ANALISIS TRAYEKTORI KABUT ASAP DARI KEBAKARAN
LAHAN GAMBUT DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN
ALGORITME CLUSTERING DBSCAN DAN K-MEANS
HAMIDATUL KHAIRAT
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Trayektori Kabut Asap dari Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Riau Menggunakan Algoritme Clustering DBSCAN dan K-Means adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016 Hamidatul Khairat NIM G64120019
ABSTRAK
HAMIDATUL KHAIRAT. Analisis Trayektori Kabut Asap dari Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Riau Menggunakan Algoritme Clustering DBSCAN dan K-Means. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG dan DANANG EKO NURYANTO.
Kabut asap merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Untuk mengetahui seberapa jauh pergerakan kabut asap dan dampak dari kebakaran hutan, pada penelitian ini dilakukan penentuan pola trayektori kabut asap di provinsi Riau tahun 2015 menggunakan HYSPLIT. Kemudian pola trayektori kabut asap dikelompokkan menggunakan algoritme DBSCAN dan K-Means. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh sebanyak 4 887 lokasi trayektori kabut asap yang cenderung bergerak ke arah Timur Laut dan Barat Laut. Hasil clustering trayektori kabut asap menggunakan DBSCAN menunjukkan bahwa cluster terbesar memiliki 1 429 lokasi dengan ketinggian kabut asap ≤ 10 meter yang dikategorikan berbahaya bagi kehidupan manusia. Lokasi tersebut berada di Riau, Sumatera Utara, dan Malaysia. Hasil clustering trayektori kabut asap menggunakan K-Means menunjukkan bahwa cluster terbesar memiliki 3 702 lokasi trayektori kabut asap dengan rata-rata ketinggian kabut asap yaitu 23.554 m AGL. Lokasi kabut asap tersebut berada di Riau, Sumatera Utara, Malaysia, dan selat Malaka.
Kata kunci: clustering, DBSCAN, HYSPLIT, kabut asap, K-Means, trajectory pattern mining
ABSTRACT
HAMIDATUL KHAIRAT. Analysis the Trajectory of Smog from Peatland Fires in Riau Province using DBSCAN and K-Means Clustering Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG and DANANG EKO NURYANTO.
Smog is one of the impacts caused by forest fires. In order to determine how far the movement of smog and impact of forest fires, this research aims to determine the trajectory patterns of smog from Riau province in 2015 using the HYSPLIT. Furthermore the trajectory patterns of smog were grouped using the DBSCAN and K-Means algorithm. The results showed that the trajectory consists of 4 887 positions of smog moves to the Northeast and Northwest. The clustering results of trajectories of smog using the DBSCAN show that the largest cluster has 1 429 positions of smog are located at heigh less than or equal 10 meters. The smog on this heigh level is dangerous for human life. Those smog positions were located in Riau, North Sumatra, and Malaysia. The clustering results of trajectories of smog using the K-Means show that the largest cluster has 3 702 positions of smog are located at the average of heigh 23.554 m AGL. Those smog positions were located in Riau, North Sumatra, Malaysia, and Malacca strait.
Keywords: clustering, DBSCAN, HYSPLIT, K-Means, smog, trajectory pattern mining
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer
ANALISIS TRAYEKTORI KABUT ASAP DARI KEBAKARAN
LAHAN GAMBUT DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN
ALGORITME CLUSTERING DBSCAN DAN K-MEANS
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi : Analisis Trayektori Kabut Asap dari Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Riau Menggunakan Algoritme Clustering DBSCAN dan K-Means
Nama : Hamidatul Khairat NIM : G64120019
Disetujui oleh
Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom Pembimbing I
Danang Eko Nuryanto, SSi MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah data mining, dengan judul Analisis Trayektori Kabut Asap dari Kebakaran Lahan Gambut di Provinsi Riau Menggunakan Algoritme Clustering DBSCAN dan K-Means.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1 Ayah, Ibu (Almarhumah), dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi nasihat, kasih sayang, dukungan, dan motivasi sehingga penelitian ini bisa diselesaikan.
2 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom dan Bapak Danang Eko Nuryanto, SSi MSi selaku pembimbing, yang senantiasa sabar, tekun, dan ikhlas meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi selama menyusun skripsi.
3 Bapak Muhammad Abrar Istiadi, SKomp MKom selaku penguji atas saran dan masukan yang diberikan.
4 Ibu Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku pakar kehutanan IPB yang telah memberikan saran dan masukan terkait penelitian ini.
5 Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer IPB.
6 Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Ilmu Komputer IPB yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan hingga penelitian.
7 Teman satu kelompok bimbingan yaitu Ni’am yang senantiasa menyemangati, membantu dan memotivasi dalam penyelesaian penelitian ini.
8 Seluruh teman-teman Program S1 Ilmu Komputer angkatan 49 atas kebersamaan dan persaudaraan selama 3 tahun ini.
9 Teman terdekat penulis yaitu Bunga, Fika, Dita, Tessar, Segy, Alvin, dan Imam atas kekeluargaan, kebersamaan, dan kenangan berharga selama kuliah di IPB.
Semoga segala bantuan, bimbingan, motivasi, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa dibalas oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Bogor, Juni 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kebakaran Lahan Gambut 3
Kabut Asap 3
Titik Panas 3
Trajectory Pattern Mining 4
HYSPLIT 4 Clustering 4 Algoritme DBSCAN 4 Algoritme K-Means 5 METODE 5 Data Penelitian 5 Tahapan Penelitian 6 Peralatan Penelitian 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Praproses Data 8
Seleksi Data Meteorologi Berdasarkan Data Sekuens Titik Panas 12 Penentuan Pola Trayektori Kabut Asap Menggunakan HYSPLIT 12 Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme DBSCAN 15 Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme K-Means 16
Analisis Hasil Clustering 18
Simpulan 20
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 23
DAFTAR TABEL
1 Contoh parameter data meteorologi 9
2 Contoh data sekuens titik panas di provinsi Riau tahun 2015 10 3 Contoh hasil pencocokan data sekuens titik panas 10 4 Contoh koordinat data titik panas yang terpilih untuk masing-masing
periode sekuens titik panas tahun 2015 12
5 Hasil seleksi data meteorologi berdasarkan data sekuens titik panas 12 6 Nilai parameter yang digunakan dalam penentuan trayektori 13 7 Contoh data trayektori kabut asap periode sekuens 9 Juli sampai 11
Juli 2015 13
8 Ringkasan data trayektori kabut asap tahun 2015 14 9 Jumlah lokasi trayektori kabut asap pada setiap cluster 15 10 Hasil clustering K-Means dengan nilai k sebesar 5 17 11 Rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster 19 12 Persentase ketinggian kabut asap pada cluster 1 19
DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan penelitian 6
2 Peta daerah kajian hasil penentuan koordinat longitude dan latitude 8 3 Area hasil pemotongan untuk memilih data meteorologi 9 4 Trayektori data sekuens titik panas di beberapa lokasi yang berdekatan 11 5 Plot data sekuens titik panas pada lokasi yang berdekatan 11 6 Trayektori kabut asap periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015 14 7 Hasil clustering DBSCAN data trayektori kabut asap provinsi Riau
tahun 2015 16
8 Nilai SSE dan akurasi clustering menggunakan K-Means dengan
beberapa variasi nilai k 17
9 Hasil clustering K-Means data trayektori kabut asap provinsi Riau
tahun 2015 18
10 Histogram ketinggian kabut asap pada cluster 1 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh data meteorologi bulan Juli minggu ke-2 pada tahun 2015 23 2 Data sekuens titik panas lahan gambut Provinsi Riau tahun 2015 24 3 Contoh data titik panas lahan gambut provinsi Riau tahun 2015 26 4 Hasil pencocokan data sekuens titik panas lahan gambut provinsi Riau
tahun 2015 27
5 Koordinat data titik panas yang terpilih untuk masing-masing periode
sekuens titik panas tahun 2015 31
6 Langkah-langkah penentuan trayektori pada HYSPLIT 33 7 Model trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut provinsi
8 Contoh data trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut
provinsi Riau tahun 2015 36
9 Kode program untuk evaluasi hasil clustering algoritme DBSCAN
menggunakan SSE 37
10 Jumlah cluster dan evaluasi hasil cluster data trayektori kabut asap
tahun 2015 38
11 Kode program untuk evaluasi hasil clustering algoritme K-Means
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia semakin menarik perhatian baik dalam skala nasional maupun global. Kebakaran yang berulang-ulang menjadi salah satu ancaman besar bagi keanekaragaman yang ada di dalamnya. Kebakaran tersebut sebagian besar terjadi pada lahan gambut. Wahyunto et al. (2005) menyatakan bahwa diperkirakan luas lahan gambut di Indonesia adalah 20.6 juta hektar yaitu sekitar 50% dari luas seluruh lahan gambut tropika atau sekitar 10.8% dari luas daratan Indonesia. Luas lahan gambut tersebut sebagian besar terdapat di Sumatera (sekitar 35%), Kalimantan (sekitar 32%), Papua (sekitar 30%), dan Sulawesi (sekitar 3%).
Lahan gambut cenderung mudah terbakar karena kandungan bahan organik yang tinggi (Najiyati et al. 2005). Selain itu, lahan gambut mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang panjang sehingga menjadi potensi terjadinya kebakaran di lahan gambut. Salah satu indikator kebakaran hutan yaitu titik panas. Kebakaran hutan menyebabkan banyak kerugian dan berdampak luas bagi kehidupan. Dampak dari kebakaran hutan sangat dirasakan terutama oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada hutan, keanekaragaman hayati dan satwa liar yang kehilangan habitatnya, serta terganggunya kesehatan masyarakat akibat polusi kabut asap dari kebakaran.
Kabut asap merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan, khususnya di lahan gambut. Kabut asap akibat kebakaran akan terbawa angin dan dapat memicu timbulnya berbagai macam gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Pencegahan kebakaran hutan merupakan kegiatan yang penting untuk pengendalian kebakaran dan salah satu cara untuk mengurangi kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran tersebut. Pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan melihat pola trayektori (pergerakan) kabut asap.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Anugrah (2008) yang menganalisis trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut di Kalimantan menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa arah dan kecepatan angin merupakan faktor utama yang mendorong proses transportasi dan trayektori kabut asap. Namun, penelitian tersebut belum menerapkan teknik data mining untuk analisis trayektori kabut asap. Pada penelitian ini dilakukan analisis trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut di provinsi Riau menggunakan Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated Trajectory (HYSPLIT), algoritme Density-Based Spatial Clustering of Applications with Noise (DBSCAN), dan algoritme K-Means. HYSPLIT merupakan model yang dirancang untuk mendukung berbagai simulasi terkait dengan transportasi atmosfer dan dispersi polutan (Stein et al. 2015). DBSCAN merupakan suatu metode clustering yang mengelompokkan titik berdasarkan kepadatan data di suatu wilayah (Han et al. 2011), dan K-Means merupakan salah satu metode clustering yang mempartisi data ke dalam satu atau lebih cluster/kelompok (Han et al. 2011).
2
Dalam penelitian ini HYSPLIT digunakan untuk memodelkan data meteorologi dari kebakaran lahan gambut di provinsi Riau yang bertujuan mendapatkan pola trayektori kabut asap. Selanjutnya, pola trayektori kabut asap dikelompokkan berdasarkan arah pergerakan kabut asap menggunakan algoritme DBSCAN dan K-Means. Dengan adanya prediksi tersebut diharapkan dapat diketahui seberapa jauh pergerakan kabut asap dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Perumusan Masalah
Kabut asap merupakan salah satu dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan, khususnya di lahan gambut. Kabut asap akan terbawa angin dan menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat sekitar. Kabut asap tersebut dapat menyebar dengan arah pergerakan yang berbeda. Melalui pola trayektori kabut asap dapat diketahui seberapa jauh pergerakan kabut asap dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Oleh karena itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana mendapatkan trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut dan mengelompokkan trayektori kabut asap berdasarkan arah pergerakan kabut asap?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan pola trayektori kabut asap dari kebakaran lahan gambut di provinsi Riau menggunakan perangkat lunak HYSPLIT dan analisis trayektori kabut asap dengan mengelompokkan trayektori kabut asap berdasarkan arah pergerakan kabut asap menggunakan algoritme DBSCAN dan K-Means.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pola trayektori (pergerakan) kabut asap dari kebakaran lahan gambut di provinsi Riau berdasarkan arah pergerakan kabut asap. Dengan mengetahui pola trayektori kabut asap dapat diketahui seberapa jauh pergerakan kabut asap dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain:
1 Data titik panas yang digunakan merupakan data sekuens titik panas di provinsi Riau dengan urutan kemunculan titik panas adalah 2 hari.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran Lahan Gambut
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Kebakaran lahan gambut tergolong dalam kebakaran bawah (ground fire). Api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tidak dipengaruhi oleh angin. Api membakar bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala, sehingga hanya asap berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan. Kebakaran bawah tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya api berasal dari permukaan kemudian menjalar ke bawah membakar bahan organik melalui pori-pori gambut. Potongan kayu yang tertimbun gambut akan ikut terbakar melalui akar semak belukar yang bagian atasnya terbakar. Api menjalar secara vertikal dan horizontal berbentuk seperti cerobong asap. Kebakaran ini sukar untuk diketahui dan sulit dipadamkan (Adinugroho et al. 2005).
Kabut Asap
Kabut asap merupakan dampak yang disebabkan oleh kebakaran. Kabut asap menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang diukur dengan ISPU atau Indeks Standar Pencemar Udara (BNPB 2014). ISPU merupakan laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut. Semakin tinggi nilai ISPU, maka semakin tinggi tingkat pencemaran dan semakin berbahaya dampaknya terhadap kesehatan (Nugroho 2014). Penyebaran kabut asap dari kebakaran tergantung pada arah dan kecepatan angin (Muhardi 2013).
Titik Panas
Titik panas merupakan indikator kebakaran hutan pada suatu area yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di sekitarnya yang dapat dideteksi oleh satelit. Area tersebut direpresentasikan dalam suatu titik yang memiliki koordinat tertentu (Satgas Bencana Lapan 2014). Pemantauan titik panas adalah salah satu kegiatan pengendalian kebakaran hutan dengan melakukan deteksi titik panas. Pemantauan titik panas dilakukan melalui bantuan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dengan teknologi komputer dan perangkat Geographic Information System (GIS) untuk mendapatkan data lokasi titik panas/kebakaran (Kementrian Kehutanan 2007).
Prediksi kebakaran hutan dapat dilakukan berdasarkan pola penyebaran titik panas, perubahan koordinat titik panas, dan jangka waktu adanya titik panas (Kementrian Kehutanan 2007). Prediksi kebakaran hutan melalui data titik panas bertujuan agar pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan sejak dini.
4
Trajectory Pattern Mining
Trajectory Pattern Mining berisi informasi spasial dan temporal tentang gerakan. Informasi spasial menunjukkan lokasi/titik yang dikunjungi selama pergerakan, sedangkan informasi temporal menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk pergerakan dari satu titik ke titik lain. Trayektori menunjukkan perpindahan (transisi) dari satu titik ke titik lain dengan waktu transisi masing-masing (Giannotti et al. 2007).
HYSPLIT
Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated Trajectory (HYSPLIT) adalah sistem yang digunakan untuk menghitung lintasan paket udara sederhana ke transportasi kompleks, dispersi, transformasi kimia, dan simulasi deposisi. Pengembangan awal merupakan hasil dari upaya bersama antara NOAA dan Biro Meteorologi Australia. HYSPLIT dirancang untuk mendukung berbagai simulasi terkait dengan transportasi atmosfer dan dispersi polutan. Metode perhitungan menggunakan pendekatan Lagrangian dan Euler. Pendekatan Lagrangian menggunakan objek yang bergerak sebagai kerangka acuan untuk perhitungan difusi udara yang berpindah dari lokasi awal. Pendekatan Euler menggunakan grid tiga dimensi tetap sebagai kerangka acuan untuk menghitung konsentrasi polutan udara (Stein et al. 2015).
Clustering
Menurut Han et al. (2011), clustering adalah proses pengelompokkan sekumpulan objek data ke dalam beberapa cluster/kelompok sehingga objek di dalam cluster yang sama memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, tetapi sangat berbeda dengan objek di dalam cluster lain. Ketidakmiripan dan kemiripan objek berdasarkan pada nilai atribut yang menggambarkan objek. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai kemiripan antar objek-objek yang dibandingkan, salah satunya dengan jarak Euclidean.
Algoritme DBSCAN
Density-Based Spatial Clustering of Applications with Noise (DBSCAN) merupakan suatu metode clustering yang mengelompokkan titik berdasarkan kepadatan data di suatu wilayah (Han et al. 2011). Algoritme DBSCAN dirancang untuk mencari cluster dan pencilan pada data spasial (Ester et al. 1996). Algoritme DBSCAN mencari suatu pusat objek yaitu objek yang memiliki neighborhood yang padat. Algoritme DBSCAN menghubungkan pusat objek dengan neighborhood-nya untuk membentuk 1 wilayah sebagai sebuah cluster (Han et al. 2011).
Algoritme DBSCAN memerlukan dua parameter input yaitu jarak epsilon (Eps) dan jumlah titik minimum (MinPts). Epsilon merupakan jarak antar titik yang menandakan kepadatan objek, sedangkan MinPts adalah jumlah titik minimum dari
5 pusat objek suatu cluster. Ketetanggaan antar titik yang memenuhi jarak epsilon disebut e-neighborhood. Algoritme DBSCAN sebagai berikut (Han et al. 2011): 1 Pilih titik awal (p) secara acak.
2 Dapatkan titik yang e-neighborhood dari titik p.
3 Jika jumlah titik dari langkah 2 memenuhi nilai MinPts, maka titik p adalah titik pusat (core point) dan sebuah cluster terbentuk.
4 Jika jumlah titik dari langkah 2 tidak memenuhi nilai MinPts, maka titik p adalah titik batas (border point) dan pilih titik berikutnya.
5 Lakukan langkah 2 sampai 4 hingga semua titik telah diproses dan tidak ada titik yang dapat ditambahkan ke dalam cluster.
Algoritme K-Means
Menurut Han et al. (2011), K-Means adalah salah satu metode clustering yang mempartisi data ke dalam satu atau lebih cluster/kelompok. Objek dalam cluster yang sama memiliki kemiripan satu sama lain, tetapi berbeda dengan objek-objek dalam cluster lain. K-means merupakan metode clustering yang sederhana dan umum. Metode ini efisien dalam pengolahan data yang berukuran besar dengan waktu komputasi yang cepat. Algoritme K-Means sebagai berikut (Han et al. 2011): 1 Tentukan nilai k sebagai jumlah cluster yang ingin dibentuk beserta dengan titik
pusat cluster (centroid).
2 Hitung jarak setiap objek ke masing-masing centroid menggunakan jarak Euclid (Euclidean Distance).
3 Mengelompokkan setiap objek berdasarkan jarak terdekat antara objek dengan centroid.
4 Tentukan centroid baru dengan cara menghitung nilai rata-rata dari objek yang ada pada cluster yang sama.
5 Lakukan langkah 2 sampai 4 hingga tidak ada perubahan pada centroid.
METODE
Data Penelitian
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data meteorologi dari kebakaran lahan gambut di Provinsi Riau tahun 2015. Data diperoleh dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dapat diakses pada alamat http://www.ready.noaa.gov/ready2-bin/extract/extracta.pl/. Daerah kajian yang dipilih pada data meteorologi adalah wilayah Sumatera dan sekitarnya. Data ini merupakan data mingguan dan disimpan dalam fail dengan format bin yang terdiri dari parameter meteorologi yang kompleks. Contoh data meteorologi dapat dilihat pada Lampiran 1. Beberapa parameter meteorologi tersebut seperti suhu (°C), kelembaban relatif (%), arah angin (degree) dan kecepatan angin (m/s).
Selain data meteorologi, digunakan data sekuens titik panas di Provinsi Riau tahun 2015 dengan urutan kemunculan titik panas adalah 2 hari. Data diperoleh dari penelitian oleh Abriantini (2016) dan sudah melalui tahap praproses. Terdapat 86 titik panas pada data sekuens titik panas di provinsi Riau. Atribut yang digunakan
6
pada data sekuens titik panas adalah koordinat longitude (bujur) dan latitude (lintang). Data sekuens titik panas disimpan dalam fail dengan format csv. Data sekuens titik panas pada lahan gambut di Provinsi Riau tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tahapan Penelitian
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penentuan pola trayektori kabut asap menggunakan perangkat lunak HYSPLIT. Kemudian dilakukan clustering trayektori kabut asap menggunakan algoritme DBSCAN dan K-Means yang tersedia pada package dalam bahasa pemrograman R, serta analisis hasil clustering trayektori kabut asap untuk mengetahui seberapa jauh pergerakan kabut asap dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan.
Gambar 1 Tahapan penelitian Praproses Data
Tahap praproses data dilakukan pada data meteorologi dan data sekuens titik panas. Praproses data meteorologi untuk mendapatkan bagian yang ingin diamati yaitu bagian Sumatera dengan melakukan pemisahan data meteorologi wilayah Sumatera dari data meteorologi global. Praproses data sekuens titik panas dilakukan dengan pencocokan data sekuens titik panas dengan data titik panas awal untuk mendapatkan data sekuens titik panas dengan koordinat longitude dan latitude yang memiliki presisi yang lebih tinggi yaitu 3 digit desimal. Setelah itu, dilakukan pemilihan titik tengah dari data sekuens titik panas hasil pencocokan dengan melakukan plot koordinat titik panas menggunakan HYSPLIT dan Quantum GIS. Data titik tengah yang terpilih digunakan sebagai lokasi awal trayektori kabut asap.
Mulai Praproses data
Data meteorologi Data sekuens titik panas Penentuan pola trayektori kabut asap menggunakan HYSPLIT Data meteorologi dan data sekuens titik panas hasil
praproses Seleksi data
meteorologi berdasarkan data sekuens titik panas Clustering arah trayektori menggunakan algoritme DBSCAN Analisis hasil clustering Selesai Clustering arah trayektori menggunakan algoritme K-Means
7 Seleksi Data Meteorologi Berdasarkan Data Sekuens Titik Panas
Pada tahap ini dilakukan seleksi data meteorologi berdasarkan data sekuens titik panas. Seleksi dilakukan dengan mencocokkan tanggal kemunculan titik panas dengan data meteorologi mingguan. Hal ini dilakukan agar data sekuens titik panas dan data meteorologi menunjukkan tanggal kejadian yang sama, sehingga dapat digunakan sebagai input untuk HYSPLIT.
Penentuan Pola Trayektori Kabut Asap Menggunakan HYSPLIT
Pada tahap ini dilakukan penentuan pola trayektori kabut asap menggunakan perangkat lunak HYSPLIT. Input HYSPLIT yaitu data meteorologi dan data sekuens titik panas. Atribut yang digunakan pada data sekuens titik panas yaitu koordinat longitude dan latitude yang digunakan sebagai lokasi awal trayektori kabut asap.
Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme DBSCAN
Pada tahap ini dilakukan clustering pola trayektori kabut asap menggunakan algoritme DBSCAN. Data dikelompokkan berdasarkan arah pergerakan kabut asap. Atribut yang digunakan pada proses clustering berupa data spasial yaitu koordinat longitude dan latitude trayektori kabut asap. Algoritme DBSCAN diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak R dengan package ‘fpc’ untuk mengakses fungsi DBSCAN.
Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme K-Means
Pada tahap ini dilakukan clustering pola trayektori kabut asap menggunakan algoritme K-Means. Atribut yang digunakan pada proses clustering yaitu koordinat longitude dan latitude trayektori kabut asap, serta atribut ketinggian kabut asap. Algoritme K-Means diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak R dengan package ‘fpc’ untuk mengakses fungsi K-Means.
Analisis Hasil Clustering
Pada tahap ini dilakukan analisis hasil clustering untuk mengetahui seberapa jauh pergerakan kabut asap sesuai dengan cluster yang terbentuk. Analisis hasil clustering berdasarkan rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster dan wilayah yang terkena dampak kabut asap.
Peralatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut:
Perangkat keras berupa komputer personal dengan spesifikasi sebagai berikut: • Processor Intel Core i3-2348M
• RAM 2 GB
• 14.0” HD LED LCD • 500 GB HDD
Perangkat lunak yaitu sebagai berikut: • Sistem operasi Windows 10
8
• R Studio versi 0.98.1102 dengan package ‘fpc’ untuk clustering trayektori kabut asap
• Microsoft Excel 2016 untuk pengolahan data titik panas
• Quantum GIS versi 2.0.1 untuk pengolahan data titik panas yang berada di area gambut
• HYSPLIT versi 4.9 untuk mendapatkan pola trayektori kabut asap
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praproses Data
Praproses data dilakukan pada data meteorologi dan data sekuens titik panas. Praproses data meteorologi dilakukan dengan menentukan koordinat longitude dan latitude dari luasan daerah yang akan dikaji dalam penelitian ini menggunakan Google Maps. Daerah kajian yang dipilih adalah wilayah Sumatera dan sekitarnya dengan koordinat longitude dan latitude untuk upper right (106.728205, 6.005291) dan lower left (94.977008, -6.019407). Peta daerah kajian yang diperoleh dari Google Maps dapat dilihat pada Gambar 2. Daerah tersebut dipilih menjadi daerah kajian karena data yang digunakan sebagai lokasi awal trayektori kabut asap adalah data sekuens titik panas di provinsi Riau.
Gambar 2 Peta daerah kajian hasil penentuan koordinat longitude dan latitude
Koordinat longitude dan latitude yang telah ditentukan tersebut digunakan untuk memotong data meteorologi dari Global Data Assimilation System dengan resolusi grid 1 derajat atau 111.1984 km (GDAS1) yang tersedia pada website NOAA. Data meteorologi yang tersedia dalam GDAS1 merupakan data mingguan dengan format penamaan gdas1.(bulan)(tahun).(minggu), sebagai contoh data meteorologi pada bulan Juli 2015 minggu ke-2 dengan penamaan gdas1.jul15.w2. Gambar 3 menunjukkan area hasil pemotongan untuk memilih data meteorologi.
9
Gambar 3 Area hasil pemotongan untuk memilih data meteorologi
Data meteorologi yang telah dipotong dapat diekstrak menjadi fail dengan format bin. Data meteorologi tersebut terdiri dari lima bagian untuk setiap bulan yaitu data hari ke-1 sampai hari ke-7 sebagai data w1, hari ke-8 sampai hari ke-14 sebagai data w2, hari ke-15 sampai hari ke-21 sebagai data w3, hari ke-22 sampai hari ke-28 sebagai data w4, dan hari ke-29 sampai hari terakhir pada bulan yang ingin diamati sebagai data w5. Data meteorologi tersebut terdiri dari parameter meteorologi yang kompleks. Contoh parameter dari data meteorologi dapat dilihat pada Tabel 1. Arah dan kecepatan angin merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses trayektori kabut asap. Contoh data meteorologi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1 Contoh parameter data meteorologi Parameter data meteorologi Satuan
Suhu °C
Kelembaban relatif %
Arah angin degree
Kecepatan angin m/s
Data sekuens titik panas yang digunakan adalah data sekuens titik panas di provinsi Riau dengan urutan kemunculan titik panas adalah 2 hari. Data tersebut terdiri dari 6 periode sekuens yang berada pada rentang bulan Juli sampai Oktober 2015 dengan jumlah data titik panas sebanyak 86 data. Selain itu, data sekuens titik panas memiliki jumlah kemunculan titik panas dari 12 sampai 18 kejadian dengan durasi kemunculan titik panas dari 2 sampai 4 hari, seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Data sekuens titik panas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan data sekuens titik panas pada Tabel 2, atribut sekuens menunjukkan pengkodean tanggal urutan kemunculan titik panas. Sekuens <{189},{191}> merupakan kemunculan titik panas secara berurutan pada tanggal
10
9 Juli 2015 di suatu titik dan muncul lagi di titik tersebut pada tanggal 11 Juli 2015 dengan durasi/rentang kemunculan titik panas adalah 3 hari.
Tabel 2 Contoh data sekuens titik panas di provinsi Riau tahun 2015
Sekuens
Tanggal kemunculan titik
panas kemunculan Jumlah
titik panas
Longitude Latitude Durasi (hari) Hari pertama Hari terakhir
{189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.45 2.08 3 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 100.55 1.85 2 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.66 -0.58 4 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.10 0.66 3 {243},{244} 1 September 2 September 13 101.28 0.43 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.49 -0.28 2
Praproses data sekuens titik panas dilakukan dengan mencocokkan data sekuens titik panas dengan data titik panas awal sebelum dilakukan praproses. Koordinat longitude dan latitude pada data sekuens titik panas dinyatakan dalam 2 digit desimal (Lampiran 2) dicocokkan dengan data titik panas awal yang memiliki presisi yang lebih tinggi yaitu 3 digit desimal (Lampiran 3). Hal ini dilakukan agar lokasi titik panas yang digunakan lebih akurat. Tabel 3 menunjukkan hasil pencocokan data sekuens titik panas yang menghasilkan beberapa koordinat longitude dan latitude yang berdekatan untuk setiap koordinat titik panas. Hasil pencocokan data sekuens titik panas lahan gambut provinsi Riau tahun 2015 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 3 Contoh hasil pencocokan data sekuens titik panas
Tanggal kemunculan titik panas Lokasi sekuens titik panas (longitude, latitude) Lokasi kemunculan titik panas hari pertama (longitude,
latitude)
Lokasi kemunculan titik panas hari terakhir (longitude,
latitude) Hari pertama Hari terakhir
9 Juli 11 Juli 100.45, 2.08 100.450, 2.084 100.445, 2.080 100.447, 2.077 100.446, 2.078 100.447, 2.084 100.453, 2.079 22 Juli 23 Juli 100.55, 1.85 100.547, 1.845 100.550, 1.845 100.554, 1.851 100.545, 1.850 26 Juli 29 Juli 102.66, -0.58 102.662, -0.583 102.664, -0.575 30 Agustus 1 September 102.10, 0.66 102.104, 0.662 102.095, 0.663 102.103, 0.660 1 September 2 September 101.28, 0.43 101.281, 0.432 101.283, 0.434 21 Oktober 22 Oktober 102.49, -0.28 102.493, -0.279 102.485, -0.283
Tabel 3 menunjukkan bahwa kemunculan titik panas pada 9 Juli 2015 terjadi di 3 lokasi yaitu pada koordinat (100.45, 2.084), (100.445, 2.080), dan (100.447, 2.077), serta kemunculan titik panas pada 11 Juli 2015 terjadi di 3 lokasi yaitu pada koordinat (100.446, 2.078), (100.447, 2.084), dan (100.453, 2.079). Untuk titik panas yang muncul di beberapa lokasi tersebut, dicari pola trayektorinya menggunakan HYSPLIT. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pergerakan kabut asap pada koordinat yang berdekatan menghasilkan pergerakan yang sama atau
11 berbeda. Gambar 4 menunjukkan trayektori pada data sekuens titik panas di beberapa lokasi yang berdekatan.
Gambar 4 Trayektori data sekuens titik panas di beberapa lokasi yang berdekatan
Hasil trayektori pada Gambar 4 merupakan trayektori kabut asap pada 6 lokasi titik panas dengan koordinat yang berdekatan sebagai titik awal yaitu pada koordinat (100.45, 2.084), (100.445, 2.080), (100.447, 2.077), (100.446, 2.078), (100.447, 2.084) yang berada di desa Sungai Daun, Riau dan koordinat (100.453, 2.079) yang berada di desa Teluk Piyai, Riau. Pergerakan kabut asap terlihat seolah berasal dari titik awal yang sama dan menghasilkan pergerakan kabut asap yang sama. Oleh karena itu, data sekuens titik panas dapat diambil dari titik tengah untuk mewakili koordinat-koordinat tersebut. Pemilihan titik tengah dengan melakukan plot koordinat longitude dan latitude dari beberapa lokasi titik panas yang berdekatan menggunakan Quantum GIS dan di-overlay dengan peta lahan gambut provinsi Riau, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Plot data sekuens titik panas pada lokasi yang berdekatan
Berdasarkan Gambar 5, penentuan titik tengah dilakukan dengan mengambil salah satu titik yang dapat mewakili koordinat-koordinat tersebut. Penentuan titik
Koordinat yang berdekatan Koordinat yang berdekatan hasil perbesaran Titik awal pergerakan kabut asap
12
tengah dilakukan secara visual tanpa alat bantu tertentu. Data titik tengah yang terpilih digunakan sebagai lokasi awal trayektori kabut asap yang ditunjukkan pada Tabel 4. Koordinat data titik panas yang terpilih untuk 6 periode sekuens titik panas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 4 Contoh koordinat data titik panas yang terpilih untuk masing-masing periode sekuens titik panas tahun 2015
Periode sekuens titik panas Longitude Latitude Durasi (hari) Kabupaten 9 Juli - 11 Juli 100.445 2.080 3 Rokan Hilir 22 Juli - 23 Juli 100.550 1.845 2 Rokan Hilir 26 Juli - 29 Juli 102.662 -0.583 4 Indragiri Hulu 30 Agustus - 1 September 102.103 0.660 3 Siak
1 September - 2 September 101.281 0.432 2 Kampar 21 Oktober - 22 Oktober 102.493 -0.279 2 Indragiri Hulu
Seleksi Data Meteorologi Berdasarkan Data Sekuens Titik Panas
Data meteorologi diseleksi berdasarkan data sekuens titik panas yang terdiri dari 6 periode sekuens titik panas. Seleksi data meteorologi dilakukan dengan mencocokkan tanggal kemunculan titik panas dengan data meteorologi mingguan. Hal ini dilakukan agar data sekuens titik panas dan data meteorologi menunjukkan tanggal kejadian yang sama, sehingga dapat digunakan sebagai input untuk HYSPLIT. Tabel 5 menunjukkan hasil seleksi data meteorologi berdasarkan data sekuens titik panas.
Tabel 5 Hasil seleksi data meteorologi berdasarkan data sekuens titik panas Periode sekuens titik panas
Data meteorologi Hari pertama Hari terakhir
9 Juli 2015 11 Juli 2015 gdas1.jul15.w2 22 Juli 2015 23 Juli 2015 gdas1.jul15.w4
26 Juli 2015 29 Juli 2015 gdas1.jul15.w4 dan gdas1.jul15.w5 30 Agustus 2015 1 September 2015 gdas1.aug15.w5 dan gdas1.sep15.w1 1 September 2015 2 September 2015 gdas1.sep15.w1
21 Oktober 2015 22 Oktober 2015 gdas1.oct15.w3 dan gdas1.oct15.w4
Penentuan Pola Trayektori Kabut Asap Menggunakan HYSPLIT
Penentuan pola trayektori kabut asap menggunakan HYSPLIT dengan input yaitu data meteorologi dan data sekuens titik panas. Atribut yang digunakan pada data sekuens titik panas adalah koordinat longitude dan latitude yang digunakan sebagai lokasi/titik awal trayektori kabut asap. Pada HYSPLIT lokasi awal trayektori kabut asap yang dapat digunakan yaitu maksimal 24 lokasi disebabkan keterbatasan pada Graphical User Interface (GUI) yaitu tidak terdapat scroll bar ketika melakukan input lokasi awal trayektori kabut asap. Oleh karena itu, pada penelitian ini data sekuens titik panas diolah per periode sekuens titik panas yaitu
13 terdiri dari 6 periode sekuens titik panas. Nilai parameter yang digunakan dalam penentuan trayektori pada HYSPLIT dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai parameter yang digunakan dalam penentuan trayektori
Parameter Nilai
Starting time Tanggal awal periode sekuens titik panas
Starting locations Koordinat longitude dan latitude data sekuens titik panas
Height 10 m AGL
Total run time Durasi kemunculan titik panas (jam) Direction Forward trajectory
Top of model 10 km AGL GIS-output GIS-point Vertical coordinate m AGL
Langkah pertama untuk mendapatkan trayektori kabut asap yaitu pengaturan parameter trayektori. Pengaturan parameter trayektori seperti waktu dan lokasi awal pergerakan kabut asap, durasi simulasi, dan ketinggian sumber kabut asap. Waktu, durasi, dan lokasi awal pergerakan kabut asap disesuaikan dengan data sekuens titik panas. Ketinggian sumber kabut asap yang digunakan pada penelitian ini tergantung dari vegetasi yang hidup di lokasi yaitu diasumsikan pohon dengan ketinggian 10 meter dengan batas maksimal ketinggian kabut asap (top of model) dibatasi sampai lapisan troposfer yaitu sekitar 10 km.
Langkah selanjutnya adalah menjalankan model trayektori untuk mengetahui apakah pengaturan parameter trayektori berhasil dilakukan atau tidak. Langkah terakhir adalah pengaturan parameter untuk menampilkan trayektori. Pengaturan parameter yang dilakukan seperti GIS-output yang digunakan yaitu GIS-point bertujuan agar output trayektori tersimpan dalam fail dengan format txt dan ketinggian kabut asap (vertical coordinate) yang digunakan dalam satuan m AGL (Above Ground Level). Langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan trayektori tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil trayektori kabut asap pada periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015 ditunjukkan pada Gambar 6 dan data trayektori dikonversi menjadi fail spreadsheet yang ditunjukkan pada Tabel 7. Trayektori kabut asap tersebut mengandung infomasi waktu dengan durasi trayektori kabut asap per satu jam, informasi lokasi yang terdiri dari longitude dan latitude trayektori kabut asap, dan ketinggian kabut asap dalam satuan m AGL (di atas permukaan tanah).
Tabel 7 Contoh data trayektori kabut asap periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015
Trayektori Longitude Latitude Ketinggian (m AGL)
1000 100.445 2.080 10
1001 100.475 2.099 5
1002 100.511 2.116 0
14
Gambar 6 Trayektori kabut asap periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015 dimulai pada pukul 00.00 UTC atau pukul 07.00 WIB terdapat 18 trayektori/pergerakan kabut asap. Dari trayektori yang diperoleh, dapat dilihat bahwa kabut asap cenderung bergerak ke arah Timur Laut menuju Malaysia. Ketinggian kabut asap berkisar antara 0 m AGL dan 1 500 m AGL.
Berdasarkan Tabel 7 trayektori kabut asap pada periode sekuens 9 Juli sampai 11 Juli 2015 menghasilkan 1 241 lokasi pergerakan kabut asap dengan ketinggian maksimal kabut asap adalah 1 395 m AGL. Untuk seluruh periode sekuens titik panas tahun 2015 yang terdiri dari 12 sampai 18 data titik panas untuk masing-masing periode sekuens titik panas, diperoleh sebanyak 4 887 lokasi trayektori kabut asap dengan arah pergerakan kabut asap yang berbeda yaitu cenderung bergerak ke arah Timur Laut dan Barat Laut. Model trayektori kabut asap untuk seluruh periode sekuens titik panas dapat dilihat pada Lampiran 7 dengan ringkasan trayektori kabut asap dapat dilihat pada Tabel 8. Contoh data trayektori kabut asap untuk seluruh periode sekuens titik panas dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 8 Ringkasan data trayektori kabut asap tahun 2015
Tanggal trayektori kabut
asap Arah pergerakan kabut asap
Ketinggian maksimal kabut asap (m AGL) Rata-rata ketinggian kabut asap (m AGL) 9 Juli - 11 Juli Johor dan Pahang
(Malaysia)
1 395 54.817
22 Juli - 23 Juli Riau dan Sumatera Utara 615 73.125
26 Juli - 29 Juli Nanggroe Aceh Darussalam 1 300 387.189 30 Agustus - 1 September Sumatera Utara dan selat
Malaka
1 070 103.221
1 September - 2 September Riau dan Sumatera Utara 665 57.286
21 Oktober - 22 Oktober Riau 282 34.912
15
Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme DBSCAN
Clustering trayektori kabut asap menggunakan atribut lokasi yaitu koordinat longitude dan latitude trayektori kabut asap. Sedangkan atribut ketinggian digunakan untuk menentukan rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster. Proses clustering dijalankan di perangkat lunak R menggunakan package ‘fpc’ untuk mengakses fungsi DBSCAN.
Algoritme DBSCAN terdiri dari 2 parameter input yaitu Eps dan MinPts yang diperoleh berdasarkan percobaan dan diambil nilai yang memiliki kualitas clustering cukup baik untuk merepresentasikan hasil clustering. Pada penelitian ini pengujian nilai menggunakan Eps yaitu 0.01, 0.02, 0.06, 0.1, dan 0.2 serta MinPts yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Adapun untuk clustering dengan variasi nilai Eps dan MinPts adalah dengan menjalankan kode R sebagai berikut:
library(fpc)
tabel <- read.table("trayektori_2015.csv", header=TRUE, sep=",") tabel$trayektori<-NULL
tabel$ketinggian<-NULL sapply(tabel, class)
#fungsi algoritme DBSCAN x <- as.matrix(tabel)
ds <- dbscan(x, eps=0.1, MinPts=3) plot(ds, x)
ds
Setelah didapatkan hasil clustering untuk masing-masing variasi Eps dan MinPts, kemudian melakukan evaluasi hasil clustering dengan menghitung Sum Square Error (SSE) setiap variasi Eps dan MinPts dengan menjalankan kode R yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Jumlah cluster dan evaluasi hasil cluster data trayektori kabut asap tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 10.
Berdasarkan percobaan menggunakan beberapa variasi nilai Eps dan MinPts tersebut, ditetapkan nilai Eps = 0.1 dan MinPts = 3 yang digunakan dalam proses clustering trayektori kabut asap yaitu menghasilkan 20 cluster, 39 noise, dan Sum Square Error (SSE) sebesar 4 365.062. Tabel 9 menunjukkan jumlah lokasi trayektori kabut asap pada setiap cluster.
Tabel 9 Jumlah lokasi trayektori kabut asap pada setiap cluster
Cluster Jumlah anggota Persentase (%) Cluster Jumlah anggota Persentase (%) 0 39 0.80 11 3 0.06 1 4 757 97.34 12 3 0.06 2 5 0.10 13 3 0.06 3 4 0.08 14 3 0.06 4 4 0.08 15 3 0.06 5 4 0.08 16 3 0.06 6 4 0.08 17 8 0.16 7 3 0.06 18 11 0.23 8 3 0.06 19 3 0.06 9 3 0.06 20 15 0.31 10 6 0.12
16
Berdasarkan Tabel 9, cluster 0 menunjukkan jumlah titik noise yang memiliki jumlah anggota sebanyak 39 lokasi trayektori kabut asap dengan persentase sebesar 0.80% dari jumlah data dan cluster 1 yang memiliki jumlah anggota terbesar sebanyak 4 757 lokasi trayektori kabut asap dengan persentase sebesar 97.34% dari jumlah data. Gambar 7 merupakan hasil clustering data trayektori kabut asap menggunakan algoritme DBSCAN.
Gambar 7 Hasil clustering DBSCAN data trayektori kabut asap provinsi Riau tahun 2015
Berdasarkan hasil clustering data trayektori kabut asap pada Gambar 7, cluster terbesar ditunjukkan oleh titik berwarna hijau yaitu berada pada cluster 1. Pada cluster tersebut lokasi kabut asap tersebar di wilayah Sumatera dan titik yang berada di luar wilayah Sumatera yaitu tersebar di sekitar selat Malaka dan Malaysia.
Clustering Arah Trayektori Menggunakan Algoritme K-Means
Clustering trayektori kabut asap menggunakan atribut lokasi yaitu koordinat longitude dan latitude trayektori kabut asap dan atribut ketinggian. Proses clustering dijalankan di perangkat lunak R menggunakan package ‘fpc’ untuk mengakses fungsi K-Means.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian nilai menggunakan jumlah cluster (k) dari 2 sampai 10, serta evaluasi hasil clustering dengan menghitung Sum Square Error (SSE). Evaluasi hasil clustering pada setiap variasi nilai k dengan menjalankan kode R yang dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 8 menunjukkan nilai SSE dan akurasi untuk masing-masing jumlah cluster.
Cluster
17
Gambar 8 Nilai SSE dan akurasi clustering menggunakan K-Means dengan beberapa variasi nilai k
Nilai k diperoleh berdasarkan percobaan dan diambil nilai yang memiliki persentase kualitas clustering cukup baik untuk merepresentasikan hasil clustering dengan nilai SSE terkecil. Berdasarkan percobaan tersebut, ditetapkan nilai k sebesar 5 yang digunakan untuk proses clustering trayektori kabut asap dengan total within SSE sebesar 9 028 184 dan persentase kualitas/akurasi hasil clustering sebesar 96.4%. Adapun untuk clustering menggunakan algoritme K-Means dengan menjalankan kode R sebagai berikut:
#membaca data trayektori_2015 library(fpc)
set.seed(1234)
data <- read.table(“trayektori_2015.csv”, header=TRUE, sep=”,”) data$trayektori<-NULL
#fungsi algoritme K-Means k <- 5
(cluster <- kmeans(data, k)) size <- cluster$size
center <- cluster$centers
total_size <- sum(cluster$size)
persentase <- round (100*(size/total_size), digits = 3)
Tabel 10 menunjukkan hasil clustering trayektori kabut asap dengan nilai k sebesar 5. Cluster 1 memiliki jumlah anggota terbesar sebanyak 3 702 lokasi trayektori kabut asap dengan persentase 75.75% dari jumlah data dan cluster 2
memiliki jumlah anggota terkecil sebanyak 89 lokasi trayektori kabut asap dengan persentase 1.82% dari jumlah data.
Tabel 10 Hasil clustering K-Means dengan nilai k sebesar 5
Cluster Jumlah Anggota
Rata-rata (Center) Persentase (%) Longitude Latitude Ketinggian (m AGL)
1 3 702 101.699 1.317 23.554 75.75 2 89 100.444 2.707 1 138.831 1.82 3 169 99.210 2.821 797.639 3.46 4 287 99.886 2.342 467.498 5.87 5 640 100.744 1.598 180.673 13.10 0 20 40 60 80 100 2 4 6 8 10 A ku ra si (% ) Jumlah Cluster Jumlah cluster yang dipilih Jumlah cluster yang dipilih Jumlah Cluster Wi th in S SE
18
Gambar 9 merupakan hasil clustering data trayektori kabut asap menggunakan algoritme K-Means dengan nilai k sebesar 5. Lokasi kabut asap tersebar di wilayah Sumatera dan titik yang berada di luar wilayah Sumatera yaitu tersebar di sekitar selat Malaka dan Malaysia.
Gambar 9 Hasil clustering K-Means data trayektori kabut asap provinsi Riau tahun 2015
Analisis Hasil Clustering
Analisis Hasil Clustering DBSCAN
Analisis hasil clustering trayektori kabut asap yaitu berdasarkan rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster dan wilayah yang terkena dampak kabut asap. Rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 menunjukkan bahwa cluster 18 dengan rata-rata ketinggian kabut asap terkecil sebesar 3.273 m AGL yang berada pada 11 lokasi di sekitar selat Malaka, sehingga kabut asap tidak berbahaya bagi kehidupan manusia. Cluster 1 memiliki jumlah anggota terbesar dengan rata-rata ketinggian kabut asap sebesar 109.356 m AGL. Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Cluster 5 Centroid Cluster 1 Centroid Cluster 2 Centroid Cluster 3 Centroid Cluster 4 Centroid Cluster 5
19 Tabel 11 Rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster
Cluster Rata-rata ketinggian
(m AGL) Cluster Rata-rata ketinggian (m AGL) 0 572.719 11 166.000 1 109.356 12 131.000 2 117.600 13 97.000 3 82.750 14 75.000 4 56.000 15 66.333 5 45.250 16 65.333 6 43.500 17 572.875 7 194.667 18 3.273 8 213.667 19 1 053.333 9 214.333 20 927.600 10 625.500
Selanjutnya, cluster 1 dianalisis lebih lanjut menggunakan histogram untuk mengetahui sebaran ketinggian kabut asap. Hal ini dilakukan karena ditemukan banyak lokasi dengan ketinggian kabut asap ≤ 10 meter yang dikategorikan berbahaya bagi kehidupan manusia. Gambar 10 menunjukkan histogram sebaran ketinggian kabut asap pada cluster 1 beserta persentase ketinggian kabut asap yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Gambar 10 Histogram ketinggian kabut asap pada cluster 1 Tabel 12 Persentase ketinggian kabut asap pada cluster 1
Bin Frekuensi Persentase (%)
10 1 429 30.04 30 1 337 28.11 50 387 8.14 100 492 10.34 200 424 8.91 500 371 7.80 1000 266 5.59 More 51 1.07 Total 4 757 100 0 500 1000 1500 2000 Frek u e n si Bin
Histogram
Frekuensi20
Atribut bin pada Tabel 12 merupakan rentang ketinggian kabut asap dan atribut frekuensi merupakan jumlah lokasi trayektori kabut asap. Persentase ketinggian kabut asap terbesar yaitu pada bin 10 atau rentang ketinggian kabut asap antara 0-10 m AGL yang berada pada 1 429 lokasi dengan persentase sebesar 30.04%. Pada ketinggian tersebut kabut asap dikategorikan berbahaya bagi kehidupan manusia seperti menyebabkan terganggunya kesehatan, jarak pandang, dan aktivitas manusia. Lokasi kabut asap tersebut berada pada 10 kabupaten dan kota di Riau yaitu Bengkalis, Dumai, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Kampar, Pelalawan, Rokan Hilir, Siak, kota Pekan Baru dan kota Dumai, 3 kabupaten di Sumatera Utara yaitu Asahan, Serdang Bedagai, dan Simalungun, serta 2 negara bagian di Malaysia yaitu Johor dan Pahang.
Analisis Hasil Clustering K-Means
Analisis hasil clustering trayektori kabut asap yaitu berdasarkan rata-rata ketinggian kabut asap pada masing-masing cluster dan wilayah yang terkena dampak kabut asap. Berdasarkan hasil clustering trayektori kabut asap pada Tabel 10, cluster 2 memiliki jumlah anggota terkecil sebanyak 89 lokasi trayektori kabut asap dengan rata-rata ketinggian kabut asap terbesar yaitu 1 138.831 m AGL. Kabut asap tersebut bergerak paling tinggi menjauhi sumber kebakaran dari ketinggian sumber kabut asap 10 m AGL sampai rata-rata ketinggian kabut asap sebesar 1 138.831 m AGL. Pada ketinggian tersebut, kabut asap tidak berbahaya bagi kehidupan manusia.
Cluster 1 dengan jumlah anggota terbesar sebanyak 3 702 lokasi trayektori kabut asap dengan rata-rata ketinggian kabut asap terkecil sebesar 23.554 m AGL. Pada ketinggian tersebut, kabut asap dikategorikan berbahaya bagi kehidupan manusia. Lokasi kabut asap tersebut berada pada 10 kabupaten dan kota di Riau yaitu Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kampar, Pelalawan, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, kota Pekan Baru dan kota Dumai, 4 kabupaten di Sumatera Utara yaitu Asahan, Labuhan Batu, Serdang Bedagai, dan Simalungun, 3 negara bagian di Malaysia yaitu Johor, Negeri Sembilan, dan Pahang, serta tersebar di sekitar selat Malaka.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian ini yaitu HYSPLIT dapat digunakan untuk mendapatkan trayektori kabut asap pada berbagai lokasi dalam waktu yang bersamaan. Informasi yang didapatkan yaitu informasi waktu, lokasi, dan ketinggian kabut asap. Hasil trayektori diperoleh sebanyak 4 887 lokasi trayektori/pergerakan kabut asap yang cenderung bergerak ke arah Timur Laut dan Barat Laut. Informasi yang didapatkan pada proses clustering yaitu rata-rata ketinggian kabut asap dan wilayah yang terkena dampak kabut asap. Hasil clustering menggunakan DBSCAN menunjukkan bahwa cluster terbesar memiliki jumlah anggota sebanyak 4 757 lokasi trayektori kabut asap yang tersebar di seluruh periode sekuens titik panas dengan rata-rata ketinggian kabut asap sebesar 109.356
21 m AGL. Pada cluster tersebut terdapat sebanyak 1 429 lokasi trayektori kabut asap dengan ketinggian kabut asap ≤ 10 meter yang dikategorikan berbahaya bagi kehidupan manusia. Lokasi tersebut berada pada 10 kabupaten dan kota di Riau, 3 kabupaten di Sumatera Utara, dan 2 negara bagian di Malaysia yaitu Johor dan Pahang.
Hasil clustering trayektori kabut asap menggunakan K-Means menunjukkan bahwa cluster terbesar memiliki jumlah anggota sebanyak 3 702 lokasi trayektori kabut asap yang tersebar di seluruh periode sekuens titik panas dengan rata-rata ketinggian kabut asap terkecil sebesar 23.554 m AGL. Lokasi kabut asap tersebut berada pada 10 kabupaten dan kota di Riau, 4 kabupaten di Sumatera Utara, 3 negara bagian di Malaysia, serta tersebar di sekitar selat Malaka.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya agar menghasilkan pengembangan yang lebih baik yaitu sebagai berikut:
1 Dalam penentuan trayektori kabut asap dapat menggunakan perangkat lunak lain untuk dibandingkan dengan hasil penelitian ini, seperti TAPM dan WRF-Chem. 2 Verifikasi data sekuens titik panas sebagai lokasi awal trayektori untuk
menentukan apakah benar merupakan kebakaran hutan.
3 Menambahkan modul visualisasi agar lebih dinamis dalam menampilkan peta hasil clustering trayektori kabut asap.
DAFTAR PUSTAKA
Abriantini G. 2016. Visualisasi pola sekuens titik panas di lahan gambut Sumatra dan Kalimantan menggunakan framework shiny [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, siap terbit.
Adinugroho WC, Suryadiputra IN, Sahharjo BH, Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor (ID): Wetlands International – Indonesia Programme.
Anugrah DF. 2008. Analisis trayektori asap kebakaran hutan menggunakan The Air Pollution Model (studi kasus kebakaran hutan Kalimantan 2006) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
BNPB. 2014. Kabut Asap Masih Menyelimuti dan Memperburuk Kualitas Udara di Riau [Internet]. [diunduh 2016 Jan 12]. Tersedia pada: http://www.bnpb.go.id/ berita/1990/kabut-asap-menyelimuti-dan-memperburuk-kualitas-udara-di-riau Ester M, Kriegel H, Sander J, Xu X. 1996. A density-based algorithm for
discovering cluster in large spatial database with noise. Di dalam: Simoudis E, Han J, Fayyad U, editor. Proceeding 2nd Int Conf. on Knowledge Discovery and Data Mining; 1996 Agu 2-4; Portland, Oregon. California (US): AAAI. hlm 226-231.
Giannotti F, Nanni M, Pedreschi D, Pinelli F. 2007. Trajectory Pattern Mining. Italy (IT): University of Pisa.
22
Han J, Kamber M, Pei J. 2011. Data Mining: Concepts and Techniques. Ed ke-3. US: Morgan Kaufmann.
Kementrian Kehutanan. 2007. Hasil Pemantauan Titik Panas (Hot Spot) di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Bulan Oktober 2000 [Internet]. [diunduh 2015 Des 3]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/index.php/news/otresults/1079
Muhardi F. 2013. BMKG: Kabut Asap Riau Berpotensi Cemari Malaysia [Internet]. [diunduh 2016 Jan 12]. Tersedia pada: http://www.antarariau.com/berita/28240/ bmkg:-kabut-asap-riau-berpotensi-cemari-malaysia
Najiyati S, Asmana A, Suryadiputra IN. 2005. Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor (ID): Wetlands International – Indonesia Programme.
Nugroho SP. 2014. Kualitas Udara di Pekanbaru dan Palembang Berbahaya [Internet]. [diunduh 2016 Jan 12]. Tersedia pada: http://www.bnpb.go.id/ berita/2576/kualitas-udara-di-pekanbaru-dan-palembang-berbahaya
Satgas Bencana Lapan. 2014. Hotspot: Hanyalah Indikator Bukan Kejadian Kebakaran Hutan/Lahan [Internet]. [diunduh 2015 Des 3]. Tersedia pada: http://www.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/840
Stein AF, Draxler RR, Rolph GD, Stunder BJB, Cohen MD, Ngan F. 2015. NOAA’s HYSPLIT atmospheric transport and dispersion modeling system. Bull Amer Meteor Soc. 96(12):2059-2077.doi:10.1175/bams-d-14-00110.1.
Wahyunto, Ritung S, Suparto, Subagjo H. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Bogor (ID): Wetlands International – Indonesia Programme.
23 Lampiran 1 Contoh data meteorologi bulan Juli minggu ke-2 pada tahun 2015
24
Lampiran 2 Data sekuens titik panas lahan gambut Provinsi Riau tahun 2015
Sekuens
Tanggal kemunculan titik
panas kemunculan Jumlah
titik panas
Longitude Latitude Durasi (hari) Hari pertama Hari terakhir
{189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.45 2.08 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.45 2.09 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.46 2.07 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.46 2.08 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.46 2.09 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.47 2.08 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.47 2.09 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.80 1.43 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 100.87 1.80 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.09 1.82 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.13 1.55 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.22 1.69 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.23 1.69 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.53 1.75 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.62 1.73 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 101.71 1.55 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 102.24 1.39 3 {189},{191} 9 Juli 11 Juli 18 102.64 -0.35 3 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 100.55 1.85 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 100.55 1.86 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.56 1.38 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.57 1.38 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.58 1.73 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.60 1.73 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.61 1.73 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 101.99 0.84 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.00 0.84 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.01 0.84 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.57 -0.48 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.65 -0.35 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.71 -0.42 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.72 -0.42 2 {202},{203} 22 Juli 23 Juli 15 102.72 -0.41 2 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.66 -0.58 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.66 -0.57 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.69 -0.55 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.69 -0.54 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.70 -0.42 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.71 -0.42 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.71 -0.41 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.72 -0.42 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.72 -0.41 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.73 -0.42 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.74 -0.42 4 {206},{209} 26 Juli 29 Juli 12 102.74 -0.40 4 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.10 0.66 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.25 0.23 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.25 0.24 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.27 0.26 3
25 Lampiran 2 Lanjutan
Sekuens
Tanggal kemunculan titik
panas kemunculan Jumlah
titik panas
Longitude Latitude Durasi (hari) Hari pertama Hari terakhir
{241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.52 -0.31 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.53 -0.31 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.53 -0.30 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.69 -0.40 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.70 -0.41 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.70 -0.40 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 102.71 -0.41 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 103.03 -0.16 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 103.03 -0.15 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 103.05 -0.15 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 103.07 -0.15 3 {241},{243} 30 Agustus 1 September 16 103.11 -0.14 3 {243},{244} 1 September 2 September 13 101.28 0.43 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 101.35 0.45 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.41 -0.26 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.52 -0.31 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.52 -0.30 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.53 -0.31 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.59 -0.44 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.60 -0.44 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.63 -0.58 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 102.69 -0.40 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 103.03 -0.16 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 103.04 -0.16 2 {243},{244} 1 September 2 September 13 103.11 -0.14 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.49 -0.28 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.50 -0.30 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.50 -0.29 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.51 -0.30 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.51 -0.29 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.51 -0.28 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.57 0.12 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.58 0.11 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.59 0.10 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.59 0.11 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.60 0.11 2 {293},{294} 21 Oktober 22 Oktober 12 102.70 -0.39 2
26
Lampiran 3 Contoh data titik panas lahan gambut provinsi Riau tahun 2015
Longitude Latitude Acq_date
102.560 -0.437 7/9/2015 101.072 1.124 7/9/2015 100.812 1.419 7/9/2015 102.647 -0.351 7/11/2015 102.637 -0.350 7/11/2015 102.644 -0.346 7/11/2015 102.569 -0.483 7/22/2015 102.558 -0.481 7/22/2015 102.716 -0.412 7/22/2015 102.565 -0.481 7/23/2015 102.570 -0.481 7/23/2015 101.573 1.373 7/23/2015 101.563 1.737 7/26/2015 101.586 1.740 7/26/2015 101.631 1.747 7/26/2015 101.894 0.116 7/29/2015 101.885 0.126 7/29/2015 101.876 0.128 7/29/2015 102.623 -0.648 8/30/2015 102.625 -0.455 8/30/2015 102.810 -0.473 8/30/2015 102.760 -0.706 9/1/2015 102.627 -0.640 9/1/2015 102.622 -0.583 9/1/2015 102.631 -0.579 9/2/2015 102.654 -0.568 9/2/2015 102.636 -0.581 9/2/2015 102.519 -0.289 10/21/2015 102.495 -0.286 10/21/2015 102.602 0.107 10/21/2015 102.817 -0.597 10/22/2015 102.696 -0.385 10/22/2015 102.650 -0.358 10/22/2015
27 Lampiran 4 Hasil pencocokan data sekuens titik panas lahan gambut provinsi
Riau tahun 2015
Tanggal kemunculan titik panas Lokasi sekuens titik panas (longitude, latitude)
Lokasi kemunculan titik panas hari pertama (longitude,
latitude)
Lokasi kemunculan titik panas hari terakhir (longitude,
latitude) Hari pertama Hari terakhir
9 Juli 11 Juli 100.45, 2.08 100.450, 2.084 100.445, 2.080 100.447, 2.077 100.446, 2.078 100.447, 2.084 100.453, 2.079 9 Juli 11 Juli 100.45, 2.09 100.446, 2.089 100.452, 2.087 100.446, 2.087 9 Juli 11 Juli 100.46, 2.07 100.457, 2.072 100.457, 2.071 9 Juli 11 Juli 100.46, 2.08 100.457, 2.083 100.455, 2.082 100.459, 2.082 100.460, 2.077 100.463, 2.078 100.456, 2.079 100.459, 2.082 9 Juli 11 Juli 100.46, 2.09 100.458, 2.093 100.463, 2.092 100.461, 2.086 100.462, 2.090 100.455, 2.089 9 Juli 11 Juli 100.47, 2.08 100.467, 2.082 100.465, 2.079 100.465, 2.077 9 Juli 11 Juli 100.47, 2.09 100.468, 2.091 100.466, 2.087 9 Juli 11 Juli 100.80, 1.43 100.803, 1.430 100.796, 1.431 100.799, 1.429 9 Juli 11 Juli 100.87, 1.80 100.869, 1.799 100.872, 1.803 100.874, 1.793 100.873, 1.796 9 Juli 11 Juli 101.09, 1.82 101.086, 1.815 101.092, 1.823 101.086, 1.815 9 Juli 11 Juli 101.13, 1.55 101.133, 1.546 101.128, 1.545 101.127, 1.545 101.126, 1.550 9 Juli 11 Juli 101.22, 1.69 101.223, 1.688 101.218, 1.686 9 Juli 11 Juli 101.23, 1.69 101.232, 1.689 101.230, 1.692 101.232, 1.692 101.230, 1.687 101.232, 1.688 9 Juli 11 Juli 101.53, 1.75 101.528, 1.749 101.531, 1.751 101.526, 1.751 101.532, 1.752 101.526, 1.754 9 Juli 11 Juli 101.62, 1.73 101.616, 1.725 101.615, 1.734 101.616, 1.732 101.617, 1.731 101.618, 1.732 9 Juli 11 Juli 101.71, 1.55 101.710, 1.545 101.705, 1.550 101.705, 1.554 101.714, 1.553 9 Juli 11 Juli 102.24, 1.39 102.243, 1.392 102.244, 1.391 102.236, 1.394 9 Juli 11 Juli 102.64, -0.35 102.635, -0.351 102.637, -0.350 102.644, -0.346 22 Juli 23 Juli 100.55, 1.85 100.547, 1.845 100.550, 1.845 100.554, 1.851 100.545, 1.850 22 Juli 23 Juli 100.55, 1.86 100.545, 1.855 100.548, 1.856 100.552, 1.855
28
Lampiran 4 Lanjutan
Tanggal kemunculan titik panas Lokasi sekuens titik panas (longitude, latitude) Lokasi kemunculan titik panas hari pertama (longitude,
latitude)
Lokasi kemunculan titik panas hari terakhir (longitude,
latitude) Hari pertama Hari terakhir
22 Juli 23 Juli 101.56, 1.38 101.559, 1.375 101.562, 1.380 101.556, 1.384 101.563, 1.376 22 Juli 23 Juli 101.57, 1.38 101.568, 1.376 101.572, 1.377 101.570, 1.377 101.573, 1.378 22 Juli 23 Juli 101.58, 1.73 101.583, 1.729 101.584, 1.733 22 Juli 23 Juli 101.60, 1.73 101.595, 1.730 101.595, 1.730 101.596, 1.730 101.595, 1.725 22 Juli 23 Juli 101.61, 1.73 101.610, 1.727 101.613, 1.733 101.608, 1.728 101.605, 1.726 22 Juli 23 Juli 101.99, 0.84 101.994, 0.839 101.994, 0.844 22 Juli 23 Juli 102.00, 0.84 102.001, 0.839 102.003, 0.841 101.997, 0.843 22 Juli 23 Juli 102.01, 0.84 102.008, 0.844 102.007, 0.842 22 Juli 23 Juli 102.57, -0.48 102.569, -0.483 102.565, -0.481 102.570, -0.481 22 Juli 23 Juli 102.65, -0.35 102.648, -0.347 102.648, -0.352 102.647, -0.353 22 Juli 23 Juli 102.71, -0.42 102.710, -0.420 102.714, -0.419 22 Juli 23 Juli 102.72, -0.42 102.719, -0.419 102.718, -0.424 22 Juli 23 Juli 102.72, -0.41 102.716, -0.412 102.721, -0.412 26 Juli 29 Juli 102.66, -0.58 102.662, -0.583 102.664, -0.575 26 Juli 29 Juli 102.66, -0.57 102.655, -0.572 102.656, -0.565 102.655, -0.569 26 Juli 29 Juli 102.69, -0.55 102.694, -0.553 102.692, -0.553 102.688, -0.549 102.690, -0.545 102.691, -0.554 26 Juli 29 Juli 102.69, -0.54 102.692, -0.540 102.694, -0.544 102.685, -0.543 26 Juli 29 Juli 102.70, -0.42 102.704, -0.442 102.700, -0.418 102.704, -0.423 26 Juli 29 Juli 102.71, -0.42 102.709, -0.420 102.708, -0.416 102.713, -0.422 26 Juli 29 Juli 102.71, -0.41 102.707, -0.407 102.712, -0.413 26 Juli 29 Juli 102.72, -0.42 102.724, -0.419 102.718, -0.418 102.723, -0.421 26 Juli 29 Juli 102.72, -0.41 102.722, -0.406 102.721, -0.412 102.719, -0.409 26 Juli 29 Juli 102.73, -0.42 102.729, -0.417 102.727, -0.419 102.732, -0.419 26 Juli 29 Juli 102.74, -0.42 102.744, -0.416 102.736, -0.420 102.741, -0.418 26 Juli 29 Juli 102.74, -0.40 102.742, -0.403 102.739, -0.400 30 Agustus 1 September 102.10, 0.66 102.104, 0.662 102.095, 0.663 102.103, 0.660 30 Agustus 1 September 102.25, 0.23 102.247, 0.228 102.246, 0.231 102.252, 0.226 102.248, 0.231 30 Agustus 1 September 102.25, 0.24 102.249, 0.237 102.251, 0.235 30 Agustus 1 September 102.27, 0.26 102.272, 0.262 102.269, 0.262 102.268, 0.257