MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH
(Studi Pada Kantor Bank Indonesia Dan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Padang)
ARTIKEL
LISTYA ATIKA ARDI
1210012111235
BAGIAN HUKUM PERDATA
PROGRAM STRATA SATU
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2015
MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH
(Studi Pada Kantor Bank Indonesia Padang dan Pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Padang)
Listya Atika Ardi1, Syafril,S.H.,M.H1, Elyana Novira,S.H.,M.H1
1
Legal Studies Program, Faculty of Law, Bung Hatta University E-mail: listyaatikaardi@gmail.com
Abstract
The dispute between bank and it customers can be solved through an alternative dispute resolution which is done by Indonesian Central Bank based on PBI Number 8/5/PBI/2006 regarding Banking Mediation, also through Financial Services Authority based on POJK Number 1/POJK.07/2014 regarding Altenative Dispute in Financial Services Sector. The problem that will be discussed are: (1) What is the cause of dispute emergence between bank and customers? (2) How is the role of Indonesian Central Bank in dispute resolution between bank and customers through banking mediation after the launching of POJK Number 1/POJK.07/2014 regarding Alternative Dispute Resolution in Financial Service Sector? To answer the problems, the writer do the research using juridicial sosiologis method, getting the primary data through interview and secondary data through related document. The data is analyzed qualitatively. It can be concluded that (1) The cause of the dispute between bank and customer come from the customers themselves that do not understand their rights and obligations, and from the bank party who are less transparent, (2) Indonesian Central Bank still do its role in banking mediation, but it focuses on the in payment system. Keyword: Banking Mediation, Alternative Dispute Resolution, Bank and
Pendahuluan
Salah satu sendi dalam
pembangunan ekonomi Indonesia
terletak pada industri perbankan.
Dalam sistem hukum Indonesia,
apapun bentuk praktek perbankan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip yang terdapat dalam ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila serta Tujuan
Negara yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Secara yuridis formal pengakuan mengenai eksistensi perbankan sudah ada sejak dilahirkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan dan selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Sebagai badan usaha dalam dunia modern sekarang ini,
peranan bank dalam memajukan
perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu, saat ini dan pada masa yang akan datang kita tidak
akan dapat terlepas dari dunia
perbankan, jika hendak menjalankan aktivitas keuangan, baik perorangan maupun lembaga, baik sosial atau
perusahaan.1
Sebagai suatu lembaga
keuangan, bank memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara. Dimana bank merupakan suatu
nyawa bagi perekonomian suatu
negara. Oleh karena itu, maju
mundurnya bank pada suatu negara menjadi ukuran kemajuan dari negara yang bersangkutan. Dimana peranan bank dalam pengendalian suatu negara
akan terlihat jika negara yang
bersangkutan mengalami kemajuan. Artinya bahwa keberadaan lembaga perbankan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.2
Dalam rangka menarik minat
nasabah untuk melakukan
penyimpanan dana di bank, bank akan menawarkan berbagai macam hadiah-hadiah, mengadakan berbagai undian, menawarkan berbagai biaya serta
1 Kasmir,2014,Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi 2014,PT.Rajagrafindo
Persada,Jakarta.hlm.3
bunga yang lebih menarik, serta berbagai cara-cara yang menarik lainnya. Sehingga dengan adanya upaya-upaya untuk menarik minat nasabah tersebut, banyak masyarakat yang akan melakukan penyimpanan dana pada bank yang nantinya dana
tersebut akan disalurkan kepada
masyarakat yang membutuhkan dana
melalui transaksi-transaksi seperti
pemberian kredit, bahkan saat ini masyarakat bisa memanfaatkan sarana-sarana fasilitas bank seperti kartu kredit (credit card), anjungan transaksi mandiri (ATM), surat-surat berharga,
dan lain sebagainya.3Terlihat jelas
bahwa kedudukan bank adalah sebagai
lembaga yang berhubungan erat
dengan masyarakat dan mempunyai
hubungan intermediasi dengan
masyarakat itu sendiri.
Dalam perspektif
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, baik
perjanjian simpanan maupun
perjanjian kredit, kedudukan nasabah bank merupakan konsumen yang harus
3
Rahmadi Usman,2001,Aspek-Aspek
Hukum Perbankan Indonesia,PT.Gramedia
Pustaka Umum,Jakarta,hlm.14-16
memperoleh perlindungan hukum.
Perlindungan hukum bagi nasabah bank seharusnya sudah dilakukan pada tahap pra-perjanjian sampai dengan
pelaksanaan perjanjian. Ketika
hubungan hukum antara bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak
itulah timbul adanya peluang
terjadinya wanprestasi baik itu dari pihak nasabah maupun dari pihak bank itu sendiri. Dengan adanya wanprestasi dalam suatu perjanjian antara bank dan nasabah, akan menjadi suatu sengketa bagi para pihak yang dalam dunia perbankan disebut dengan sengketa perbankan.
Dalam prakteknya, pada
penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah jarang dijumpai penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui jalur non-litigasi. Mengingat bahwa perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah tidak mencantumkan klausul bahwa jika adanya sengketa maka
akan diselesaikan melalui jalur
arbitrase, mediasi dan lain sebagainya seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.4
Dalam upaya mengurangi
berbagai keluhan nasabah tersebut,
maka Bank Indonesia sebagai
BankSentraldiIndonesia mengeluarkan peraturan yang menjadi dasar hukum bagi nasabah untuk menyatakan ketidakpuasannya dan mengajukan
aduan kepada pihak perbankan.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/7/PBI/2005 Tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Melalui ketentuan ini, maka diberikan kesempatan bagi nasabah
untuk menyampaikan segala
ketidakpuasannya terhadap berbagai
jenis transaksi perbankan yang
dilakukan.
Kemudian, jika nasabah merasa kurang puas dengan penyelesaian tersebut, Bank Indonesia mengambil inisiatif untuk mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.
4Richad Sahat Ritonga,2007,Mediasi Perbankan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah,USU
Repository,hlm 7
Dengan adanya permasalahan yang menjadi keluhan bagi nasabah bank, baik mengenai permasalahan dari produk perbankan yang dilakukan maupun permasalahan mengenai cara kerja petugas pada perbankan yang tidak simpatik dan kurang professional khususnya petugas service point, seperti teller, customer service, dan satpam.
Namun semenjak dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan pada akhir tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut OJK mulai efektif tahun 2013 untuk mengawasi lembaga keuangan bukan bank, dan pada tahun 2014 OJK pun efektif mengawasi lembaga keuangan.
Dengan dibentuk OJK, fungsi pengawasan serta pengaturan lembaga perbankan yang sebelumnya dikuasai oleh Bank Indonesia beralih fungsi ke OJK. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Dalam hal penyelesaian
sengketa antara bank dan nasabah yang saat ini menjadi wewenang dari
OJK ,maka OJK mengeluarkan
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013.
Dimana dengan dikeluarkannya
peraturan tersebut tercapai tujuan daripada OJK dalam hal untuk melindungi kepentingan konsumen industri jasa keuangan. Demikian dalam hal penyelesaian sengketa yang timbul antara bank dan nasabah, OJK juga mengeluarkan suatu peraturan yang mengatur mengenai lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan yaitu Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
Dalam Ketentuan Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2014 tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa di Sektor Jasa Keuangan tercantum bahwa salah satu bentuk
pelayanan penyelesaian sengketa
antara bank dan nasabah ialah melalui mediasi. Selain mediasi perbankan merupakan wewenang dari Bank Indonesia, mediasi juga merupakan wewenang daripada OJK.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis
skripsi dengan judul “Mediasi
Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dan Nasabah”.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pegumpulan data yang digunakan adalah berupa wawancara.
Sebelum melakukan wawancara,
penulis terlebih dahulu
mempersiapkan sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada informan yang dalam hal ini adalah dengan Bapak Agusman Piliang pada bagian Perizinan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran pada Kantor Bank
Indonesia Padang dan kepada Ibu
Cristy Rosyemary pada bagian
Edukasi dan Perlindungan Konsumen pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Padang. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan ada pertanyaan baru
yang muncul ketika melakukan
wawancara dengan informan. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif, dimana semua hasil dari penelitian akan diuraikan yang pada
akhirnya bermuara pada suatu
kesimpulan jawaban atas
permasalahan yang dikemukan. Sebab Timbulnya Sengketa Antara Bank dan Nasabah
Dalam hal menghimpun dana dari masyarakat, bank berdasarkan pada prinsip kepercayaan dimana saat masyarakat percaya kepada bank maka masyarakat akan merasa aman untuk menyimpan dana atau uangnya pada bank. Bank juga harus menjaga tingkat kepercayaan tersebut agar masyarakat menyimpan dana atau uangnya di bank sehingga bank memiliki dana untuk disalurkan kepada masyarakat.
Dalam bentuk interaksi yang begitu intensif antara bank dan nasabah, dimana bank berusaha untuk
menarik nasabah kedalam suatu
perjanjian. Perjanjian antara bank dan nasabah tersebut berupa perjanjian simpanan dan perjanjian kredit yang mengikat bagi bank dan nasabah dan
berujung pada timbulnya suatu
hubungan hukum. Dengan timbulnya suatu hubungan hukum antara bank dan nasabah, maka akan timbul juga peluang terjadinya sengketa akibat
salah satu pihak melakukan
wanprestasi.
Berdasarkan wawancara pada tanggal 13 November 2015 dengan Ibu Cristy Rosyemary pada bagian edukasi dan perlindungan konsumen pada kantor Otoritas Jasa Keuangan Padang, dan dengan Bapak Agusman Piliang pada bagian perizinan dan pengawasan sistem pembayaran, dapat disimpulkan bahwa:
Penyebab timbulnya sengketa antara bank dan nasabah adalah karena banyaknya pihak nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya. Nasabah hanya mengetahui apa yang menjadi haknya sebagai nasabah suatu bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan.
Dalam hal ini, bukan berarti seluruh nasabah tidak mengetahui
kewajibannya, hanya beberapa
nasabah yang tidak melakukan
kewajibannya yang pada akhirnya berujung timbulnya sengketa. Banyak nasabah yang mengalami kerugian akibat dari kelalaian nasabah itu sendiri.
Seperti, nasabah pengguna
produk bank seperti ATM atau Kartu Kredit, dimana ATM atau Kartu Kredit
mereka digunakan oleh orang lain tanpa sepengetahuannya, yang pada akhirnya pemilik ATM atau Kartu Kredit tersebut menyadari bahwa berkurangnya saldo pada saat men-cek saldo melalui ATM-nya, atau besarnya tagihan yang harus dibayarkan akibat penggunaan Kartu Kredit tersebut dan berujung komplain ke pihak pelaku usaha jasa keuangan atau banknya.
Pihak bank akan menanggapi
komplain tersebut dengan
memperlihatkan bukti yang tercatat pada mesin transaksi yang terdapat pada bank.
Jika pihak nasabah tetap
menentang bahwa ia tidak pernah
melakukan transaksi tersebut
sebagaimana tercatat pada bukti
transaksi pada bank, maka disinilah sengketa itu berawal yang pada akhirnya diselesaikan dulu oleh bank
tersebut dengan nasabah yang
bersangkutan. Jika pada akhirnya tidak
menemukan kesepakatan untuk
perdamaian, makan para pihak bisa melanjutkan sengketa tersebut melalui penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non-litigasi.
Namun timbulnya sengketa juga tidak terlepas dari pihak pelaku usaha jasa keuangannya atau dari pihak bank yang tidak bersifat terbuka dalam pemberian informasi mengenai berbagai layanan dari berbagai produk bank seperti penggunaan Kartu kredit,
ATM dan lainnya, sehingga
menimbulkan ketidak pahaman secara
utuh pada nasabah terhadap
karakteristik produk atau jasa
perbankan yang ditawarkan dan juga menimbulkan ketimpangan hubungan
antara bank dan nasabah yang
berujung pula pada timbulnya
sengketa.
Oleh karena itu perlu adanya komunikasi yang baik antara bank dan
nasabahnya, bahwa bank wajib
memberikan informasi yang jelas kepada nasabahnya dan nasabah lebih memahami lagi kewajibannya sebagai
nasabah dan tidak hanya
mengedepankan haknya saja sebagai nasabah suatu bank.
Peran Bank Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah Melalui Mediasi Perbankan Setelah Dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Keuangan
Mediasi perbankan merupakan suatu proses penyelesaian sengketa
antara bank dan nasabah yang
melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dari sengketa tersebut.
Semenjak dibentuknya dan
efektifnya lembaga OJK dan
dikeluarkannya Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka nasabah akan mendapatkan
perlindungan. Dan dalam hal
penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, Otoritas Jasa Keuangan mengeljuarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014
Tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Jadi, disini terlihat bahwa peran mediasi perbankan di lakukan oleh dua lembaga yaitu oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Menurut hasil wawancara pada tanggal 13 November 2015 dengan Ibu
Cristy Rosyemary pada bagian
edukasi dan perlindungan konsumen pada kantor Otoritas Jasa Keuangan Padang, dan dengan Bapak Agusman Piliang,dapat disimpulkan bahwa:
Mediasi perbankan memang dilakukan oleh dua lembaga yaitu pada Otoritas Jasa Keuangan dan pada Bank
Indonesia, dan hanya terdapat
perbedaan kompetensinya saja. Namun kedua lembaga tersebut berperan sebagai fasilitator untuk memfasilitasi para pihak yang bersengketa.
Pada Otoritas Jasa Keuangan,
lembaga ini melakukan mediasi
terhadap pengaduan nasabah yang
sengketanya diluar dari sistem
pembayaran. Karena untuk pengaduan nasabah mengenai sistem pembayaran
merupakan kompetensi Bank
Indonesia. OJK yang bertindak sebagai
fasilitator dalam penyelesaian
sengketa antara bank dan nasabah yang menyediakan layanan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Dalam hal sebagai fasilitator,
OJK tetap mengarahkan bahwa
pengaduan yang diajukan ke Otoritas
Jasa Keuangan harus melalui
melalui telepon. Pada kantor OJK, khususnya OJK Provinsi Sumatera Barat belum terdapat mediator yang bersertifikasi, karena mediator masih berkedudukan di OJK Pusat di Jakarta,
namun Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa menyediakan
layanan dengan memanfaatkan
teknologi informasi dengan
menggunakan teknologi teleconference dan/atau video teleconference.
Dengan adanya fasilitas ini,
fasilitator pada OJK yang
berkedudukan di OJK pusat tidak harus mendatangi kantor OJK yang
membutuhkan fasilitator dalam
penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mediasi dilakukan oleh OJK
hanya menangani pengaduan
mengenai sengketa di bidang
perbankan, pasar modal, dan pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gadai, atau pinjaman, dan di bidang asuransi umum sebagaimana terdapat dalam Ketentuan Pasal 41 Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Pelindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan. Dan selain mengenai
sengketa diatas, dalam hal sistem
pembayaran seperti kerugian yang ditimbulkan dalam kegiatan instrument pemindahan dan penarikan dana, kerugian dalam penggunaan Kartu Kredit, Kartu ATM/Debet, transfer dana, uang elektronik, penyediaan dan
penyetoran uang rupiah,
penyelenggaraan sistem pembayaran, dan lainnya, merupakan kompetensi dari Bank Indonesia.
Jika diamati secara cermat, terlihat bahwa Bank Indonesia dan OJK memiliki peran yang sama yaitu sebagai fasilitator dalam penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, dan hanya terdapat perbedaan dari segi
jenis sengketa yang menjadi
kompetensi masing-masing lembaga
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Padang dan pada
Kantor Bank Indonesia Provinsi
Padang, dapat disimpulkan:
a. Bahwa sengketa yang timbul antar
bank dan nasabah disebabkan
karena adanya kelalaian sendiri dari pihak nasabahnya dan juga adanya ketidak terbukaan pihak pelaku
usaha jasa keuangan atau pihak bank dalam memberikan informasi berbagai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak pelaku usaha jasa keuangan atau pihak bank.
b. Bahwa mediasi perbankan
dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan dalam bidang
perbankan, pasar modal, dan
pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, perusahaan gadai, atau pinjaman, dan di bidang asuransi umum. Sedangkan mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia khusus untuk sengketa di bidang
Sitem Pembayaran seperti,
Instrument Pemindahan dan
penarikan dana, APMK (Kartu Kredit, Kartu ATM/Debet), transfer dana, uang elektronik, penyediaan
dan penyetoran uang rupiah,
penyelenggaraan sistem
pembayaran dan lainnya. Dan untuk
kedua lembaga tersebut pada
dasarnya bertindak sebagai
fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Bambang Sunggono,2013, Metode
Penelitian Hukum,PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta. Gatot Supramono,2009, Perbankan
dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Jimmy Joses Sembiring,2011,Cara
Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan,Cet-1,Visimedia,Jakarta. Kasmir,2015, Dasar-Dasar Perbankan,Ed.2014,Rajawali Pers,Jakarta.
Lukman Santoso,2011,Hak dan
Kewajiban Hukum Nasabah Bank,Cet-1,Pustaka
Yustisia,Yogyakarta.
Muhammad Djumaha,1996, Hukum
Perbankan Di
Indonesia,PT.Citra Aditya
Bakti,Bandung.
Munir Fuady, 1999, Hukum
Perbankan Modern, Cet-1,
PT.Citra Aditya
Neni Sri Imaniyati,2008, Hukum
Perbankan untuk Lingkungan
Sendiri, Fakultas Hukum
Unisba,Bandung.
Nurnaningsih Amriani, 2012, Mediasi
Alternatif Penyelesaian
Sengketa Perdata di
Pengadilan,Rajawali
Pers,Jakarta.
Rahmadi Usman,2001,Aspek-Aspek
Hukum Perbankan Indonesia,
PT.Gramedia Pustaka
Umum,Jakarta.
Remy Sjahdeni,1993,Kebebasan
Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut
Bankir Indonesia,Jakarta. Salim H.S,2011, Hukum Kontrak Teori
& Teknik Penyusunan Kontrak,
Cet-8,Sinar Grafika, Jakarta. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji,2013,
Penelitian Hukum Normatif,
Rajawali Pers,Jakarta.
Sudiarto,2013, Negosiasi,Mediasi, &
Arbitrase Penyelesaian
Sengketa Alternatif di
Indonesia, Pustaka Reka Cipta,
Bandung.
Syahrizal Abbas, 2011, Mediasi dalam
Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum Nasional, Ed.1
Cet-2, Kencana, Jakarta.
Takdir Rahmadi,2010, Mediasi
Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,Rajawali
Pers, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang
Perbankan
Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesain
Sengketa
Peraturan Bank Indonesia Nomor
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/7/PBI/2005 Tentang
Penyelesaian Pengaduan
Nasabah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.
Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/1/PBI/2008 Tentang
Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor
8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2013
Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa
Keuangan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2014
Tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Di
Sektor Jasa Keuangan C. Sumber Lain
Ali, 2015, Pengertian Mediasi
Menuru Pakar,
http://www.pengertianpakar. com/ 2015/03/pengertian-mediasi-menurut
pakar.html/m=1, diakses pada tanggal 17 September 2015 Asma1981,2012,Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah,http://asma1981. Blogspot.co.id/2012/09/perlind ungan-hukum-terhadap-nasabah.html/m=1,diakses pada tanggal 15 September 2015
Bismar Nasution,2007,Penyelesaian
Sengketa Alternatif Melalui-Mediasi,
http://bismarnasty.files.wordpr ess.com/2007/06/penyelesaian-
sengketa-alternatif-melalui-mediasi.pdf,hlm.5, diakses
pada tanggal 15 September 2015
Ekonomi Holic,2015,Tugas dan
Wewenang Bank Indonesia (Bank
holic.com/2015/01/tugas-dan- wewenang-bank-indonesia-bank.html?m=1,diakses pada tanggal 4 November 2015 Erna Priliasari,2010, Mediasi
Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank,http://ditjenpp.kemenkum ham.go.id/hukum-perbankan- sebagai-wujud-perlindungan-tehadap-nasabah-bank.html, Diakses pada tanggal 24 Oktober 2015
Infobankterbaru,2015,Pengertian Bank
Sentral, Beserta Fungsi, Peran, dan Fungsinya,http://infobankterba ru.blogspot.co.id/2015/02/peng ertian- bank-sentral-beserta- fungsi-peran-dan-fungsinya.html/m=1,diakses pada tanggal 28 Oktober 2015
Muliaman D, Hadad, Perlindungan
Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan
Indonesia,http://www.google.c
om, hlm.1-2, diakses pada tanggal 16 September 2015