• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK SARI MEDIKA PERIODE JANUARI-MEI 2016 ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK SARI MEDIKA PERIODE JANUARI-MEI 2016 ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES

MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK

SARI MEDIKA PERIODE JANUARI-MEI 2016

ARTIKEL ILMIAH

Oleh

PUJI HAYU HASTUTI

NIM. 050112a070

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

(2)
(3)

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK SARI MEDIKA

PERIODE JANUARI-MEI 2016

Puji Hayu Hastuti

Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Email : pujihayuhastuti32@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang

ditandai oleh adanya kadar glukosa darah yang tinggi yang disebabkan oleh kekurangan hormon pengatur kadar glukosa darah (insulin). Tingginya angka kejadian serta pentingnya penanganan secara tepat terhadap penyakit diabetes melitus dan komplikasi yang ditimbulkannya, maka terapi diabetes melitus harus dilakukan secara rasional. Kerasionalan pengobatan terdiri atas ketepatan terapi yang dipengaruhi proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerasionalan pengobatan

penyakit diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa.

Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dan

menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan observasi, pengumpulan data sekaligus pada satu waktu dan menggunakan data yang lalu.

Hasil :Sebanyak 33 kasus tepat indikasi (100%), 13 kasus tepat obat (39,39%), 20

kasus tidak tepat obat (60,61%), 12 kasus tepat dosis untuk obat hipoglikemik oral (100%),tepat pasien (96,97%), sedangkan dari 33 kasus terdapat interaksi sebanyak 1 kasus (3,03%).

Simpulan :Kerasionalan penggunaan antidiabetik berdasarkan parameter tepat

indikasi dan tepat dosis,sebanyak 33 kasus (100%), tepat pasien sebanyak 96,97%, sedangkan tepat obat dan interaksi obat masing-masing sebesar 39,39% dan 3,03%.

Kata kunci :Kerasionalan pengobatan, diabetes melitus tipe II, Klinik Sari

Medika

(4)

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus (DM) is a group of symptoms characterized by

the presence of high blood glucose levels caused by a deficiency of the hormone regulating blood glucose levels (insulin). Because of high number of events and the importance of proper handling for diabetes mellitus and complications caused by it, the treatment of diabetes mellitus should be done rationally. The rationale for the treatment consists of precision therapy influenced by the process of diagnosis, selection of treatment, therapy, and therapy evaluation.

Objectives : This study aims to evaluate the rationale of the treatment of type II

diabetes mellitus in hospitalized patients in Sari Medika Clinic Ambarawa.

Method : The method used non-experimental and retrospective approach, the

research was done by the approach of observation, data collection at one time and previous data.

Results : Total of 33 cases of appropriate indications (100%), 13 cases of

appropriate medication (39.39%), 20 cases of improper medication (60.61%), 12 cases of the proper dosage for oral hypoglycemic drugs (100%), the proper patients (96,97%), whereas there was an interaction of 33 cases as many as 1 case (3.03%).

Conclusion :The rationale for the use of antidiabetic based on parameters of

appropriate indications and the exact dosage, gets a total of 33 cases (100%), the proper patients (96,97%), while the proper drug and drug interactions are respectively by 39.39% and 3.03%.

Keywords : The rationale for the treatment of type II diabetes mellitus, Sari

Medika Clinic

(5)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevelensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia. World health organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil penelitian diberbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevelensi diabetes melitus tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevelensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevelensi diabetes melitus 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7 pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta (Perkeni, 2011).

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh adanya kadar glukosa darah yang tinggi yang disebabkan oleh kekurangan hormon pengatur kadar glukosa darah (insulin), baik secara mutlak, yaitu memang kadarnya berkurang atau relatif yaitu jumlah insulinnya mencukupi tetapi kerja dari insulin yang kurang baik dalam mengatur kadar gukosa darah agar selalu normal (Waspadji, 2007)

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah, dengan akibat terjadinya kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh. Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah kerusakan mata, otak, jantung, ginjal, dan ulkus diabetik (Darmono, 2007).

Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, peresepan secara rasional bila sesuai dengan indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan aturan pakai. Menurut WHO, pemakaian obat secara rasional bila sesuai dengan indikasi penyakit atau penegakan diagnosis, tersedia setiap saat dengan harga terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama pemberian yang tepat, dan obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin, dan aman. Pemakaian obat secara tidak rasional menyebabkan banyak kerugian, antara lain dampak ekonomi, dampak klinis (penyakit tidak sembuh atau makin parah dan memicu timbulnya efek samping obat) dan dampak psikososial (masyarakat menjadi tergantung pada terapi dengan obat, padahal ada pilihan tindakan lain tanpa obat dengan keberhasilan yang sama) (Donatus, 1997).

(6)

Tingginya angka kejadian serta pentingnya penanganan secara tepat terhadap penyakit diabetes melitus dan komplikasi yang ditimbulkannya, maka terapi diabetes melitus harus dilakukan secara rasional. Kerasionalan pengobatan terdiri atas ketepatan terapi yang dipengaruhi proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi.

2. Tujuan penelitian A. Tujuan umum :

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerasionalan pengobatan penyakit diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa.

B. Tujuan khusus :

Untuk melihat pengobatan serta membandingkan kerasionalan pengobatan diabetes melitus tipe 2 di Klinik Sari Medika Ambarawa yang meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan interaksi antidiabetik oral maupun suntik dengan obat lain berdasarkan buku panduan Standar Pengelolaan Diabetes Melitus Menurut Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II Di Indonesia Tahun 2011 (Perkeni, 2011).

B. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat non eksperimental dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada satu waktu dan menggunakan data yang lalu (Notoatmodjo, 2012).Penelitian dilakukan pada bulan januari sampai mei 2016 di bagian rekam medik Klinik Sari Medika Ambarawa. Data yang diperoleh dianalisis melalui prosedur analisis univariat.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pasien rawat inap dengan diagnosa diabetes melitus tipe II di Klinik Sari Medika Ambarawa pada bulan Januari-Mei 2016 yaitu sebanyak 43 pasien.Berikut adalah kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini :

a. Kriteria inklusi

1) Pasien rawat inap dengan diagnosisutama diabetes melitus tipe II periode Januari-Mei 2016 dengan atau tanpa penyakit penyerta. 2) Memiliki data rekam medik yang lengkap (meliputi : nomor data

rekam medik, identitas pasien (inisial, jenis kelamin, umur) tanggal masuk, tanggal keluar, status pelayanan, diagnosis penyerta, status pulang, diagnosis, nama antidiabetik dan obat lain yang digunakan, dosis, rute peggunaan, lama pemberian) dan terbaca.

3) Pasien berusia 30-60 tahun. b. Kriteria eksklusi

1) Pasien dengan diagnosis infeksi. 2) Pasien dengan diagnosis stroke.

(7)

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Pasien

Distribusi pasien diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa periode Januari – Mei 2016 berdasarkan umur tersaji pada Tabel 4.1. Kasus diabetes mellitus tipe II di Klinik Sari Medika Ambarawa periode Januari – Mei 2016 paling banyak terjadi pada umur 51-60 tahun yaitu sebanyak 17 pasien (51,52%). Data ini sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes Association (ADA) bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2004).

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada pasien Rawat Inap di klinik Sari Medika Ambarawa periode

Januari-Mei 2016

Karakteristik Jumlah pasien Persentase (%) Usia 30 – 40 1 3,03 41 – 50 15 45,45 51 – 60 17 51,52 Total 33 100 Jenis kelamin Laki-laki 15 45,45 Perempuan 18 54,55 Total 33 100 Diagnosis

DM tipe II tanpa penyakit penyerta

2 6,06

DM tipe II dengan penyakit penyerta

31 93,94

Total 33 100

Berdasarkan karakteristik dari jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa prevalensi kejadian DM tipe II pada perempuan lebih tinggi (54,55%) dibandingkan laki-laki (45,45%). Hal ini dikarenakan wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar, sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (Irawan, 2010).

Terdapat 33 pasien yang terdiri dari 6,06 % kasus dengan diagnosis tanpa penyakit penyerta dan 93,94 % kasus dengan diagnosis yang disertai dengan penyakit penyerta (tabel 4.1).

2. Pola Pengobatan pasien diabetesmelitus tipe II

Pengobatan diabetes melitus tipe II pada pasien yang menjalani perawatan di Klinik Sari Medika Ambarawa periode Januari-Mei 2016 yang digunakan meliputi golongan sulfonilurea, biguanid, insulin atau

(8)

kombinasi dari obat tersebut (tabel 4.3). Obat hipoglikemik parenteral yang paling banyak digunakan di Klinik Sari Medika adalah jenis insulin (novorapid) yaitu sebanyak 36,36% sedangkan obat hipoglikemik oral yang paling banyak adalah dari golongan biguanid yaitu metformin sebanyak 18,18 %.

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Anonim,2005).

Tabel 4.3 Karakteristik penggunaan obat antidiabetik pada pasien diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari

Medika Ambarawa periode Januari-Mei 2016

Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase (%) Sulfonilurea Glimepiride 3 9.09 Biguanid Metformin 6 18,18 Insulin Levemir 5 15,15 Novorapid 12 36,36 Kombinasi 2 obat Glimepiride + metformin 1 3,03 Metformin + novorapid 1 3,03 Metformin + levemir 2 6,06 Novorapid + levemir 1 3,03 Kombinasi 3 obat Metformin + glimepiride + acarbose 1 3,03 Glibenclamide + glimepiride + metformin 1 3,03 Total 33 100

3. Evaluasi kerasionalan pengobatan pasien diabetes melitus tipe II a. Tepat indikasi

Tepat indikasi merupakan pemberian obat yang sesuai dengan ketepatan diagnosis dan keluhan dari pasien. Tepat indikasi

(9)

dalam pengobatan penyakit Diabetes Melitus yaitu ketepatan dalam penggunaan obat antidiabetetik berdasarkan diagnosis yang ditetapkanoleh dokter pada berkas lembar rekam medik sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah yang melewati batas rentang normal atau kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL. Menurut perkeni tahun 2011 diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Yang pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus. Kedua pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan yang ketiga tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memeliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Berdasarkan hasil penelitian dari berkas rekam medik yang dikaji berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2011, jumlah pasien yang terdiagnosis penyakit DM tipe II berjumlah 33 pasien, untuk pasien yang memenuhi kriteria kerasionalan pengobatan berupa tepat indikasi berjumlah sebanyak 33 pasien (100 %).

b. Tepat obat

Untuk parameter tepat obat golongan antidiabetik oral yang digunakan pada pasien diabetes melitus tipe II seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5, dimana terapi diabetes ini lebih banyak menggunakan terapi oral metformin. Menurut perkeni 2011 pada bagan Algoritma yaitu terapi utama yang digunakan pada pengobatan ini menggunakan antidiabetik oral yang merupakan golongan dari biguanid yaitu metformin, terapi ini digunakan berdasarkan efektivitas, harga, serta tidak menyebabkan hipoglikemia. Pada tabel 4.5 dapat dilihat penggunaan obat antidiabetik untuk pengobatan penyakit Diabetes Melitus tipe II yang paling banyak digunakan yaitu insulin sebanyak 17 (pasien yang terdiri dari penggunaan novorapid dan levemir). Ketepatan penggunaan obat diabetes melitus tipe II di Klinik Sari Medika ambarawa selama bulan Januari - Mei 2016 sebanyak 39,39%. Sedangkan sebanyak 60,61 % dinyatakan tidak tepat obat.

Pemberian insulin tunggal pada kasus disini dikatakan tidak tepat obat karena menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia Tahun 2011 pada bagan algoritma pemberian insulin harus dikombinasi dengan OHO atau insulin intensif (kombinasi antara basal insulin dan insulin

(10)

pandrial). Sedangkan kombinasi insulin dan OHO yang ada juga tidak tepat obat karena tidak sesuai dengan algoritma. Dijelaskan pada algoritma kombinasi insulin dan OHO yang benar adalah basal insulin dengan kombinasi 2 OHO sedangkan pada kasus ini OHO yang digunakan hanya 1. Penentuan tepat obat sesuai algoritma harusnya menggunakan data HbA1c untuk menentukan kelas terapi masing-masing pasien akan tetapi pada penelitian ini tidak dapat dilakukan karena data rekam medik yang dikaji tidak mencantumkan hasil pengukuran HbA1c, sehingga analisis tepat obat hanya dilakukan pada obat hipoglikemik oral saja.

Tabel 4.5 Ketepatan pemilihan obat pada pasien diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari

Mediaka Ambarawa periode Januari-Mei 2016 menurut PERKENI 2011

Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus S TS Sulfonilurea Glimepiride 3 3 - Biguanid Metformin 6 6 - Insulin Levemir 5 - 5 Novorapid 12 - 12 Kombinasi 2 obat Glimepiride + metformin 1 1 - Metformin + novorapid 1 - 1 Metformin + levemir 2 - 2 Novorapid + levemir 1 1 - Kombinasi 3 obat Metformin + glimepiride + acarbose 1 1 - Glibenclamide + glimepiride + metformin 1 1 - Total 33 13 20

(11)

c. Tepat pasien

Tabel 4.7 Ketepatan pasien menurut Drug Information

Handbook 2015

Jenis obat Jumlah kasus Sesuai Tidak sesuai Glimepiride 3 3 - Metformin 6 5 1 Levemir 5 5 - Novorapid 12 12 - Kombinasi 2 obat Glimepiride + metformin 1 1 - Metformin + novorapid 1 1 - Metformin + levemir 2 2 - Novorapid + levemir 1 1 - Kombinasi 3 obat Metformin + glimepiride + acarbose 1 1 - Glibenclamide + glimepiride + metformin 1 1 - Total 33 32 1

Berdasarkan data rekam medik yang didapat, maka pasien diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa periode januari-mei 2016 memiliki kontraindikasi dengan obat antidiabetik oral yang digunakan untuk terapi diabetes melitus. Hal ini tersaji pada tabel 4.7.

Penggunaan antidiabetik oral yaitu metformin di Klinik Sari Medika Ambarawa sebanyak 6 kasus dan memiliki kesesuaian pasien sebesar 96,97% karena 1 pasien dari enam kasus tersebut memiliki penyakit penyerta berupa CKD. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Dalam drug information handbook 2015 disebutkan bahwa metfotmin kontraindikasi terhadap penyakit ginjal atau disfungsi ginjal (serum kreatinin ≥1,5 mg / dL pada pria atau ≥1,4 mg / dL pada wanita) atau kreatinin normal dari setiap penyebab, shock, infark miokard akut, atau septicemia, asidosis metabolik kronis

(12)

atau akut dengan atau tanpa koma (termasuk diabetic ketoacidosis). Pada pengunaan glimepiride sebanyak 3 pasien memiliki kesesuaian pasien sebesar 100% ketiganya tidak memiliki diabetic ketoacidosis (dengan atau tanpa koma), kehamilan, menyusui, diabetes tipe 1, gangguan ginjal atau hati berat. Pada pengunaan metformin yang dikombinasi dengan antidiabetik oral lain maupun insulin memiliki kesesuaian pasien sebesar 100% berdasarkan Drug Information Handbook 2015. Pada penggunaan insulin tunggal maupun kombinasi memiliki kesesuaian pasien sebesar 100%.

d. Tepat dosis

Tabel 4.5 Ketepatan pemilihan obat pada pasien diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Mediaka

Ambarawa periode Januari-Mei 2016 menurut PERKENI 2011

Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus S TS Sulfonilurea Glimepiride 3 3 - Biguanid Metformin 6 6 - Insulin Levemir 5 - 5 Novorapid 12 - 12 Kombinasi 2 obat Glimepiride + metformin 1 1 - Metformin + novorapid 1 - 1 Metformin + levemir 2 - 2 Novorapid + levemir 1 1 - Kombinasi 3 obat Metformin + glimepiride + acarbose 1 1 - Glibenclamide + glimepiride + metformin 1 1 - Total 33 13 20

Keterangan : S = Sesuai; TS = Tidak Sesuai

Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa pengobatan diabetes melitus tipe II pada pasien rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa periode januari-mei 2016

(13)

menurut Drug Information Handbook 2012 berdasarkan kriteria kerasionalan tepat dosis penggunaan OHO maupun kombinasinya dinyatakan memenuhi kriteria sebesar 100%. Sedangkan untuk penggunaan insulin tidak dapat diidentifikasi atau datanya tidak dapat diolah karena data yang dibutuhkan tidak memenuhi, seperti data berat badan pasien dan pengukuran gula darah puasa. Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia Tahun 2011 Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini.

e. Interaksi obat

Interaksi obat terjadi bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih obat berubah.

Interaksi obat yang ditemukan pada pengobatan diabetes mellitus tipe II rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa periode januari-mei 2016 sebanyak 1 kasus (3,03%) yaitu pemakaian obat antidiabetik dengan golongan biguanid (metformin) yang berinteraksi dengan golongan Penghambat glukosidase alfa (acarbose). Efek yang ditimbulkan dari interaksi ini adalah timbulnya efek metformin yang mungkin tertunda.

Sedangkan mekanismenya, acarbose dapat menunda penyerapan

metformin di usus.

Berdasarkan Drug Interaction Facts 2012 penggunaan antidiabetik golongan biguanid dan golongan Penghambat glukosidase alfa menyebabkan interaksi potensial dengan signifikansi 5 dan kategori minor, yang berarti efek yang dihasilkan ringan dimana tidak mempengaruhi hasil terapi, biasanya tidak memerlukan pengobatan tambahan (Tatro, 2012).

D. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pengobatan penyakit diabetes melitus tipe II di Klinik Sari Medika Ambarawa, berdasarkan data rekam medik yang telah diamati dan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan literatur (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia Tahun 2011 , Drug Information Handbook 2015, Drug Interaction Facts 2012) sebagai berikut :

1. Penggunaan obat pada penyakit diabetes melitus tipe II di Klinik Sari Medika Ambarwa periode Januari - Mei 2016 sebanyak 9.09% untuk golongan sulfonilurea, 18,18% untuk golongan biguanid, 3,03% glimepiride + metformin, 3,03% metformin + novorapid, 6,06% Metformin + levemir, 3,03% Novorapid + levemir, 3,03% Metformin

(14)

+ glimepiride + acarbose dan 3,03% Glibenclamide + glimepiride + metformin.

2. Kerasionalan penggunaan antidiabetik di Klinik Sari Medika Ambarawa selama bulan Januari - Mei 2016 adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 39,39%, tepat dosis (obat hipoglikemik oral) 100%, tepat pasien 96,97% dan interaksi obat sebanyak 1 kasus (3,03 %) yaitu metformin dengan acarbose.

E. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada ketua program studi farmasi Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M.Kes, dosen pembimbing I Nova Hasana F, S.Farm., M.Sc., Apt, dosen pembimbing II Sikni Retno K, S.Farm., M.Sc., Apt, Klinik Sari Medika beserta karyawan.

F. DAFTAR PUSTAKA

1. ADA (American Diabetes Association). 2004. Diagnosis and Classification of DM. Diabetes Care, vol 27. USA

2. Anonim. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta.

3. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

4. Darmono. 2007. Diabetes Melitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam.CV Agung Semarang.Semarang.

5. Donatus, IA. 1997. Toksikologi Dasar. Depkes RI.Jakarta

6. Hongdiyanto, A; Yamlean; Paulina, VY. dan Supriati ,HS. 2014. Evaluasi kerasionalan pengobatan diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. kandou manado tahun 2013. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – unsrat vol. 3 No. 2 : 85

7. Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). [Thesis]. Universitas Indonesia.

8. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

9. Perkeni. 2011. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2011. PB PERKENI. Semarang.

10. Sari EN dan Perwitasari DA. Rasionalitas pengobatan diabetes melitus tipe 2 di RSUP. Dr. Sardjito dan RS PKU muhammadiyan yogyakarta. UAD Journal: 70.

11. Tatro, DS. 2012. Drug Interaction Facts 2012 : The Authority On Drug Interactions. Wolters Kluwer Health. California

12. Waspadji, S. 2007. Penatalaksanaan DM terpadu. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Nilai serat silase keong mas terendah diperoleh dari kombinasi perlakuan asam format 2,5% tanpa penambahan kultur BAL (A1B0) sedangkan nilai kadar serat

Tujuan penelitian ini antara lain: untuk mengetahui hasil perhitungan gedung graha atmaja setelah direncanakan ulang menjadi 8 lantai terhadap persyaratan kolom kuat balok

Agroindustri pakan ternak terfermentasi memberikan nilai tambah positif untuk setiap kilogram bahan baku yang digunakan, yaitu sebesar Rp 393,48 atau 62,98% dari

16.000.000,00 Belanja Modal Aset Tetap Lainnya - Pengadaan Barang Bercorak Kebudayaan Maket dan Foto.

Secara ulnum, abortus provocatus ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya; minum obat-obatan tertentu dengan tujuan untuk mengakhiri kehamilan, atau

Metode yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan SDM dengan melakukan pelatihan dan pendampingan pemasaran produk bagi pelaku UMKM di Kecamatan Patuk menggunakan sosial

Penerapan konsep Urban yang membentuk sistem masyarakat sebagai objek terhadap aspek sosial serta kaidah arsitektur Tropis dalam menanggapi isu lingkungan dalam