• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab Tiga Pengalaman Penelitian sambil Berwisata di Kepulauan Raja Ampat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab Tiga Pengalaman Penelitian sambil Berwisata di Kepulauan Raja Ampat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Tiga

Pengalaman Penelitian sambil Berwisata

di Kepulauan Raja Ampat

“Metodologi merupakan jalan yang ditempuh untuk mencapai pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut ditetapkan secara bertanggung jawab secara ilmiah dan data yang dicari untuk membangun atau memperoleh pemahaman yang luas melalui syarat ketelitian, ini berarti harus dapat dipercaya kebenarannya (Narbuko, 2007:3). Seperti halnya juga yang dikemukakan oleh Bungin (2003:42), metodologi sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan penelitian. Oleh karena itu persoalan penting yang patut diperhatikan dalam metodologi penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian dapat menjawab permasalahan penelitian dan memberikan informasi yang jelas.” (dalam Ridi :2011)

Pengantar

Isi bab ini, akan menggambarkan seluruh proses pengalaman penelitian yang dilalui (dijalani) oleh peneliti selama berada di lokasi penelitian. Diawali dengan sebuah ketertarikan hingga proses pengambilan data lapangan, peneliti mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan tahapan-tahapan baku dalam penelitian. Itu semua dilakukan dalam rangka memperoleh suatu proses yang akan dinarasikan untuk mengkonstruksikan kembali perilaku keseharian para pelaku komunitas masyarakat lokal di kampung Sawinggrai sebagai bagian dalam pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Oleh sebab itu, pada bagian ini akan membahas bagaimana proses melakukan penelitian, tahapan pengumpulan data dan berbagai dinamika – suka duka, pengalaman berwisata oleh peneliti–, selama melakukan aktivitas penelitian di kepulauan Raja Ampat.

(2)

Berawal dari sebuah ketertarikan

Proses ini dimulai ketika penulis dan teman-teman mahasiswa MSP Angkatan 2009 ditugaskan untuk membuat proposal penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir mata kuliah metodologi penelitian. Dalam tugas itu, peneliti mengangkat topik tentang pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Setelah semua tugas metodologi penelitian ini kami kumpulkan – akhir bulan Agustus 2010 -, pada suatu siang di kafe kampus, peneliti mendapat kabar bahwa kami sudah mendapat surat keputusan (SK) Rektor mengenai penetapan dosen pembimbing dalam proses penulisan tesis.1 Tentu saja peneliti begitu terkejut, karena menurut peneliti, tugas tersebut dibuat (hanya) dalam rangka menyelesaikan tugas akhir. Dan untuk sampai pada sebuah proposal penelitian, akan dibuat tersendiri (proposal baru) yang akan diajukan sebagai ujian kelayakan proposal tesis.

Penelitian lapangan

Pada bulan Oktober 2010, peneliti melakukan konsultasi dengan ibu Titi, selaku dosen pembimbing, untuk menjelaskan niat (maksud) peneliti untuk turun ke lokasi penelitian. Dalam proses konsultasi awal, peneliti sebenarnya merasa berat dan khawatir apabila nantinya harus ke Raja Ampat.2 Dalam diskusi dengan ibu

1

Belakangan peneliti baru mengerti alasan di balik penetapan semua tugas-tugas yang teman-teman angkatan buat itu, bisa sampai diterbitkan sebagai SK penetapan, karena salah seorang dari teman peneliti yang pada saat itu sangat mendesar untuk secepatnya pulang kedaerahnya utuk melakukan penelitian tesis. Sehingga atas dasar itu kemudian, tugas akhir matakuliah Metodologi penelitian tersebut di tetapkan oleh program studi untuk ditetapkan sebagai dasar dalam menetapkan dosen pembinbing untuk keperluan penulisan tesis. Bahwa itu dilakukan sebenarnya baik adanya, karena sejak awal tim pengajar mata kuliah metodologi (Pak KUT, TEN dan MAR), sudah jauh-jauh mengingatkan kami, agak kelak proposal yang kami buat sedapat mungkin merupakan topic yang hendak dijadikan sebagai proposal tesis nantinya.

2

Rasa kekawatiran peneliti disebabkan oleh beberapa alasan antara lain : Lokasi penelitian di Raja Ampat jauh. dan untuk sampai kedaerah tersebut membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Belum lagi menyangkut kondisi lokasi yang belum secara umum peneliti kenal dengan baik. Ditambah lagi mengingat luas wilayah dan daya jangkauannya seta membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan proses penelitian. Hal-hal itu yang kemudian, menambah kekawatiran peneliti, ketika harus ke Raja Ampat.

(3)

Titi peneliti merasa keberatan, dan hendak memindahkan lokasi penelitian ke Manokwari – agar bisa terjangkau atau lebih dekat dengan tempat domisili peneliti – atau ke kabupaten Biak Numfor yang secara geografis berdekatan. Namun ibu Titi dengan bijaksana dan berbekal pengalamannya sebagai peneliti pariwisata, memberikan masukannya, bahwa untuk melakukan penelitian atau untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang bentuk pengembangan pariwisata dan partisipasi masyarakat berbasis komunitas, dibutuhkan suatu lokasi yang sudah ada masyarakat di lokasi wisata tersebut.

Untuk itu peneliti disarankan mencari lokasi yang sudah ada pengembangan pariwisatanya. Ketika peneliti ditanya apakah kalau meneliti di Kabupaten Manokwari, apakah ada lokasi obyek wisata dengan komunitas masyarakat yang telah dan dikembangkan (sebelumnya) sebagai kawasan atau daerah wisata (desa wisata), maka peneliti menjawab belum ada. Barangkali itu yang kemudian menjadi alasan, mengapa peneliti mau tidak mau (harus) memilih Raja Ampat sebagai tempat penelitian. Kalaupun peneliti memaksakan kehendak untuk tetap melakukan penelitian di luar Raja Ampat, maka apa yang menjadi fokus penelitian peneliti tidak akan tercapai.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini difokuskan ke Raja Ampat. Dalam diskusi selanjutnya peneliti dan dosen pembimbing memantapkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan dijadikan pedoman wawancara selama di lokasi penelitian, serta mencari dan membaca berbagai literatur - mengenai pengembangan pariwisata dan patrisipasi masyarakat yang mungkin sudah pernah dilakukan di Raja Ampat ataupun di daerah lain - dalam rangka dijadikan sebagai road map (peta jalan) untuk mengarahkan peneliti ketika berada di lokasi penelitian.

Pengalaman perjalanan peneliti terakhir kali ke Raja Ampat adalah pada akhir bulan November 2008 dalam sebuah tugas kedinasan (penelitian menyangkut UMKM). Ketika peneliti meninggalkan pelabuhan Lokbon (Waisai) dan melihat keindahan kota Waisai dan gugusan pulau-pulau Raja Ampat – dalam benak peneliti, kapan yah.. kira-kira peneliti dapat kembali ke kabupaten yang indah ini. Ketertarikan peneliti akan keindahan Raja Ampat akhirnya membawa peneliti kembali ke daerah ini. Dibutuhkan

(4)

waktu 3 tahun lebih bagi peneliti untuk menginjakkan kaki kembali di kepaulauan ini. Peneliti tiba kembali di kabupaten ini pada awal bulan Agustus 2011.3

Pengurusan Surat Ijin Penelitian dan Persiapan Alat

Kelangkapan Penelitian

Untuk mendukung aktivitas dan kelancararan dalam melakukan penelitian, alat kelengkapan sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas tersebut. Penyediaan alat kelengkapan data sebelum melakukan kegiatan turun lapangan, antara lain: mempersiapkan pedoman wawancara, tape recorder, alat tulis menulis, camera digital nikon, laptop yang penulis gunakan selama melakukan kegiatan input data. Ada catatan menarik dari kegiatan input data, mengingat di lokasi penelitian tidak dilengkapi dengan fasilitas penerangan dan listrik sehingga kegiatan input data peneliti lakukan tidak dengan menggunakan laptop melainkan peneliti mencatat saja apa yang menjadi temuan harian secara manual.

3 Untuk sampai kembali ke Waisai, peneliti mengawali perjalanan dari Kota

Salatiga, pada awal bulan Desember 2010, setelah peneliti dan teman-teman angkatan 2009 MSP secara kolektif dijadwalkan oleh program studi untuk mengikuti ujian kelayakan proposal sebagai bagian yang wajib diikuti sebelum turun lapangan untuk melakukan penelitian. Setelah melakukan ujian kelayakan proposal, peneliti melakukan diskusi-diskusi menyangkut pedoman wawancara dengan ibu Titi, sebelum meninggalkan kota Salatiga. Pada awalnya peneliti hendak turun lapangan pada bulan Desember 2010. Mengingat pertimbangan bahwa memasuki bulan Desember agak kesulitan memperoleh data (primer dan sekunder) mengingat memasuki masa persiapan merayakan natal, maka niat peneliti untuk turun lapangan, diurungkan. Kondisi itu diperparah lagi dengan persolan pendanaan (sumber beasiswa) yang diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah daerah yang membiayai studi peneliti. Akhirnya melalui proses yang cukup lama dan membosankan, peneliti akhirnya mengambil sikap dengan pendanaan yang terbatas peneliti tetap melakukan penelitian di Raja Ampat. Pada tanggal 02 Agustus 2011 peneliti meninggalkan kota Manokwari dengan menggunakan pesawat terbang tiba di kota Sorong – perjalanan dengan pesawat menempuh waktu 35 menit. Setelah sampai di Kota Sorong, peneliti melanjutkan perjalanan ke kota Waisai dengan menggunakan kapal cepat KM. Marina Express. dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan untuk sampai di ibukota kabupaten Raja Ampat ini. Peneliti tiba pada tanggal 02 Agustus 2011 jam 17,30 WIT (Waktu Indonesia timur)

(5)

Proses perijinan di Kantor Bupati. Berbekal surat ijin penelitian yang dikeluarkan oleh Ketua Program Studi Pembangunan UKSW, pada tanggal 25 November 2010 dengan nomor : 0090/PPs/MSP/XI/2010, peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada pemerintah daerah Raja Ampat, dan melalui surat itu, peneliti menghadap Sekertaris Daerah (Sekda) Raja Ampat, bapak Drs. Ferdinant Dimara, M.Si di ruang kerjanya sembari peneliti menjelaskan niat dan maksud melakukan penelitian di Raja Ampat. Setelah melakukan pertemuan dengan bapak Sekda kabupaten Raja Ampat, surat ijin peneliti kemudian diarahkan untuk bertemu dengan kepala Badan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) kabupaten Raja Ampat. Mengingat banyaknya aktivitas yang dilakukan di kantor Badan Kesbangpol, proses pengurusan ijin turun lapangan agak terhambat. Akhirnya, peneliti mendapat ijin untuk melakukan penelitian di Raja Ampat melalui surat keterangan penelitian yang ditandatangani oleh kepala Kesbangpol, nomor : 201/178/2011, tertanggal 15 Agustus 2011.

Setelah memperoleh surat ijin penelitian dari kantor Kesbangpol Raja Ampat, maka peneliti mendatangi kantor dinas kebudayaan dan pariwisata, untuk mencari berbagai informasi awal mengenai lokasi yang (kira-kira) tepat untuk melakukan penelitian, serta beberapa informasi mengenai proses perkembangan pariwisata di Raja Ampat. Dari berbagai informasi yang diperoleh, peneliti diberikan penjelasan bahwa di Raja Ampat sudah ada lima kampung wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai daerah percontohan pengembangan pariwisata. Untuk hal tersebut, maka peneliti diberikan arahan untuk dapat melakukan penelitian di distrik Meosmansar, mengingat di wilayah ini ada terdapat beberapa kampung yang telah ditetapkan sebagai kampung wisata di Raja Ampat. Sebagai dasar operasionalnya, peneliti diberikan sebuah surat pengantar (surat rekomendasi penelitian) tambahan yang dikeluarkan oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat, yang ditujukan kepada ketua kelompok Sadar Wisata di 5 kampung wisata di distrik Meosmansar (nomor surat : 475/208/2011). Surat ini, dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan penelitian di kelima kampung (desa) wisata, serta kepada para pelaku wisata di lima kampung tersebut diharapkan untuk dapat membantu peneliti baik dalam hal memberikan informasi, tetapi juga kiranya diberikan pelayanan fasilitas tinggal di homestay selama proses penelitian berlangsung. Berdasarkan data dan informasi yang

(6)

diberikan, ditambah dari berbagai informasi yang peneliti cari dan dapatkan dari beberapa sumber, akhirnya peneliti dengan mantap menetapkan distrik meosmansar sebagai lokus penelitian di Raja Ampat.

Menuju Lokasi Penelitian

Untuk sampai pada tahapan turun lapangan, peneliti sudah memperoleh informasi mengenai beberapa sumber informan yang akan peneliti jumpai ketika harus turun mengambil data di kampung-kampung tersebut. Informasi mengenai orang-orang yang harus peneliti jumpai di lokasi penelitian, peneliti dapati dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat. Sebagai contoh, ketika peneliti berada di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, secara tidak langsung peneliti berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor, yang diperkenalkan oleh staf kantor tersebut. Bapak Yesaya Mayor juga diingatkan oleh staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar kelak dapat membantu peneliti selama melakukan penelitian di tempatnya bapak Yesaya (di kampung Sawinggrai). Inilah awal mula peneliti berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor. Sosok yang bersahaja dan murah senyum terpancar dari wajahnya ketika pertemuan pertama itu. Selain, itu informasi mengenai bapak Yesaya, diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, penenulis juga memperoleh data informasi dari beberapa teman peneliti yang berprofesi sebagai pegawai negeri maupun sebagai staf LSM yang ada di kota Waisai.

Akhirnya, pada tanggal 20 Agustus 2011, peneliti bersama-sama dengan bapak Yesaya, kami meninggalkan kota Waisai, dengan menggunakan speedboad nya. Sebelumya, berdasarkan diskusi dengan beberapa pelaku atau anggota LSM, peneliti telah banyak memperoleh data mengenai lokasi yang peneliti tuju sebagai lokasi penelitian. Untuk sampai pada tahapan itu, peneliti mempersiapakan bahan-bahan kontak seperti, sirih pinang4, rokok,

4 Sirih pinang merupakan makanan khas (tidak dalam pengertian makan untuk

dikonsumsi sebagai bagian dari asupan gisi atau pemenuhan energy) orang Papua, yang secara tidak langsung berfungsi sebagai alat kontak dalam menjalankan aktivitas komunikasi dikalangan masyarakat Papua. Sirih pinang menjadi sangat penting, mengingat cemilan (istilah peneliti) ini,wajib dikonsumsi baik kalangan orang tua, mudah, laki-laki maupun perempuan dalam setiap aktivitas dikampung, bahkan diperkotaan.

(7)

dan beberapa bahan makanan yang secara sengaja peneliti siapkan sebagai bagian dalam kelengkapan logistik selama melakukan penelitian. Ini menjadi penting mengingat lokasi penelitian jauh, sehingga harus dipersiapkan sebelumnya. Setelah semua keperluan logistik dan bahan bakar speedboat diisikan, kamipun meninggalkan kota Waisai menuju kampung Sawinggrai.

Dalam perjalanan menuju ke kampung Sawinggrai, kami mengalami guncangan yang luar biasa, yang diakibatkan oleh gelombang laut yang mencai satu sampai satu setengah meter yang menguncang speedboad yang dikemudikan oleh bapak Yesaya Mayor. Namun pengelaman bapak Yesaya, kami berhasil melalui badai tersebut. Akhirnya melalui perjalanan yang cukup melelahkan dan membuat hati sedikit ciut, akibat gelombang dan angin selatan yang menerpa dalam perjalanan. Tepat pukul 18.15 Wit (waktu Indonesia timur), kami tiba di kampung Sawinggrai.

Gambar 1. Latar dermaga dan speed boat Pak Yesaya.

Di dermaga milik bapak Yesaya di kampung Sawinggrai, kedatangan peneliti dan bapak Yesaya, sudah disambut oleh beberapa pemuda – yang sibuk mengangkat barang-barang peneliti. Kemudian, peneliti diantar untuk menempati sebuah kamar di sebuah rumah yang akhirnya peneliti ketahui bahwa itu adalah

(8)

homestay nya bapak Yesaya. Tidak berapa lama, peneliti kemudian

memperkenalkan diri pada keluarganya bapak Yesaya, antara lain kepada istri dan anak-anaknya, serta beberapa pemuda yang seringkali mangkal atau nongkrong di tempatnya bapak Yesaya. Pada kesempatan itu, bapak Yesaya, menyampaikan niat dan maksud peneliti kepada mereka. Pertemuan malam itu, kemudian diakhiri dengan makan malam bersama dengan keluarga bapak Yesaya Mayor.

Penelitian di Kampung Sawinggrai

Penelitian yang dilakukan di kampung Sawinggrai dimulai

pada minggu ketiga bulan Agustus. Secara teknis, waktu pelaksanaan penelitian di kampung Sawinggrai dilakukan selama kurang lebih 2 minggu lebih. Yaitu dimulai pada tanggal 20 Agustus sampai dengan tanggal 9 September 2011. Selama melakukan proses penelitian di kampung Sawinggrai, peneliti tinggal dan menetap di

homestay milik Bapak Yesaya Mayor. Ada beberapa alasan,

mengapa peneliti lebih memilih tinggal dan menetap di lokasi penelitian, yaitu di kampung Sawinggrai. Alasannya sebagai berikut : Pertama, mengingat penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka peneliti ingin lebih jauh atau secara mendalam memotret perilaku dan berpartisipasi bersama-sama dengan beberapa sumber informan dalam rangka memahami dan mengikuti berbagai macam aktivitas yang sumber informan lakukan. Kedua, mengingat waktu dan jarak tempuh yang jauh, maka peneliti lebih memilih tinggal dan melakukan seluruh aktivitas selama berada di lokasi penelitian. Hal itu dilakukan semata-mata demi mengefisienkan pengeluaran dan memaksimalkan waktu dalam rangka memperoleh data dari berbagai sumber informan. Ketiga, ketika peneliti tinggal lebih lama di lokasi penelitian, maka secara tidak langsung peneliti dapat berinteraksi dengan masyarakat di lokasi penelitian. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka ada banyak potret keterlibatan masyarakat lokal yang dapat peneliti peroleh demi menjawab persoalan penelitian yang digambarkan sebelunya dalam bab I.

(9)

Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Kampung Sawinggrai

Seluruh aktivitas keseharian peneliti dilakukan di kampung ini antara lain : Proses awalnya adalah, sebagai seorang peneliti dan tamu di kampung Sawinggrai, sudah selayaknya peneliti melakukan perkenalan dan menyampaikan maksud dan tujuan peneliti untuk berkunjung atau melakukan penelitian di Kampung Sawinggrai. peristiwa itu, dimulai pada tanggal, 22 Agustus 2011, ketika suatu malam ada ibadah syukuran di rumah pastori.5 Ajang ini kemudian

5

Rumah Pastori merupakan rumah jabatan gereja yang disiapkan secara swadaya jemaat kepada pendeta jemaat yang melayani di gereja di kampung tersebut, Rumah pastori di kampung Sawinggrai di tempati oleh Nona Pendeta Mnsen. Pdt Mnsen, S.Si.Teol. Pendeta mudah ini, merupakan salah satu pendeta yang baru ditabiskan dalam jabatan pendeta di Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua. Sebelum ditabiskan dalam jabatan pendeta, Nona Mnsen merupakan Vikaris yang ditugaskan di jemaat ini. Sehingga ketika peneliti datang ke kampung Sawinggrai peneliti memanfaatkan momen syukuran tersebut untuk melakukan ajang perkenalan secara tidak formal dengan warga di kampung. Yang menarik dari kehidupan kerohaniaan masyarakat di kampung Sawinggrai adalah Gereja yang berada di kampung Sawinggrai merupakan salah satunya gereja yang diperuntukan atau digunakan oleh masyarakat yang berada di dua kampung bertengga yaitu, kampung Sawinggrai dan kampung Kapisawar. Sedangkan dalam hal pendidikan satu-satunya sekolah dasar yang ada berada di

(10)

dimanfaatkan oleh peneliti untuk melakukan perkenalan awal secara tidak formal dengan pendeta jemaat dan aparat kampung setempat serta beberapa warga kampung. Keesokan harinya, pada tanggal 23 Agustus 2011, peneliti bertemu dengan kepala kampung Sawinggrai, yaitu, bapak Luis Dimara6, untuk memberikan surat ijin penelitian, serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian di kampung Sawinggrai.

Secara keseluruhan, aktivitas yang peneliti lakukan adalah melakukan observasi baik terhadap lokasi perkampungan, dan juga melakukan observasi terhadap beberapa anggota masyarakat yang nantinya peneliti tetapkan sebagai sumber informan. Selain melakukan observasi dan wawancara terhadap sumber informan, peneliti juga melakukan aktivitas-aktivitas lainnya, bersama-sama pelaku usaha di kampung. misalnya, ada beberapa kali mengikuti aktivitas bapak Yesaya – selaku pelaku usaha lokal - dalam mengantar para tamunya ke lokasi pengamatan burung cenderawasih, kemudian beberapa kesempatan peneliti diajak oleh bapak Yesaya mengunjungi lokasi-lokasi wisata di teluk Kabui dan mengajak melakukan kegiatan snourkling. Selain itu, peneliti juga

kampung Kapisawar. Berdasarkan informasi yang peneliti dapati, hal itu sudah menjadi keputusan bersama dari orang-orang tua terdahulu, dimana disepakati dari kedua masyarakat di kampung Sawinggrai dan Kapisawar untuk mendirikan Gereja di kampung Sawinggrai, dan mendirikan sekolah berada di kampung Kapisawar. Konsekuensinya adalah ketika ada aktivitas gereja atau persekutuan yang dilakukan di gereja maka masyarakat di kampung Kapisawar akan berkunjung ke kampung sawinggrai. hal sebaliknya adalah untuk kepentingan pendidikan anak-anak, maka anak-anak usia sekolah di kampung sawinggrai akan pergi ke kampung kapisawar untuk bersekolah. Proses penunjukan ini oleh tua-tua adat dalam rangka proses keadilan di kampung tersebut. Dan proses ini telah dilangsungkan secara turun temurun dan masih terjaga dan dipertahankan sampai saat ini.

6

Ada cerita menarik antara peneliti dan bapak Luis Dimara. Sebuah perjumpaan nostalgia yang tidak pernah peneliti dan saudara Luis Dimara bayangkan sebelumnya. Sebelum peneliti menyerahkan surat ijin penelitian kepada kepala kampung, rupanya saudara Luis Dimara, sudah mengenal peneliti sebelumnya. Awalnya dia ragu-ragu apakah peneliti ini adalah orang yang dikenalnya. Rasa penasarannya akhirnya terjawab, ketika peneliti memberikan surat ijin penelitian kepadanya. Rupanya kepala kampung Sawinggrai, yaitu bapak Louis Dimara, merupakan adik kelas dan adik yunior peneliti semasa SMA di kota Jayapura, pada tahun 1995. Kami berjumpa lagi kurang lebih 16 tahun disebuah kampung yang indah di Raja Ampat. Sungguh sebuah pertemuan nostalgia yang tak disengaja.

(11)

beberapa kali mengikuti aktivitasnya bapak Yesaya sebagai aktivis LSM. Misalnya, mengunjungi pos CII di kampung Warbeki dan mengikuti patroli CII di perairan selat Dampir. Untuk lebih jelasnya mengenai pengalaman lain di luar penelitian bisa dilihat pada sub bab pada pada bab ini.

Mengapa Kampung Sawinggrai

Selain melakukan penelitian utama di kampung Sawinggrai, sebenarnya ada beberapa kampung wisata yang juga peneliti kunjungi dan memperoleh data lapangan. Kampung-kampung yang peneliti singgahi (kunjungi) antara lain : kampung Arborek, kampung Sawandarek dan kampung Yenwaupnour. Ketiga kampung ini, bersama-sama dengan kampung Sawinggrai merupakan keempat kampung wisata dari lima kampung wisata di distrik Meosmansar. Namun, dalam fokus kajian dalam tesis ini, peneliti lebih mengangkat kampung Sawinggrai sebagai locus, dan sebagai obyek laporan akhir tulisan ini. Ada beberapa alasan, mengapa kampung Sawinggrai dipilih. Berikut ini, ada beberapa alasan di balik pemilihan kampung Sawinggrai sebagai lokasi atau areal kajian peneliti.

Alasan-alasan itu antara lain : Pertimbangan Metodologis, antara lain : pertama, bahwa kampung ini, merupakan kampung percontohan yang ditetapkan sebagai kampung wisata di kabupaten Raja Ampat. kedua, kampung Sawinggrai memiliki potensi obyek wisata yang khas dan mempesona. Ketiga, yang terpenting, karena di kampung ini, ada komunitas masyarakat yang secara sadar sejak awal bahkan sebelum ditetapkan sebagai kampung wisata telah menjalankan aktivitas kegiatan pariwisata. Keempat, ada pelaku (actor) penggerak pariwisata yang dengan setia dan selalu menjalankan perannya dalam menjaga lingkungan hidup sebagai modal utama aktivitas pariwisata.

Pertimbangan Praktis (empiric), antara lain : pertama, dari sisi jarak atau aksesibilitas dari ibukota kabupaten (kota Waisai) ke kampung ini relatif lebih terjangkau dan mudah; Kedua, kampung Sawinggrai, sangat berdekatan, dengan beberapa kampung wisata di distrik Meosmansar, sehingga mudah dijangkau walupun secara teknis dipisahkan oleh laut, namun ada beberapa kampung yang bisa

(12)

dijangkau dengan jalan darat – walaupun harus disesuaikan dengan kondisi pasang surut air laut. Ketiga, alasannya adalah, posisi peneliti tinggal dan menetap dalam waktu yang cukup lama di kampung ini, dibandingkan dengan beberapa kampung wisata lainnya.7

Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian mengenai kehidupan masyarakat lokal di kampung Sawinggrai, distrik Meosmansar di Kabupaten Raja Ampat, - terutama difokuskan pada beberapa anggota masyarakat yang mampu mengembangkan potensi alamnya, sehingga berkembang menjadi daerah tujuan wisata – dikerjakan dengan pendekatan kualitatif, dengan alasan karena lewat pendekatan peneliti ini, peneliti ingin menggambarkan perilaku masyarakat lokal – khususnya pelaku usaha wisata - di kampung Sawinggrai, yang secara tradisional mampu mengembangkan usahanya sebagai bagian dari pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Rahayo (2010)8 menjelaskan bahwa, dalam penelitian kualitatif, yang ingin dicari dalam sebuah penelitian bukan hubungan antar variabel, melainkan mencari jawaban secara mendalam atas pertanyaan “mengapa”. Oleh sebab itu, untuk semua alasan tersebut, penelitian kualitatif menjadi pilihan yang lebih tepat.

7

Ini menjadi alasan utama, mengapa kampung Sawinggrai dipilih, sebagai bahan utama penulisan tesis ini. mengingat penelitian ini adalah research

partisipation, maka peneliti lebih fokus pada kampung Sawinggrai sebagai

obyek dalam penulisan tesis ini. Memang ada beberapa kampung yang juga peneliti kunjungi ketika melakukan penelitian di distrik Meosmansar. Misalnya di kampung Arborek, peneliti tidak menetap atau menginap di kampung ini. Peneliti hanya pergi (observasi dan wawancara) dan kembali lagi ke kampung Sawinggrai. Atau misalnya juga di kampung Sawandarek, peneliti hanya melakukan penelitian (observasi dan wawancara) di kampung ini selama dua hari dua malam, dan kemudian kembali ke kampung Sawinggrai, melalui kampung Yenbekwan (ibukota distrik).

8

Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionghoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana.

(13)

Bogdan dan Taylor (1982 dalam Moleong 2005)9, mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati; pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Mengingat pendekatan ini membutuhkan kecermatan dan kelengkapan pengamatan peneliti, selama melakukan penelitian, maka oleh Kirk dan Miller menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu penetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan (Moleong 2005)10.

Selanjutnya untuk menjawab persoalan dan mencapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, maka dibutuhkan suatu pendekatan penelitian. Dengan demikian penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif di mana metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam; serta data tersebut mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan nilai di balik data yang tampak (Sugiyono 2009)11. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat eksplanatoris. Menurut Nordholt (1973 dalam Sugiyono 2009)12, jenis penelitian eksplanatoris yaitu mencari klasifikasi-klasifikasi dari segala aspek gejala untuk dapat mengidentifikasikan gejala tersebut sebaik mungkin. Atau dengan kata lain jenis penelitian eksplanatoris digunakan untuk menjelaskan fenomena dan realitas obyek (Soegijono, SP, 2011:75)13.

Dalam rangka mengkonstruksi dan menjelaskan fenomena yang diamati, maka diperlukan data penelitian. Oleh sebab itu untuk mendukung penelitian tersebut diperlukan berbagai macam data. Antara lain data primer dan data sekunder. Data Primer yaitu, data

9

Moleong, Lexy, 2010. “Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi)”; Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

10

op.cit

11

Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit Alfabeta.

12

op.cit

13

Soegijono, Simon Pieter, 2011. “Papalele : Potret Aktivitas Komunitas

Pedagang Kecil di Ambon”; Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana

(14)

yang diperoleh langsung dari lapangan dengan cara wawancara (interview). Menurut Esterberg (dalam Sugiyono 2005:72)14, mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dilakukan oleh penulis secara langsung (tatap muka) dengan sumber informasi, mengunakan panduan wawancara yang sebelumnya telah disediakan atau dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Sedangkan sumber informasi diperoleh dari informan kunci. Definisi informan kunci yaitu, individu yang dapat memberikan gambaran umum yang terjadi dan memberi penjelasan secara tepat dan benar tentang sebab-sebab munculnya gejala sosial yang terjadi (Suwondo 2005:191)15. Oleh sebab itu, data primer dalam penelitian ini bersumber dari hasil wawancara dengan berbagai pihak, antara lain16: dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah desa, pemerintah kabupaten, para pelaku usaha jasa wisata lokal. Sedangkan Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok persoalan, dengan cara studi kepustakaan (library study) dan dokumen-dokumen pendukung17 sangat diperlukan sebagai data sekunder.

14

Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit Alfabeta.

15

Suwondo, Kutut. 2005. Otonomi Daerah dan Perkembangan Civil Society di

Aras Lokal, Salatiga : Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UKSW.

16

Sumber informan dalam penelitian ini antara lain : Pihak Pemerintah daerah : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, yang dijadikan sumber informan adalah Bapak Ir. Yusdi Lamatenggo, M.Si (kepala dinas), Ibu, Ina Rumbekwan, SS, M.Si, (kepala bidang Promosi), Bapak Adam, S.Sos (kepala seksi sarana obyek wisata), dan Saudara Agus Maksum, S.S. (Kepala seksi Program), Dinas Perhubungan : Bapak Drs.Sem Belseram, M.Si (kepala Dinas), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi : Bapak Mambraku, SH (kepala Dinas); Pihak kepala

kampung Sawinggrai : Bapak Luis Dimara; Pelaku Usaha Lokal di kampung

Sawinggrai : 1. Bapak Yesaya Mayor, 2. Bapak Paulus Sauyai, 3. Saudara Mettu Dimara. Anggota Masyarakat : 1. Bapak Berts Saori; 2. Saudara Faure Sauyai, 3. Saudara Elisa Mambrasar, 4. Saudara Henji Sauyai ; Pihak LSM : Saudara Chareles Imbir, ST (juga berperan sebagai anggota DPRD) dan Saudara Gaman, Saudara Sadik Mayor, S.Si (Satf Pegawai Badan Lingkungan Hidup dan mantan Staff CII Raja Ampat), Nelly Fakdawer, S.IP (Staf Biro Huma Sekda dan mantan staff LSM Coremap)

17

Data-data pendukung sebagai data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari : pertama, instansi pemerintah, antara lain : Data dari Bapeda Kabupaten Raja Ampat, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah kampung Sawinggrai ; kedua, dari pihak LSM, antara lain : Data

(15)

Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini, fokus penelitian diarahkan untuk melihat satuan pengamatan (unit of observation) dan satuan analysis (unit of analysis). Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan satuan pengamatan (unit of observation) pada peran masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai, distrik Meosmansar di Kabupaten Raja Ampat. Sedangkan satuan analisis (unit of analysis), yang oleh Ihallauw (2004), didefinisikan sebagai “the level of aggregation of the data

that are collected for analysis, in order to answer the research question.” (dalam Rahoyo 2010;47)18. Selanjutnya, secara singkat Rahoyo menjelaskan bahwa unit analisis adalah unit yang akan diteliti atau dianalisis yang biasanya juga dikenal sebagai unit penelitian atau unit elementer (Singaribuan dan Efendi 1989 dalam Rahayo 2010:47)19. Dalam konteks penelitian ini, penulis menjadikan fokus unit analisis atau satuan analisisnya pada ; partisipasi masyarakat lokal20 - dalam konteks ini, difokuskan pada masyarakat lokal – khususnya para pelaku usaha wisata -, yang berada di kampung Sawinggrai – dalam sektor pariwisata. Penentuan satuan analisis dilakukan dengan menggunakan purposive sampling atau dalam penentuan informan di lapangan ditentukan secara sengaja (Lin 1976 dalam Soegijono 2011)21.

Pengolahan Data dan Analisis

Proses menganalisis suatu data merupakan bagian yang amat penting dalam sebuah metode penelitian ilmiah. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode penelitian ilmiah dan alamiah, yaitu dengan menjawab tujuan dan

dari LSM Coremap, dan LSM CII Raja Ampat; ketiga, data diperoleh dari berbagai literatur baik dari jurnal, buku dan bahan-bahan dari brosing internet, dan sebagainya.

18

Rahoyo, Stefanus, 2010. “Dilema Tionghoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana.

19

op.citI: Hal 47

20

Masyarakat lokal yang dimaksud yaitu, masyarakat asli (putra daerah) atau suku asli Papua yang mendiami dan menetap diatas tanah adat mereka.

21

Soegijono, Simon Pieter, 2011. “Papalele : Potret Aktivitas Komunitas

Pedagang Kecil di Ambon”; Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana

(16)

permasalahan di atas karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian. Dengan demikian menurut Effendi (1989:363), analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan22. Sedangkan menurut Miles dan Huberman (1992 dalam Sugiyono 2009)23 dalam penelitian kualitatif data yang ada dianalisis dan disusun dalam wujud kata-kata ke dalam teks yang diperluas.

Setelah melalui proses penelitian, maka akan diperoleh berbagai macam informasi data dari berbagai kumpulan data tersebut kemudian dilakukan sebuah tahapan ilmiah lainnya yaitu proses analisis. Sebagaimana model penelitian kualitatif secara umum, akan melalui berbagai macam proses, antara lain, pertama data-data yang telah terhimpun dari lapangan, dibuat dalam bentuk transkrip. Dalam pengalaman peneliti, untuk membuat transkrip ini dibutuhkan waktu kurang lebih tiga minggu.

Kemudian membuat analisis tematik dengan cara membuat matriks. Dan dari hasil tersebut berdasarkan data lapangan dari beberapa desa atau kampung, peneliti beserta dosen pembimbing mendiskusikan hasil temuan data lapangan yang difokuskan untuk memilih data dari kampung Sawinggrai untuk dijadikan sebagai data atau temuan empirik yang terdapat pada bab lima. Setelah proses menyelesaikan transkip data lapangan di bab empirik, peneliti melanjutkan penulisan analisis lanjutan dengan berusaha menemukan konsep-konsep yang terkandung atau terpendam dalam bab empirik. Dari hasil temuan konsep-konsep tersebut, kemudian memasuki tahap berikutnya yaitu mencoba mengkontruksikan temuan-temuan tersebut dalam dalam bab analisis dan kesimpulan yang mencoba menggambarkan makna pengembangan pariwisata bagi masyarakat lokal di Kabupaten Raja Ampat.

22

Lihat Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionhoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana.

23

Sugiyono, 2009. “Memahami Penelitian Kualitatif”; Bandung : Penerbit Alfabeta.

(17)

Pengalaman penelitian sambil melakukan aktivitas

pariwisata

Pada bagian sub bab ini, - sesuai dengan judulnya -, bahwa melakukan penelitian sambil melakukan aktivitas pariwisata, maka ada beberapa pengalaman penelitian sambil berwisata yang peneliti jalani, selama melakukan penelitian. Pengalaman-pengalaman itu antara lain, sebagai berikut: pertama, pengalaman pertama peneliti diajak oleh bapak Yesaya mengunjungi keindahan teluk Kabui. Hal ini peneliti rasakan ketika hari kedua tiba di kampung Sawinggrai, peneliti diajak bersama-sama bapak Yesaya Mayor dengan menggunakan speedboad nya mengelilingi keindahan pulau-pulau di teluk Kabui. Kedua, aktivitas menyelam dan snourkeling merupakan pengalaman yang menarik bagi peneliti karena selama melakukan penelitian, ada banyak aktivitas yang peneliti lakukan. Misalnya, suatu ketika pada saat dalam perjalanan ke kampung Arborek, peneliti diajak oleh bapak Yesaya untuk sejenak melakukan aktivitas

snourkling di perairan antara kampung Sawinggrai dan perairan

kampung Arborek. Peneliti sangat senang dan kagum atas keindahan bawah lautnya.

Salah satu pengalaman yang tak bisa dilupakan adalah bagaimana dengan mata kepala sendiri peneliti menyaksikan sekelompok ikan pari manta. Suatu pengalaman luar biasa dan sangat menyenangkan karena bisa berada di salah satu lokasi favorit para turis mancanegara. Setelah melakukan aktivitas snourkeling, perjalanan peneliti dilanjutkan ke kampung Arborek untuk berjumpa dengan para informan yang telah menunggu peneliti. Pengalaman

ketiga yaitu, melihat burung cenderawasih. Peneliti sering

melakukan aktivitas ini, berhubung selama melakukan penelitian di Raja Ampat, peneliti hampir menghabiskan waktu dua sampai tiga minggu di Kampung Sawinggrai. Hal ini yang kemudian menyebabkan peneliti seringkali menyaksikan aktivitas-aktivitas wisatawan (mancanegara dan domestik) berdatangan untuk mengamati atau melihat burung cenderawasih bermain. Terkadang ada beberapa pengalaman di mana peneliti bersama-sama dengan bapak Yesaya secara langsung mengantar wisatawan ke hutan untuk melihat lokasi / taman bermain burung cenderawasih. Peneliti juga merasa senang karena bisa melihat bagaimana keindahan burung cenderawasih saat menari secara langsung.

(18)

Gambar 3. Berkunjung di Makam Keramat

Pengalaman menarik lainnya yang tidak terlewatkan oleh peneliti yaitu, melihat makam-makam keramat24. Selain itu, sebagai peneliti dan sebagi orang luar masyarakat Raja Ampat khususnya masyarakat kampung Sawinggrai, peneliti mendapat kesempatan melihat makam leluhur dari nenek moyang masyarakat Raja Ampat yang dikubur di goa-goa di pulau-pulau teluk Kabui. Peneliti merasa tersanjung dan senang karena bisa diajak bersama ke sana. Menurut bapak Yesaya Mayor, sebagai orang baru yang baru pertama kali datang, peneliti juga harus diperkenalkan pada arwah nenek moyang mereka, sehingga kegiatan peneliti selama melakukan penelitian di kampung mereka dapat dilindungi dan memperoleh kesuksesan.

24

Makam (kuburan) yang dikunjungi oleh peneliti ini, terletak di lereng pulau-pulau kars yang terdapat di teluk Kabui. Menurut bapak Yesaya, makan raja tersebut, merupakan turunan bangsawan atau keturunan dari keluarga Sangaji, yang merupakan turunan dari keluarga Dimara.

(19)

Lika liku selama proses penelitian

Ada banyak kendala yang peneliti rasakan dan alami selama melakukan penelitian di kampung Sawinggrai. Kendala-kendala itu antara lain: Pertama, kondisi cuaca. Kondisi cuaca menjadi salah satu kendala berat yang dirasakan oleh peneliti25; Kedua, jarak antara dua desa yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Kondisi dua desa yang berbentuk pulau dan dibatasi oleh laut, mejadi salah satu kendala yang cukup dirasakan oleh peneliti. Sebagai contoh, untuk sampai ke kampung Arborek, peneliti harus menumpang

speedboat milik bapak Yesaya Mayor. Kendala lain yang dihadapi

peneliti adalah menyangkut ketersediaan sarana transportasi. Hal itu penulis cantumkan karena selama melakukan penelitian, peneliti sangat dibantu oleh kebaikan hati bapak Yesaya, yang dengan senang hati menemani serta mengantar penulis melakukan penelitian. Namun suatu ketika, bapak Yesaya harus pergi ke Sorong, dengan speedboadnya. Selama beberapa hari (kurang lebih seminggu) penulis tidak mendapat akses transportasi untuk memperoleh data ke beberapa kampung yang ada di distrik Meosmansar. Untuk melakukan perjalanan, peneliti harus menyediakan dana untuk membeli bahan bakar yang cukup mahal dan harus menyewa perahu motor milik warga. Hal-hal ini yang menurut peneliti menjadi kendala selama melakukan penelitian di kedua kampung tersebut. Selain itu diperlukan dana dan kesiapan fisik dan mental yang baik untuk melakukan penelitian ini.

Sebagai Orang Papua meneliti di Raja Ampat

Berikut ini, akan diceritakan, bagaimana pengalaman peneliti melakukan penelitian sebagai orang Papua dan posisi peneliti sebagai orang luar Raja Ampat: Pada prinsipnya, pengalaman meneliti di Raja Ampat sangat menyenangkan. Hal itu peneliti

25

Kondisi cuaca ketika peneliti melakukan penelitian di Raja Ampat saat itu, sedang dilanda angin selatan. Ketika angin selatan melanda, cuaca extrim berupa angin kencang yang mengakibatkan gelombang laut menjadi sangat tinggi. Akibatnya banyak pelayaran yang tertunda akibat kondisi ini. Pengalaman peneliti misalnya, akibat cuaca extrim peneliti tidak bisa ke lokasi penelitian (kampung Sawinggrai) akibat gelombang terlalu besar diikuti angin kencang yang melanda. Waktu terbuang di kota Waisai kurang lebih seminggu lamanya.

(20)

ungkapkan karena ada beberapa hal, antara lain : pertama, dinamika dalam proses pengambilan data berjalan dengan baik. Artinya, semua data (primer dan sekunder) yang peneliti perlukan dapat diperoleh dengan mudah. Kemudahan memperoleh akses ke sumber informan dan informasi dari para informan, bisa juga disebabkan karena peneliti dianggap sebagai orang Papua asli – walaupun bukan putra daerah Raja Ampat. Kehadiran peneliti sebagai orang asli Papua di lokasi penelitian (Sawinggrai dan beberapa kampung wisata), dianggap sebagai sesuatu yang baik dan membanggakan bagi mereka. Apalagi mereka mengetahui bahwa peneliti merupakan salah satu pengajar (dosen) di PTN (perguruan tinggi negeri) di Manokwari. Ada hubungan korelasi positif dari posisi peneliti di institusi tempat peneliti bekerja. Hubungannya karena kebanyakan dari anak-anak dan kerabat masyarakat di lokasi penelitian bersekolah (kuliah) di tempat peneliti bekerja. Kehadiran peneliti ketika melakukan wawancara dengan beberapa sumber informan maupun warga masyarakat lain, sering kali peneliti mendapat berbagai macam masukan dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat kepada peneliti.

Kebanyakan keluhan-keluhan yang disampaikan sumber informan bervariasi. Kebanyakan mereka menyampaikan keluhannya terhadap pemerintah daerah yang kurang memberikan perhatian terhadap pelayanan pembangunan di kampung mereka. Ada juga yang menyampaikan keluh kesah mereka tentang perilaku para operator wisata yang mem-PHK (pemutusan hubungan kerja) mereka tanpa memberikan surat teguran terlebih dahulu. Bahkan ada yang menyampaikan kekesalan mereka karena tidak mendapat uang pesangon atau uang pemutusan kontrak kerja. Hal-hal tersebut penulis catat dan dengarkan saja sebagai bagian dari potret realita kehidupan masyarakat kampung yang membutuhkan perlakuan adil dan kepedulian pemerintah dalam memberikan pelayanan yang layak kepada mereka.

Penulisan Hasil

Proses penulisan hasil yang tertelah dalam bentuk tesis ini, dapat terjadi, dimulai dengan proses yang tidak sekali jadi. Dibutuhkan proses yang berulangkali dengan berbagai macam

(21)

perubahan isi maupun tataletak yang dengan teliti dan kejeniusan dosen pembimbing dalam memberikan masukan guna memperbaikan contex maupun content tulisan ini. Sebagai tahapan akhir dari proses penelitian ini, disusunlah penulisan laporan penelitian. Oleh Muhammad Idrus (2007), laporan penelitian memiliki beberapa makna penting, yaitu : pertama, sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan aktivitas penelitian; kedua, temuan-temuan yang diperoleh di lapangan merupakan karya ilmiah peneliti;

ketiga, karya ilmiah tersebut merupakan hak peneliti; keempat,

menambah kajian keilmuan di bidang yang baru saja diteliti oleh peneliti; kelima, sebagai rujukan untuk para peneliti berikutnya (Rahayo 2010:56)26.

Berikut ini beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam menyelesaikan tahapan penulisan hasil (dalam bentuk tesis ini). Setelah melakukan penelitian lapangan, pertama-tama, peneliti menuliskan laporan empirisnya (bab empat dan lima). Setelah bab empiris selesai pengerjaannya, kemudian dilanjutkan dengan penulisan analisis dan kesimpulan. Tahap selanjutnya adalah penulisan bab dua, yaitu terhadap telaah literatur. Bab ke enam berisikan bab kesimpulan, dari serangkaian penelitian ini. Selanjutnya penulisan bab metodologi dan proses penelitian serta tahap paling akhir dari semua tahapan ini adalah penulisan bab satu yang menjadi pendahuluan seluruh tulisan (tesis) ini.

Kesimpulan

Untuk sampai pada ke semua tahap ini, dibutuhkan sebuah perjuangan dan ketekunan yang sungguh dan kedalaman ilmiah untuk mencapai suatu karya akademik yang dapat dipertanggung jawabkan. Karya llmiah ini, merupakan sebuah hasil karya minimal yang dihasilkan dari sebuah perenungan dan ketertarikan awal penelitian mengenai peran serta masyarakat lokal dalam pengambangan pariwisata di Raja Ampat. Oleh sebab itu, menjadi penting dalam sebuah tulisan ilmiah untuk mencantumkan proses

26

Rahoyo, Stefanus,2010. “Dilema Tionghoa Miskin” ; Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana.

(22)

penelitian selama di lapangan, sebagai bagian dari pengalaman dan referensi bagi siapa saja dalam melakukan research mengenai pariwisata ataupun bidang kajian lain di wilayah kepulauan.

Disadari bahwa perkembangan kabupaten Raja Ampat mengalami perkembangan yang cukup pesat, yang walaupun kabupaten ini merupakan kabupaten baru di provinsi Papua Barat. Itu bisa dijumpai dari berbagai kegiatan penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga riset (pemerintah maupun non pemerintah). Khususnya menyangkut penelitian pariwisata di Raja Ampat. Penelitian pariwisata di Raja Ampat akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh banyak kalangan - pemerintah, ilmuwan (akademisi, mahasiswa dan peneliti) dan LSM. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah metedologi ilmiah, yang komperhensif dalam rangka dijadikan sebagai peta jalan (road map) untuk sampai ke sana (lokasi penelitian di Raja Ampat). Metodologi dalam penelitian ini, menjadi sebuah titik berangkat untuk memahami seluk beluk (realita) dalam sebuah penelitian, khususnya pengembangan pariwisata yang berorientasi pada community based tourismt di kawasan kepulauan. Dengan demikian sebuah pengalaman proses penelitian (tahapan metodologi) yang panjang ini, diharapkan dapat menjadi gambaran (pedoman) minimal bagi para ilmuwan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya demi kepentingan kemanusiaan.

Gambar

Gambar 1. Latar dermaga dan speed boat Pak Yesaya.
Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Kampung Sawinggrai
Gambar 3. Berkunjung di Makam Keramat

Referensi

Dokumen terkait

Popham (1995: 3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai

Dengan ini diberitahukan kepada seluruh peserta lelang untuk Paket Peningkatan Jalan Jangkang-Pantai Ulin, Kecamatan Simpur tahun 2013 kodel lelang 388282. Sehubungan

[r]

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudara, perihal Peningkatan Jalan Menuju.. Kantor Kelurahan Mansapa , maka dengan ini kami mengundang saudara

Rekening buku besar yang sudah diisi selama periode akuntansi, tapi akhir periode harus ditutup dan kemudian dibukukan kembali pada awal periode berikutnya.Menutup buku

Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari dua sumber. 1) Kajian Pustaka, kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data berupa landasan teori dan

Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh pembaptisan dalam kematian, supaya, seperti halnya Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh