• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi.Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.

Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun.Namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama mengenai bayi- bayi dibawah umur.

Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan.Penyakit ini mudah menyebar ketika si penderita batuk.Sekali seseorang terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang – kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian.Pada saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi orang dewasa.Walaupun orang dewas sering sebagai penyebab pertusis pada anak – anak, mungkin vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Konsep teori dari pertusis ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan pertusis? C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami bagaimana membuat Asuhan Keperawatan masalah Pernapasan dengan gangguan Pertusis.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa akan mampu: 1. Memahami definisi pertusis

2. Mengetahui etiologi terjadinya pertusis 3. Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis

4. Mengeidentifikasi manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien anak pertusis

5. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis

6. Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi WOC, analisis data, pengkajian, diagnosis, intervensi

D. MANFAAT

Bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan pertusis terjadi, bagaimana cara mengobati serta bagaimana menyusun Asuhan Keperawatannya.

(2)

BAB II PERTUSIS Tinjauan teori 1. KONSEP DASAR

(3)

Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)

Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. (Mansjoer, 2000)

Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan Serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)

Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking.

B. ETIOLOGI

Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut : 1. Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).

2. Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.

Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain : 1. Berbentuk batang (coccobacilus)

2. Tidak dapat bergerak 3. Bersifat gram negative.

4. Tidak berspora, mempunyai kapsul

5. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C) 6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik 7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten

terhdap penicillin

8. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain : a. Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin) b. Endotoksin (lipopolisakarida)

(4)

Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :

1. Stadium kataralis Lamanya 1 – 2 minggu

Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.

2. Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4 minggu

Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah gejala – gejala masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap.

3. Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu

Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.

D. PATOFISIOLOGI

Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.

Cara penularan:

Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman

(5)

penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

E. KOMPLIKASI

1. Alat Pernafasan Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronkitis, bronkopneumania, atelektasis yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emfisema mediastrum, leher kulit pada kasus yang berat, bronkrektasis, sedangkan tuberkulosis yang sebelumnya telah ada dapat terjadi bertambah berat.

2. Alat Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaapsus rektum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis

3. Sususnan saraf Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-muntah kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak. Mungkin pula terjadi perdarahan otak

4. Lain -lain Dapat pula terjadi pendarahan lain seperti epistaksis dan perdarahan subkonjungtiva.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang sampai 15.000-45000 per mm3 dengan limfositosis, diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu batuk.Secara laboratorium diagnosis pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan imunofluoresen

G. PENATALAKSANAAN 1. Anti mikroba

Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.

2. Kortikosteroid

a. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari

b. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8

c. Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari. Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan seragan proksimal. Salbutamol Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :

a) Beta 2 adrenergik stimulant 1) Mengurangi paroksimal khas

2) Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop 3) Mengurangi frekuensi apneu

(6)

b) Terapi suportif

1) Lingkungan perawatan penderita yang tenang

2) Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

3) Pembersihan jalan nafas 4) Oksigen

3. Vaksin DPT

Vaksin jerap DPT ( Difteri Pertusis Tetanus ) adalah vaksin yang terrdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan bakeri pertusis yang telah diinaktivasi.

Indikasi

Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap pertusia. Cara pemberian dan dosis:

1) Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar menjadi homogen.

2) Disuntikan secara IM denagn dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

3) Dosis pertama diberikan umur 2 bulan,dosis selanjutnya diberikan 1 bulan

4) Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang tekah dibuka hanya boleh digunakan 4 minggu

Efek Sampingnya

panas Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih dari 1 hari sesudah pemberian DPT, bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.

Rasa sakit di daerah suntikan. Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan berarti ini disebabkan oleh suntikan DPT. Hal ini perlu diberitahukan kepada

Peradangan Hal ini mungkin sebagai akibat dari: jarum suntik tidak steril, bisa karena tersentuh tangan atau sterilisasi kurang lama ataupun sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan di atas tempat yang tidak steril.

Kejang-kejangAnak yang setelah pemberian vaksin DPT mengalami hal ini, tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja. Kontra indikasi. Gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertussis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada

(7)

dosis pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. (Direktorat Jendral PPM & PL, Departemen Kesehatan RI)

STRATEGI

- meningkatkan kualitas pelayanan

- mengembangkan pelaksanaan program diseluruh unit pelayanan kesehatan

- meningkatkan kerja sama dengan semua pihak terkait - meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat

- melaksanakan desentralisasi melalui titik berat manajemen program di kabupaten atau kota

- mengembangkan pelaksanan program melalui penelitian.

Kontraindikasi :

gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneryskan iminisasi dapat diberikan DPT

B. asuhan keperawatan teorits I PENGKAJIAN

1. Pemeriksaan Fisik a) Aktivitas / istirahat

DS : Gangguan istirahat tidur, malaise.

DO : Lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman. b) Sirkulasi

DS :

-DO : Tekanan darah normal / sedikit menurun, takikardi, peningkatan suhu. c) Eliminasi

DS : BAB dan BAK normal

DO : BB menurun, turgor kulit kurang, membrane mukosa kering. d) Makanan dan cairan

DS : Sakit kepala, pusing. DO : Gelisah

e) Nyeri / kenyamanan

DS : Batuk pada malam hari dan memberat pada siang hari.

DO : Mata tampak menonjol, wajah memerah / sianosis, lidah terjulur dan pelebaran vena leher saat serangan batuk.

(8)

DS : Batuk Pilek DO :

a. nyaring (whoop) saat inspirasi.

b. Penumpukan lender pada trachea dan nasopharing c. Penggunaan otot aksesorus pernafasan.

d. Sputum atau lender kental. Pemeriksaan penunjang :

1. Pembiakan lendir hidung dan mulut. 2. Pembiakan apus tenggorokan.

3. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.

4. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.

5. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.

6. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mucus 2. Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi

3. Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat. 4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang 5. Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah.

(9)
(10)

III. Rencana Keperawatan A. N B. Diagnos a C. Noc D. Nic E. 1 F. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang berlebih an dan kental G.

H. Status respirasi : kepatenan jalan nafas 1. Kecepatan respirasi (kondisi yang

dialami pasien / peningkatan yang diharapkan)

2. Irama pernapasan (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang

diharapkan)

3. Dalamnya pernapasan (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan)

4. Kemampuan mengeluarkan sekret

5. Batuk

I.

J. Manajemen jalan napas

a. Membuka jalan napas menggunakan teknik dorongan dengan membuka dagu atau rahang

b. Mengeluarkan secret dengan dorongan batuk atau isapan c. Dorongan pelan, pernapasan dalam dan batuk

d. Ajarkan batuk efektif K. Peningkatan batuk

1. Dorong pasien untuk melakukan bebrapa pernapasan dalam

2. Bantu pasien untuk duduk dengan posisi kepala sedikit fleksi, bahu rilek, dan lutut fleksi

3. Ajarkan pasien mengikuti batuk dengan beberapa tarikan napas maksimal L. Memantau pernapasan

1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan 2. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan M. 2 N. Pola napas tidak efektif b/d tidak P. Status respirasi

1. Frekuensi respirasi (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang

diharapkan)

2. Irama pernapasan 3. Kedalaman pernapasan

Q. Manajemen jalan napas

1. Auskultasi suara napas, tidak ada peningkatan atau penurunan ventilasi dan dan keberadaan suara napas

2. Melakukan terapy fisik dada, dengan tepat

3. Posisikan pasien dengan potensi pernapasan maksimal R. Memantau pernapasan

(11)

adekuat nya ventilasi O.

4. Auskultasi suara nafas 5. Kepatenan jalan nafas

1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan 2. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan

S. 3 T. Ganggu an rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit karena aktivitas batuk yang meningk at

U. Status kenyamanan: (fisik)

1. Pengendalian gejala (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan) 2. Relaksasi muscular

3. Posisi nyaman 4. Suhu tubuh

5. Kepatenan jalan nafas

V. Pemberian obat

1. Menentukan obat yang sesuai, dan memberikan obat seual dengan aturan yang terdapat pada resep

2. Pantau efektifitas perkembangan pemberian obat

3. Ajarkan anggota keluarga pasien cara pemberian obat yang tepat W. Manajemen nyeri

1. Mengamati tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan terutama itu menghambat komunikasi efektif

2. Berikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir, dan mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap proses

X. 4 Y. Resiko kekuran gan volume Z. Hydrasi

1. Turgor kulit (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan)

2. Kelembaban membrane mukosa

AB. Manajemen cairan 1. Hitung berat badan dengan tepat

2. Mengurus dengan tepat pencatatan intek dan haluaran 3. Memantau status hidrasi

(12)

cairan b/d intake klien yang kurang 3. Intek cairan 4. Keluaran urine

AA. Keseimbangan cairan 1. Tekanan darah

2. Rata-rata tekana arterial

5. Memantau status nutrisi

AC.

IV. Implementasi dan evaluasi AD.

No AE. Diagnosa AF. Implementasi AG. Evaluasi

AH. 1 AI. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang berlebihan dan kental AJ.

AK. Manajemen jalan napas

a. Membuka jalan napas menggunakan teknik dorongan dengan membuka dagu atau rahang

b. Mengeluarkan secret dengan dorongan batuk atau isapan c. Dorongan pelan, pernapasan dalam dan batuk

d. Ajarkan batuk efektif AL. Peningkatan batuk

1. Dorong pasien untuk melakukan bebrapa pernapasan dalam

2. Bantu pasien untuk duduk dengan posisi kepala sedikit fleksi, bahu rilek, dan lutut fleksi

3. Ajarkan pasien mengikuti batuk dengan beberapa tarikan napas maksimal

AM. Memantau pernapasan

AN. S : pasien tidak lagi dispnea

AO. O

:

1. Kecepatan respirasi (mengalami peningkatan yang diharapkan) 2. Irama pernapasan (mengalami

peningkatan yang diharapkan) 3. Dalamnya pernapasan (mengalami

peningkatan yang diharapkan) 4. Kemampuan mengeluarkan secret 5. Batuk

(13)

1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan 2. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan

sebagian atau masalah belum teratasi AQ. P: lanjutkan intervensi atau tidak

AR. AS. 2 AT.Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi AU.

AV.Manajemen jalan napas

1. Auskultasi suara napas, tidak ada peningkatan atau penurunan ventilasi dan dan keberadaan suara napas

2. Melakukan terapy fisik dada, dengan tepat

3. Posisikan pasien dengan potensi pernapasan maksimal AW. Memantau pernapasan

1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan 2. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan

AX. S: pasien tidak lagi merasa sesak AY.O:

AZ. Status respirasi

1. Frekuensi respirasi (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan)

2. Irama pernapasan 3. Kedalaman pernapasan 4. Auskultasi suara nafas 5. Kepatenan jalan nafas

BA. A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum teratasi

BB. P: lanjutkan intervensi atau tidak BC. 3 BD. Gan gguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit

BE. Pemberian obat

1. Menentukan obat yang sesuai, dan memberikan obat seual dengan aturan yang terdapat pada resep

2. Pantau efektifitas perkembangan pemberian obat

3. Ajarkan anggota keluarga pasien cara pemberian obat yang tepat BF. Manajemen nyeri

1. Mengamati tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan terutama itu

BG. S: pesien telah merasa nyaman

BH. O:

BI. Status kenyamanan: (fisik)

1. Pengendalian gejala (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan) 2. Relaksasi muscular

(14)

karena aktivitas batuk yang meningkat

menghambat komunikasi efektif

2. Berikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir, dan mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap proses

4. Suhu tubuh

5. Kepatenan jalan nafas BJ. BK. 4 BL. Res iko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang BM. Manajemen cairan 1. Hitung berat badan dengan tepat

2. Mengurus dengan tepat pencatatan intek dan haluaran 3. Memantau status hidrasi

4. Memantau tanda tanda vital dengan tepat 5. Memantau status nutrisi

BN. S: pasien tidak merasa kehausan

BO. O:

BP.Hydrasi

1. Turgor kulit (kondisi yang dialami pasien / peningkatan yang diharapkan)

2. Kelembaban membrane mukosa 3. Intek cairan

4. Keluaran urine

BQ. Keseimbangan cairan 1. Tekanan darah

2. Rata-rata tekana arterial

BR. A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian atau masalah belum teratasi

(15)

BT.BAB II

BU. PENUTUP

BV.

A. KESIMPULAN

BW. Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis.

2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai anak 1-5 tahun Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis, paroksimal dan konvelesensi.

3. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.

BX. B. SARAN

BY. Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita pertusis dan diftei. Karena seringkali pada penderita pertusis dan difteri disertai dengan komplikasi. Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit batuk rejan dan difteri perlu dicegah. Cara yang paling mudah adalah dengan pemberian imunisasi bersama vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio.

BZ. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi dan imunisasi akan berdaya guna jika dilakukan sesuai dengan program. Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai penyakit pertusis secara jelas dan lengkap.Terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

CA. CB. CC. CD. CE. CF. CG. CH.

CI. DAFTAR PUSTAKA CJ.

CK. Herdman, T. heather, (2012), Diagnose Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014, EGC, Jakarta

(16)

CL. Gloria, M. bulecheck dkk, (2013), Nursing Intervension Classification (NIC), ed 6, Mosby, California

CM. Sue, Moorhead, (2013), Nursing Outcome Classification (NOC), ed 4, Mosby, California

CN. http://solikhulhadi98.wordpress.com/2010/09/22/askep-pertusis/

CO. Surya satyanegara, Anton Cahaya Widjaja : editor edisi bahasa Indonesia, Lilian Juwono,- Jakarta : Arcan, 2004

CP. Corry S Matondang, ISKANDAR Wahidiat, Sudigdo sastroasmoro Jakarta : PT Sagung Seto , 2000

CQ. Robert. M. Kliqman, Amn M. Arvin ; editor edisi Bahasa Indonesia : A. Samik Wahab – Ed. 15 – Jakarta : EEC, 1999

CR. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

CS. CT.

Referensi

Dokumen terkait

Sikap terbuka masyarakat Desa Singapadu terhadap perkembangan pariwisata terlihat dari adanya perubahan pada tujuan pementasan dramatari Cak Ramayana sebagai salah

2. Yang mana lebih untung adalah subjektif sesangat aitu bergantung kepada pelbagai faktor. Kalau saya di tempat awak, kalau saya mampu layan loan ASB 100k 15 tahun iaitu dgn

Hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa kelompok yang menggunakan petunjuk praktikum yang dimodifikasi mendapatkan nilai evaluasi postes yang lebih baik dan

Berdasarkan penelitian ini tidak ada pasien yang menggunakan opioid saja sebagai analgesik pasca operasi karena opioid mempunyai banyak efek samping.. antara lain

Pada website tersebut pengguna dapat melihat informasi tentang folder-folder pada hirarki GDS, informasi tentang jumlah data yang dapat diakses serta informasi

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai

An cylostoma duodenal e dan Nector amer ican us (hookworm, cacing tambang) Larva infektif menembus kulit yang utuh, masuk sirkulasi, dan terbawa ke  paru; setelah matang, larva di

Smelting (Peleburan).. Proses peleburan merupakan lanjutan dari proses reduksi dan sulfidasi.Proses ini terjadi didalam electric furnace. Proses ini dapat memisahkan bagian yang