• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. anak perempuan, saudara laki-laki saudara perempuan, dan menciptakan serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. anak perempuan, saudara laki-laki saudara perempuan, dan menciptakan serta"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keluarga

2.1.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekelompok individu yang disatukan oleh tali pernikahan, darah atau adopsi, adanya rumah tangga tunggal, adanya interaksi dan komunikasi satu sama lain dalam menjalankan peran sosialnya masing-masing sebagai suami-istri, ayah-ibu, anak laki-laki – anak perempuan, saudara laki-laki-laki-laki – saudara perempuan, dan menciptakan serta memelihara budaya yang ada di dalamnya (Burgers and Lock dalam Duvall, 1977).

Keluarga adalah suatu sistem sebab di dalamnya terkandung sekelompok unit individu yang berinteraksi dan berhubungan satu sama lain. Dalam hal ini, keluarga adalah organisasinya sedangkan unit atau komponennya adalah anggota – anggota keluarga. Melihat dari pengertian sistem, berarti keluarga adalah suatu wadah yang seluruh anggota-anggotanya bergantung satu sama lain dan saling berinteraksi (Steinberg, 1993).

Keluarga adalah sekelompok orang yang dihubungkan dengan emosional. Darah atau keduanya dimana berkembangnya pola interaksi dan relatiosnhip (Carter & McGoldrick, 1996; Boyd, 2002; Hasmila 2009). Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari grup masyarakat yang paling dasar yang tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan individu maupun antar individu mereka.

Menurut Goldenberg (1985), keluarga merupakan sekumpulan individu yang menempati ruang fisik dan psikologi secara bersama-sama. Keluarga adalah suatu sistem sosial yang alamiah dengan segala perangkatnya yang mencakup aturan-aturan, peran-peran, struktur kekuasaan, bentuk-bentuk komunikasi. Cara-cara bernegoisasi dan menyelesaikan

(2)

masalah yang memungkinkan terlaksananya berbagai macam pekerjaan secara efektif. Dalam keluarga, setiap individu terikat satu sama lain oleh ikatan emosional dan loyalitas yang kuat, lama dan timbal balik, yang mungkin fluktuatif intensitasnya namun tetap bertahan sepanjang kehidupan keluarga tersebut. Untuk menjadi bagian dari sistem tersebut, hanya dapat melalui pernikahan, kelahiran, atau adopsi dan kematian merupakan satu-satunya jalan untuk keluar dari sistem tersebut.

Sebagai suatu sistem, setiap keluarga selalu berusaha menjadi sebuah sistem yang berfungsi, yaitu dengan menerapkan cara-cara mengelola rumah tangga dan saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup (survival needs), mulai dari kebutuhan primer, sekunder, dan kebutuhan tersier. Ketika anak-anak dalam kehidupan keluarga beranjak dewasa, jumlah rumah tanggapun mungkin bertambah tetapi ikatan keluarga tersebut tetap mempengaruhi tingkah laku setiap anggota keluarga sampai generasi-generasi selanjutnya. Afeksi, kesetiaan, dan kebertahanan pada anggota keluarga itulah yang menjadi ciri-ciri khas dari setiap keluarga yang membedakannya dari sistem sosial lainnya (Tarkelsen dalam Goldenberg, 1985). Jadi apapun komposisinya dari struktur suatu keluarga (seperti nuclear family, blended family, single parents family) tidak ada bentuk keluarga yang dapat dinyatakan sebagai lebih baik atau lebih buruk. Apapun bentuk dari keluarga tersebut, bukanlah indikator dari ciri-ciri keluarga tersebut, tetapi yang lebih penting adalah pola-pola psikologis yang terjadi antar anggota keluarga. Sebaliknya, apapun bentuknya setiap anggota keluarga harus membina hubungan positif antar anggota keluarganya, mengikutsertakan atau memberikan perhatian pada kebutuhan pribadi setiap anggota keluarga, mengembangkan cara-cara mengatasi masalah-masalah internal maupun eksternal, yaitu masalah-masalah yang berhubungan denga perkembangan (life cycle) keluarga tersebut (seperti anak remaja yang beranjak dewasa akan meninggalkan rumah, masa pensiun) serta masalah-masalah dan krisis yang tidak terhindarkan (seperti perceraian, sakit parah, kecelakaan). Sehingga secara umum,

(3)

sebuah keluarga diharapkan dapat mengatur dirinya agar dapat efektif menjalani masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Varcarolis (2006; Hasmila, 2009), sebuah keluarga yang sehat akan menghasilkan individu dengan berbagai keterampilan yang akan membimbing individu berfungsi dengan baik di lingkungan mereka, termasuk lingkungan kerja meskipun individu tersebut berasal dari berbagai kultur yang berbeda. Keterampilan tersebut akan dipelajari melalui berbagai aktivitas / kegiatan yang dihubungkan dengan kehidupan keluarga tempat individu berasal. Sampai saat ini, keluarga masih tetap merupakan bagian terpenting dari jaringan sosial individu sekaligus sebagai lingkungan pertama selama tahun-tahun formatif awal untuk memperoleh pengalaman sosial dini, yang kelak akan berperan penting dalam menentukan hubungan sosial di masa depan juga perilaku terhadap orang lain.

Keluarga yang berhasil, berfungsi dengan baik, bahagia dan kuat tidak hanya seimbang, perhatian terhadap anggota keluarga lain, menggunakan waktu bersama-sama memiliki pola komunikasi yang baik, memiliki tingkat orientasi yang tinggi terhadap agama, tetapi juga dapat menghadapi krisis dengan pola yang positif. Krisis dalam keluarga dapat lebih dimengerti apabila tiap tahap perkembangan keluarga diteliti karena setiap tahap membutuhkan peran, tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah dan tantangan. Varcarolis (2006, dalam Hasmila, 2009) menyebutkan suatu patologi keluarga muncul akibat dari perkembangan yang disfungsional. Kerjasama antar anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah bila ada krisis yang menghambat kemampuan keluarga untuk melaksanakan pemecahan masalahnya sendiri secara tenang dan konstruktif.

Menurut Stuart dan Laraia (2005, dalam Hasmila, 2009), disfungsi keluarga diartikan sebagai “gejala” dengan paradigma patologi dan pemberdayaan koping yang maladaptif yang meliputi hal-hal berikut :

(4)

b. Peran yang terlalu mendominasi dari salah satu pihak terhadap pasangannya c. Keluarga dengan riwayat penganiayaan terhadap salah satu anggota keluarganya d. Keluarga dengan anggota yang pernah mengalami penganiayaan fisik, emosional dan

seksual oleh orang lain atau dari keluarga itu sendiri

e. Keluarga yang menjadikan anak sebagai kambing hitam untuk menutupi konflik perkawinan yang terjadi

Sebuah keluarga merupakan sebuah unit sistem yang dinamis dan interaktif dimana tiap anggota pasti mempunyai kontribusi yang signifikan dalam bentuk ‘budaya’, nilai dan norma, tradisi hingga model interaksi dalam keluarga tersebut. Setiap keluarga mempunyai mekanisme yang berbeda dalam menangkap dan menyikapi tekanan emosi yang dirasakan baik dari dalam ataupun dari luar lingkungan keluarga. Sehingga dari beberapa kondisi keluarga yang patologi di atas dapat disimpulkan bahwa disfungsi keluarga adalah ketidakmampuan keluarga dalam menjalankan satu atau lebih fungsinya sehingga kelak akan sangat berperan dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan dari anggotanya (Hasmila, 2009)

2.1.2 Interaksi Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal individu. Setiap anggota keluarga terikat satu sama lain melalui kekuasaan, daya tahan, ikatan emosional dan loyalitas yang dapat berubah dari waktu ke waktu, namun tidak akan pernah hilang dari ikatan keluarga tersebut. Seiring dengan berkembangnya anak-anak dalam keluarga, ikatan atau interaksi dalam keluarga tersebut tetap mempengaruhi tingkah laku masing-masing anggota. Afeksi, loyalitas dan daya tahan anggota merupakan karakteristik dari keluarga tersebut secara keseluruhan dan membedakannya dari keluarga lain (Terkelsen dalam Goldenberg,

(5)

1985). Interaksi keluarga dapat dipelajari dalam tiga perspektif (Freeman dalam Goldenberg) :

 Secara Struktural. Keluarga akan dilihat secara dyadic, interaksi suami-isteri, subsistem orangtua-anak, interaksi anak-anak. Selain itu secara triadic, yaitu interaksi ibu – nenek – anak perempuan, interaksi ayah – anak laki-laki – anak perempuan.  Secara Fungsional. Membahas keluarga dari sisi bagaimana keluarga

mengorganisasikan perlindungan, pengasuhan dan pendidikan bagi anak-anaknya; bagaimana menyediakan kebutuhan fisik, sosial dan ekonomi yang mendukung perkembangan individu; bagaimana proses modelling dari orangtua kepada anak-anaknya yang membantu mereka mampu berelasi secara baik dengan dunia luar.  Secara Perkembangannya. Melihat bagaimana tahap-tahap perkembangan sebuah

keluarga terjadi. Seperti halnya individu, di dalam siklus kehidupan keluarga juga memiliki tugas-tugas perkembangan berbeda yang harus dikuasai dan menerapkan strategi-strategi adaptasi yang baru. Pasangan yang baru menikah akan memiliki tugas perkembangan yang berbeda dari pasangan yang telah memiliki anak.

2.1.3 Fungsionalitas Keluarga

Menurut P. Noller (1992) fungsionalitas keluarga merupakan pola interaksi antar anggota keluarga yang diterapkan dalam keluarga dan menjadi ciri sebuah keluarga yang meliputi dimensi penyelesaian konflik. P. Noller merumuskan tiga dimensi tersebut berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli terapi keluarga yaitu Beavers, Olson, dan Mc Master. Ketiga dimensi tersebut, yaitu :

1. Intimacy (keintiman), yaitu derajat keterbukaan dan kedekatan antar anggota keluarga, kemampuan dan keterbukaan untuk mengekspresikan emosi, keterbukaan dalam komunikasi, serta perhatian terhadap kondisi perasaan, pikiran, tingkah laku

(6)

dan kebutuhan sesama anggota keluarga. Mencakup keadaan berbagi (sharing) dan kedekatan antar anggota keluarga dalam pengekspresian diri serta keterbukaan dalam komunikasi. Intimacy terlihat dari bentuk relasi antar anggota keluarga yang menunjukkan saling mendukung, membantu, kerjasama dan berbagi satu sama lain terutama dalam minat dan hobi. Kedekatan dan kemampuan menunjukkan perasaan yang sesungguhnya, jujur, menunjukkan kasih sayang dan lembut. Perasaan dihargai, didengarkan tanpa dibedakan. Kemampuan menyelesaikan masalah dan membicarkan dan mencari pemecahan untuk kebaikan bersama.

2. Democracy (demokrasi), yaitu derajat demokrasi, atau sejauh mana orangtua memperkenankan masing-masing anggota keluarga memiliki pendapat dalam menentukan aturan-aturan dan keputusan-keputusan keluarga, sejauh mana orangtua memberikan dukungan bagi setiap anggota keluarga untuk mengemukakan pendapat dan untuk bersikap mandiri.

Mencakup keadaan yang menggambarkan kemampuan anak-anak mengemukakan pendapat dalam proses penetapan aturan dan pembuatan keputusan keluarga, bagaimana tiap anggota keluarga mendorong untuk memiliki pendapat sendiri dan mampu mandiri. Dimensi ini ditunjukkan dengan cara bagaimana orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapat mengenai segala sesuatu termasuk aturan dan keputusan yang dijalankan.

3. Conflict (konflik), yaitu derajat kesalahpahaman, campur tangan, dan kesulitan keluarga dalam penyelesaian masalah dan penetapan atau membuat rencana. Mencakup keadaan kesalahpahaman antar anggota dan keterlibatan tiap-tiap anggota keluarga dalam menyelesaikan kesalahpahaman serta sejauh mana kesulitan yang dihadapi dalam penyelesaian masalah dan kesulitan dalam pembuatan rencana yang melibatkan seluruh anggota keluarga.

(7)

Dari hasil penelitian P. Noller menunjukkan bahwa ketiga dimensi tersebut memiliki hubungan erat satu sama lain. Hubungan ketiga dimensi tersebut memiliki sifat positif. Ketiga dimensi tersebut secara keseluruhan tidak terpisah dan disebut pula sebagai konsep unidimensional. Dengan demikian diasumsikan semua keluarga memiliki ketiga dimensi tersebut yang secara bersamaan mewarnai interaksi keluarga. Maka lebih lanjut adalah bahwa kemampuan individual menghadapi dunia luar merupakan fungsi dari ketiga aspek fungsionalitas keluarga tersebut.

Ketiga dimensi tersebut sesuai dengan pengertian fungsionalitas keluarga yang telah diuraikan sebelumnya, akan membimbing dan mengajarkan anggota keluarga untuk mampu mengahadapi dunia luar, dalam arti anggota keluarga mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan sosial dengan memanfaatkan kemampuan diri dan memanfaatkan lingkungannya secara efektif.

2.2. Skizofrenia

Menurut penelitian Steve McCarrol, direktur genetika dari Stanley Center for Psychiatric Research dari Broad Instititute di Cambridge, Massachussets, studi terbaru menyatakan lebih dari 100 bagian dalam gen manusia ternyata memengaruhi risiko skizofrenia. Bahkan, yang lebih mengejutkan, rata-rata pasien skizofrenia ini hidup bersama anggota keluarga yang mengalami hal serupa. Para peneliti percaya genetika memainkan peran penting dalam risiko skizofrenia yang dialami seseorang. Sebab sekitar 10% dari penyandang skizofrenia juga hidup dengan orangtua atau saudara yang mengalami hal serupa. Dalam studi ini, peneliti mengidentifikasi terdapat 108 lokasi di genom manusia yang terkait dengan risiko skizofrenia. Hal itu didapat setelah membandingkan genom dari lebih dari 80.000 orang dengan dan tanpa gangguan skizofrenia (www.detikhealth.com, 05 Desember 201

(8)

2.2.1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, serta berperilaku tidak rasional (Stuart &Laraia, 2005).

Richard P. Halgin dan Susan Krauss Whitbourne (2011), skizofrenia adalah gangguan dengan serangkaian simptom meliputi gangguan konteks berfikir, bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal.

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku – pikiran yang terganggu, di mana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. ( Davison, Neale & Kring, 2012).

Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau masa usia dua puluhan. Pria sering mengalaminya lebih awal daripada wanita. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe (Davison, Neale & King, 2012) yaitu (1) skizofrenia paranoid seperti curiga, bermusuhan, dsb; (2) skizofrenia katatonik seperti patung, tidak makan, tidak minum, dsb; (3) skizofrenia tidak terorganisasi seperti perilaku kacau, pembicaraan tidak koheren, halusinasi, afek datar / tidak sesuai.

Bleur dalam Nevid (2003) meyakini bahwa skizofrenia dapat dikenali berdasarkan empat ciri atau simptom primer. Bisa disebut dengan empat A :

1) Asosiasi. Hubungan antara pikiran-pikiran menjadi terganggu. Jenis gangguan ini disebut “gangguan pikiran (thought disorder)” atau “asosiasi longgar (looseness of

(9)

association). Asosiasi longgar berarti ide saling terangkai dengan sedikit atau tanpa hubungan antara hal tersebut dan nampaknya pembicara tidak menyadari ketiadaan hubungan tersebut. Pembicaraan orang tersebut bagi orang lain tampak seperti melantur dan membingungkan.

2) Afek. Respons emosional menjadi datar atau tidak sesuai. Individu mungkin menunjukkan hilangnya respons terhadap peristiwa yang menyenangkan, atau tertawa terbahak-bahak setelah mendengar anggota keluarga atau teman meninggal dunia. 3) Ambivalensi. Orang yang menderita skizofrenia memiliki perasaan ambivalen atau

konflik terhadap orang lain, seperti mencintai dan membenci mereka pada saat yang sama.

4) Autisme. Istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak terikat oleh prinsip-prinsip logika.

2.2.2. Gejala – Gejala Skizofrenia

Gangguan Skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, oleh afek yang tidak wajar (innapropriate) atau tumpul (blunted). Pikiran, perasaan dan perbuatan yang paling intim / mendalam sering terasa diketahui oleh orang lain, dan waham-waham dapat timbul, yang menjelaskan bahwa kekuatan alami dan supranatural sedang bekerja mempengaruhi pikiran dan perbuatan penderita dengan cara-cara yang sering tidak masuk akal. Indvidu mungkin menganggap dirinya sebagai pusat segalanya yang terjadi. Halusinasi, terutama audiotorik, biasa dijumpai dan mungkin memberi komentar tentang perilaku dan pikiran individu penderita. Indikator pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pemicaraan terarah, kadang menyimpang atau berputar-putar. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan,

(10)

mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tidak disiplin (World Health Organization, 1993).

Menurut Janice dan Clack (Dalam Arif, 2007) klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disetai halusinasi dan delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain:

(1) Tahap Comforting, timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehinngga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

(2) Tahap Condeming, timbul kecemasan, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang klien rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri. (3) Tahap Controlling, timbul kecemasan berat, klien berusaha melawan suara yang

timbul tetapu suara tersebut terus-menerus mengikuti, sehingga menyebabkanklien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang, klien merasa sangat kesepian/sedih.

(4) Tahap Conquering, klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak dikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku bunuh diri.

Pada remaja perlu diperhatikan pra sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan keperibadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak

(11)

biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau streotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren. Tidak semua orang yang memiliki indikator pra-sakit pasti berkembang menjadi skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik.

Gejala-gejala tersebut dimasukan ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama (World Health Organization, 1993), antara lain:

(a) Though echo isi pikiran dirinya yang berulang atau berguna dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walau isinya sama namun kualitasnya berbeda, thought insertion atau withdrawl isi pikiran asing dari luar masuk ke dalam pikirannya oleh sesuatu dari luar dirinya, thought broadcasting isi pikirannya keluar sehingga orang lain mengetahuinya.

(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence) atau “passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensation) khusus, persepsi delusional.

(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(12)

(d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). (e) Halusinasi yang menetap dalam sikap modalitas, apabila disertai baik oleh waham

yang mengembang / melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.

(f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (inter-polasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.

(h) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat masa bodo (apatisme) pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dan beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

(13)

2.2.3. Penyebab Skizofrenia

Faktor-faktor pemicu atau penyebab kambuh / masuk opname antara lain 50% disebabkan kurang perhatian keluarga sehingga secara psikologis pasien merasa dibedakan atau diasingkan, kurang perhatian keluarga sehingga berprasangka yang aneh-aneh sampai timbul halusinasi macam-macam, curiga rasa benci pada keluarganya, jalan pintas mencari kepuasan sendiri / (lingkungan rumah tidak harmonis) 50% biasanya dampak dari hal tersebut di atas sehingga obat jadi tidak diminum atau tidak teratur, terkadang minum, terkadang tidak. Hal ini pemicu / pencetus kegelisahan marah-marah, tidak bisa tidur, timbul halusinasi. Jalan paling mudah biasanya keluarganya membawa ke Panti Rehabilitasi Mental (Rudyanto, 2007).

Penyebab skizofrenia telah menjadi perdebatan. Studi menunjukkan bahwa genetika, perkembangan janin, lingkungan awal, neurobiologis dan proses psikologis dan sosial merupakan faktor penyumbang penting. Meskipun tidak ada penyebab umum dari skizofrenia telah diidentifikasi dalam semua individu didiagnosis dengan kondisi, saat ini banyak peneliti dan dokter percaya hasil dari kombinasi keduanya kerentanan otak (keturunan) dan peristiwa kehidupan. Skizofrenia paling sering pertama kali didiagnosis selama masa remaja akhir atau dewasa awal, yang menunjukkan bahwa seringkali proses akhir masa kanak-kanak dan perkembangan remaja (Wicaksono, 2008).

2.2.4. Penegakan Diagnosa Skizofrenia 1. Simptom Positif

Delusi, yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan simptom-simptom positif yang umum pada skizofrenia. Tidak diragukan bahwa pada suatu saat kita pernah merasa khawatir karena kita yakin bahwa orang lain berfikir buruk tentang diri kita. Meskipun waham terjadi pada

(14)

lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun juga terjadi dikalangan pasien dengan berbagai diagnosis lain, terutaman mania, depresi delusional, dan gangguan waham.

Halusinasi, para pasien skizofrenia sering kali menuturkan bahwa dunia tampak berbeda dalam satu atau lain cara bahkan tidak nyata bagi mereka. Distorsi persepsi yang paling dramatis adalah halusinasi, yaitu suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dan lingkungan. Yang paling sering terjadi adalah halusinasi audiotori, bahkan visual. Beberapa halusinasi dianggap sangat penting secara diagnostik karena lebih sering terjadi pada pasien skizofrenia dibanding para pasien psikotik lainnya. Seperti halnya waham, halusinasi dapat menjadi pengalaman yang menakutkan.

2. Simptom Negatif

Avoliotion merupakan kondisi kurangnya energi dan ketidakadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin. Pasien jadi tidak tertarik untuk berdandan dan menjaga kebersihan diri dengan rambut yang tidak tersisir, kuku kotor, gigi yang tidak disikat dan pakaian yang berantakan. Mereka mengalami kesulitan untuk tekun melakukan aktivitas setiap hari dalam pekerjaan, sekolah dan rumah tangga dan dapat mengabaikan sebagian besar waktu mereka denga duduk-duduk tanpa melakukan apapun. Alogia, merupakan suatu gangguan pikiran negatif, alogia dapat terwujud dalam beberapa bentuk. Dalam miskin percakapan, jumlah total percakapan sangat jauh berkurang. Dalam miskin isi percakapan, jumlah percakapan memadai, namun hanya mengandung sedikit informasi dan cenderung membingungkan serta sering diulang-ulang.

(15)

Anhedonia, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan. Ini tercermin dalam berkurangnya minat dalam berbagai aktivitas rekreasional, gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain, dan kurangnya minat dalam hubungan seks. Pasien sadar akan simptom-simptom ini dan menuturkan bahwa apa yang biasanya dianggap aktivitas yang menyenangkan tidaklah demikian bagi mereka.

Afek Datar, pada pasien yang memiliki afek datar hampir tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respons emosional. Pasien menatap dengan pandangan kosong, otot-otot wajah kendur, dan mata mereka tidak hidup. Ketika diajak bicara pasien menjawab dengan suara datar dan tanpa nada.

Asosialitas, beberapa pasien skizofrenia mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial. Mereka hanya memiliki sedikit teman, keterampilan sosial yang rendah dan sangat kurang berminat untuk berkumpul bersama orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Di atas kedua-dua sisi lipatan vokal (lubang dan ligamentum sendiri) adalah vestibular atau lipatan lipatan vokal palsu yang mempunyai poket kecil di antara dua

Formulasi pengelepasan terkendali I didapatkan dengan mencampurkan larutan shellak 2,5% dengan 10 mL karbofuran 5% (dari bahan aktif karbofuran dengan kemurnian 95%) lalu

Pada umumnya nilai kapasitansi dari komponen ini tidak akan berubah apabila dirancang di suatu sistem bila frekuensi yang melaluinya lebih kecil atau sama dengan

Technology & Engineering Simulation, yang beralamat di Kampung Sindangwangi Desa Mekarwangi Kecamatan Dago Atas No.279 Kabupaten Bandung, peneliti menjumpai kondisi

Dengan meningkatnya berat jenis pada batuan yang makin dalam letaknya, maka kadar besi  juga akan semakin meningkat, sehingga pada selubung bumi mempunyai kemungkinan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu kegiatan puncak yang harus ditempuh oleh mahasiswa praktikan PPG sebagai pelatihan untuk menerapkan teori-teori yang telah

Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen

Jika Tuan Puan memilih untuk fokus pada satu produk seperti ahli team saya, saya sarankan fokus pada post testimoni dan gambar promosi dan gambar yang boleh orang repost... HAK