• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARYA SENI LUKIS RASINTA TARIGAN DITINJAU DARI TEORI KUBISME. Rudini Dan Heru Maryono ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARYA SENI LUKIS RASINTA TARIGAN DITINJAU DARI TEORI KUBISME. Rudini Dan Heru Maryono ABSTRAK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS KARYA SENI LUKIS RASINTA TARIGAN DITINJAU DARI TEORI KUBISME

Rudini Dan Heru Maryono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karya seni lukis Rasinta Tarigan bila ditinjau dari teori Kubisme. Alat pengumpul data yang dilakukan adalah metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu pengumpulan data menggunakan alat bantu dokumentasi berupa foto-foto lukisan Rasinta Tarigan dan lembar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Karya seni lukis Rasinta Tarigan berbeda dengan lukisan Kubisme pada umumnya. Tema pada lukisan Rasinta Tarigan yaitu budaya Karo yang menceritakan kehidupan masyarakat Karo. Bahan dan alat yang digunakan untuk menciptakan karya lukis antara lain kuas, dengan media kanvas dan cat minyak. Karya lukis Rasinta Tarigan cenderung menggunakan bidang-bidang segitiga yang bertebaran di atas permukaan kanvas. Perbedaan antara lukisan Rasinta dengan lukisan Kubisme yaitu pada lukisan Kubisme lebih menampilkan dimensi ruang, sedangkan lukisan Rasinta hanya menguraikan struktur-struktur dari objek yang dilukis menjadi bidang-bidang segitiga tanpa adanya kesan dimensi dan hanya telihat flat (datar). Arti bidang-bidang segitiga yang ada pada lukisan Rasinta sebagai simbol trinitas yaitu tiga unsur kekuatan yang ada di alam antara lain manusia, alam lingkungan dan Sang Pencipta.

PENDAHULUAN

Lukisan Rasinta Tarigan sering dipersamakan oleh pengamat lukis dengan aliran Kubisme seperti Ir. Rusmin Noer (dalam Harian Analisa Medan, 1992) mengatakan “Naturalis mengekang kebebasannya, untuk itu Rasinta mencoba memantapkan diri pada Kubisme”. Selanjutnya M.B Sitepu juga mengatakan,”Pelukis otodidak ini, yang berangkat dari naturalis yang kini berada di Kubis romantis, menyerap suasana kehidupan masyarakat Karo di sekitarnya, yang merupakan bagian dari kehidupannya, dengan garis-garis yang simpang siur, dalam perpaduan warna keras dan lembut di dalam bidang-bidang yang bersegi. (Harian Sinar Indonesia Baru Medan, 1996).

Hal tersebut juga dikatakan oleh Apriadi Gunawan (dalam majalah Tajuk, 1999),”Itu sebabnya pada lukisan-lukisan Rasinta, kendati ia bicara ihwal kebudayaan Karo, yang tampak dominan di kanvas adalah bidang-bidang segitiga salah satu bentuk “sempalan” Kubisme yang menyandar pada pola-pola persegi, kubus dan semacamnya”.

Rasinta Tarigan sendiri pun tidak menyadari lukisan-lukisan yang di ciptakannya mengarah ke aliran Kubisme. Meskipun Rasinta mengagumi pelukis Kubisme dari mancanegara seperti Pablo Picasso dan George Braque. Namun, Rasinta tidak menelan mentah aliran tersebut di dalam lukisannya. Rasinta hanya menguraikan bentuk objek lukisannya menjadi bidang-bidang segitiga.

Rasinta Tarigan seorang pelukis Medan yang juga berprofesi sebagai Dokter gigi dan sekaligus Dosen di Fakultas Kedokteran Gigi USU. Rasinta berasal dari keluarga yang

(2)

2

berkecimpung dalam bidang kesehatan, mulai dari kakeknya, orang tuanya, dan saudaranya berprofesi sebagai dokter. Hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi Rasinta untuk tetap melanjutkan kecintaannya dalam berkesenian. Bahkan Rasinta mencoba untuk memadukan dua hal yang jauh berbeda, yaitu antara kedokteran dan kesenian. Hal itu terbukti di dalam beberapa lukisannya yang menghadirkan objek gigi yang tetap mengacu dalam aliran lukisannya yaitu Kubisme dan tetap menampilkan tema budaya Karo.

Di kota Medan juga sangat jarang ditemukan seniman yang beraliran Kubisme seperti Rasinta Tarigan. Padahal Rasinta berprofesi sebagai dokter, namun hal itu tidak menghambatnya untuk selalu mengalirkan bakatnya dalam berkarya. Meskipun Rasinta seorang dokter gigi, beliau produktif berkarya dan memiliki integritas dalam melukis. Sesuai dengan latar belakang marga Tarigan, tema budaya Karo yang dijadikan objek dalam lukisan Rasinta Tarigan untuk mengabadikan budaya Karo, karena Rasinta merasa budaya Karo akan hilang beberapa puluh tahun yang akan datang. Sehingga Rasinta mengabadikan budaya Karo dalam lukisan-lukisannya.

TEORI KUBISME

Istilah Kubisme bukan berarti bahwa lukisan itu terdiri dari bidang-bidang kubus (Inggris:

Cubes), tetapi merupakan “… a certain approach to the problem of painting a three-dimensionall world on a two-dimensional surface” (Sylvester, 1993:225). Teori dalam

lukisan Kubisme menitikberatkan kepada pendekatan melukis bentuk dan benda yang berdimensi ketiga pada bidang lukisan yang datar. Maka pelukis Kubisme berusaha mengembalikan bentuk benda-benda kepada bentuk dasarnya, yaitu bentuk geometris.

Menurut Agus Sachari (2004:18) bahwa “Kubisme adalah suatu aliran dalam seni rupa yang bertitik tolak dari penyederhanaan bidang-bidang alam secara geometris (berkotak-kotak)”. Prinsip-prinsip dasar yang umum pada Kubisme yaitu menggambarkan bentuk objek dengan cara memotong, distorsi, overlap, penyederhanaan, transparansi, deformasi, menyusun dan aneka tampak.

Pada Kubisme, bentuk–bentuk karyanya menggunakan bentuk –bentuk geometri (segitiga, segiempat, kerucut, kubus, lingkaran dan sebagainya ). Hal tersebut sependapat dengan Amy Dempsey (2002:87) menyatakan “... the characteristic of cubist painting (simplified

geometric forms, contrast of light and dark, prism like facets, angular lines)...”.

Dalam karya seni Kubisme, benda dipecahkan, dianalisis, dan diatur kembali dalam bentuk abstrak dari pada menampilkan obyek dari satu sudut pandang, seniman menampilkan subyek dari berbagai sudut pandang untuk menjelaskan subyek dalam konteks yang lebih besar. Kadang permukaan bersilangan dalam sudut acak, sehingga menghapus kedalaman lukisan yang jelas. latar dan obyek menembus satu sama lain untuk membentuk ruang ambigu dangkal yang menjadi salah satu karakteristik khusus dari Kubisme.

Menurut Sam Hunter dalam bukunya Modern Art (133:1992),”The Cubist experiment brought about a revolusion in pictorial vision” (Percobaan Kubisme membawa revolusion dalam visi bergambar). Penggunaan bidang, bentuk, dan garis dalam mengurai obyek/benda memiliki peranan yang sangat penting. Bahkan deformasi obyek atau benda alam didasari bidang-bidang geometris. Kubisme sangat konsisten dalam menggarap satu format lukisan dengan proses geometrisasi, baik obyek maupun latar belakang. Sehingga satu format lukisan tampak seperti tak memiliki obyek. Tumpukan bentuk atau obyek seakan menekan atmosfir dari berbagai sudut pandang. Tetapi itulah konsep space (ruang) yang diciptakan kaum Kubisme. Warna benar-benar dipertimbangkan secara rasional, dengan penekanan pada keselarasan, baik antar obyek maupun dengan latar.

(3)

3

Tema seni Kubisme cenderung mengungkapkan alam benda, manusia, dan lingkungannya. Tema-tema ini diolah oleh setiap seniman dengan perbedaan visi. Ada seniman yang mengungkapkannya melalui warna, bentuk, garis, dan komposisi keseluruhan.

Pengaruh lingkungan kehidupan sosial, sebelum dan sesudah perang dunia akan terasa pada obyek dan komposisi lukisan Kubisme. Obyek yang merepresentasikan kegelisahan dan penuh simbolis banyak diungkapkan para seniman sebelum perang. Suasana kekacauan kemasyarakatan, ketatanegaraan juga tidak lepas dari perhatian seniman. Ketidaksetujuan seniman terhadap kekejaman dan kekerasan perang muncul pula ke permukaan kanvas sebagai tema pilihannya.

LUKISAN RASINTA TARIGAN

Lukisan Rasinta Tarigan pada awalnya cenderung bergaya realistik dengan objek lukisan sekitar kehidupan masyarakat sehari-hari. Dapat dilihat dalam lukisan-lukisan potret yang dibuat rasinta pada tahun 1970-an. Dari lukisan-lukisan tersebut sudah terlihat bahwa kemahirannya dalam melukis sudah patut dihargai.

Pada tahun 1988 Rasinta mengadakan pameran tunggal dengan tema kehidupan sehari-hari dan tema kebudayaan tradisional Karo. Dalam pameran tersebut karya Rasinta didominasikan dengan objek-objek rumah adat Karo. Selain karya-karya Rasinta yang realistik dan naturalis, Rasinta juga menghadirkan lukisan yang mulai cenderung kubistis.

Pada tahun 1990 lukisan Rasinta Tarigan cenderung pada pengembangan ke arah geometrik figuratif yang juga masih berkesan kubistis. Lukisan-lukisan yang dipamerkan cenderung berwarna gelap dan suram. Rasinta melukis figur-figur yang dideformasi sedemikian rupa dan digabungkan dengan bidang-bidang segitiga atau kadang-kadang segiempat tidak beraturan.

Tahun 1994 karya-karyanya lebih didominasi komposisi bidang-bidang geometrik yang umum segitiga dan segiempat. Di tahun berikutnya rasinta mulai berkarya cenderung abstrak, lepas dari kesan-kesan figur baik yang imitatif ataupun deformatif. Lukisan didominasi susunan bidang-bidang segitiga warna-warni dengan komposisi memusat, seolah-olah memasuki periode lukisan yang murni non figuratif, tetapi masih terikat dengan bidang-bidang geometrik.

Pada tahun 1997-1999 karya-karyanya cenderung dekoratif, yang dibentuk dari susunan bidang-bidang geometrik yang diperkaya dengan bentuk-bentuk ornamen yang juga sudah diubah bentuk dari bentuk aslinya.

Tahun 2001, disela-sela citra visual rumah adat Karo pada lukisan-lukisannya kadang-kadang muncul figur-figur gigi. Hal ini menurutnya adalah “menyimbolkan kekerasan hati suku Karo”. Pada tahun 2005 tampak lukisannya baik dari perkembangan gaya, penggunaan warna, maupun sikap melukisnya. Perkembangan gaya dapat dilihat dari realis-naturalis, realistik-ekspresif, kubistik, deformatif-geometrik, tetapi perkembangan itu tidak selalu linier maju.

Perkembangan lain yang terlihat adalah kesan perkembangan suasana hati saat dia melukis. Dalam hal ini, kesan suasana hatinya pada awal-awal dia melukis tahun 1980-an yang cenderung tenang, sejak tahun 1990-an secara perlahan-lahan tampaknya semakin

(4)

4

memancarkan gejolak kejiwaan seolah-olah ingin memberontak dari kungkungan ketenangan batin yang dialaminya.

GAMBAR 1

“Putri Karo” Karya Rasinta Tarigan (uk. 60 x 90 cm)

(sumber foto : Rudini)

Lukisan ”Putri Karo”, Rasinta menggambarkan sosok putri Karo yang mengenakan pakaian adat Karo, figur dari putri Karo dideformasi Rasinta nyaris hanya menampilkan wajahnya saja. Sedangkan pada bagian tubuh tinggal berupa bidang-bidang segitiga bahkan bentuk segiempat, bentuk tersebut mendominasi keseluruhan lukisan, dan warna yang dituangkan rasinta dalam lukisan ini dominan warna-warna gelap seperti biru tua, coklat dan hitam. Warna putih hanya dibagian tengah lukisan, cahaya putih itu mencerminkan kesucian seorang putri Karo. Goresan-goresan garisnya yang membentuk ke setiap sisi kanvasnya, garis-garis simpang siur dalam perpaduan warna keras dan lembut didalam bidang-bidang yang bersegi, rasinta berproses dalam ritme-ritme warna serta kesederhanaan bentuk dalam lukisannya. Dari lukisan yang diciptakan rasinta dengan bahan cat minyak diatas kanvas ini Rasinta mengatakan “yang terpenting dari lukisan bukanlah komposisi suatu objek, tetapi ekspresi spontan yang langsung dari hati atau perasaan”. Kita bisa menyaksikan bagaimana Rasinta berupaya mengubah bentuk seorang putri Karo dalam sosok (figur) yang tidak anatomis. Ada upaya mengembalian bentuk putri Karo tersebut kepada bentuk dasar geometris, walaupun tidak sepenuhnya. Konsep intelektualitas dengan geometrisasinya mengarah kepada

(5)

5

penyederhanaan bentuk yang menuju persepsi ruang jelajah mata yang kompleks. Kompleksitas bentuk dan ruang seakan dipadatkan dengan permainan garis dan bentuk.

Rasinta banyak memulaskan sapuan kuas kasar untuk membuat nuansa warna dan kesan kepejalan suatu bidang geometris. Menurut Rasinta visualisasi segitiga merupakan bahasa rupa dalam penjelajahan ekspresinya, bentuk yang bersegi seakan memberi respon dari sebuah dinamika dalam tatanan kedalaman dimensi. Pengembangan imajinasi dalam mengeksplorasi bentuk untuk memenuhi kebutuhan ungkapan simbolis, bagi rasinta persentuhan dengan akar/seni tradisi itu bukan sebatas pengambilan bentuk atau latar karya saja, namun lebih jauh memasuki segi esensial atau nilai substansial dari budaya tradisi itu sendiri. Pengaruh lingkungan kehidupan budaya Karo, jelas terasa pada obyek dan komposisi lukisan Rasinta. Ungkapan visualisasi Rasinta menjadi bahasa ekspresi yang dipadukan dengan objek-objek tentang kehidupan budaya. Kekentalannya terhadap budaya Karo yang dijabarkan dengan warna-warna gelap, nuansa budaya yang memberi penekanan pada kedalaman dimensi. Permainan susunan bentuk geometris dari berbagai benda ini didorong oleh ide kreatif Rasinta. Kepekaan Rasinta dalam mengamati kehidupan lingkungan budaya dan kesehariannya memberi konstribusi dalam perjalanan seni lukisnya.

RASINTA TARIGAN

Rasinta Tarigan lahir 30 Agustus 1941 di Kabanjahe Kabupaten Karo, anak pertama dari tiga bersaudara. Studio kerja merangkap rumah tinggalnya di Jalan Dr. Sumarsono no. 40 Kampus USU. Kemudian menikah dengan Rehulina Ginting 30 April 1976. Pasangan ini dikaruniai 3 orang anak yaitu Revita Kristina (meninggal karena menderita leukemia), Ravina dan Gita.

Tahun 1949 bersekolah di SR Sibolangit, kemudian melanjutkan di SMP Nasrani Jalan Candi Biara tahun 1955. Tahun 1958 meneruskan sekolah ke SMA I. Setelah menyelesaikan SMA pada tahun 1962, ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Studinya berlanjut hingga jenjang doktoral (S3) di Deutsche Akademische Austausch Dients (DAAD) Jerman.

Sejak kecil Rasinta Tarigan sangat menyukai lukisan dan juga komik. Kegemarannya tersebut di tuangkannya dalam komik yang dibuatnya sendiri yang berjudul “Patisumus” dan “Hutan Larangan”. Karena keinginannya yang kuat, ia sempat mengenyam pendidikan seni di ASRI Yogya, jurusan Ilustrasi tahun1963-1964. Rasinta tidak membuang kesempatannya ketika beberapa kali mendapat beasiswa DAAD ke Jerman, ia mengunjungi museum- museum seni di Eropa, museum Kuala Lumpur, Thailand dan Singapura.

Tahun 1970–an Rasinta Tarigan masih melukis menggunakan gaya realis karena hampir semua lukisan-lukisan potret yang dibuatnya menunjukkan keterampilannya yang cukup baik. Namun akibat suatu kejadian yang menimpa keluarganya, putri pertamanya meninggal akibat leukimia yang dideritanya. Kejadian itu berawal dari mitos yang mengatakan “jika seorang pelukis melukis anggota keluarganya sendiri maka orang yang dilukis tersebut akan meninggal” seolah-olah jiwa orang yang dilukis tersebut tersedot ke dalam lukisan. Dan hal tersebut telah menimpa temannya yang melukis kedua anaknya, setelah lukisan itu selesai, kedua anak temannya itu meninggal akibat kecelakaan. Awalnya Rasinta tidak percaya mitos seperti itu, hingga kejadian tersebut benar-benar menimpanya. Ketika lukisan potret wajah anaknya yang pertama selesai, anaknya pun jatuh sakit dan kemudian meninggal. Sejak itulah Rasinta mulai beralih aliran mengarah ke Kubisme demi menghindari hal itu terjadi lagi dan dalam lukisannya lebih mengutamakan tema budaya Karo.

(6)

6

Rasinta Tarigan telah melakukan pameran tunggal sebanyak sembilan kali dan pameran bersama di berbagai kota seperti Medan, Jakarta Padang, Banda Aceh dan Solo, serta sampai ke luar negeri yaitu Jerman. Karya-karya Rasinta Tarigan pun tidak sedikit yang dikoleksi oleh kolektor-kolektor seni.

HASIL PENELITIAN

Data penelitian karya Rasinta diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya berdasarkan metode observasi atau observation (peninjauan studio dan galeri), dokumentasi atau

documentation (membuktikan kebenaran lukisan dengan memfotonya) dan wawancara atau interview (percakapan dengan maksud untuk meminta keterangan). Semua metode ini

memfokuskan pada pelukis Rasinta Tarigan secara langsung.

Penganalisisan hasil penelitian diperoleh dari dokumentasi karya lukisan Rasinta Tarigan dengan teori Kubisme melalui media kamera diambil dengan metode sampel foto lukisannya sebanyak 20 karya yang telah dipilih berdasarkan ketentuan-ketentuan karya yang diteliti dan dianggap dapat mewakili keseluruhan lukisan Rasinta Tarigan.

TABEL 1

Lukisan Rasinta Tarigan

No Judul Lukisan Ukuran Tahun Bahan

1 Model 60 x 90 cm 1990 Oil on Canvas 2 Putri Karo 60 x 90 cm 1991 Oil on Canvas 3 Pengantin Karo 70 x 92 cm 1991 Oil on Canvas 4 Jesus ke Tanah Karo 100 x 220 cm 1991 Oil on Canvas 5 Ersurdam 50 x 65 cm 1993 Oil on Canvas 6 Penjual Jamu 60 x 90 cm 1993 Oil on Canvas 7 Wajah 110 x 130 cm 1996 Oil on Canvas 8 Buah-buahan 120 x 135 cm 1996 Oil on Canvas 9 Penari 100 x 90 cm 1998 Oil on Canvas 10 Tunggal Panaluan 120 x 125 cm 1998 Oil on Canvas 11 Ornamen Karo 120 x 120 cm 1998 Oil on Canvas 12 Kampil Karo 100 x 115 cm 2001 Oil on Canvas 13 Kampung Karo 100 x 100 cm 2001 Oil on Canvas 14 Kantor Pos Medan 110 x 100 cm 2002 Oil on Canvas 15 Ke Pekan 95 x 100 cm 2002 Oil on Canvas 16 Wanita Karo 100 x 90 cm 2003 Oil on Canvas 17 Sampan-sampan 120 x 120 cm 2003 Oil on Canvas 18 Tiga Gadis Karo 120 x 110 cm 2003 Oil on Canvas 19 Ersurdam 2 100 x 100 cm 2003 Oil on Canvas 20 Ikan-ikan 120 x 120 cm 2006 Oil on Canvas

(7)

7 ANALISIS DATA

Data yang terkumpul dari berbagai teknik pengumpulan data dengan mengidentifikasikannya ke dalam pola, urutan data atau kategori, agar data tersebut dapat dijelaskan dan dipahami. Adapun langkah-langkah analisis tersebut:

a. Bentuk Karya Seni Lukis Rasinta Tarigan

Karya seni lukis Rasinta Tarigan memiliki objek terutama kegiatan sehari-hari masyarakat etnis Karo dengan penguraian objek menjadi bidang-bidang segitiga. Bentuk objek yang ditransformasikan menjadi bidang-bidang segitiga dalam karya seni lukis Rasinta Tarigan mempunyai gaya yang khas. Bidang-bidang segitiga tersebut menurutnya sebagai simbol

Trinity yang merupakan tiga unsur kekuatan yang ada di alam, yaitu manusia, alam

lingkungan, dan Sang Pencipta.

Pemunculan bidang-bidang segitiga ini lebih didorong oleh apresiasinya terhadap lambang “Ketigaan” yang sangat banyak dikenal pada masyarakat Indonesia dan Sumatera Utara seperti “Dalihan Natolu” pada masyarakat Batak Toba, “Rakut Sitelu” pada masyarakat Batak Karo, “Tri Murti” pada masyarakat beragama Hindu dan “Trinitas” pada masyarakat Nasrani.

Dalam komposisi bentuk segitiga itu, sering pula ditambah figur manusia yang mengutamakan budaya tanah Karo. Penggambaran figur-figur ini untuk menjelaskan secara gamblang budaya tanah asalnya. Pada hampir semua lukisan Rasinta Tarigan ada pantulan sinar yang menggambarkan harapan cerah, menggambarkan sinar kehidupan dan terangnya jalan hari ke depan.

Berdasarkan dokumentasi dan hasil analisis data bahwa karya seni lukis Rasinta Tarigan sebagian besar objeknya melukiskan budaya masyarakat Karo seperti wanita Karo, pengantin Karo, rumah adat Karo dan juga kegiatan masyarakat Karo di pasar.

b. Warna Lukisan Karya Rasinta Tarigan

Warna yang digunakan yakni pencampuran warna dasar untuk menghasilkan warna-warna yang sesuai dengan warna yang diinginkan Rasinta Tarigan. Dalam hal pewarnaan Rasinta Tarigan menggunakan warna biru gelap untuk menghasilkan warna gelap dan warna terang dihasilkan dari warna primer yaitu merah, kuning dan biru (biru campuran putih). Karya seni lukis Rasinta Tarigan lebih dominan menggunakan warna biru dan tidak sedikit juga warna merah yang tampil dalam lukisannya. Kesan terang dalam lukisannya, Rasinta Tarigan menggunakn warna putih, kuning ataupun merah.

(8)

8 Lukisan “Model”

GAMBAR 2

“Model” Karya Rasinta Tarigan Uk. 60 x 90 cm

(sumber foto : Rudini, 2012)

Lukisan yang berjudul “Model”, Rasinta menggambarkan figur seorang wanita telanjang dada, dengan latar belakang garis-garis simpang siur menjadi bidang-bidang segitiga, yang dipadukan dengan warna biru. Kita bisa menyaksikan bagaimana Rasinta berupaya mengubah bentuk model dalam sosok (figur) yang tidak anatomis. Ada upaya mengembalikan bentuk model itu kepada bentuk dasar geometris, walaupu tidak sepenuhnya. Dan citra imitatif objeknya terwujud samar dari paduan unsur-unsur bentuk geometris dan bentuk sembarang pada lukisannya, figur imitatif dari model tinggal nampak kesan-kesannya saja, menurut Rasinta komposisi tidak harus dikendalikan oleh motif di alam, tetapi bisa dibentuk oleh pola geometri dari warna. Itulah yang tampak pada lukisan “Model” yang diciptakan pada tahun 1990 diatas kanvas dengan bahan cat minyak. Warna dan bentuk diolah secara harmonis dalam kesatuan komposisi highly organized. Konsep intelektualitas dengan geometrisasinya mengarah kepada penyederhanaan bentuk yang menuju persepsi ruang jelajah mata yang kompleks. Kompleksitas bentuk dan ruang seakan dipadatkan dengan permainan garis dan bentuk. Rasinta banyak memulaskan sapuan kuas kasar untuk membuat nuansa warna dan kesan kepejalan suatu bidang geometris. Warna monokromatis yang redup menjadi latar depan dan belakang lukisan.

Jika dilihat dari teori Kubisme, lukisan “Model” belum termasuk dalam karakteristik teori lukisan beraliran Kubisme, namun mendekati tahap analitik, adanya tanda-tanda analisis pada sosok model menjadi susunan bidang-bidang geometrik, pada lukisan ini kesan-kesan cahaya masih dominan dimunculkan, juga masih terlihat dari satu sudut pandang. Dalam teori Kubisme tahap analitik kesan cahaya dan perspektif tidak dimunculkan lagi. Objek lukisan

(9)

9

kadang-kadang setengah tampak digambar dari depan persis, sedangkan setengahnya lagi dilihat dari belakang atau samping.

Temuan Penelitian

Penelitian ini menunjukkan hasil yang merupakan temuan penelitian antara lain :

1. Karya lukis Rasinta Tarigan cenderung menggunakan bidang-bidang segitiga yang bertebaran di atas permukaan kanvas.

2. Perbedaan antara lukisan Rasinta dengan teori Kubisme yaitu pada lukisan Kubisme lebih menampilkan dimensi ruang, sedangkan lukisan Rasinta hanya menguraikan struktur-struktur dari objek yang dilukis menjadi bidang-bidang segitiga tanpa adanya kesan dimensi dan hanya telihat flat (datar).

3. Arti bidang-bidang segitiga yang ada pada lukisan Rasinta sebagai simbol trinitas yaitu tiga unsur kekuatan yang ada di alam antara lain manusia, alam lingkungan dan Sang Pencipta. Arti lain dari bidang-bidang segitiga juga merupakan tiga warna dasar, trimurti,

trisula dan sebagainya.

4. Teori dalam lukisan Kubisme merupakan penguraian struktur menjadi kubus-kubus dan segitiga yang mempunyai dimensi lain dari naturalnya menjadi struktur analisis dan sintesis. Lukisan Rasinta hanya pemecahan objek menjadi bentuk kubus dan segitiga serta memautkan satu elemen dengan elemen lain dengan garis-garis serta warna-warna yang harmonis.

5. Karya Rasinta bertemakan budaya Karo yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Karo pada umumnya.

6. Karya Rasinta sering menampilkan warna biru gelap dalam tiap lukisannya.

TABEL 2

Perbedaan Karya Rasinta dengan Teori Kubisme

No Karya Seni Lukis Rasinta Teori Kubisme

1 Penggambaran objek merupakan penguraian bidang-bidang segitiga. Bidang-bidang segitiga pada lukisan Rasinta memiliki makna

trinitas, tiga warna dasar, trimurti,

atau trisula dimaknai sebagai Sang Pencipta-alam-manusia.

Penggambaran objek merupakan bidang-bidang geometrik.

2 Dalam lukisan Rasinta tidak terdapat dimensi ruang dan waktu dan hanya terkesan flat (datar).

Dalam lukisan Kubisme adanya kesan dimensi ruang dan waktu.

3 Hanya mendekati karya beraliran Kubisme analitis dan Kubisme sintesis.

Menampilkan Kubisme analitis ataupun Kubisme sintesis.

4 Lukisan Rasinta hanya pemecahan serta menautkan satu elemen dengan elemen lainnya.

Penguraian struktur menjadi kubus-kubus yang mempunyai dimensi lain dari naturalnya menjadi struktur analisis dan sintesis.

5 Performance Rasinta ketika proses

melukis dilakukan dengan cara menyususn dominasi potongan-potongan kecil, bidang-bidang segitiga, dan harmonisasi

Mengutamakan bentuk alam, artinya tidak menghadirkan bentuk yang dilihat melainkan melukiskan setelah dianalisis. Memecah objek dari beberapa sudut pandang kemudian

(10)

10

komposisi warna. disusun kembali. kemudian bidang-bidang warna disusun membentuk objek tertentu.

PENUTUP A. Kesimpulan

1. Perbedaan antara lukisan Rasinta dengan teori Kubisme yaitu pada lukisan Kubisme lebih menampilkan dimensi ruang, sedangkan lukisan Rasinta hanya menguraikan struktur-struktur dari objek yang dilukis menjadi bidang-bidang segitiga tanpa adanya kesan dimensi dan hanya telihat flat (datar).

2. Karya lukis Rasinta Tarigan cenderung menggunakan bidang-bidang segitiga yang bertebaran di atas permukaan kanvas.

3. Persamaan bidang-bidang lukisan Rasinta Tarigan dengan teori lukisan Kubisme sama-sama mencerminkan Piktorial dan Abstrak.

4. Susunan bidang-bidang segitiga lukisan Rasinta Tarigan terbentuk dari penerapan garis-garis simpang siur.

5. Arti bidang-bidang segitiga yang ada pada lukisan Rasinta sebagai simbol trinitas yaitu tiga unsur kekuatan yang ada di alam antara lain manusia, alam lingkungan dan Sang Pencipta. Arti lain dari bidang-bidang segitiga juga merupakan tiga warna dasar,

trimurti, trisula dan sebagainya.

6. Karya Rasinta bertemakan budaya Karo yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Karo pada umumnya.

7. Dalam teori Kubisme cenderung mengungkapkan alam benda, manusia dan lingkungannya, sedangkan ide lukisan Kubisme Rasinta Tarigan mengungkapkan tiga unsur kekuatan yang ada di alam yaitu manusia, alam lingkungan , dan Sang Pancipta.

B. Saran

1. Bagi pembaca yang membutuhkan sumber acuan dan sumber kreatif budaya Karo, maka penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi.

2. Agar Pemerintah Daerah memperhatikan pengembangan karya lukisan Rasinta Tarigan yang melestarikan budaya Karo.

3. Karya seni lukis Kubisme Rasinta Tarigan yang mengangkat tema budaya kehidupan masyarakat Karo agar budaya Karo tersebut tetap dapat dilestarikan dengan mengabadikannya lewat lukisan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni : Wacana, Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Dempsey, Amy. 2002. Styles, Schools, and Movements An Encyclopaedic Guide to Modern

Art. London : Thames and Hudson, Inc.

Fichner, Louis. 1986. Understanding Art Third Edition. New Jersey : Prentice Hall, Inc.

(11)

11

Hunter, Sam and John Jacobus. 1992. Modern Art Third Edition : Painting, Sculpture,

Architecture. New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Noer, Rusmin. 1992. Tidak Memiliki Objek Terlalu Banyak. Harian Analisa, Medan.

Nursantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Priyatno, Agus. 2005. “Pengaruh Islam Terhadap Aspek Visual dan Ide seni Lukis Modern di Indonesia”. Jurnal Seni Rupa FBS – UNIMED, Vol 2 (2) ; 101-102.

Sachari, Agus. 2004. Seni Rupa dan Desain : Membangun Kreativitas Dan Kompetensi. Jakarta : Erlangga.

Sitepu, M.B. 1996. Rasinta Tarigan Kanvaskan Karo Lewat Mata Batin. Sinar Indonesia

Baru, Medan.

Stangos, Nikos. Concepts of Modern Art. London : Thames and Hudson, Inc.

Sylvester, David. Ed. 1993. Modern Book from Fauvism to Abstractpressionism. London : Groiler.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamatan harmonisasi pada lukisan, dalam aspek garis, garis didominan menggunakan garis nyata dan selebihnya garis kontur semu,

kelangsungan hidup manusia. Abstraksi-abstrak dalam progresi ritme, bentuk dan ruang, dalam penelitian ini dimaknai sebagai suatu visualisasi alam semesta yang

Di dalam tingkat penelitian yang sederhana, untuk penggambaran diagram Feynman pada kasus teori Ë 3 di dalam ruang tiga dimensi fungsi generasi Z[J] merupakan

Perkembangan Gaya Lukisan Made Wianta di Tinjau Dari Dimensi Seni Kontemporer (Tesis). Gaya yang dihasilkan oleh Karyanya Wianta merupakan, sebuah bentuk yang bisa masuk

Perbedaan tersebut memiliki keterkaitan dengan karakteristik tahap berpikir dalam teori Van Hiele yaitu tahapan-tahapan berpikir Van Hiele terjadi secara berurutan,

Telah melakukan perbaikan terhadap tesis yang berjudul "Analisis Performance Based Budgeting Berdasarkan Teori Institusional Pada Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang

Di dalam tingkat penelitian yang sederhana, untuk penggambaran diagram Feynman pada kasus teori ϕ 3 di dalam ruang tiga dimensi fungsi generasi Z[J] merupakan

1. Dimensi perabot yang digunakan di ruang teori Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta sebagian belum sesuai dengan standar perhitungan antropometrik. Hanya beberapa