• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP NAFSU DALAM PERSPEKTIF IMAM GEREJA KATOLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP NAFSU DALAM PERSPEKTIF IMAM GEREJA KATOLIK"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP NAFSU DALAM PERSPEKTIF IMAM GEREJA KATOLIK (Studi Kasus Para Imam dalam Menjalani Hidup Selibat di Novisiat Santo

Stanlislaus Girisonta Ungaran Semarang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)

Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama

Oleh:

DESY HESTI PRATIWI

4104023

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)

iii Pembimbing I

(4)

iv

MOTTO

ö@è%

uqèd

ª!$#

î‰ymr&

ÇÊÈ

ª!$#

߉yJ¢Á9$#

ÇËÈ

öNs9

ô$Î#tƒ

öNs9ur

ô‰s9qãƒ

ÇÌÈ

öNs9ur

`ä3tƒ

¼ã&©!

#·qàÿà2

7‰ymr&

ÇÍÈ

Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

(5)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

• Allah SWT, atas ridho dan rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan skirpsi ini.

• Bapak dan Ibu tercinta, bapak Sutarno dan Ibu Sudarti yang senantiasa dengan tulus mencurahkan kasih dan sayang serta motivasi dengan penuh pengharapan dan do anya, karena ketulusan kalianlah penulis dapat mengenal agama Islam.

• Buat adikku (Hisma yuliet Abu Sofyan dan Diaz Arya Lesmana) yang senantiasa menjadi penyemangat dalam menulis skripsi ini..

• Buat masku (Yoko Narimo) yang senantiasa menghiasi perjalanan hidup, terima kasih atas kesabarannya dan motivasinya selama ini.

• Buat Bu le ku (Singkong) dan Omku (Parlan) yang mendukukung dan selalu menyamangatiku untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.

• Keponakan-keponakanku Cahya dan Sapta yang mendukung dan selalu menyemangatiku untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.

• Sahabat-sahabatku (dewi, indah, cupliez, bulet, zuliyono, ali usman, zaki, subhan) yang takkan kulupakan kebersamaan kita didalam kampus kita tercinta.

(6)

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang diajukan bahan rujukan.

Semarang, Mei 2010 Deklarator

Desy Hesti Pratiwi 4104023

(7)

vii

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Konsep Nafsu Dalam Perspektif Imam Gereja Katolik (Studi Kasus Para Imam dalam Menjalani Hidup Selibat)” ini merupakan penelitian lapangan (fiel research). Adapun perumusan masalah adalah: a) Bagaimana Konsep nafsu menurut pandangan imam, b) Implikasi nafsu bagi imam dalam kehidupan.

Tujuan penelitian ini untuk: 1). Agar dapat mengetahui nafsu menurut pandangan imam. 2) Untuk mengetahui beberapa implikasi konsep nafsu menurut pandangan imam dalam kehidupan.

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh dari data primer (secara langsung) adalah hasil dari field research (penelitian lapangan) yaitu wawancara dengan Romo Sardi sebagai imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang dan data sekunder (tidak langsung) yaitu literature lainnya yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Adapun metode pengumpulan data yaitu dengan interview, observasi dan dokumentasi. Sedangkan analisis data adalah deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena atau keadaan para Imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang. Hasil penelitian ini yaitu:

a). Konsep nafsu menurut Imam Gereja Katolik

Setiap nafsu yang dimiliki setiap manusia sama pada umumnya, meskipun seorang iman Katolik sekalipun. Namun para imam bisa mengendalikan nafsu mereka dengan pola hidup seimbang yang diterapkan adalah kehidupan sehari-hari. Seorang Imam sama dengan manusia lainnya mempunyai berbagai macam nafsu antara lain nafsu makan, seks, balas dendam dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari nafsu itu muncul dalam berbagai kondisi. Namun perlu adanya penataan terhadap munculnya nafsu-nafsu tersebut. Apabila manusia menata nafsu-nafsunya dalam peran akal budi dengan kehendak yang didisiplinkan dengan prinsip hidup seimbang dan sehat maka nafsu tersebut akan terkendali. Liar tidaknya nafsu ditentukan oleh pengelolaan nafsu-nafsu yang lain. Ada dua hal penting dalam penataan nafsu para Imam Katolik. Penataan indra atau pengendalian panca indra. Pengendalian batin (pikiran, perasaan, dan keinginan) termasuk imajinasi.

Dengan adanya penataan nafsu-nafsu yang ada pada setiap manusia termasuk seorang Imam, maka nafsu-nafsu yang ada akan mudah dikendalikan dengan cara hidup cukup dan teratur. Karena kebutuhan satu dengan kebutuhan yang lain akan saling berhubungan. Apabila salah satu kebutuhan dipenuhi dengan berlebihan maka akan mempengaruhi kebutuhan yang lainnya

b).Implikasi nafsu Imam Katolik dalam kehidupan

Implikasi nafsu yang di lakukan oleh Imam Katolik dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

a. Penerapan hidup disiplin

Untuk bisa menjaga nafsu yang ada pada seorang imam, maka mereka harus hidup disiplin dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Karena dengan disiplin mereka akan selalu mengingat tanggung jawab sebagai imam dan menjadi tauladan hidup bagi umat Nya.

b. Hidup seimbang

Dalam menjalani hidup sehari-hari, seorang imam harus dapat menjaga nafsunya dengan pola hidup seimbang. Dalam hidup seimbang ini, seorang imam harus bisa menjaga kebutuhan jasmani dan rohaninya dengan cara makan dan minum secukupnya, olah raga yang cukup dan teratur dan lainnya

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puja dan puji syukur kita selalu panjatkan pada Allah yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Sehingga atas rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan syafa’at-Nya di akhir nanti..

Skripsi yang berjudul “Konsep Nafsu Dalam Perspektif Imam Gereja Katolik (Studi Kasus Para Imam dalam Menjalani Hidup Selibat di Novisiat Santo Stanlislaus Girisonta Ungaran Semarang)” ini disusun guna memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) pada jurusan Perbandingan Agama Di Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusun skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor IAIN Walisongo Semarang Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M. A., selaku penanggung jawab penuh terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di lingkungan IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Dr. H. Abdul Muhaya, M.A. Dekan Fakultas Ushuluddin atas segala kebijakan teknis di tingkat fakultas dan sekaligus sebagai bapak kami

3. Bapak Drs. Tafsir M.Ag. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Parmudi M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(9)

ix

4. Para dosen pengajar di lingkungan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Yang terbaik dalam kehidupan ini, kedua orang tuaku atas do’a, bimbingan, cinta dan kasih sayangnya sepanjang hayatku, serta seluruh keluargaku yang telah mendukungku selama ini.

6. Sahabat-sahabatku yang selalu mensuport agar cepat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman Fakultas Ushuluddin Angkatan 2004 khususnya Jurusan Pembandingan Agama yang selalu bercanda bersama di dalam kelas. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, Mei 2010 Penulis

Desy Hesti Pratiwi 4104023

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... I PERSETUJUAN PEMBIMBING ... II PENGESAHAN ... III DEKLARASI ... IV PERSEMBAHAN ... V ABSTRAK ... VI KATA PENGANTAR ... VIII DAFTAR ISI ... X BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penulisan ... 5 D. Telaah Pustaka... 6 E. Metode Penulisan ... 7 F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG NAFSU A. Pengertian Nafsu ... 13

B. Pengertian Selibat ... 14

C. Kedudukan Imam di Greja Katolik ………. 16

D. Tujuan Hidup Derselibat ... 17

E. Selibat dalan Pandangan Katolik ... 19

F. Langkah-langkah dalam Menjalani Hidup Selibat dan Pemenuhan Kebutuhan Seks. ... 20

G. Seks Sebagai Kebutuhan Manusia ... 24

BAB III : KEHIDUPAN SELIBAT PARA IMAM DI NOVISIAT SANTO STANISLAUS GIRISANTA UNGARAN SEMARANG A. Sejarah Berdirinya Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo Ungaran ……… 31

B. Tujuan di Dirikannya Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran ……… 32

(11)

xi

C. Struktur Organisasi Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo Ungaran ……….. 33 D. Kehidipan Selibat di Kalangan Imam di Novisiat Santo

Stanislaus Girisonta Ungaran……….. 34 1. Aktivitas Keseharian Para Imam di Novisiat Santo

Stanislaus Girisonta Ungaran ………. 34 2. Cara Imam dalam Menjalani Hidup Selibat………. 36 3. Hal-hal Yang Dibolehkan dan Yang Tidak Dibolehkan dalam Hidup Selibat ………. 38

BAB IV : MENGATUR NAFSU DALAM KEHIDUPAN IMAM KATOLIK A. Kedudukan nafsu ……… 39 B. Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Dari Hidup Selibat ... 40 C. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam

hidup selibat ... 41 BAB V : KESIMPULAN A. Kesimpulan... 44 B. Saran-saran ... 46 C. Penutup ... 46 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak orang yang tidak memahami hawa nafsu, sehingga banyak yang terjerumus dalam hal-hal yang menyangkut hawa nafsu. Di sisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak mau tahu tentang dosa dari akibat hawa nafsu. Padahal masyarakat mengetahui akibat buruk apabila kita mengikuti hawa nafsu yang kita lakukan dalam kehidupan ini.

Baik buruknya manusia bergantung kepada tahap-tahap kesucian batinnya atau nafsunya. Karena begitu besar pengaruh nafsu dalam kehidupan manusia. Maka manusia berusaha untuk bisa mengontrol nafsu yang dimilikinya agar bisa teratur dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Pengendalian diri manusia terhadap nafsu yang terdapat dalam setiap jiwa manusia sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. Manusia akan hidup seimbang apabila dapat mengendalikan setiap nafsu yang ada pada dirinya. Sehingga, dalam melakukan tindakan akan berpikir matang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari.1

Keutamaan manusia antara lain terletak dalam pengendalian nafsunya. Raja Solaiman berkata: "Mereka yang dapat mengendalikan nafsunya, lebih besar dari seorang pahlawan". Seorang pahlawan atau orang yang terkenal karena melakukan hal-hal yang besar belum tentu dapat mengendalikan

1

(13)

ii

nafsunya. Nafsu merupakan bagian dari keinginan manusia. Keinginan yang berlebihan biasanya disebut nafsu. Pembunuhan, zinah, penyakit, korupsi, merupakan akibat nafsu. Nafsu amarah merupakan awal dari dendam dan pembunuhan, nafsu sex, merupakan awal dari perzinahan, nafsu makan, merupakan sumber penyakit, dan nafsu akan uang merupakan akar korupsi.2

Sekitar dua abad yang lalu Karl Marx menyatakan, bahwasanya yang menentukan perang dan damai di antara manusia di dunia ini adalah perebutan mencari makan alias persoalan mengisi perut.

Segala permasalahan di dunia ini, berpusat kepada perut. Semua orang ingin kenyang, dan tak mau lapar, lalu berebut makanan. Maka terjadilah pertentangan, pertikaian yang tidak dapat dielakkan.

Dan satu setengah abad yang lalu datang pula seorang lagi yang bernama Sigmund Freud yang menyatakan bahwa bukan urusan perut yang menjadi sebab timbulnya pertentangan dan perebutan di dalam dunia, melainkan faraj (alat kemaluan)lah yang menjadi penyebab, yaitu pemenuhan hasrat seksual yang tak terkendali.

Keduanya Karl Marx dan Sigmund Freud adalah para peneliti dalam masalah-masalah sosial. Mereka mengerahkan perhatian mereka untuk mencari sebab kericuhan ekonomi dan sosial di benua Eropa, dan mereka telah menyampaikan kesimpulan seperti di atas.

Apa jadinya jika manusia tidak mempunyai syahwat perut, sementara syahwat perutlah yang mendorong manusia agar tetap hidup dan tumbuh. Dan

2

(14)

iii

bagaimana pula jika manusia tidak mempunyai syahwat faraj, tidak ada hasrat untuk menikah dan kawin, sementara syahwat farajlah yang mendorong manusia untuk memiliki keturunan sehingga terjadi regenerasi?

Namun harus diingat, potensi yang ada jika tidak dikelola dengan baik keburukanlah yang didapat. Di sini peran akal harus bermain. Akal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain harus mampu menimbang, mengukur dan menakar baik dan buruk. Kalau peran akal sudah tidak bermain maka benarlah apa yang disimpulkan Marx dan Freud. Manusia tak lebih baik, atau sama dengan binatang, bahkan bisa jadi lebih parah dari binatang. Saling memakan dan bebas menggauli betina mana saja.

Tapi apakah dengan adanya akal sudah cukup? Apa yang menjadi tolok ukur bagi akal dalam menimbang baik dan buruk? Maka dari itu diutuslah Nabi dan Rasul untuk menyampaikan pengajaran dari Allah SWT. Karena Allah yang menciptakan manusia maka Dia pulalah yang paling tahu apa yang terbaik untuk manusia. Disampaikanlah kepada manusia lewat perantara Rasul pilihan-Nya, bagaimana cara memenuhi syahwat perut yang benar, mana yang halal dan mana yang haram. Demikian pula diajarkan bagaimana cara memenuhi syahwat faraj, mana yang boleh dinikahi, mana yang tidak, dan seterusnya.

Akal yang diisi muatan agama inilah, yang sejatinya mampu untuk mengelola potensi-potensi tersebut menjadi kekuatan. Akal yang sehat yang berisi ajaran agama tidak akan tega menyikut, menindas, melukai, atau bahkan membunuh saudaranya hanya karena ingin memenuhi syahwat perut.

(15)

iv

Melainkan dia akan berpikir bagaimana agar orang lain juga bisa memenuhi syahwat perutnya dengan baik dan halal. Tidak sekali pun terpikir olehnya untuk menggauli istri orang lain, anak orang lain atau bahkan saudara kandung dan anaknya sendiri hanya karena ingin memenuhi syahwat farajnya. Melainkan dia akan berpikir bagaimana kejahatan yang diakibatkan syahwat faraj yang diumbar bisa dihapuskan.

Syahwat yang terkendali oleh akal sehat dan hati yang bersih, apalagi jika juga didasarkan nurani yang tajam dengan disertai pemahaman agama yang benar, maka syahwat berfungsi sebagai penggerak tingkah laku atau hasrat untuk menyuburkan motivasi ke arah keutamaan hidup dan menjadikan hidupnya lebih bermakna dan terarah. Dalam kondisi demikian syahwat seperti energi yang selalu menggerakkan mesin untuk hidup dan hangat. Keseimbangan itu menjadikan orang mampu menekan dorongan syahwat pada saatnya harus ditekan (seperti rem mobil), dan memberikan hak sesuai dengan kadar yang dibutuhkan.

Pengabdi hawa nafsu akan menuruti apapun perilaku yang harus dikerjakan, betapapun itu menjijikkan. Jika orang memanjakan syahwat dapat terjerumus pada glamourism dan hedonis, maka orang yang selalu mengikuti dorongan hawa nafsunya pasti akan terjerumus pada kriminalitas dan kenistaan.3

Tetapi bagaimana dengan para imam yang hidupnya mengabdikan diri kepada Tuhan menurut ajaran mereka. Apakah mereka juga memiliki nafsu

3

(16)

v

yang sama sebagai makhluk sosial. Sebagaimana makhluk pada umumnya, dimana mereka punya nafsu yang harus disalurkan atau diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari misalnya kebutuhan akan biologis. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana mereka bisa mengendalikan hawa nafsu yang terdapat pada dirinya.

Maka dari uraian di atas penulis menegaskan judul yang akan dijadikan bahan penelitian penulisan skripsi ini adalah: “KONSEP NAFSU DALAM PERSPEKTIF IMAM GEREJA KATOLIK (Studi di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungarab Semarang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep nafsu menurut pandangan Imam Gereja Katolik?. 2. Apa implikasi nafsu bagi Imam Gereja Katolik dalam kehidupan selibat?.

C. Tujuan Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis yaitu:

1. Agar dapat mengetahui nafsu menurut pandangan Imam Gereja Katolik. 2. Untuk mengetahui beberapa implikasi konsep nafsu menurut pandangan

(17)

vi D. Telaah Pustaka

Pada masa sekarang ini banyak pemikir yang membahas persoalan nafsu. Sehingga tidak heran apabila banyak pemikir yang menuangkan ide pemikirannya ke dalam buku. Dalam memandang proses penulisan penelitian ini, penulis membutuhkan literatur-literatur buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dijadikan bahan penelitian seperti:

Etika Perkawinan (Dalam Serat Warayagnya Karya Mangkunegara IV) oleh Haryanto (4199004), perkawinan merupakan langkah awal terbentuknya sebuah masyarakat yang nantinya merupakan komponen utama membangun dalam bangsa dan negara.

Perkawinan antar agama menurut Islam dan Kristen Katolik di Indonesia (Studi Komparatif), oleh Siti Zakiah (4190889), kawin merupakan insting alamiah yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup, akan tetapi dengan munculnya agama pemenuhan hasrat biologis tersebut (baca: perkawinan) diatur supaya tetap dalam koridor dalam ibadah kepada Tuhan sebagai bentuk ketaatan terhadap ajaran-Nya serta tidak terjerumus pergaulan bebas.

Dalam bukunya Drs. H. Van Der Looy, yang berjudul “ Selibat Para Imam ” di jelaskan bahwa dalam buku ini Gereja Katolik meyakinkan bahwa selibat merupakan bentuk hidup yang paling cocok bagi Imam-imamnya. sehingga ia mempertahankannya. Namun, dipihak lain Gereja juga menyadari tidak sedikit keberatan yang diajukan orang yang dengan sungguh-sungguh menentang selibat.4

4

(18)

vii

Dalam bukunya Sr. Joyce Ridick SSC, Ph.D., yang berjudul “ Kaul harta melimpah dalam bejana tanah liat ” di jelaskan bahwa dalam buku ini kaul sebagai penyucian hidup. Kebersatuan tubuh, emosi-emosi, akal budi dan jiwa dalam upaya mencapai kesucian yang sehat dan tulus murni. Dengan kenyataan hidup religious dan mengalami kepenuhan hidup kasih yang bertanggung jawab kepada Allah dan pelayanan kepada sesamanya.5

Dalam buku Konfrensi Waligereja Indonesia., yang berjudul “ Imam Katolik buku informasi dan referensi” di jelaskan bahwa dalam buku ini mencoba merumuskan imam umat Katolik Indonesia alam konteks keagamaan. sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dan segala tantangan hidup yang menyertainya.

Adapun dukungan literatur-literatur tersebut sebagai pangkal tolak menuju penelitian lapangan yang sempurna. Penulis mencoba memfokuskan bagaimana konsep nafsu dalam perspektif imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisanta Ungaran Semarang.

E. Metode Penelitian

Kajian penelitian yang diangkat dalam skripsi ini digolongkan dalam bentuk penelitian lapangan atau field research. Dalam hal ini, fenomena kehidupan yang ada dalam masyarakat menjadi unsur penting dalam kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian ini.

5

Sr. Joyce Ridick SSC, Ph.D., “Kaul harta melimpah dalambejana tanah liat ” Yogyakarta: Kanisius, 1986, hlm.X.

(19)

viii

Untuk memperoleh kesimpulan dan analisis yang tepat, serta dapat mencapai hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, maka dalam penulisan dan pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data berpusat di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang.

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung.6 Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Leo Agung Sardi sebagai imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang.

b. Sumber Data Sekunder

Jenis data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai pendukung data pokok, atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber yang mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok.7 Adapun sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer adalah berupa buku, jurnal, majalah dan pustaka lain yang berkaitan dengan tema penelitian.

6

Joko P. Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 88.

7

Suryadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 85.

(20)

ix 3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap objek sasaran.8 Metode ini juga bisa diartikan sebagai pengamanan atau pencatatan data sistematik fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang konsep nafsu dalam perspektif imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang.

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diperoleh oleh yang diwawancarai.9 Peneliti menanyakan suatu hal yang telah direncanakan kepada responden. Pada wawancara ini peneliti dimungkinkan melakukan tanya jawab dengan responden seperti imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang.

c. Studi Dokumen dan Kepustakaan

Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden.10

8

Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2006, hlm. 104.

9

Ibid., hlm. 105.

10

(21)

x

Metode juga dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari data-data dari buku, surat kabar, majalah, tesis, makalah serta jenis-jenis karya tulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis semua catatan hasil wawancara, dokumentasi dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan.11 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Analisis data deskriptif analisis yaitu cara penulisan dengan mengutamakan terhadap gejala, peristiwa dan kondisi aktual dimasa sekarang.12 Data yang diperoleh dianalisis dan digambarkan dari hasil penelitian dengan imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Semarang.

F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang, masalah, pokok masalah, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

11

Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, Ed.IV, 2000, h. 133

12

Tim Penulis Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, Pedoman Penulisan Skripsi

(22)

xi

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG NAFSU

Pokok yang terkandung pada bab ini adalah berisi landasan teori mengenai ketentuan umum nafsu yang meliputi: a) pengertian nafsu, b) Pengertian Selibat, c) Kedudukan Imam di Gereja Katolik, d) Tujuan Hidup Berselibat, e) Selibat dalam Pandangan Katolik, f) Langkah-langkah dalam Menjalani Hidup Selibat dan Pemenuhan Kebutuhan Seks, g) Seks Sebagai Kebutuhan Manusia. BAB III KEHIDUPAN SELIBAT PARA IMAM DI NOVISIAT SANTO

STANISLAUS GIRISONTA UNGARAN SEMARANG

Pada bab ini penulis kemukakan: a) Sejarah Berdirinyan Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo Ungaran, b) Tujuan di dirikannya Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungarab Semarang, c). Struktur Organisai Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo Ungaran, d) Kehidupan selibat dikalangan Imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran, yang meliputi: 1) Aktivitas keseharian Para Imam di Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo, 2) Cara Imam menjalani hidup selibat di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran, 3) Hal-hal Yang Dibolehkan dan Yang Tidak Dibolehkan dalam Hidup Selibat.

BAB IV MENGATUR NAFSU DALAM KEHIDUPAN IMAM KATOLIK Pokok yang terkandung dalam bab ini adalah a) Kedudukan Nafsu, b) Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Dari Hidup Selibat dan c)

(23)

xii

Faktot-faktor yang mendukung dan menghambat dalam hidup selibat.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis menyimpulkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan di atas dan penutup sebagaimana akhir dari penelitian ini.

(24)

xiii BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG NAFSU

A. Pengertian Nafsu

Setiap manusia pasti memiliki keinginan terhadap sesuatu. Itulah yg kemudian disebut hawa nafsu. Pada dasarnya manusia boleh saja memenuhi segala keinginannya selama keinginan itu tidak bertentangan dengan aturan. Nafsu secara etimologi berarti jiwa. Adapun nafsu secara terminologis, nafsu adalah dorongan-dorongan alamiah manusia yang mendorong pemenuhan kebutuhan hidupnya.13 makna nafsu/jiwa adalah merujuk pada suatu martabat perilaku manusia untuk sejauh mana dia mampu menjaga NurQalbun agar tetap menyinari seluruh jiwa raganya dengan cara memegang teguh martabat kesucian diri pada hakikat dan makrifat kepada Allah SWT. Nafsu/jiwa inilah nantinya yang akan menjadi dinding (hijab) perhubungan antara hamba dengan Tuhannya.14

Adapun pengertian hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita yang cenderung negatif baik bersifat jasmani maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu yang berkaitan dengan tubuh kita seperti makanan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya, Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pintar, paling berperan, paling hebat, nafsu

13

http://masichsan.blogspot.com/2009/12/pengertian-nafsu-dan-pembagiannya_11.html

14

http://pesonahati-nurqalbun.blogspot.com/2009/03/martabat-nafsu.html

(25)

xiv

ingin disanjung dan lain-lain. Hawa nafsu inilah yang mengakibatkan pengaruh buruk / negatif bagi manusia.

Dari segi tahapan nafsu terbagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Nafsu amarah

Yaitu jiwa yang masih cenderung kepada kesenangan-kesenangan yang rendah, yaitu kesenangan yang bersifat duniawi. Nafsu ini berada pada tahap pertama yang tergolong sangat rendah, karena yang memiliki nafsu ini masih cenderung kepada perbuatan-perbuatan yang maksiat. Secara alami nafsu amarah cenderung kepada hal-hal yang tidak baik. 2. Nafsu Lawwamah

Yaitu jiwa yang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagiaan yang bernilai tinggi. Orang yang masih memiliki nafsu lawammah ini biasanya di saat ia melakukan maksiat/dosa maka akan timbul penyesalan dalam dirinya, namun dalam kesempatan lain ia akan mengulangi maksiat tersebut yang juga akan diiringi dengan penyesalan-penyesalan kembali. Selain itu ia juga menyesal kenapa ia tidak dapat berbuat kebaikan lebih banyak

3. Nafsu Mutmainnah

Yakni jiwa tenang, tentram, karena nafsu ini tergolong tahap tertinggi, nafsu yang sempurna berada dalam kebenaran dan kebajikan.15

15

(26)

xv

Ada banyak akibat negatif yg akan ditimbulkan dari menuruti hawa nafsu tanpa kendali itu.

• Orang yang menuruti hawa nafsu cenderung menyimpang dari kebenaran baik dalam bentuk perkataan perbuatan maupun keputusan dan kebijakan yg ditempuhnya.

• Orang yang mengikuti hawa nafsu sering kali semakin asyik dengan kesesatannya itu bahkan sampai tidak merasa berdosa lalu berusaha membenarkan kesesatan yang dilakukannya itu dgn berbagai dalih.

• Orang yang menuruti hawa nafsu menunjukkan sikap dan melakukan tindakan yg melampaui batas-batas kewajaran.

B. Pengertian Selibat

Selibat berasal dari kata Latin “Caecibatus” yang berarti “hidup tidak menikah”. Gereja Katolik Roma menuntut para imamnya untuk tidak menikah seumur hidup dan taat pada kemurnian pribadi dalam pikiran maupun dalam perbuatan. Selibat bukan suatu pokok iman Katolik, melainkan tuntutan hukum Gereja yang mengatur cita-cita tentang hidup klerus Katolik. Selibat harus dibedakan dari kaul para religius untuk tidak menikah.16

Menurut Santo Paulus, tidak menikah memungkinkan pengabdian diri seluruhnya kepada Allah. Sebab orang yang tidak menikah, tidak terikat pada banyak tugas keluarga dan dapat mempersiapkan diri dengan lebih bebas akan kedatangan Kristus. Paulus VI mengharapkan bahwa pengertian mendalam

16

http://www.trinitas.or.id/gereja-dan-paroki/290-mengapa-imam-harus-hidup-selibat. 18/ Mei/ 2010.

(27)

xvi

tentang kaitan erat antara imamat dan tugas melanjutkan misi Kristus itu akan semakin memperlihatkan juga kesesuaian antara selibat dan imamat. Namun demikian, Paus bertanya, apakah tidak sebaiknya penerimaan ‘hukum selibat yang berat itu diserahkan kepada keputusan masing-masing imam’, sehingga orang yang merasa terpanggil akan imamat, tetapi bukan akan selibat, dapat ditahbiskan juga. Hal ini lazim dalam Ritus-Ritus Katolik Timur. Namun Paus dan Sinode Sedunia 1971 menegaskan bahwa selibat para imam tidak/belum akan dilepaskan. Walaupun demikian, selama masa pengabdian Paulus VI, puluhan ribu imam yang merasa tidak lagi dapat hidup membujang diberi dispensasi, sehingga dapat menerima Sakramen Perkawinan (dan tentu saja lebih dahulu meletakkan jabatan sebagai imam).17

Dalam dokumen-dokumen Gereja dikatakan bahwa ada keserasian antara selibat dengan imamat. Umumnya diperlihatkan dengan ungkapan “dalam misteri Kristus dan perutusan-Nya”. Kata-kata ini mungkin berbunyi sebagai suatu slogan dan juga terlalu gampang diucapkan. Karena, bukanlah segala sesuatu bernilai di dalam Gereja didasarkan pada rahasia Kristus.

C. Kedudukan Imam di Gereja Katolik

Secara teologis, Gereja mengajarkan bahwa imamat adalah sebuah perangkat gereja yang mengikuti hidup dan karya Yesus Kristus. Para imam sebagai pelayan sakramen bekerja in persona Christi, yaitu dalam diri manusia Kristus. Oleh sebab itu kehidupan para imam mengikuti kesucian Kristus

17

(28)

xvii

sendiri. Pengorbanan untuk tidak menikah demi Kerajaan Allah. Dan untuk mengikuti teladan Yesus Kristus yang "menikah" dengan Gereja - yang dipandang oleh paham Katolik dan banyak tradisi Kristiani lainnya sebagai "Mempelai Kristus".18

Bersama dan dalam Yesus seorang imam dipanggil berfungsi sebagai kepala Tubuh, di tengah orang yang diserahkan kepada pelayanannya. Dokumen-dokumen gereja berbicara tentang panggilan imam untuk “bertindak demi nama Kristus” bukan itu saja, melainkan lebih khusus bertindak sebagai “pelayan kepala”. Lalu sebagai Putra Allah, Yesus menampakkan kepada dunia suatu cinta yang tak terbatas dan penuh daya cipta.

Seorang imam sebagai “Pelayan Kepala” berpartisipasi secara khusus dalam peranan sebagai pengantar universal yesus, antara Allah dengan manusia. Kehidupannya ditandai dengan panggilan ini. Ia diperbolehkan menampakkan rupa cinta Allah, yang mencari semua dan menyerahkan diri kepada semua, dan demikian juga rupa cinta kepada Allah, yang merangkul kepada semua. Inilah cinta, yang tidak memilih pertama-tama satu orang atas dasar pilihan dan kemauan sendiri, dan yang juga tidak mengucilkan satu orang karena sendiri tidak sanggup atau benci. Selibatnya menampakkan kekatolikan panggilan imam. Demikian imam diperbolehkan berdiri di altar tempat ia menghayati imamat sakramentalnya dalam intensitas yang utama. Kepadanya telah dipercayakan Tubuh Tuhan.19

18

http://id.wikipedia.org/wiki/Selibat_Rohaniawan_Katolik.18/Mei.2010.

19

(29)

xviii D. Tujuan hidup berselibat

Dalam alasan-alasan yang biasanya dikemukakan oleh orang untuk membela kewajiban selibat para imam yang mempunyai tujuan hidup berselibat. Adapun tujuan hidup selibat adalah:

1) Imam selibat lebih siap untuk tugasnya

Orang yang tidak kawin bisa mempergunakan lebih banyak waktu sekurang-kurangnya secara teoritis. Ia tidak berkewajiban membagi waktunya dan perhatiannya antara pelayanannya sebagai imam dan tugas-tugasnya dalam keluarga.

2) Selibat sebagai kebebasan dan kemerdekaan

Memiliki lebih banyak waktu sungguh suatu keuntungan bagi seorang imam. Kita berlangkah lebih jauh, kalau kita mempertimbangkan bahwa situasi “tak kawin” berarti retak dengan kenyataan sekuler. Kenyataan ini sendiri sudah banyak berarti dan amat berguna bagi pelaksanaan pelayanannya seorang imam.

3) Selibat menggarisbawahi sifat sangat pribadi dari panggilan kepada imam Selibat menjauhkan seorang imam dari usaha menghayati tugas injili dan gerejawi dalam rangka keluarga sendiri. Hal ini mempertajam pengalaman kesendiriannya, justru di bidang keberadaan sebagai seorang imam.20

Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) dalam Garam Dunia juga menjelaskan bahwa praktek selibat ini adalah

20

(30)

xix

berdasarkan pada khotbah Yesus kepada para kasim atau kaum selibat "demi Kerajaan Surga" yang menghubungkan keputusan Tuhan dalam Perjanjian Lama untuk menganugerahkan imamat kepada satu suku saja, yaitu suku Levi, dan yang tidak seperti suku-suku lain tidak menerima tanah sejengkal pun dari Tuhan - sebuah kebutuhan mendasar bagi penerusan keturunan seseorang senilai dengan seorang istri dan anak-anak zaman sekarang - namun mendapatkan "Tuhan sendiri sebagai harta warisannya".

Juga dasar lain yang diambil adalah ajaran-ajaran Santo Paulus dari Tarsus yang menyatakan bahwa selibat merupakan tahapan kehidupan yang tinggi, dan keinginannya ini dinyatakan dalam 1 Korintus 7:7-8, 7:32-35:

“Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan”.

“Lumen Gentium” bersifat mutlak: “Semua orang dipanggil untuk turut serta menjadi Umat Allah yang baru. (LG no. 13) “Maka sudah jelas bagi semua, bahwa semua orang yang beriman terhadap Kristus dengan status apapun, terpanggil untuk memenuhi kehidupan Kristiani dan penyempurnaan

(31)

xx

karya kasih; melalui kekudusan inilah suatu cara kehidupan yang lebih manusiawi akan maju dalam masyarakat duniawi.” (LG, no.40). “Akhirnya semua yang beriman pada Kristus, apapun kondisi, tugas dan keadaan dalam kehidupan mereka dan tentu saja sehubungan dengan semua ini, akan dari hari ke hari bertambah dalam kekudusan, bil mereka menerima semua hal dengan iman dari Bapa surgawi dan apabila mereka sama dengan keinginan ilahi. Dalam pelayanan duniawi ini, mereka akan memanifestasikan bagi semua orang kasih yang diberikan oleh Tuhan kepada seluruh dunia.” (LG, no.41) “Oleh karena itu, semua yang beriman terhadap Kristus diundang untuk berjuang untuk mencapai kekudusan dan kesempurnaan dari keberadaan mereka. Tentu saja mereka mempunyai kewajiban untuk berjuang.” (LG, no.42)

Kutipan-kutipan di atas menentukan arah yang diinginkan. Pesan inti yang ingin disampaikan adalah bahwa semua orang beriman terpanggil untuk menjalankan hidup yang penuh kekudusan. Konsili ingin menegaskan gagasan yang telah dikemukakan oleh St. Fransiskus dari Sales dalam tulisannya berjudul “Perkenalan dengan hidup yang Beriman - /Introductino to the devout life” yang diterbitkan pada tahun 1608. Semua orang yang beriman diharapkan untuk menjadi semakin kudus setiap hari, bukan hanya pastur-pastur dan anggota kelompok religius (biarawan-wati) , tetapi juga ibu-ibu rumah tangga, tentara, petani, anak muda dll.

“Waktu Tuhan menciptakan Dunia Ia memerintahkan tiap pohon untuk menghasilkan buah sesuai dengan jenisnya; sejalan dengan itu Ia

(32)

xxi

memerintahkan kaum Kristiani, - pohon hidup dari GerejaNya, - untuk menghasilkan buah dari ketaatan/devosi masing-masing sesuai dengan jenis dan karyanya. Penerapan ketaatan yang berbeda diperlukan dari masing-masing orang – kaum bangsawan, para ahli, pramuwisma, pangeran, seorang gadis dan seorang istri; lebih dari itu penerapan tersebut harus disesuaikan dengan kekuatan, panggilan, dan kewajiban dari tiapindividu. Adalah kekeliruan, bahkan lebih dari itu, bila orang mengesampingkan kehidupan beriman dari barak tentara, bengke, ruang istana, sekolah, pasar atau rumah tangga. Tentu saja kehidupan kontemplatif beriman yang murni seperti kelompok religius dan membiara, tidak dapat diterapkan dalam lingkungan dan karya seperti itu, tetapi ada berbagai jenis pengabdian lain yang dapat mengarahkan mereka yang panggilan hidupnya bersifat sekuler kearah kesempurnaan. Pastikan agar dimanapun panggilan hidup kita, kita dapat dan harus menuju kepada hidup beriman yang sempurna” (Introduction to the devout life, bab III).

Berdasarkan hal itu maka kita harus mempertimbangkan “tingkat dan status” daripada umat yang beriman kepada Kristus seperti tertera dalam LG no. 40. Orang seringkali merancukan konsep-konsep tersebut yang mengakibatkan salah tafsir mengenai posisi seorang biarawan (Broeder). “Lumen Gentium” memaparkan dua tingkatan: awam dan imam. Disamping itu ada pembedaan antara tiga status dalam kehidupan, yaitu: awam, imam, dan religius. Kesulitan timbul setiap kali pertanyaan mengenai “tingkatan” seorang religius diutarakan.

(33)

xxii

“Dari sudut pandang struktur hirarki Gereja yang kudus, kehidupan dalam kelompok religius (Broder dan Suster) bukanlah suatu keadaan diantara imam dan awam. Tetapi orang yang beriman terhadap Kristus terpanggil oleh Tuhan dari kedua kehidupan ini agar mereka dapat menikmati berkat ini dalam kehidupan Gerejani sedemikian hingga masing-masing dengan caranya sendiri, dapat memberi kontribusi terhadap misi penyelamatan Gereja.” (LG, no. 43)

Sudut pandang ini juga dipertegas oleh the Code of Canon Law (CCL) / Kitab Hukum Kanonik (KHK): “Pada intinya, kehidupan terkonsekrasi bukanlah bersifat imamat ataupun awam” (CCL, no. 558). Meskipun CCL mempertegas bahwa kehidupan terkonsekrasi bukanlah imamat maupun awam, tidak ada penjelasan atau pembedaanselanjutny a. Justru sebaliknya yang ada adalah pembedaan antara lembaga hidup bakti imamat di satu pihak dan lembaga hidup bakti awam di pihak lainnya: “Bahwa sebuah lembaga dianggap imamat berdasarkan tujuan atau rancangan yang dimaksudkan oleh pendiri atau berdasarkan tradisi yang kuat, dan dikelola oleh para imam, menerapkan dan menjalankan tahbisan suci dan diakui sedemikian oleh otoritas Gereja. Bahwa sebuah lembaga dianggap awam bila diakui sedemikian oleh otoritas Gereja dan oleh karena inti, sifat dan tujuan yang ditetapkan oleh pendirinya atau tradisi yang kuat, tanpa mencakup pelaksanaan tahbisan suci.” (CCL, no. 588).

(34)

xxiii E. Selibat dalam Pandangan Katolik

Sejauh terungkap dari dokumen resmi, nampaknya ada dua hal cara memandang keperawanan: yang satu menekankan unsur positif dari suatu pilihan hidup dan yang kedua, sebagaimana terjadi pada pilihan, menekankan apa yang sekaligus harus direlakan untuk tidak diambil oleh karena telah memilih satu cara hidup. Apabila telah memilih satu cara hidup, maka pilihan yang lain direlakan dan tidak lagi diambil. Ada beberapa alasan mengapa mereka hidup perawan yaitu:

1. Karena Kristus Satu-Satunya Mempelai kita

Seseorang yang telah memilih hidup murni akan menghayati suatu sikap hormat yang terarah semata-mata hanya untuk sang pencipta, akan tetapi ia akan tetap menghormati semua ciptaan lain termasuk dirinya sendiri. Ini berarti ia akan menghormati hidup seksualitas dengan segala kedalaman artinya, dan mengangkatnya kedalam tataran ilahi sebagai pemberian cinta Allah yang menyatukan, sebagai ungkapkan diri pribadi yang satu dengan yang lain.21

2. Keperawanan Demi Kerajaan Allah

Di depan mata kita dan di hadapan dunia, keperawanan terus-menerus menjadi isyarat yang hidup bahwa ada dimensi religious. Dengan demikian, agar keperawanan benar-benar dipersembahkan dan disucikan untuk Tuhan, sudah semestinya dipilih hanya untuk Tuhan Semata. Tidaklah cukup memilih hidup keperawanan hanya yaitu perintah Injil,

21

Sr. Joyce Ridick SSC, Ph.D., “Kaul harta melimpah dalam bejana tanah liat ” Yogyakarta: Kanisius, 1986, hlm.93.

(35)

xxiv

yaitu bahwa saya harus selibat oleh karena saya telah memilih hidup religious. Kaul keperawanan harus benar-benar dimaksudkan langsung untuk Tuhan, dipersembahkan secara khusus untuk-Nya.

Hidup selibat semestinya dipilih dengan senang hati. Dengan gembira hati kita menghayati selibat sebagai “tubuhku yang kupersembahkan” terus-menerus di dalam cinta untuk Tuhan. Selibat semestinya merupakan ungkapan badaniah pula dari si perawan kepada Tuhan-Nya, ungkapan cinta, ikatan batin dan keintiman yang has dari si perawan kepada Tuhannya. Karena keperawanan adalah suatu pengadilan nilai-nilai manusiawi yang dalam penghayatannya perlulah mengendalikan kondisi seksual dengan segala kepekaan rasa-perasaannya besarnya daya tariknya, dan dikendalikan demi kebaikan yang lebih tinggi.22

F. Langkah-langkah dalam Menjalani Hidup Selibat dan Pemenuhan Kebutuhan Seks.

1. Langkah-langkah dalam Menjalani Hidup Selibat

Untuk dapat menjalani hidup selibat seorang imam harus bisa menjalani proses yang ada agar terbiasa dengan kehidupannya nanti. Pada waktu mengikrarkan keperawanan, seorang imam juga harus menjanjikan diri melaksanakan beberapa keutamaan yang terkandung dalam usaha menghayati cinta radikal sampai habis dari hidup keperawanan. Dan ini termasuk :

22

(36)

xxv

a. Pada taraf pertama: kesahajaan dalam budi bahasa, tutur kata dan tabiat Budi Bahasa dan Tutur Kata

Budi bahasa dan tutur kata muncul dari kedalaman pribadi, dari keinginan untuk menjaga nilai dan keadaan batin lebih-lebih yang berhubungan dengan pergaulan antar sesame pria maupun wanita. Kesahajaan Dalam Tabiat

Tabiat yang bersahaja adalah tabiat yang tidak dibuat-buat, muncul dari pribadi yang mampu mengendalikan diri. Dalam pribadi seperti itu tidak akan terjadi nafsu mendahului kehendak diri. Dan pribadi seperti itu justru cirri dari kematangan kemanusiaan dan kedewasaan pribadi.23

b. Pada taraf kedua: keadilan, kejujuran, kerendahan hati, dan keikhlasan. Kebenaran dan keadilan adalah prinsip fundamental buat adanya pribadi dan gereja. Dan prinsip ini berdasar pada penghormatan, penghargaan dan ketaatan terhadap tata kodrat dan nilai seluruh pribadi kristus. Dan ini berarti memahami dan menangkap kuasa Allah serta batas-batas wewenang seturut rencana ilahi buat masing-masing orang. Dan dalam hubungan rencana panggilan kita dan panggilan yang lain ini berarti memahami dan menghormati apa yang direncanakan Tuhan dalam hidup kita. Menghormati berarti tidak menuntut apa yang menjadi wewenang dan hak kita.24

23

Sr. Joyce Ridick SSC, Ph,D. Op. Cit, hal.102.

24

(37)

xxvi

c. Pada taraf ketiga: beriman, setia dan bijaksana. Beriman

Beriman berarti sungguh percaya pada pribadi Kristus dan semua janji Kristus. Percaya pada sabda Sang Pencipta dan janji cinta-Nya untuk manusia., percaya bahwa cinta Allah sangat dalam dan memurnikan, mensucikan dan mengangkat martabat kita sebagai manusia asalkan kita bekerja sama dengan rahmat cinta tersebut. Kesetiaan

Keperawanan adalah kesetiaan radikal terhadap perintah mulia yang berbunyi “cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti diri sendiri”. Penyerahan diri secara total agar dapat menghayati perintah cinta kasih tersebut secara radikal .

Bijaksana

Keutamaan kebijaksanaan ini berdasarkan kepada pemahaman bahwa tinggi rendahnya martabat manusia perlu dilihat dalam keselarasannya dengan hidup moral yang de facto ia praktekkan dalam hidup kongkrit. Manusia yang bijak akan selalu menilai segala sesuatu termasuk tiap situasi, jalinan social yang dibangun, dorongan hati, dorongan naluri dan nafsunya. Dan kebaikan moral yang sentral ini merupakan pelaksanaan hidup yesus dalam dirinya.

(38)

xxvii 2. Pemenuhan Kebutuhan Seks.

Dalam memenuhi kebutuhan seksnya seorang imam bukan berarti berhubungan antara layaknya seorang laki-laki dan perempuan. Namun lebih kepada menjaga keseimbangan hidup. Karena dengan hidup seimbang maka nafsu-nafsu yang ada akan terkendali dengan baik. Dalam penataan nafsu yang ada seorang imam harus bisa menata atau mengendalikan panca indra dan pengendalian batin (pikiran, perasaan, dan keinginan termasuk imajinasi). Dengan demikian ketenangan pikiran dan batin seorang imam akan di dapat dan terhindar dari nafsu-nafsu yang dilarang dalam ajarannya.

Dengan melakukan sublimasi yang dilakukan seorang imam terhadap nafsu-nafsu yang ada misalkan:

a. Ketika nafsu itu muncul, maka diarahkan kepada kegiatan yang bermanfaat ketika nafsu seks atau nafsu-nafsu yang tidak baik muncul. b. Ketika sedang kesepian, diarahkan dengan menghayati kehidupan yang

baik

Selain itu pentingnya menjaga pola makan dan emosi yang ada pada diri seorang imam, akan berpengaruh besar terhadap diri seorang imam dalam mengontrol dan mengendalikan nafsu-nafsu liarnya

G. Seks Sebagai Kebutuhan Manusia

Bagi kebanyakan orang, seks merupakan suatu masalah. Setiap orang memiliki hasrat seks dan mendambakan kasih sayang. Orang memang

(39)

xxviii

menemukan kasih sayang, kemesraan, keintiman, keakraban, kenikmatan dalam seks, tetapi dalam bentangan pengalaman itu terdapat juga ketakutan dan kepedihan. Kita akan menyelidiki bersama hubungan seks dan kasih sayang dan bertanya mungkin kah kita mengalami kasih sayang sejati yang bebas dari kenikmatan dan kepedihan.25

Orang tahu dalam seks ada kenikmatan. Karenanya orang menyukainya. Tetapi orang tidak bisa begitu saja mengekspresikan kebutuhan seksual seperti seekor ayam. Masyarakat membuat aturan sosial. Hasrat seks harus diatur agar tidak menimbulkan kekacauan. Muncullah institusi yang disebut keluarga. Lalu orang kawin atau dikawinkan dan menikmati seks dengan pasangannya.

Dalam institusi keluarga, orang merasa sah melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Tindakan seks menjadi wujud ekspresi cinta yang paling indah. Ketika seks diperlakukan sebagai alat pemuas kebutuhan biologis atau psikologis belaka, bukankah cinta tidak ada? Orang bisa saling memuaskan, tetapi ketika kenikmatan melulu dijadikan sebagai tujuan, tindakan seks kehilangan keindahannya.

Seks yang dijadikan alat untuk tujuan tertentu telah melahirkan bentuk-bentuk kekerasan, manipulasi, eksploitasi, perendahan martabat. Itu terjadi baik dalam institusi keluarga maupun dalam relasi antar pasangan di luar institusi keluarga.

25

(40)

xxix

Pada jaman modern atau post-modern ini, sebagian orang tidak merasa perlu menikah untuk bisa menikmati seks. Seks dianggap sebagai kebutuhan seperti layaknya orang makan. Selama sepasang insan sepakat untuk saling memenuhi kebutuhan seks masing-masing entah dengan atau tanpa tanggung-jawab sosial, ekonomi, psikologis hubungan seks dianggap normal saja

Dalam seks bukan hanya ada kenikmatan tetapi juga ada penderitaan. Hubungan seksual membawa serta tanggung-jawab terhadap kesejahteraan pasangannya. Kehadiran seorang bayi mungil menuntut tanggung-jawab seluruh hidup dari orang-tuanya. Ada dimensi penderitaan dalam tanggung-jawab ini. Meskipun ada penderitaan dalam seks, orang tetap menyukai seks dan mau membayar apapun karena ada kenikmatan di dalamnya.

Sebagian orang merasa tidak punya masalah dengan seks. Mereka membutuhkan seks seperti orang membutuhkan makan. Saat kesepian mendera, orang menemukan seks sebagai tempat berlabuh. Ada seks atau tidak ada seks, kenyataannya rasa takut, rasa sepi, rasa pedih tetap ada. Betapapun orang memiliki kepuasan seks, semua itu tidak bisa disembuhkan dengan seks.

1) Mengapa Seks Begitu Penting

Seks dianggap sebagai hal yang luar biasa penting bagi kehidupan. Bagi kebanyakan orang, seks merupakan satu-satunya pelepasan dari keterbelengguan. Kebanyakan orang terbelenggu oleh berbagai tuntutan di sekolah, dunia kerja, keluarga, masyarakat, agama, politik. Orang merasa dikungkung oleh berbagai otoritas, aturan, moralitas, hukum,

(41)

sopan-xxx

santun. Tidak ada ruang yang bisa membuat orang betul-betul bebas kecuali seks. Di sana ada kebebasan, pelepasan, intensitas.

Seks menjadi luar biasa penting juga karena seks menjadi satu-satunya pengalaman ketiadaan-diri. Dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang hidup seperti mesin. Diri adalah motor penggeraknya. Tiada hari tanpa perjuangan. Orang berjuang bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk memenuhi hasrat rohani yang paling tinggi. Di mana-mana orang berjuang, entah di pasar kerja atau di ruang doa. Diri yang kasar atau diri yang halus terus berlangsung untuk menggapai pemenuhan duniawi maupun rohani. Meski demikian tetap saja orang masih terpenjara oleh diri. Seks lalu memberikan pengalaman pembebasan dari diri sekurang-kurangnya untuk sementara waktu. Dalam tindakan seks, meski hanya beberapa detik atau menit, orang merasa bahagia.

Karena pengalaman kebahagiaan, kebebasan relatif, pelepasan dan intensitas ini, orang menjadi mudah ketagihan. Karena ketagihan lalu orang diperbudak oleh seks. Mereka pikir seks sebagai satu-satunya pelepasan, meskipun sesungguhnya bukan pelepasan sama sekali. Karenanya seks dipandang begitu penting.26

2) Kelekatan dan Ketakutan.

Sesungguhnya apa yang kita sebut sebagai kenikmatan seks? Perhatikan muncul dan tenggelamnya hasrat atau gairah atau nafsu seks.

26

(42)

xxxi

Nafsu adalah keinginan dan keinginan adalah pikiran. Hubungan antara nafsu seks dan pikiran begitu dekat. Hasrat akan kenikmatan sebelum atau setelah tindakan seks tidak lain adalah pikiran. Kita menyukai kenikmatan dan pikiran mengulang-ulang atau meneruskan kenikmatan seks yang telah lewat. Pikiran membayangkan kenikmatan seks yang belum terjadi dan imaginasi ini membakar nafsu birahi.

Yang menjadi masalah di sini bukan tindakan seks melainkan pikiran seks. Kalau lapar, orang makan. Kalau sebelum atau setelah makan, orang terus-menerus berpikir tentang makan, itu menjadi masalah. Begitu pula dengan tindakan seks. Kalau ada gairah seks, tanpa pikiran, tanpa kelekatan dan ketakutan, maka terjadi tindakan seks. Menjadi masalah kalau sebelum atau setelah tindakan seks, orang terus-menerus berpikir seks

Pikiran senang melekat pada sesuatu yang membuat nikmat dan seks adalah salah satunya. Bukankah karena rasa takut kita berlari dengan melekat pada sesuatu dan kelekatan itu menciptakan lebih banyak ketakutan? Apakah seks merupakan suatu pelarian dari rasa kesepian atau kekosongan eksistensi kita? Anda pasti melihatnya sendiri. Kalau anda memahami seluruh gerak kenikmatan dan penderitaan, kelekatan dan ketakutan di dalamnya, pikiran dan keinginan-keinginannya, bukan membuangnya, maka mungkin anda akan melihat seks secara berbeda.

(43)

xxxii 3) Seks sebagai Kebutuhan Dasar

Betulkah seks merupakan kebutuhan dasariah agar orang hidup secara manusiawi? Kalau yang dimaksud adalah tindakan seks, bukan pikiran seks, itu barangkali benar. Tindakan seks bukan hanya terbatas hubungan intim sepasang insan, tetapi juga dalam cara kita memperlakukan tubuh kita, hubungan-hubungan lebih luas antara laki-laki dan perempuan, cara memandang, cara mendengarkan, cara bergaul dan cara bertindak.

Ketika memandang seorang perempuan cantik, misalnya, saat itu sudah terjadi tindakan seks. Dalam pengamatan total sudah terjadi tindakan total. Kalau kita memandang perempuan cantik lalu pikiran berceloteh ingin menikmati, memiliki, menilai, mengatakan boleh atau tidak boleh, maka di situ tidak ada tindakan seks. Di situ ada pergulatan dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya atau apa yang tidak seharusnya. Selidikilah mengapa orang bergulat dengan seks, sesuatu yang harus dipenuhi atau tidak harus dipenuhi, boleh atau tidak boleh, bukan menghidupi seks sebagai bagian dari kehidupan.

Dalam tindakan seks mungkin ada kelembutan, keindahan, kebebasan, intensitas, kebahagiaan, cinta atau kasih sayang yang sesungguhnya. Itu ada kalau pikiran, keinginan, atau diri ini berhenti. Keinginan untuk menghentikan hasrat seks tidak akan membuatnya berhenti. Pikiran yang mau menghentikan pikiran seks tidak mungkin membuatnya berakhir. Alih-alih menyadari seluruh gerak pikiran dan

(44)

xxxiii

keinginan seks mungkin akan membuatnya berhenti. Kalau keinginan berhenti, masihkah seks dibutuhkan? Kalau kebebasan dan kasih sayang sudah ada dalam hidup seseorang, apakah seks masih diperlukan?

4) Kebebasan dan Kasih Sayang

Hasrat seks dan reaksi-reaksi batin kita terhadapnya perlu dipahami secara total. Apa yang terjadi kalau hasrat seks dan reaksi-reaksi batin disadari tanpa menilainya sebagai baik atau buruk, normal atau tidak normal, remeh atau tidak remeh, boleh atau tidak boleh? Apa yang terjadi kalau gairah seks dipahami seperti apa adanya tanpa tebang-pilih, tanpa menyalahkan atau tanpa membenarkan, tanpa menerima atau tanpa menolak, tanpa melawan atau tanpa lari daripadanya? Kalau kita hidup bersamanya, apakah hasrat seks menjadi sumber konflik dan kekacauan?

Selamanya seks menjadi masalah besar selama tidak ada kebebasan yang sesungguhnya. Pikiran seks membelenggu kebebasan. Keinginan untuk mengumbar nafsu seks juga menjadi penjara kebebasan. Hanya dalam kebebasan batin terdapat cinta atau kasih sayang sejati. Orang yang tidak memiliki kebebasan dan kasih sayang sejati menjadikan seks sebagai masalah. Di mana ada kenikmatan dan kepedihan, apakah di sana ada cinta?

Seks mempunyai tempatnya sendiri dalam kehidupan. Ketika kehidupan dikuasai oleh seks atau kehidupan dipisahkan sama sekali dari

(45)

xxxiv

hasrat seks, maka tidak ada lagi keindahan, tidak ada lagi kebahagiaan, tidak ada kasih sayang sejati.27

27

(46)

xxxv BAB III

KEHIDUPAN SELIBAT PARA IMAM DI NOVISIAT SANTO STANISLAUS GIRISONTA UNGARAN SEMARANG

A. Sejarah Berdirinyan Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran

Tujuh puluh tahun yang lalu, tepatnya tanggal 21 September 1931, serombongan kecil orang terdiri dari Yesuit dan calon Yesuit hijrah dari Yogyakarta menuju suatu desa kecil. Nama desa itu Bergas Lor, berada dil ereng Gunung Ungaran. Mereka memulai suatu babak baru pendidikan Novisiat Yesuit di Indonesia. sebelumnya antara tahun 1922 dan tahun 1930, mereka telah memulainya di Kolese Santo Ignatius, Yogyakarta. kedatangan mereka pada 70 tahun yang lalu itulah yang menandai berdirinya Novisiat Santo Stanlislaus Kostka, Girisonta.

Dimulai oleh Rama Schmedding, SJ, sebagai Magister, Novisiat St. Stanlislaus Kostka Girisonta mengawali peziarahannya sebagai tempat pendidikan para Yesuit yang paling dasar. Di dalam Novisiat itulah setiap calon Yesuit mengalami masa pembinaan dasar selama dua tahun. mereka dibantu untuk menemukan makna hidupnya di hadapan Allah dan sesama, untuk mengolah kerohanian, sehingga semakin beriman kepada Allah sampai akhirnya siap mengabdi Tuhan dalam serikat dan Gereja Nya.28

Secara umum serikat Yesus mrumuskan bahwa Novisiat adalah masa ujicoba dan sekaligus masa pembinaan. Dua fungsi Novisiat ini merupakan

28

Fr. Bayu Risanto dkk. Girisonta: Dari Novisiat Menatap Taman Getsemani, Semaranig: Novis Serikat Yesus Novisiat St. Stanlislaus Girisonta. 2006, hal.10.

(47)

xxxvi

satu kesatuan, tak terpisahkan dan keduanya saling mengandaikan. Melalui uji coba, para novis dibentuk untuk jadi sahabat Yesus, artinya mengikuti dan mencintai Dia lebih dekat. Dengan demikian dasar dan pusat pembinaan di Novisiat adalah hidu, karya, wafat dan kebangkitan Yesus.

Selama dua tahun di Novisiat, calon-calon Serikat Yesus mengarahkan diri untuk ke sana. Selain dibina melalui pengalaman sehari-hari, mereka harus melakkan latihan rohani selama 30 hari. Selama melakukan hal tersebut, mereka berdoa, laku tapa dan bimbingan rohani untuk semakin mendekatkan diri dengan Yesus Kristus.

Periode Novisiat adalah masa yang paling penting untuk menanamkan semangat dan karisma St. Ignasius, karena selama masa itu, para novis, tahap demitahap mencicipi sekaligus menghayati pengalaman-pengalaman hidup St. Ignasius dan kawan-kawanya. Seperti halnya mereka, seluru kegiatan baik fisik maupun rohani diarahkan agar para novis semakin terbuka terhadap kehendak dan rencana Allah.

B. Tujuan di Dirikannya Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran

Di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran para calon Imam, yang disiapkan untuk menjadi generasi penerus para Imam Katolik di kemudian hari. Adapun tujuan di dirikan Novisiat Santo Stanlislaus Girisonta adalah:

(48)

xxxvii

1) Menguji kesetiaan panggilan Imam serikat Yesus.

Dalam pengujian panggilan yang di lakukan kepada para imam di Novisiat ini, para dihadapkan pada kegiatan-kegiatan keagamaan yang sangat padat. Yang sepenuhnya bertujuan untuk mendidik mereka menjadi imam yang di inginkan oleh serikat yesus. Dalam perjalanannya, tidak semua calon Imam bisa menjadi Imam Katolik. Karena adanya godaan-godaan yang menggoyahkan panggilan mereka sebagai Imam, sehingga tidak jarang banyak dari mereka mundur di tengah jalan.

2) Mengenal dan mempraktekkan cara bertindak serikat Yesus menurut teladan pendiri yaitu Bernasiu Logola.

Untuk bisa mengenalkan dan mempraktekkan tugas dan kewajiban seorang imam, maka di Novisiat di buat jadwal yang sangat ketat yang harus dijalankan oleh para imam. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan para imam bisa memahami tugas dan kewajibannya sebagai imam.

Lamanya para calon Imam belajar di Novisiat Santo Stanislaus Girisanta, untuk nantinya menjadi Imam Katolik adalah dua Tahun. Pada kurun dua tahun, para calon Imam dilatih dengan metode yang telah diterapkan oleh pengurus Novisiat. Selama dua tahu tersebut, para calon Imam harus bisa mengikuti aturan-aturan yang ada dengan sebaik mungkin. Dengan demikian proses menjadi Imam Katolik dapat tercapai.

Novisiat Santo Stanislaus Girisonta merupakan satu-satunya tempat untuk menguji para calon Imam Katolik di Indonesia. Sehingga para calon

(49)

xxxviii

Imam yang ada, merupakan pilihan dari berbagai daerah yang ada di Indonesia, yang terlebih dahulu di lakukan seleksi oleh masing-masing daerah.

C. Struktur Organisai Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran Struktur Organisai Novisiat Santo Stanislaus Giri Santo

Ketua : R. Sardi Wakil Ketua : R. S. Suyitno Dosen-dosen : Budigo Mulyo

Albertus Nugroho Widiyono Kurris Zahdnweh Susana Yedarninta Surya Warsita A.29

Di Novisiat Santo Stanislaus Girisanta merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran para calon Imam Katolik. Selain tempat untuk belajar bagi para calon Imam Katolik, di Vovisiat juga tempat untuk menguji kesetiaan para calon Imam Katolik yang dilakukan oleh pengurus Novisiat.

Dalam pembelajaran dan pengujian tersebut, pengurus Novisiat melakukannya sesuai dengan kemampuan dan tugas oleh masing-masing

29

(50)

xxxix

pengurus. Para pengurus harus bisa mengenalkan dan mempraktekkan tugas dan kewajiban seorang Imam, kepada calon Imam. Dengan demikian, para calon Imam diharapkan bisa menerima pengetahuan dan bisa di terapkan nantinya ketika menjadi Imam Katolik.

D. Kehidupan Selibat di Kalangan Imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran

1. Aktivitas Keseharian Para Imam di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta Ungaran

Di Novisiat Santo Stanislaus Girisanta merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran para calon Imam. Adapun kegiatan sehari-hari para Imam adalah:

04.30 - 07.30 : Bangun pagi, meditasi satu jam, perayaan ekaristi 30 menit, evaluasi 15 menit dan sarapan. 07-30 - 09.00 : Kuliah 09.00 - 10.15 : Kerja bakti 10.15 - 10.30 : Minum 10.30 - 12.00 : Kuliah 12.00 - 12.10 : Istirahat 12.10 - 12.30 : Pemeriksaan batin 12.30 - 13.05 : Makan siang

13.05 - 14.00 : Doa singkat (merapikan tempat makan) 14.00 - 14.45 : Istirahat (tidur)

(51)

xl 14.45 - 15.15 : Bangun tidur

15.15 - 16.30 : Meditasi dan bacaan rohani 16.30 - 17.00 : Minum

17.00 - 18.30 : Kuliah dan studi pribadi 18.30 - 19.00 : Ibadah bersama

19.00 - 20.15 : Makan

20.15 - 21.00 : Kegiatan bersama 21.00 - 21.30 : Bacaan rohani

21.30 - 22.00 : Pemeriksaan batin dan persiapan meditasi esok hari.

22.00 - 04.30 : Istirahat (tidur malam). Aktivitas lain di Novisiat antara lain:

1) Setiap hari selasa diharuskan berbahasa Inggris dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Setiap hari senin diharuskan berbahasa jawa dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Setiap hari kamis jalan-jalan di sekitar Novisiat dan bagi imam yang jalan-jalan keluar dari Novisiat tidak diperbolehkan membawa uang.

4) Setiap malam minggu nonton TV pada jam 20.30-22.00.

5) Pada hari minggu terakhir setiap akhir bulan tidak boleh bicara.30

30

(52)

xli

2. Cara Imam dalam Menjalani Hidup Selibat

Manusia mempunyai berbagai macam nafsu antara lain nafsu makan, seks, balas dendam dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari nafsu itu muncul dalam berbagai kondisi. Namun perlu adanya penataan terhadap munculnya nafsu-nafsu tersebut. Apabila manusia menata nafsunya dalam peran akal budi dengan kehendak yang didisiplinkan dengan prinsip hidup seimbang dan sehat maka nafsu tersebut akan terkendali. Liar tidaknya nafsu ditentukan oleh pengelolaan nafsu-nafsu yang lain. Karena nafsu satu dengan yang lain saling berkaitan.

Ada dua hal penting dalam penataan nafsu

a. Penataan indra atau pengendalian panca indra.

b. Pengendalian batin (pikiran, perasaan, dan keinginan) termasuk imajinasi

Dengan adanya pengelolaan nafsu-nafsu yang ada pada setiap manusia termasuk seorang imam, maka nafsu-nafsu yang ada akan mudah dikendalikan dengan cara hidup cukup dan teratur. Karena kebutuhan satu dengan kebutuhan yang lain akan saling berhubungan. Apabila salah satu kebutuhan dipenuhi dengan berlebihan maka akan mempengaruhi kebutuhan yang lainnya.31

Ada dua cara para imam dalam menjalani hidup selibat yaitu:

31

(53)

xlii a. Jalur Rohani

Pada jalur ni, para imam menjalani hidup selibat dengan cara melakukan ibadah, meditasi dan pembacaan rohani. Dengan cara tersebut para imam dapat menjalankan hidup selibat dengan baik. Kegiatan tersebut dilakukan terus menerus untuk dapat menjaga seorang imam menjalani hidup selibat.

Kontemplasi merupakan salah satu cara para yesuit melakukan doa tanpa kata dan tanpa pemikiran diskursif, dengan demikian dibedakan dari meditasi yang (masih) menimbang-nimbang sesuatu dan beralih dari pengertian yang satu ke yng lain. Kata dan ide yang terus berganti, refleksi untuk menyegarkan wawasan atau mengambil keputusan, bukanlah yang didamba dalam kontemplasi. Proses seperti ini justru menjadi halangan. Yang diinginkan adalah hanyalah keseempatan untuk menyatakan cinta, harapan, percaya dan syukur kepada Tuhan dalam satu dua patah kata saja. Kata itu diualang-ulang sehinbgga lama kelamaan makna dan manfaatnya kian meresap. Dan tibalah saatnya waktu kerinduan yang lebih mendalam disadri oleh orang berdoa. Apa yang semua merupaskan cinta atau syukur yang diungkapkan dalam kata-lata yang kurang bermakna, kini semakin menjadi sikap persembahan, meski pemberian diri seutuhnya mungkin belum berlangsung.

Pergeseran dari meditasi ke kontemplasi biasanya dianggap sebagai langkah maju, yang dapat diharapkan akan terjadi pada tahap

(54)

xliii

terrtentu. Kontemplasi dipandang sebagai keadaan yang dicapai secara berjuang. Hanya orang yang sering bermeditasi dpat meraih kontemplasi, dan biasanya justru pada waktu meditasi mulai merasa kering. Konsep berjenjang ini memainkan peranan pennnting dalam memahami kontemplasi itu sendiri.

Kontemplasi kristiani memerlukan meditasi kristiani. Yaitu refleksi atas cita-cita kristiani yang agung yakni pribadi Kritus sendiri beserta kebenaranNya dan segala sesuatu yang telah dipikirkan, dirasakan, dikehendaki, dikatakan dikerjakan atas namaqNya dalam bimbingan Roh Kudus. Tanpa kaitan ini kontemplasi tidak bercorak khas kristiani. Kontemplaasi pernah digambarkan sebagai perhatian sederhana yang disertai cinta "pandangan penuh cinta" atau mengintip ke surga dengan mata rohani. Contemplare (latin) berarti memandang dengan saksama, melihat dan meneliti yaitu mengamati tanda-tanda yang terjadi di `templum´ yaitu tempat ibadah tempat mencari tahu kehendak ilahi.

Terdapat tiga bentuk kontemplasi. Pada bentuk atau tingkat pertama, orang menemukan Tuhan dalam segala makhluknya (entah gunung atau punthukan kecil, gajah atau uget-uget, pohon beringin atau pohon kates). Pada tingkat kedua, perhatian terpusat pada tingkatan eksistensi/ keberadaan yang tidak mungkin dicapai dengan pancaindera. Perhatian menjauhi bayangan, gambaran, bahkan gagasan, sampai terjadi `Malam Pancaindera´: yaitu keringnya hidup

(55)

xliv

rohani yang mencemaskan dan mengelisahkan, tetapi mendiorong agar orang mencari Tuhan secara lebih langsung, agar lebih dimiliki olehNya. Pada bentuk atau tingkat yang ketiga dan paling sempurrna, orang `mati´ terhadap kehendaknya sendiri : di `Malam Roh´ini Cinta mutlak dianugerahkan.

Dengan demikian, para imam menjalani hidup selibat dengan cara melakukan ibadah, meditasi dan pembacaan rohani. Dengan cara tersebut para imam dapat menjalankan hidup selibat dengan baik. Kegiatan tersebut dilakukan terus menerus untuk dapat menjaga seorang imam menjalani hidup selibat.

b. Jalur Jasmani

Pada jalur ini, seorang imam harus bisa mengontrol pola kehidupannya, seperti hidup seimbang dan disiplin. dengan hidup seimbang dalam misalkan: menjaga pola makan yang cukup, istirahat yang cukup dan olahraga, maka nafsu-nafsu liar yang ada pada diri imam akan mudah terkontrol. Karena nafsu-nafsu yang ada akan saling berkaitan, apabila salah satu nafsu tidak dapat dikendalikan, maka nafsu-nafsu yang lain akan terpengaruh.32

3. Hal-hal Yang Dibolehkan dan Yang Tidak Dibolehkan dalam Hidup Selibat.

a. Hal-hal yang diperbolehkan dalam hidup selibat.

Dalam hidup selibat, seorang imam diperbolehkan di antaranya:

32

(56)

xlv

1) Ciuman yang tidak berlebihan dengan lawan jenis. 2) Berhubungan dengan masyarakat atau umatnya 3) Makan dan minum secukupnya

4) Hidup seimbang (makan, minum dan olah raga yang cukup) 5) Disiplin

b. Hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam hidup selibat

Dalam hidup selibat, seorang imam tidak diperbolehkan diantaranya: 1) Bersetubuh

2) Ciuman yang berlebihan

3) Melihat seorang wanita yang berlebihan, sehingga dapat menimbulkan nafsu.33

33

(57)

xlvi BAB IV

MENGATUR NAFSU DALAM KEHIDUPAN IMAM KATOLIK

A. Kedudukan Nafsu

Nafsu ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, Nafsun (kata mufrad) jama nya, anfus atau Nufusun dapat diartikkan ruh, nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak. Dalam bahasa Inggris Psycho diartikan jiwa atau mental jiwa menurut bahasa Indonesia adalah: roh manusia yang ada di tubuh dan menyebabkan hidup, atau seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran angan-angan dan sebagainya

Dalam tinjauan kebahasaan jiwa dalam bahasa Arab mengandung arti lebih luas dibandingkan dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab ruh sebagai tanda adanya kehidupan, atau nyawa. Atau diartikan tubuh/jasad manusia, atau keinginan-keinginan manusia. Dalam bahasa Inggris hanya mengandung arti jiwa dan mental, dalam arti lain sikap atau keadaan seseorang.

Istilah nafsu sering diartikan pada hal yang serba negatif yang sesungguhnya tidak selamanya nafsu berarti buruk. Nafsu, dapat juga diartikan jiwa seperti dalam tinjauan kedua bahasa tersebut di atas. Jiwa dalam pandangan filsafat dapat digambarkan ”tidak dapat menentang dorongan naluri, sehingga ia tetap pada suasana naluri, sehingga orang terhindarlah dari rasa kurang harga diri yang sangat menyedihkan. Ia tahu bagaimana seharusnya, tetapi tidak bisa melaksanakannya.

(58)

xlvii

Setiap nafsu yang dimiliki setiap manusia sama pada umumnya, meskipun seorang iman Katolik sekalipun. Namun nafsu itu menjadi tantangan yang berat bagi seorang Imam, apalagi seorang Imam harus hidup selibat (tidak kawin) dalam menjalani tugas-tugasnya sebagai Imam Katolik.

Seorang Imam diharuskan bisa mengendalikan nafsu dalam hidupnya dengan melakukan pola hidup seimbang dan disiplin. Seorang Imam sama dengan manusia lainnya mempunyai berbagai macam nafsu antara lain nafsu makan, seks, balas dendam dan lainnya. Nafsu-nafsu itu muncul dalam situasi dan kondisi apapun pada seorang Imam.

Dengan demikian perlu adanya penataan terhadap munculnya nafsu-nafsu yang muncul. Seorang Imam dalam menyalurkan setiap nafsu-nafsunya tidak seperti orang pada umumnya, seperti ketika seorang Imam mempunyai nafsu terhadap lawan jenisnya. Dalam hal tersebut, bukan berarti seorang Imam harus berhubungan seks dengan lawan jenisnya. Akan tetapi di dialihkan atau disublimasi dengan kegiatan-kegiatan lain, seperti dengan berdoa atau bermeditasi.

Setiap nafsu yang ada pada seorang Imam bukan berarti harus dimatikan. Seperti seorang Imam mempunyai sahwat untuk berhubungan dengan lawan jenis. Dalam hal ini, dukan berarti sahwat yang dimiliki seorang Imam harus dimatikan. Akan tetapi harus biasa diketahui kenapa nafsu itu muncul?. Karena setiap nafsu yang ada akan salin berhubungan, seperti makan yang berlebihan. Apabila hal itu terjadi akan berakibat fatal terhadap nafsu yang lain, seperti ingin tidur terus.

Referensi

Dokumen terkait

Investor mendasarkan keputusan hanya pd return harapan dan risiko, sehingga kurve utilitasnya mrp fungsi dr return ekspektasi dan varian ekspektasi (atau deviasi standar) dr

Prinsip pola hidup bersih dalam Gizi Seimbang mendukung program kesehatan lingkungan yang dikenal dengan program PHBS serta melakukan kebersihan pada anggota

Maksud kondisional adalah, bahwa sifat ini terkadang menjadi karakter huruf pada kondisi tertentu, dan hilang pada kondisi yang lain.. Dalam materi dasar ilmu

Ester glukosa stearat dan ester glukosa oleat adalah surfaktan nonionik yang berasal dari minyak nabati dan karbohidrat dengan sifat-sifat, yaitu mudah terdegradasi, tidak

Menjaga pola makanan sehat selama pandemi covid-19 ini sangatlah penting bagi pola hidup manusia dengan mengonsumsi gizi seimbang agar dapat membantu tubuh

Service Cloud terdiri dari aplikasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan dan layanan kepada pelanggan, namun Custom Cloud adalah nama lain untuk platform

 berubah beraturan beraturan =GLBB& =GLBB& a$alah a$alah ben$a ben$a ,g ,g mengalami mengalami !atuh !atuh bebas bebas $engan !arak ,g ti$ak !auh $ari

Apabila jumlah iterasi n yang diinputkan memenuhi kondisi yang ada, maka setelah diproses melalui persamaan PCNN dapat menggeser jendela pengamatan 3x3 dan