• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini spontan adalah pecahnya ketuban setelah atau dengan dimulainya persalinan. KPD memanjang adalah pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari 24 jam dan sebelum dimulainya proses persalinan.1,4,5

Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion, yang merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen. Membran ini mempertahankan cairan amnion, mensekresikan substansi baik ke dalam cairan amnion maupun ke uterus, dan melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran reproduksi. Pada usia kehamilan aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama.1 KPDP terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran prematur. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi dari kelahiran prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress pernapasan, infeksi neonatus, dan perdarahan intraventrikular.10

(2)

Setelah ketuban pecah dini aterm, 70% kasus memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam.9,10 Pada kasus ketuban pecah dini preterm, periode laten sejak pecahnya ketuban hingga persalinan menurun, berbanding terbalik dengan bertambahnya usia kehamilan. Misalnya, pada 20-26 minggu kehamilan, rerata periode laten adalah 12 hari; sedangkan pada 32-34 minggu, hanya 4 hari.10,12

(3)
(4)
(5)
(6)

Gambar 1. Representasi skematik struktur selaput ketuban aterm. Diperlihatkan

Komposisi matriks ekstraselular dari masing-masing lapisan dan tempat produksi matriks metalloproteinase (MMP) dan metalloproteinase inhibitor jaringan (Tissue Inhibitor of Metalloproteinase─TIMP).

(7)

setelah pelepasan dari dinding uterus adalah sekitar 200-300µm, namun karena edema lokal mesoderm amnion, kadang terlihat selaput ketuban yang lebih tebal. Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat dilihat secara histologis (Gbr.2):

• Amnion

o epitel amnion (20-30µm) o mesoderm amnion (15-30µm)

▪ lamina basalis atau membran basal ▪ lapisan stroma kompakta

▪ lapisan fibroblas

• Lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)

(8)

• Chorion laeve

o mesoderm korionik (15-20µm) ▪ pembuluh darah

▪ lamina basalis atau membran basal • Trofoblas (10-50µm)

• Desidua kapsularis (hingga 50µm)13

Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin, adalah epitel amnion. Sel epitel amnion mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.13

Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal membentuk kerangka fibrosa utama amnion. Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel mesenkim pada lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I dan III) predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial dan membran basal epitel. Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril kolagen dalam jaringan ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan normal.10,14,15

Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal diantara lapisan-lapisan amnion, mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag dalam suatu

(9)

matriks ekstraselular. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.10,16

Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion dan korion. Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan glikoprotein memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat histologis, dan mengandung jaringan nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap tekanan fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang melekat kuat pada desidua maternal.

(10)

Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion memiliki daya

regang yang lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya yang mengarah ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas dalam lapisan korion dari refleksi membran janin (bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat korionik, yang kaya akan fibril kolagen.10

Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak hanya penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk penyembuhan luka dan pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak

Gambar 3. Preparat histologi pewarnaan hematoxylin dan eosin (H&E) membran

korioamnion dari kehamilan 39 minggu yang dilahirkan dengan repeat seksio sesaria sebelum dimulainya proses persalinan. Pembesaran 200x.

(11)

dari molekul-molekul ini berinteraksi satu sama lain di suatu milieu yang sangat kompleks dari bio-regulasi yang memerlukan adanya membran, pertumbuhan faktor individu, interaksi dan up-regulasi dan down-regulasi berbagai proses penyembuhan. Metalloproteinase contohnya, harus seimbang dengan Tissue Inhibitor of Metalloproteinases (TIMPS); faktor pertumbuhan, seperti fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan yang memperkuat jaringan. Sel-sel epitel secara biologis aktif dalam proses penyembuhan yang memiliki reseptor pada permukaannya.16

Regenerasi biomolekul memegang peranan penting dalam penyembuhan dan faktor pertumbuhan yang terkonsentrasi di dalam selaput ketuban. Hal ini termasuk faktor pertumbuhan epidermis, Transforming Growth Factor (TGF), faktor pertumbuhan fibroblas, platelet-derived growth factors, metalloproteinase dan TIMP.16,17

1.2. Mekanisme pecah ketuban sebelum dan selama persalinan

Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi disebabkan perlemahan keseluruhan karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang selaput berkurang pada spesimen yang diambil setelah persalinan dibandingkan dengan spesimen yang diperoleh setelah persalinan dengan operasi sesar tanpa proses persalinan. Perlemahan keseluruhan selaput ketuban sulit ditentukan bila KPD dibandingkan dengan selaput yang

(12)

tampaknya disebabkan terdapatnya defek fokal daripada perlemahan keseluruhan. Area sekitar lokasi ruptur digambarkan sebagai “zona terlarang perubahan morfologi ekstrim” yang ditandai oleh pembengkakan nyata dan gangguan jaringan fibril kolagen didalam lapisan padat (kompakta), fibroblas dan spongiosa. Karena zona ini tidak termasuk seluruh lokasi ruptur, zona ini dapat timbul sebelum pecahnya ketuban dan menunjukkan titik pecah awal.10,18

Meskipun karakteristik KPDP berbeda dengan pecah ketuban intrapartum, ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa mekanisme yang mempredisposisi para wanita dengan KPD tidak identik dengan mekanisme yang biasanya mendahului persalinan. Hal ini telah memberikan pandangan bahwa KPD mempercepat atau mempresipitasi berlebihan proses pecah spontan selaput ketuban selama persalinan.10

1.1.1. Tekanan barometer

Telah diketahui bahwa perubahan tekanan barometer dapat mempercepat pecahnya selaput ketuban. Literatur yang mendukung hal ini masih terbagi. Milingos dkk. menemukan korelasi signifikan antara tekanan barometrik dan KPD (r=0.44, p<0.05) pada hampir 1600 kasus yang diulas. Polansky dkk. selanjutnya menunjukkan hubungan signifikan antara insidensi KPD dan penurunan tekanan barometer 3 jam sebelumnya (p=0.006) pada serial 109 pasien mereka. Di sisi lain, Marks dkk. tidak dapat menunjukkan

(13)

hubungan statistik antara tekanan barometer atau fase bulan dengan KPD pada serial 117 pasien mereka. Efek tekanan barometer pada pecahnya ketuban tetap menjadi subyek kontroversial, dan apakah efek ini berkontribusi pada KPDP masih diselidiki.3,19-21

1.1.2. Metabolisme kolagen

Pada tahun 1995, Draper dkk., melaporkan penemuan mengenai peningkatan aktivitas protease pada selaput ketuban wanita yang mengalami KPDP dibandingkan dengan merekan yang melahirkan bayi prematur tanpa KPD. Pada studi penting ini, tercatat bahwa satu-satunya inhibitor protease yang efektif adalah asam etilendiamintetrasetik, mengesankan ini adalah metalloproteinase (MMP). MMP adalah enzim zinc-dependent yang mendegradasi komponen matriks ekstraselular, seperti kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan. Enzim-enzim ini disekresikan sebagai proenzim inaktif dan aktivitasnya tetap dikendalikan oleh inhibitor yang disebut tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP). MMP diklasifikasikan menurut spesifisitas substrat. Yang termasuk kolagenase adalah MMP-1 dan MMP-8, yang mendegradasikan kolagen tipe I, II, dan III. Yang termasuk gelatinase adalah MMP-2 dan MMP-9,yang mendegradasi kolagen denaturasi, kolagen tipe IV dan V. Yang termasuk stromalisin adalah MMP-3, MMP-7, dan MMP-10, yang mendegradasi proteoglikan, fibronektin, dan komponen stromal lain.22

(14)

wanita aterm belum inpartu, (3) kehamilan preterm pada saat studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita aterm inpartu dan wanita dengan KPDP memiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang lebih tinggi dalam cairan amnionnya. Kebanyakan aktivitas ini memiliki karakteristik disebabkan oleh MMP-9. Para penulis kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9, tissue inhibitor of metalloproteinase-1 pada sampel yang sama dan menemukan bahwa sampel preterm dari pasien yang menjalani amniosentesa genetik mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel dari pasien KPDP mengandung kadar terendah. Para peneliti mencatat bahwa penelitian mengenai MMP-1 sama menariknya seperti pemecah kolagen fibril tipe 1. Mereka mencatat bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi dalam cairan amnion karena MMP-1 terikat kuat pada matriks ekstraselular amniokorion.23 Temuan mengenai peningkatan MMP-9 dan bukannya MMP-1 dalam cairan amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi dengan penelitian oleh Athayde dkk. juga terdapat regionalisasi perubahan tipe dan kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi ditunjukkan pada selaput yang dekat dengan serviks daripada selaput di daerah tengah pada pasien aterm baik sebelum dan sesudah dimulainya persalinan. MMP-9mendegradasi kolagen tipe V, yang terlihat menurun pada KPDP. Kejadian yang menyebabkan hal ini belum diketahui, namun terdapat beberapa bukti yang mengaitkannya pada infeksi. Seperti diketahui sebelumnya, terdapat hubungan jelas antara infeksi dengan KPDP. Protease yang diproduksi bakteri dapat merubah kekuatan membran, atau secara alternatif mungkin merupakan derivate lekosit yang diaktivasi

(15)

sebagai respon invasi bakteri. Ditunjukkan pula bahwa MMP-7, yang dihasilkan makrofag, meningkat dengan invasi mikroba preterm ke kavum amnion. MMP-7 juga ditunjukkan dapat mengaktivasi bentuk proenzim MMP lain, dengan efek kaskade.3

1.1.3. Perubahan kandungan kolagen, struktur, katabolisme, dan faktor klinis yang berkaitan.

Pemeliharaan daya regang selaput ketuban sepertinya melibatkan keseimbangan antara sintesa dan degradasi komponen matriks ekstraselular. Diduga bahwa perubahan dalam membran, termasuk berkurangnya kandungan kolagen, perubahan struktur kolagen dan aktivitas kolagenolitik yang meningkat, berhubungan dengan ketuban pecah dini.10

Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi traktus genitalia mempercepat pecah ketuban pada manusia dan hewan. Identifikasi mikroorganisme patologis pada flora vagina manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri mungkin berperan pada patogenesa KPD. Data epidemiologi menunjukkan hubungan antara kolonisasi traktus genitalia oleh streptokokus grup B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial vaginosis (anaerob vagina, Gardnerella vaginalis, spesies mobiluncus, dan mycoplasma genital) dan suatu peningkatan risiko KPDP. Terlebih lagi, pada beberapa studi penatalaksanaan wanita terinfeksi dengan antibiotik

(16)

Progesterone dan estradiol menekan remodelingmatriks ekstraselular pada jaringan reproduksi. Relaksin, suatu hormon protein yang meregulasi remodeling jaringan ikat, diproduksi lokal pada plasenta dan desidua dan membalikkan efek inhibisi estradiol dan progesterone dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban. Walaupun penting untuk mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaksin pada proses reproduksi, keterlibatannya pada proses pecah ketuban perlu dijelaskan.26

Amnion dan korion manusia yang diperoleh setelah KPD aterm mengandung banyak sel apoptosis pada daerah yang dekat dengan lokasi ruptur dan sedikit sel apoptosis di daerah lainnya. Pada kasus-kasus korioamnionitis, sel epitel amnion apoptotik terlihat pada persambungan dengan granulosit pelekat, menunjukkan bahwa respon imun induk mempercepat kematian sel pada selaput ketuban.27

Peregangan berlebihan pada uterus karena polihidramnion dan kehamilan multijanin menginduksi tegangan membran dan meningkatkan risiko KPD. Peregangan mekanik selaput ketuban meningkatkan regulasi produksi beberapa faktor amniotik, termasuk prostaglandin E2 dan

interleukin-8. Peregangan juga meningkatkan aktivitas MMP-1 dalam membran. Interleukin-8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion, merupakan kemotaksis neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Produksi interleukin-8, yang berkonsentrasi rendah dalam cairan amnion selama trimester ke-dua tetapi berkonsentrasi tinggi pada kehamilan lanjut, diinhibisi oleh progesteron. Maka, produksi interleukin-8 dan prostaglandin E2 amniotik

(17)

menggambarkan perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh tekanan fisik (peregangan membran), menyatukan hipotesa pecah ketuban akibat induksi-tekanan dan induksi biokimia.28

Pada suatu penelitian oleh Park JC dkk. tahun 2003 yang membandingkan ketebalan dan perubahan histopatologis pada selaput ketuban antara KPD dan selaput ketuban utuh setelah pelahiran, mendapatkan hasil bahwa pada KPDP ditemukan rerata ketebalan selaput ketuban yang lebih kecil daripada persalinan preterm tanpa KPD, namun hasilnya tidak signifikan. Sedangkan pada perbandingannya, selaput ketuban pada kehamilan usia ≥37 minggu dijumpai lebih tipis daripada kehamilan usia <37 minggu.9 2.3. Kerangka konsep 1. Karakteristik demografi 2. Riwayat keputihan 3. Riwayat merokok 4. Usia kehamilan

(18)

Gambar

Gambar  1.  Representasi  skematik  struktur  selaput  ketuban  aterm.  Diperlihatkan  Komposisi matriks ekstraselular dari masing-masing lapisan dan tempat produksi matriks  metalloproteinase  (MMP)  dan  metalloproteinase  inhibitor  jaringan  (Tissue  I
Gambar 2. Lapisan-lapisan selaput ketuban janin.
Gambar  3.  Preparat  histologi  pewarnaan  hematoxylin  dan  eosin  (H&amp;E)  membran  korioamnion  dari  kehamilan  39  minggu  yang  dilahirkan  dengan  repeat  seksio  sesaria  sebelum dimulainya proses persalinan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Untuk menilai perbandingan penanganan aktif dan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan aterm, pengaruhnya terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan anak serta

i HUBUNGAN ANTARA LAMA KETUBAN PECAH DINI TERHADAP NILAI APGAR PADA KEHAMILAN ATERM DI BADAN RUMAH SAKIT

G2P1A0 usia 30tahun Hamil 39 minggu Inpartu Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak Kepala, Punggung Kanan dengan Fetal Distress e.c Ketuban

Berdasarkan hasil penelitian tentang Risiko Ter- jadinya Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil Dengan Infeksi Menular Seksual diperoleh simpulan sebagai berikut: Proporsi kejadian

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Cunningham, McDonald,

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudarto &amp; Tunut (2016) dengan judul risiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil dengan infeksi menular

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Dari hasil penelitian ini memang didapatkan kisaran yang cukup luas yaitu kadar vitamin C plasma darah hamil aterm dengan ketuban pecah dini memiliki nilai rerata 60.07±