BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan dividend merupakan fungsi yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pendanaan perusahaan, secara khusus pembelanjaan interen perusahaan dan sekaligus sebagai peta atau performance karena melalui kebijakan dividen dapat diketahui pengaruh nilai perusahaan atau harga saham dalam pasar modal.
Untuk menentukan besarnya rasio pembayaran dividen (divident payout
ratio) bermuara kepada dua keputusan penting yaitu : struktur permodalan dan
keputusan investasi.
Kebijakan dividend harus mengakomodasikan kedua kepentingan antara pendanaan perusahaan berupa laba ditahan (retained earnings) dan kepentingan investor berupa dividend yakni laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) baik dalam bentuk tunai (Cash dividend) maupun dividend saham (Stock dividend) (Darmadji, 2001:130).
Selain kepentingan penetapan anggaran permodalan perusahaan, kebijakan dividen juga berhubungan erat dengan kebijakan kesempatan investasi sebab tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dan dengan risiko yang sama. Bilamana Tingkat dividen yang
semakin tinggi dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan dan sebagai akibatnya adalah menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap di dalam perusahaan, berarti bagian dari laba yang tersedia untuk pembayaran dividen akan semakin kecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin tingginya Dividen Payout Ratio (DPR) yang ditetapkan oleh perusahaan, makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan, ini akan menghambat pertumbuhan perusahaan.
Untuk mencapai tujuan kebijakan dividend tersebut, sikap yang dilakukan perusahaan terhadap para investor adalah memaksimumkan harga saham dan menjaga stabilitasnya. Oleh karena itu, aspek penting dalam kebijakan dividend adalah menentukan alokasi laba yang proporsional antara kewajiban pembayaran laba berupa dividend (kepentingan investor) dan keharusan menahan laba (retained
earnings) (Astuti, 2004: 144).
Pertimbangan besarnya dividen payout ini diduga sangat berkaitan dengan
performance keuangan perusahaan. Bila performance keuangan perusahaan bagus,
diharapkan mampu unutuk menetapkan besarnya dividen payout sesuai dengan harapan pemegang saham yaitu mendapatkan dividen dalam jumlah yang besar.
performance keuangan perusahaan dibaca melalui laporan keuangan, dengan
menganalisis rasio keuangan dari laporan keuangan tersebut. Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005:36).
Ketidaksesuaian antara teori dengan data empiris yang ditemukan pada masing masing variabel independent (likuiditas, profitabilitas dan financing) dengan variabel dependent (kebijakan dividen) seperti terlihat pada Tabel 1.1. berikut:
Tabel 1.1. Nilai Rata-rata Cash Position, Debt to Equity Ratio, Return on Assets dan Dividend Payout Ratio Periode 2005-2008
Parameter Tahun
2005 2006 2007 2008 Likuiditas (Cash position) 2.23 1.76 0.97 2.16 Profitabilitas (Return on asset) 0.39 0.5 0.39 0.48 Financing (Debt to equity ratio) 3.84 1.19 2.05 2.87 Dividen (Dividend Payout Ratio) 0.24 0.23 0.24 0.16
Sumber : www.idx.co.id (data diolah)
Laju pertumbuhan rata-rata Cash Position, Debt to Equity Ratio dan Return
on Assets serta Dividend Payout Ratio diilustrasikan sebagai berikut ; Likuiditas
(Cash position) menggambarkan kemampuan membayar dividend. Namun demikian, sepanjang periode 2005 - 2008, terjadi fluktuasi nilai cash position tetapi tidak secara otomatis meningkatkan dividend payout. Pada tahun 2007, terjadi penurunan Cash
position dari 1.76 menjadi 0.97, tetapi justru diikuti dengan kenaikan Dividend Payout Ratio sebesar 0.24 dibanding tahun sebelumnya sebesar 0.23.
Profitabilitas (Return on assets), menunjukkan kemampuan modal yang diinvstasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan. Semakin tinggi
Return on assets maka kemungkinan pembagian dividend juga semakin besar
dari 0.39 menjadi 0.48. Tetapi, dalam kurun waktu yang sama, justru terjadi penurunan nilai Dividend Payout Ratio dari 0.24 menjadi 0.16.
Financing (Debt to equity ratio) mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajibannya melalui modal sendiri. Semakin tinggi kewajiban maka akan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam membayar dividend (Sartono, 2001). Namun sepanjang tahun 2005-2008, terjadi fluktuasi nilai rata-rata yang tidak mempengaruhi besar kecilnya nilai rata-rata Dividend Payout Ratio. Pada tahun 2007-2008, terjadi peningkatan Debt to equity ratio dari 2.05 hingga menjadi 2.87. Tetapi dalam kurun waktu yang sama, justru terjadi penurunan nilai Dividend
Payout Ratio dari 0.24 menjadi 0.16.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa terjadi ketidakonsistenan faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio. Misalnya, semakin tinggi nilai rata-rata cash
position tidak otomatis memberikan nilai Dividend Payout Ratio semakin tinggi,
demikian juga dengan faktor Debt to equity ratio dan Return on assets tidak secara otomatis meningkatkan nilai Dividendt Payout Ratio.
Objek penelitian ini mengambil perusahaan food and beverage yang terdaftar di BEI, dengan pertimbangan adalah sebagai berikut:
1). Ditinjau dari pergerakan sahamnya, jauh lebih stabil karena tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi perekonomian sebab industri produk food and beverage tetap dibutuhkan meskipun misalnya kondisi perekonomian sedang melesu. 2). Karena pergerakan saham yang lebih stabil, maka saham ini cocok bagi para
dan minuman, rokok, farmasi, dan barang-barang konsumer, seperti saham Indofood, Unilever dan Kimia Farma.
3). Adanya ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian terdahulu, sehingga perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen payout ratio.
Sesuai dengan fenomena kebijakan dividend payout ratio pada perusahaan
food and beverage yang terdaftar pada BEI., dimana likuiditas merupakan faktor
pertimbangan utama dalam fenomena kebijakan dividend payout ratio rendah (James C dan Van Horne, 1998:2). Profitabilitas dan Financing merupakan pertimbangan utama pada kebijakan dividend payout ratio yang tinggi. (Mollah, 2000:3). Dari hasil penelitian sebelumnya terindikasi bahwa hanya variabel likuiditas, firm size, dan
Return on asset yang berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio,
sedangkan growth, Debt to Total Asset serta Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap Divident Payout Ratio.
Berdasarkan hal tersebut diatas, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh faktor likuiditas, profitabilitas dan financing terhadap kebijakan dividend pada perusahaan food and beverage. Penelitian ini hanya memilih tiga variabel independen (likuiditas profitabilitas dan financing) dan satu variabel devenden (kebijakan dividend) kemudian setiap variabel diwakili satu indikator yakni indikator Cash position mewakili variabel likuiditas, Return on asset mewakili variabel profitabilitas, dan Debt to equity ratio mewakili variabel financing serta
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ;
1. Apakah faktor likuiditas, profitabilitas, dan financing, berpengaruh secara Simultan terhadap kebijakan dividend pada perusahaan industri food and
beverage di Bursa Efek Indonesia ?
2. Apakah faktor likuiditas, profitabilitas, dan financing, berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividend pada perusahaan industri food and beverage di Bursa Efek Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pada penelitian ini adalah : Untuk mengetahui secara empiris pengaruh likuiditas, profitabilitas, dan financing secara simultan dan parsial terhadap kebijakan dividend perusahaan food and beverage di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Bagi Investor, dapat dijadikan sebagai salah satu informasi dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan investasi sehubungan dengan harapan para pemegang saham untuk mendapat dividen atas sejumlah dana yang diinvestasikan.
2. Bagi peneliti, dapat menambah, memperluas wawasan dan mengembang- kan ilmu pengetahuan kususnya bidang ilmu manajemen keuangan dan pasar modal Indonesia.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik untukmeneliti dividen payout ratio.
1.5. Kerangka Berpikir /Landasan Teori
Likuiditas (cash position) suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar. Semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Posisi kas dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak (Stanley, 1987., dalam Prihantoro, 2003).
Cash Ratio merupakan salah satu ukuran dari likuiditas (liquidity ratio) yang
merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current
liability) melalui sejumlah kas yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio
menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Brigham, 1983:211). Likuiditas suatu perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap Dividend Payout ratio. Bagi perusahaan dengan kondisi likuditas kurang baik, biasanya Dividend Payout Ratio juga kecil, sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah likuiditas.
Profitibilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Perusahaan yang memperoleh profit lebih besar cenderung membayar profit yang lebih besar pula sebagai Dividend. Atribut profitibilitas diwakili oleh tingkat Earning After Tax (EAT)) dibagi Total Assets (return on asset) (Chang dan Rhee, 1990). Return on Assets (ROA) menunjukkan laba yang dihasilkan oleh modal setelah diinvestasikan dalam total aktiva. Semakin tinggi ROA semakin besar kemungkinan pembagian dividend. (Sartono, 2001:122).
Menurut Hanafi (2004:375) perusahaan yang mempunyai aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar deviden atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran deviden adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan deviden, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.
Faktor profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan deviden karena deviden adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu deviden akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu deviden yang diambil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi Devidend Payout
Gordon dan Litner (1956) dalam Saxena (1999) menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan. Damayanti dan Achyani (2006) menyatakan bahwa besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan. Semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mengakibatkan semakin besarnya dividen yang akan dibagikan dan sebaliknya. Theobalt (1978) dalam Florentina (2001) dalam Damayanti dan Achyani (2006) menemukan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif dengan dividend payout ratio.
Prihantoro (2003) menyatakan bahwa debt equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio.
Financing yang diukur dengan indikator Debt to equity ratio (DER), DER
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewjibannya, yang ditunjukkan oleh bebetapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu semakin tinggi Debt to equity ratio (DER) akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Debt to
Equity Ratio (DER) atau rasio hutang terhadap modal merupakan rasio antara modal
pinjaman dengan modal sendiri yang pada gilirannya akan mempengaruhi pembagian dividend, sebab semakin besar rasio DER, semakin cenderung perusahaan mengutamakan pelunasan kewajibannya daripada pembayaran dividend (Sartono, 2001:66).
Berdasarkan latarbelakang dan landasan teori yang dikemukakan diatas maka dibuat batasan variabel yang akan diteliti yaitu : Cash Position, Return on Asset dan
Debt to Equity Ratio sehingga, kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini, dapat
digambarkan seperti pada Gambar 1.2. berikut.
Gambar 1.2. Kerangka Pikir /Landasan Teori LIKUIDITAS (CP) PROFITABILITAS (ROA) FINANCING (DER) DIVIDEND PAYOUT RATIO (DPR)
1.6. Hipotesis
Berdasarkan Latar belakang, dan Kerangka berfikir / landasan teori di atas maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Fakor likuiditas, profitabilitas, dan financing berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan dividend pada perusahaan Industri food and beverage di Bursa Efek Indonesia.
2. Fakor likuiditas, profitabilitas, dan financing berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividend pada perusahaan Industri food and beverage di Bursa Efek Indonesia.