ampat MPA Network.

TNC. 2013. Panen Berlimpah Hasil Kearifan Lokal Raja Ampat.Berita Pers.

Gambar

Gambar 1. Peta Wilayah Sasi Kabupaten Raja Ampat (Sumber: TNC)

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini orang tua tidak perlu cemas lagi dalam mensikapi kemajuan teknologi yang ada dan berkembang//karena lewat seri terbarunya Esia hadir untuk menjawab semua hal yang

Kepada kepala desa Perlabian atau pihak terkait diharapkan mengajak masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam buah dan sayur dan memfasilitasi PHBS

Studi Komparatif Kinerja Guru Tersertifikasi Melalui Portofolio Dan PLPG di SMAN se-Kota Cimahi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

B mall ubah gaya hidup masyarakat surabaya barat pantai glagah , wisata laguna sampai wisata

Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Metode Memulai Pelajaran dengan Pertanyaan (Learning Starts with a Questions) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa.. Jakarta:

Menyatakan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “ Efek Etanol dan Metanol pada Minuman Keras Oplosan terhadap Histopatologi Organ Hepar Tikus Wistar Jantan ”

Sehubungan dengan hal tersebut, kami minta agar Saudara atau pengurus/karyawan perusahaan yang mendapat kuasa/pendelegasian wewenang yang sah dari Saudara, untuk menghadiri

Dalam penelitian tugas sarjana ini diajukan suatu model alat bantu evaluasi bagi panitia dimana didalamnya memuat format standar bagi inputan persyaratan evaluasi maupun