• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

Naskah Publikasi

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

FAUZIAH H. WADA 20100320147

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVESITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

(2)
(3)

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI

BANTUL, YOGYAKARTA Fauziah H. Wada1, Alfaina Wahyuni2

Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena pendarahan. Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan dengan pemberian oksitosin pada kala 3. Cara lain untuk merangsang keluarnya oksitosin adalah dengan pijat oksitosin yaitu suatu metode untuk merangsang oksitosin, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran ASI dan mempercepat involusi uterus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida.

Jenis penelitian ini adalah Quasy Eksperimental dengan rancangan post test only design with control group. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling dengan 30 responden dibagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok intervensi di berikan perlakuan berupa pijat oksitosin pada 24 jam pertama di ajarkan oleh peneliti, hari ke 4 dan hari ke 7 dilakukan oleh keluarga responden, selanjutnya di lakukan pengukuran TFU pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 oleh peneliti, nilai involusi uterus akan didapatkan dengan cara pengukuran TFU. Sama halnya dengan kelompok kontrol juga di lalakukan pengukuran TFU seperti kelompok intervensi tanpa diberikan perlakuan berupa pijat oksitosin. Analisa data yang digunakan adalah uji Paired t-test dan Independent t-test.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat percepatan penurunan TFU yang bermakna pada kelompok intervensi (p=0.000), sedangkan pada kelompok kontrol tidak bermakna (p=0.865). Terdapat perbedaan yang signifikan pada 24 jam pertama – hari ke 4 dan hari ke 4 – hari ke 7 involusi uterus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0.000).

Kesimpulan pada penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Kata kunci : pijat oksitosin, involusi uterus. 1

Mahasiswa PSIK UMY 2

(4)

The Influence of Oxytocin Massage with Uterus Involution Mother’s Post Partum Primigravida in Panembahan Senopati Bantul’s Public

Hospital,Yogyakarta

Fauziah H. Wada1, Alfaina Wahyuni2 Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Maternal Mortality Ratio (MMR) is caused by several factors, such as bleeding. Efforts to prevent postpartum hemorrhage can be done by administering oxytocin in the third stage. Another way to stimulate the release of oxytocin is the oxytocin massage is a method to stimulate oxytocin, so it expected to increase breastfeeding and spending accelerates uterine involution. The aims of study to determine the effect of oxytocin massage on uterine involution postpartum mother primigravida.

Design of this research is a Quasi Experimental posttest only design with control group. Technique to taking the sample using purposive sampling with 30 respondents were divided into 2 groups. In the intervention group given oxytocin massage treatment in the form in the first 24 hours taught by researchers, the 4th and 7th day is done by the family respondents, did TFU measurements on first 24 hours, day 4 and day 7 by researchers, uterine involution value will be obtained by measurements the TFU. Similarly, the control group also has done measurements the intervention group TFU without as a given oxytocin massage treatment. The data analyses used in this research are Paired t-test and Independent t-test.

The results showed that there were significant acceleration TFU decrease in the intervention group (p = 0.000), whereas the control group was not significant (p = 0.865). There are significant differences in the first 24 hours until day 4 and day 4 until day 7 uterine involution in the intervention group and the control group (p = 0.000).

The conclusion of this research is a significant difference between the administrations of oxytocin massage on uterine involution postpartum primigravida mothers in Panembahan Senopati hospitals in Bantul, Yogyakarta.

Keywords: oxytocin massage, uterine involution

1

Nursing Sudent, School of Nursing Faculty of Medicine, Muhammadiyah University of Yogyakarta

2

(5)

PENDAHULUAN

Indikator kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara menurut WHO bisa dilihat dari angka kematian ibu selama masa perinatal, intranatal, dan postnatal. Hal ini sesuai dengan visi yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia. Visi Indonesia sehat 2015 mempunyai delapan sasaran (Millennium Development Goals/MDGs) MDGs yang salah satunya yaitu mengurangi angka kematian bayi dan ibu pada saat persalinan.

Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka kematian Ibu nasional adalah 102/100rb kelahiran hidup,dan data Statistik Indonesia (2012) menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia menurut data SDKI 2007 ialah sebesar 228/100.000 kelahiran hidup. Dan untuk DIY relatif sudah mendekati target, namun masih memerlukan upaya yang keras dan konsisten dari semua pihak yang terlibat (profil kesehatan DIY,2012). Di wilayah yogyakarta berdasarkan data dari BPS, angka kematian ibu dalam 4 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup baik. Angka terakhir yang dikeluarkan oleh BPS adalah tahun 2008, di mana angka kematian ibu di DIY berada pada angka 104/100 ribu kelahiran hidup, menurun dari 114/100ribu kelahiran hidup pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan kabupaten/kota pada tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas kesehatan Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu Dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun angka kematian ibu terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi fluktuasi dalam 3 – 5 tahun terakhir, bahkan berdasarkan jumlah kasusnya dilaporkan mengalami peningkatan.

Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena pendarahan. Pendarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia yaitu 28 %. Penyebab kedua ialah eklamsia24 % lalu infeksi 11% di susul dengan komplikasi masa peurperium 8%, abortus 5%, partus lama/macet 5%, emboli obstentri 3% dan faktor-faktor lain yang tidak di ketahui sebanyak 11%1.

Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan semenjak persalinan kala 3 dan 4 dengan pemberian oksitosin. Hormon oksitosin ini sangat berperan dalam proses involusi uterus. Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses involusi akan berjalan dengan bagus jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan untuk memperbaiki kontraksi uterus2. Faktor-faktor yang menpengaruhi proses involusi uterus diantaranya adalah mobilisasi dini, pengosongan kandung

(6)

kemih, faktor laktasi, faktor usia, senam nifas, menyusui dini, gizi, psikologis dan paritas.

Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan dari tempat plasenta denga memperbaiki kontraksi dan retraksi serat myometrium yang kuat dengan pijatan oksitosin. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kontraksi uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin merupakan bagian penting dari perawatan post partum3. Oksitosin dapat diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral, nasal, intra-muscular, maupun dengan pemijatan yang merangsang keluarnya hormon oksitosin. Sebagaimana ditulis Lun, et al dalam European Journal of Neuroscience, bahwa perawatan pemijatan berulang bisa meningkatkan produksi hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan4.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ― Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di Rsud Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta‖.

Tujuan umum peneliitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di Rsud Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Sedangkan tujuan khususnya yaitu :

1. Diidentifikasinya karakteristik responden.

2. Diidentifikasinya involusi uterus ibu post partum primigravida pada kelompok yang di berikan intervensi pijat oksitosin. 3.Diidentifikasinya involusi uterus pada ibu post partum primigravida

pada kelompok kontrol.

4.Diidentifikasinya perbedaan involusi uterus pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelittian kuantitatif, Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu atau Quasy experimentdengan rancangan post test only design with control group. Penelitian eksperimen merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai adanya pengaruh suatu perlakuan atau treatment atau menguji hipotesis tentang ada tidak pengaruh suatu tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain. Sampel penelitian ini adalah Ibu post partum primigravida sebanyak 30 responden, dengan rincian 15 responden sebagai kelompok kontrol dan 15 responden sebagai kelompok perlakuan. Perhitungan besar sampel penelitian ini menurut5. 15 subjek pada setiap kelompok dianggap minimum untuk riset eksperimental. Subjek

(7)

perkelompok 10 sampai 20 dianggap minimum untuk studi yang simpel dengan kontrol eksperimental yang kuat. Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah kriteria inklusi : Ibu post partum normal yang bersedia menjadi responden, responden termasuk Primigravida, ibu post partum hari pertama yang mengalami persalinan normal (spontan), tidak menderita penyakit sistemik seperti hipertensi, DM, dan Jantung, kondisi psikologis responden baik dan Usia responden 20 sampai 35 tahun.

Variable Independent : adalah Pijat Oksitosin, dilakukan 2 kali sehari selama kuranglebih 15 menit pada siang dan sore hari selama 7 hari berturut-turut. dan variable dependent : involusi uterus pada ibu post partum primigravida, pengukuran selisih penurunan TFU pada 24 jam pertama dengan hari keempat dan hari keempat dengan hari ketujuh dalam cm dengan menggunakan meteran kertas atau pelvimeter. Selanjutnnya pemantauan pengeluaran lochea dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan responden terkait perdarahan atau lochea yang keluar meliputi volume, warna, konsistensi, dan bau dari darah yang keluar dilihat dari jumlah pembalut yang digunakan per hari. Selanjutnya hasil yang telah diperoleh dimasukan kedalam lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti. Instrumen penelitian yang digunakan adalah meteran untuk mengukur tinggi fundus uterus, lembar observasi untuk mengamati penurunan tinggi fundus uterus pada hari pertama, hari keempat dan ketujuh post partum dan lembar pengamatan untuk memantau pelaksanaan pijat oksitosin yang dilakukan oleh orang terdekat atau keluarga yang tinggal serumah dengan.

Analisa data yang di gunakan yaitu Paired t—test untuk mengetahui perbandingann penurunan TFU pada 4 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 antara kelompok intervensi dan kelompok control. Hasil dinyatakan bermakna jika P<0,05 dan tidak bermakna jika P>0,05. Etika penelitian yang dilakukan peneliti antara lain : meminta surat izin penelitian ke bagian tata usaha FKIK UMY, kemudian ke bagian perijinan RSUD Panemban Senopati Bantul, Informed consent, Confidentiality, Anonimity, Safety dan Fairtreartment. HASIL PENELITIAN

RSUD Panembahan Senopati merupakan rumah sakit daerah yang ada di daerah Bantul. RSUD Panembahan Senopati termasuk rumah sakit yang memiliki angka persalinan yang cukup tinggi. RSUD Panembahan Senopati memiliki tiga bangsal perawatan ibu melahirkan yaitu Alamanda satu, Alamanda dua dan Alamanda tiga. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti di ruang alamanda 3 karena disesuaikan dengan kriteria inklusi yaitu pada ibu post partum yang di rawat bersama-sama dengan bayinya untuk mengetahui kondisi psikologis responden. Jumlah perawat yang bertugas di Alamanda tiga berjumlah 3 orang dan 4 orang bidan. Angka kelahiran di ketiga bangsal tercatat pada tahun 2013 angka persalinan mencapai 3.113 orang dengan nilai

(8)

rata-rata persalinan per bulan adalah 260 orang, dan untuk periode januari 2014 sampai April 2014 tercatat 928 orang dengan nilai rata-rata persalinan per bulannya adalah 232 orang.

RSUD Panembahan Senopati Bantul belum ada program pijat oksitosin bagi ibu nifas, tetapi sudah diterapkan program inisiasi menyusu dini (IMD) yang manfaat sentuhan, isapan dan jilatan pada puting susu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting untuk meningkatkan kontraksi rahim pascasalin, sehingga mengurangi resiko perdarahan pada ibu, merangsang hormon lain secara psikologis membuat ibu merasa tenang, relaks, mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri dan merangsang ASI. Selain itu juga ada program mobilisasi dini bagi ibu yang melahirkan normal harus segera melakukan mobilisasi seperti miring kanan (mika) atau miring kiri (miki) atau jalan-jalan di sekitar ruangan untuk dapat melancarkan pengeluaran lochea, serta dengan melakukan mobilisasi dini bisa mempelancar pengeluaran darah dan kontraksi uterus baik sehingga proses kembalinya rahim ke bentuk semula berjalan dengan baik.

1. Karakteristik responden penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 30 orang. Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut .

Tabel.4

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Bersarkan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD Panembahan Senopati

Bantul. Karakteristik

responden

Dengan Pijat Oksitosin Tanpa Pijat Oksitosin

N (%) N (%) Usia 20 tahun – 24 tahun 6 40.0 8 53.3 25 tahun - 29 tahun 6 40.0 3 20.0 30 tahun - 35 tahun 3 20.0 4 26.7 Total 15 100 15 100 Pendidikan SD 3 20.0 2 13.3 SMP 3 20.0 5 33.3 SMA 8 53.3 7 46. 7

(9)

PT 1 6.7 1 6.7 Total 15 100 15 100 Pekerjaan Buruh 3 20.0 6 40.0 IRT 11 73.3 8 53.3 Swasta 1 6.7 1 6.7 Total 15 100 15 100

Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel karakteristik usia dapat di simpulkan bahwa usia responden dalam penelitian paling banyak pada kelompok intervensi antara usia 20–24 dan 25–29 memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing 6 orang responden (40.0%) dan kelompok kontrol paling banyak berusia antara 20-24 tahun berjumlah 8 responden (53.3%). Jumlah yang paling sedikit pada kelompok intervensi adalah yang berusia antara 30-35 tahun berjumlah 3 responden (20.0%) dan pada kelompok kontrol yang paling sedikit adalah yang berusia antara 25-29 tahun berjumlah 3 responden (20.0%).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang paling banyak pendidikan responden adalah SMA. Kelompok eksperimen memiliki jumlah 8 responden (53.3%) dan 7 responden (46.7%) untuk kelompok kontrol. Pendidikan yang paling sedikit pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu perguruan tinggi (PT) masing-masing 1 responden (6.7%).

Karakteristik berdasarkan status pekerjaan, pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang paling banyak adalah ibu rumah tangga (IRT) dengan jumlah 11 responden (73.3%) untuk kelompok eksperimen dan 8 responden (53.3%) untuk kelompok kontrol. Status pekerjaan yang paling sedikit pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yaitu swasta masing-masing 1 responden (6.7%).

2. Gambaran Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Gambaran Pengeluaran Lochea.

a. Deskripsi Lochea Berdasarkan Volume (jumlah pembalut yang di gunakan dalam 1 hari).

Responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen sebanyak 15 responden dan kelompok kontrol sebanyak 15 responden. Adapun gambaran pengeluaran lochea berdasarkan volume adalah sebagai berikut :

(10)

Gambar.3

Distribusi frekuensi volume pengeluaran lochea pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan

Senopati Bantul

A.

B.

Sumber : Data Primer 2014

Gambar 3. Menggambarkan volume pengeluaran lochea pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok kontrol (B). Pada 24 jam pertama kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk volume pengeluaran lochea yang paling banyak sama-sama dalam kategori banyak, intervensi sebanyak 11 responden dan kontrol sebanyak 13 responden. Untuk hari ke 4 masih dalam kategori yang sama yaitu kategori banyak pada kedua kelompok, yaitu 7 responden untuk kelompok intervensi dan 13 responden untuk kelompok kontrol. Sedangkan pada hari ke 7 volume pengeluaran lochea yang paling banyak mengalami perubahan yang signifikan pada kelompok intervensi yaitu dalam kategori sedikit sebanyak 11 responden, sedangkan kelompok kontrol tetap pada kategori banyak.

11 7 2 4 4 2 0 4 11 0 2 4 6 8 10 12 24 jam pertama Hari ke 4 Hari ke 7 Banyak Sedang Sedikit 13 13 6 2 2 5 0 0 4 0 5 10 15 24 jam pertama Hari ke 4 Hari ke 7 Banyak Sedang Sedikit

(11)

Gambar.4

Distribusi frekuensi warna lochea pada kelompok intervensi dan kelompok kotrol pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul

A.

B.

Sumber : Data Primer 2014

Gambar 4. menggambarkan warna dari lochea pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok kontrol (B). 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan keseluruhan warna yang muncul dalam kategori rubra. Hari ke 4 untuk warna lochea yang paling banyak pada kedua kelompok masih dalam kategori rubra tetapi jumlah respondennya berkurang, yaitu untuk kelompok intervensi sebanyak 9 responden dan kelompok kontrol sebanyak 8 responden. Sedangkan pada hari ke 7 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sama-sama mengalami perubahan yang signifikan dimana warna lochea yang paling banyak dikedua kelompok tersebut dalam kategori serosa, pada kelompok intervensi sebanyak 14 responden dan 1 responden masih dalam kategori sanguilenta sedangkan kelompok kontrol sebanyak 15 responden. Oleh karena itu peneliti menarik kesimpulan bahwa warna lochea yang muncul di hari ke 7 pada kelompok intervensi belum semuanya dalam kategori serosa tetapi masih dalam kategori normal karena warna lochea sanguilenta dapat muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 post partum dan

15 9 0 0 6 1 0 0 14 0 5 10 15 20 24 jam pertama Hari ke 4 Hari ke 7 Rubra Sanguilenta Serosa 15 8 0 0 7 0 0 0 15 0 5 10 15 20 24 jam pertama hari ke 4 hari ke 7 Rubra Sanguilenta Serosa

(12)

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pengganggu yang tidak diketahui oleh peneliti.

Gambar.5

Distribusi frekuensi konsistensi lochea pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul

A.

B.

Sumber : Data Primer 2014

Gambar 5. Menggambarkan konsistensi dari lochea pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada kelompok intervensi (A) dan kelompok kontrol (B). 24 jam pertama pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan konsistensi paling banyak sama-sama dalam kategori kental, kelompok intervensi sebanyak 10 responden dan kelompok kontrol sebanyak 13 responden. Hari ke 4 dan hari ke 7 pada kedua kelompok untuk konsistensi lochea sama-sama dalam kategori sedikit kental, yaitu pada hari ke 4 sebanyak 7 responden dan hari ke 7 sebanyak 8 responden untuk kelompok intervensi, berbeda dengan kelompok kontrol yang perubahannya hanya sedikit yaitu hari ke 4 sebanyak 11 responden dan hari ke 7 sebanyak 12 responden. Pada kelompok intervensi didapatkan yang termasuk dalam kategori cair sebanyak 6 responden dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya 3 responden.

5 7 8 10 7 1 0 1 6 0 5 10 15 24 jam pertama Hari ke 4 Hari ke 7 Sedikit kental Kental Cair 2 11 12 13 4 0 0 0 3 0 5 10 15 24 jam pertama Hari ke 4 hari ke 7 Sedikit kental Kental Cair

(13)

3. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

a. Uji Normalitas

Dari uji normalitas yang di lakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena sampel yang digunakan < 50 mendapatkan hasil untuk kelompok intervensi pada 24 jam pertama – hari ke 4 yaitu p=0.130, dan untuk hari ke 4 – hari ke 7 yaitu p=0.063. Sedangkan untuk kelompok kontrol pada 24 jam pertama – hari ke 4 yaitu p=0.052 dan untuk hari ke 4 – hari ke 7 yaitu p=0.056. Maka dapat disimpulkan bahwa dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada 24 jam pertama-hari ke 4 dan hari ke 4 – hari ke 7 memiliki data yang berdistribusi normal karena semuanya memiliki nilai p > 0.05.

b. Penurunan Tinggi Fundus Uterus

Tabel.5

Distribusi Hasil Analisa Involusi Uterus Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Ibu Post Partum Primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul Kelompok Penurunan TFU (cm)

24 jam pertama - hari ke 4 Mean ± SD Penurunan TFU(cm) hari ke 4 - hari ke 7 Mean ± SD P Dengan Pijat Oksitosin 5.76 ± 0.77 4.96 ± 0.69 0.000 Tanpa Pijat Oksitosin 2.66 ± 0.52 2.63 ± 0.51 0.865 Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 5. Menggambarkan distribusi analisa involusi uterus ibu post partum primigravida kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji Paired t-test menunjukan perubahan yang bermakna pada kelompok intervensi saat 24 jam pertama – hari ke 4 dan hari ke 4 – hari ke 7 dengan nilai signifikan 0.000 atau (p< 0.05). Sedangkan untuk kelompok kontrol pada saat 24 jam pertama – hari ke 4 dan hari ke 4 – hari ke 7 tidak memiliki perubahan yang bermakna dengan nilai signifikan 0.865 atau (p> 0.05).

(14)

Tabel.6

Distribusi Hasil Analisa Involusi Uterus Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Ibu Post Partum Primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Keterangan Kelompok Mean ± SD P

Penurunan TFU (cm) 24 jam pertama - hari ke 4 Dengan Pijat Oksitosin Tanpa Pijat Oksitosin 5.76 ± 0.77 2.66 ± 0.52 0.000 Penurunan TFU (cm) hari ke 4 - hari ke 7 Dengan Pijat Oksitosin Tanpa Pijat Oksitosin 4.96 ± 0.69 2.63 ± 0.51 0.000 Sumber : Data Primer 2014

Berdasarkan tabel 6. Menggambarkan distribusi analisa involusi uterus ibu post partum primigravida kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji Independent t-test. Menunjukan adanya perbedaan rerata penurunan TFU yang bermakna antara kelompok yang mendapatkan pijat oksitosin dan kelompok yang tidak mendapatkan pijat oksitosin (p< 0.05). dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penelitian pada 30 responden yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol, terdapat 3 variabel yang diteliti yaitu usia, pendidikan dan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden pada kelompok eksperimen berusia antara 20-24 dan 25-29 tahun dengan masing-masing 6 responden (40.0%) sedangkan kelompok kontrol sebagian besar berusia antara 20-24 tahun berjumlah 8 responden (53.3%).

Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut6. Hasil penelitian dari Liana.D menyatakan bahwa usia sangat erat kaitannya dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin tua umur seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang rata-rata dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih dari satu kali6.

Selain itu dari hasil penelitian Apriyanti menyatakan bahwa umur ibu 20-30 tahun merupakan kelompok reproduksi yang paling ideal dari aspek kesehatan,

(15)

bila ditinjau dari tugas dan perkembangan manusia maka usia tersebut adalah masa dewasa awal yang merupakan masa usia produktif7.

Hasil penelitian mengenai karakteristik tingkat pendidikan menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA, pada kelompok eksperimen berjumlah 8 responden (53.3%) sedangkan pada kelompok kontrol berjumlah 7 responden (46.7%). Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati, bahwa pendidikan berpengaruh terhadap proses involusi uteri8. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang akan mereka dapatkan. Hal ini berpengaruh pada saat pemberian perlakuan pijat oksitosin, ibu lebih mudah diarahkan dan memberikan respon positif. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai seseorang, semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya9. Dapat disimpulkan bahwa, ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah diarahkan dalam memberikan perlakuan pijat oksitosin.

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yaitu sebagian besar responden bekerja sebagai IRT. Kelompok eksperimen berjumlah 11 responden (73.3%) sedangkan kelompok kontrol berjumlah 8 responden (53.3%), penelitian yang dilakukan oleh Lestari mengatakan bahwa ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga akan sering atau banyak kesempatan untuk mencari informasi, memberikan ASI dan mengasuh bayinya10. Sejalan dengan hasil penelitian Palupi Pekerjaan erat hubunganya dengan kemampuan untuk memberikan ASI eksklusif11. Dimana ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif karena ibu harus bekerja. Tidak diberikannya ASI secara eksklusif juga akan mempengaruhi sekresi dari hormon oksitosin sehingga akan memberikan dampak akan semakin memanjangnya proses involusi uterus.

2. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Gambaran Pengeluaran Lochea.

Berdasarkan hasil analisa karakteristik pengaruh pijat oksitosin terhadap gambaran pengeluaran lochea didapatkan hasil untuk volume pengeluaran lochea pada 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan volume pengeluaran lochea tidak memiliki perbedaan rerata yang jauh, karena sama-sama dalam kategori banyak. Hari ke 4 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol juga didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh karena sama-sama dalam kategori banyak. Sedangkan untuk hari ke 7 mengalami perubahan yang signifikan, dimana pada kelompok intervensi yang terbanyak adalah dalam kategori sedikit dan pada kelompok kontrol yang paling banyak masih tetap dalam kategori banyak. Dari hasil diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa pada kelompok intervensi didapatkan volume pengeluaran

(16)

lochea lebih cepat di bandingkan dengan kelompok kontrol karena di pengaruhi oleh pijat oksitosin yang di berikan kepada kelompok intervensi.

Volume dari lochea berbeda-beda pada setiap wanita, maka dari itu dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti mendapatkan hasil dari volume pengeluaran lochea yang berbeda-beda antara setiap responden11.Ambarwati. Selain itu Saleha.S mengatakan bahwa hal yang biasanya ditemui pada seorang wanita adalah adanya jumlah lochea yang sedikit pada saat dia berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat dia berdiri serta jumlah rata-rata pengeluaran lochea adalah kira-kira 240-270 ml12.

Karakteristik berdasarkan warna lochea pada 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata dari warna lochea yang muncul yaitu dalam kategori rubra. Hari ke 4 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol juga didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh dari warna lochea yang paling banyak muncul yaitu masih dalam kategori rubra. Sedangkan hari ke 7 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh terhadap warna lochea yang muncul yaitu dalam kategori serosa.

Lochea terdiri dari 4 tahapan yaitu yang pertama lochea rubra , lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah gelap karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim dan mekonium. Yang kedua adalah lochea sanguilenta, Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum. Yang ketiga adalah lochea serosa, lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 post partum yang terakhir adalah lochea alba, lockea ini berwarna putih karena mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba biasa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum11.

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan teori diatas karena pada 24 jam pertama darah yang warna keluar adalah merah gelap yaitu lochea rubra, pada hari ke 4 darah yang keluar sebagian besar juga merah gelap berarti lochea rubra karena lochea rubra muncul pada hari pertama sampai hari ke 4 post partum. Pada hari ke 7 diketahui bahwa darah yang keluar sebagian besar berwarna kuning kecoklatan / kuning gelap yaitu lochea serosa karena lochea serosa muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14.

Untuk karakteristik berdasarkan konsistensi pada 24 jam pertama untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh dari konsistensi lochea dalam kategori kental. Hari ke 4 dan hari ke 7

(17)

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan tidak ada perbedaan rerata yang jauh dari konsistensi lochea yang muncul yaitu dalam kategori sedikit kental. Dapat dilihat juga bahwa pada kelompok intervensi konsistensi lochea dalam kategori cair lebih banyak yaitu sebanyak 6 responden dibandingkan dengan konsistensi kategori cair pada kelompok kontrol sebanyak 3 responden.

Dari hasil penelitian diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa pada 24 jam pertama, hari ke 4 dan hari ke 7 pada konsistensi kategori kental dan sedikit kental tidak ada perbedaan rerata yang jauh antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, tetapi pada ketegori cair terdapat perbedaan rerata pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

3. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Primigravida Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji Paired t-test dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna pada pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida pada kelompok intervensi (p<0.05). Involusi uterus pada ibu post partum primigravida pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang bermakna, tetapi perubahan penurunan TFU terjadi secara normal sesuai dengan teori Manuaba bahwa tinggi fundus uterus menurun 1 cm dibawah pusat tiap hari pasca melahirkan dengan nilai (p>0.05)13 dapat di simpulkan bahwa tidak ada pengaruh pada ibu post partum primigravida yang tidak diberikan pijat oksitosin terhadap involusi uterus tetapi penurunan TFU berjalan sesuai dengan harinya, yaitu 1 cm per hari. Hasil tersebut menunjukan bahwa involusi uterus pada kelompok intervensi yang mendapatkan pijat oksitosin lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pijat oksitosin. Hasil penelitian ini sesuai dengan pengertian pijat oksitosin itu sendiri yaitu pemijatan tulang belakang pada nervus ke 5 - 6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis yang merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin14.

Hasil analisa penurunan TFU Independent t-test pada 24 jam pertama – hari ke 4 kelompok intervensi dan kelompok kontrol disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus dan terdapat perbedaan yang signifikan involusi uterus antara 24 jam pertama dan hari ke 4 kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0.05). Hasil analisa penurunan TFU Independent t-test pada hari ke 4 – hari ke 7 kelompok intervensi dan kelompok kontrol disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus dan terdapat perbedaan yang signifikan involusi uterus antara hari ke 4 – hari ke 7 kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0.05).

(18)

Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang kontraksi otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah persalinan sehingga bisa mempercepat proses involusi uterus2,15. (Cuningham, 2006; Indiarti 2009). Penelitian ini diperkuat dengan teori yang diungkapkan oleh Pillitery pijat oksitosin dapat merangsang hipofisis anterior dan posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin16. Hormon oksitosin akan memicu kontraksi otot polos pada uterus sehingga akan terjadi involusi uterus, sedangkan tanda jika ada reflek oksitosin adalah dengan adanya rasa nyeri karena kontraksi uterus.

Teori diatas sejalan dengan penelitian ini dimana adanya kontraksi uterus yang kuat sebagai akibat dari intervensi peneliti berupa pijatan oksitosin yang menyebabkan penurunan tinggi fundus uterus pada responden dengan gambaran hasil penelitian pada responden yang dipijat oksitosin mengalami penurunan yang lebih cepat. Sedangkan pada responden yang tidak dipijat oksitosin tidak mengalami penurunan involusi yang lambat tetapi secara normal yaitu 1 cm per harinya, sesuai dengan teori yaitu tinggi fundus uterus menurun 1 cm dibawah pusat tiap hari pasca melahirkan13. Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Pemberian pijat oksitosin kepada responden bertujuan untuk mengetahui penurunan involusi uterus. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Khairani L, Komariah M, Mardiah W menyatakan bahwa pemberian pijat oksitosin berpengaruh terhadap involusi uterus pada ibu post partum dengan nilai p=0.01 nilai tersebut <0.05 ada pengaruh antara pijat oksitosin terhadap involusi utertus17.

Pemberian pijat oksitosin merupakan salah satu cara untuk mempercepat penurunan involusi uterus. Menurut peneliti penurunan involusi uterus lebih cepat karena responden dan keluarga responden diajak memanfaatkan alat indra untuk memahami materi yang disampaikan. Penurunan involusi uterus yang cepat terjadi karena intervensi pijat oksitosin yang diajarkan dengan cara ceramah dan tanya jawab serta di berikan leaflet tentang cara pijat oksitosin yang benar untuk dibaca sehingga responden dan keluarga responden yang melakukan pijat oksitosin dapat lebih mengerti dan mengingat apa yang telah di ajari oleh peneliti. Penelitian ini didukung oleh Futri yaitu metode ceramah dan tanya jawab serta responden dapat bertanya dengan pemateri secara langsung sehingga responden dapat lebih memahami apa yang disampaikan pemateri dan meningkatkan pengetahuan responden18.

Hasil penelitian yang sejalan juga dilakukan oleh Hamranani yang menyimpulkan bahwa oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus setelah melahirkan sebagai salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya perdarahan14. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat di simpulkan bahwa pemberian pijat oksitosin

(19)

merupakan salah satu cara yang efektif untuk pempercepat involusi uterus dan mengatasi terjadinya perdarahan pada ibu post partum.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, dapatdisimpulkan sebagai berikut :

1. Ada penurunan involusi uterus yang bermakna pada kelompok yang di berikan pijat oksitosin dengan nilai p=0.000.

2. Tidak ada penurunan involusi uterus yang bermakna pada kelompok yang tidak di berikan pijat oksitosin dengan nilai p=0.865.

3. Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum primigravida di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta dengan nilai p=0.000. SARAN

1. Bagi pelayanan kesehatan

Pijat oksitosin dapat dijadikan prosedur tetap sebagai pelayanan post partum bagi rumah sakit.

2. Bagi responden

Bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang pijat oksitosin, khususnya untuk ibu post partum karena pijat oksitosin merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya perdarahan abnormal setelah melahirkan dan harus lebih banyak mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pijat oksitosin. 3. Bagi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Perlu dilakukan pelatihan atau seminar pada perawat atau bidan terutama di ruang nifas tentang bagaimana pijat oksitosin untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan seperti mengajarkan dan mensosialisasikan kepada pasien tentang pijat oksitosin serta manfaatnya bagi pasien.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Perlu adanya penelitian lanjutan serupa dengan tempat yang berbeda dengan sampel yang lebih banyak serta mengendalikan faktor-faktor pengganggu sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2011. Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan 2005-2025.http://www.depkes.go.id/downloads/newdownloads/rancangan_RPJ PK_2005-2025.pdf . (diakses tanggal 20 November 2011).

2. Cuningham. 2006. Obsietri Williams. Edisi 21.Volume 1. Jakarta: EGC.

3. Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 1995. Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan Peter Anugerah (penterjemah). 2005. Jakarta: EGC.

4. Lund, I; Moberg, U; Wang, J; Yu, C; Kurosawa, M. (2002). Massage affect nociception of oxytocin. J.European neuroscience Vol 16:330-338.

5. Dempsey, P.A. (2002). Riset keperawatan : Buku ajar dan latihan. Jakarta: EGC. 6. Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas.Edisi ke-2. Jakarta: ECG.

7. Apriyanti, N. 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Sebaya (Peer Education) Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Primigravida Tentang Menyusui Di Wilayah Kerja Kerja Puskesmas Mergangsan. Skripsi Strata Satu. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

8. Palupi fitria P, Indriana, 2011. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perubahan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas di BPS ANIK,Amd. Keb. Akbid Mitra Surakarta.

9. Desi Liana. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. STIKES U’Budiyah Banda Aceh.

10. Lestari, R. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemberiaqn ASI Eksklusif Di Puskesmas Pakualaman Yogyakarta. Unuversitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

11. Ambarwati,E.R, Wulandari,D. (2010). Asushan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:Nuha Medika.

12. Saleha S, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

13.Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Cetakan 1. http://books.google.co.id/books?id=KSu9cUdcxwC&printsec=frontcover

(21)

&hl=id#v=onepage&q&f=false Jakarta: EGC. (diakses tanggal 20 November 2011).

14. Hamranani, S. 2010, Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu post partum yang mengalami persalinan lama di rumah sakit wilayah Kabupaten Klaten. Tesis UI: tidak dipublikasikan.

15. Dahlan, Sopiyudin, 2009. Statistic untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

16. Sulistiawati, A (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta:Penerbit Andi.

17. Khairani,L, dkk. (2012) Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum di Ruang Post Partum Kelas III Rshs Bandung. Diakses

pada tahun 2013, dari

jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/787/833 .

18. Futri, 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Tehnik Menyusui Pada Ibu-Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan I. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Gambar

Gambar 3. Menggambarkan volume pengeluaran lochea pada 24 jam pertama,  hari ke 4 dan hari ke 7  pada kelompok intervensi  (A) dan kelompok kontrol  (B)

Referensi

Dokumen terkait

iki, akeh banget warga kang nyengkuyung kanggo nglaksanakake adicara kanthi nduweni niatan dhewe ora ana paksaan saka wong liya. Amarga warga desa Ngliman wis

Nilai tertinggi dan terendah pada pengukuran dua waktu tersebut terdapat pada perlakuan yang sama, yaitu pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium

Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa 75 % responden yang ada di Kota Pontianak menunjukkan sikap yang biasa saja terhadap pandemi virus corona (Covid-19) ini,

I Gede Gunawan, Msi., selaku Kepala UPT Trans Sarbagita Provinsi Bali yang telah memberikan data dalam penyusunan tugas akhir ini dan izin untuk melakukan penelitian

Tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per kendaraan melebihi nilai rata-rata tingkat kecelakaan pada suatu ruas jalan. Menurut Departemen Perhubungan, Direktorat Bina

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada BMT Mitra Hasanah dan diarahkan untuk mengumpulkan data guna menjawab permasalahan yang telah dikemukakan diatas tentang

Ketika bencana terjadi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah besarnya dampak bencana terhadap jumlah korban maupun kerusakan infrastruktur, dan transportasi untuk

virus corona telah ber- dampak terhadap pasar dan harga komo- ditas energi, termasuk batubara. Apalagi, wabah virus corona menjangkiti China, yang memegang peranan