ANALISIS INDEKS PRESIPITASI TERSTANDARISASI (SPI)
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDUGAAN DEBIT AIR
DI KABUPATEN INDRAMAYU
Dani Irwansyah, Nuryadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Jl.Perhubungan I no.5, Komplek Meteo DEPHUB, Pondok Betung, Bintaro
Pos-el: danirwansyah@gmail.com
ABSTRAK
Pemantauan kekeringan menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan. Secara meteorologis, pemantauan kekeringan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan adalah SPI (Standardized Precipitation Index). Metode SPI merupakan besaran curah hujan yang terjadi dibawah kondisi normal pada suatu skala waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks presipitasi terstandarisasi (SPI)-3 bulanan yaitu severity, duration dan intensity, dimaksudkan untuk mengetahui besar indeks kekeringan, karakteristik kering serta dapat mengetahui lebih detail tentang variabilitas kekeringan secara historical-event di suatu wilayah. Setelah dianalisis, kemudian dibuat peta keterpaparan (eksposure) untuk mengetahui sebaran kering berdasarkan turunan metode SPI 3 bulan. Analisis debit air dibatasi hanya pada hubungan antara indeks SPI 3 bulan dan debit air untuk pendugaan debit air yang terjadi di pos duga Kertasemaya, kabupaten Indramayu. Hasil penelitian ini menunjukkan durasi kekeringan paling lama adalah 9 bulan terjadi di pos hujan Juntinyuat dan Krengkeng, pada bulan Januari 1997 hingga Mei 1998. Dari hubungan antara kering indeks SPI 3 bulanan dengan debit dan curah hujan yang menunjukan kedua data tersebut mempunyai hubungan yang berbanding lurus
Kata kunci: hujan, MJO, musim, osilasi
ABSTRACT
Monitoring dryness becomes a very important activity forperformed. In meteorological, dryness monitoring can be conducted with various methods. One method used is SPI (Standardized Precipitation Index). The SPI methods is the amount of rainfall that occurred under normal conditions on a time scale.This study aimed to analyze Standardized Precipitation Index (SPI)-3 months is the severity, duration and intensity, intended to determine the index of dryness, dryness characteristics and can find out more details about the drought variability in historical-event in region. Once analyzed, then made a map of exposure drryness to determine the distribution of drought based methods SPI-3 months. Analysis of water flow is restricted to the relationship between the index SPI 3 months to estimate streamflow that occurred in the post Kertasemaya, Indramayu district. The results showed the most dryness duration 9 month old is happening in the post Juntinyuat rain and Krengkeng, in January 1997 to May 1998. From the relationship between drynesst indices SPI 3 monthly streamflow and rainfall data indicate both have a proportional relationship.
PENDAHULUAN
Berkurangnya jumlah curah hujan terhadap keadaan normalnya kerap menimbulkan dampak merugikan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini berhubungan dengan keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan air untuk berbagai keperluan. Terkait dengan hal tersebut di atas menjadikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang merupakan perwakilan resmi dari Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO (World meteorological Organization) di Indonesia, harus dapat memberikan pelayanan dan informasi kepada masyarakat umum terutama informasi eksposure terhadap kejadian kekeringan hidrometeorologi di seluruh wilayah Indonesia.
Pemantauan kondisi kering secara meteorologis dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan adalah SPI (Standardized Precipitation Index). Metode SPI ini untuk mengukur tingkat atau derajat kekurangan atau defisiensi curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. Metode SPI merupakan besaran curah hujan yang terjadi dibawah kondisi normal pada suatu skala waktu, hal ini dirumuskan oleh McKee et al. (1993).
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis indeks SPI 3 bulanan berupa severity, duration dan intensity, serta hubungannya dengan debit air untuk pendugaan di pos duga Kertasemaya. Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi keterpaparan kekeringan bagi pengguna/instansi terkait untuk meminimalkan dampak kekeringan meteorologis dan pendugaan debit air.
METODOLOGI Lokasi dan Data
Lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Indramayu terletak pada 107° 52 ° - 108° 36 ° Bujur Timur dan 6° 15 ° - 6° 40 ° Lintang Selatan. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan bulanan selama 30 tahun (1981-2010) di 32 titik pos pengamatan hujan kerjasama di Kabupaten Indramayu. Data debit air dari pos duga Kertasemaya, Sub DAS Cimanuk, dari November 1988 sampai Desember 2005. Data curah hujan dan debit air dalam series waktu normal, dimaksudkan agar dapat memberikan suatu pola hasil penelitian yang dapat mewakili karakteristik wilayah
tersebut sesuai dengan parameter yang dianalisis, juga mempunyai akurasi hasil yang baik.
Indeks Presipitasi Terstandarisasi (SPI) 3 bulanan
Indeks kekeringan dalam penelitian ini menggunakan Indeks SPI 3 bulanan yang memberikan perbandingan curah hujan selama periode 3 bulanan tertentu dengan total curah hujan dari periode 3 bulan yang sama untuk semua tahun yang telah ada data historinya/normalnya. Sebagai contoh dalam menentukan indeks SPI 3 bulanan yang dihitung akhir bulan Maret adalah hasil perbandingan total curah hujan Januari-Pebruari-Maret pada tahun berjalan terhadap normalnya. Indeks SPI 3 bulanan dapat mencerminkan kondisi curah hujan jangka pendek dan menengah serta mencerminkan prakiraan curah hujan pada suatu periode.
Hubungan Data Curah hujan dengan Data Debit Air
Debit aliran di sungai berasal dari hujan
yang jatuh di DAS, sehingga dengan mengetahui besarnya curah hujan akan dapat diperkirakan debit aliran. Dari data debit dan hujan di DAS yang biasanya terukur dalam satu periode pendek dibuat suatu persamaan matematis, yang menggambarkan kedua hubungan tersebut. Dari persamaan yang diperoleh dihitung debit aliran berdasar data hujan, yang biasanya mempunyai pencatatan dalam waktu lebih panjang. Metode regresi adalah salah satu contohnya, yang biasanya digunakan untuk menurunkan debit bulanan atau setengah bulanan.
Dengan mengetahui data debit dan data hujan di pos penakar hujan yang berpengaruh pada DAS yang ditinjau, maka dapat dicari hubungan antara hujan yang jatuh dan debit aliran yang terjadi. Pengalih-ragaman dari data hujan menjadi debit aliran untuk debit rendah dapat dilakukan dengan metode regresi. Untuk itu perlu dicari bentuk persamaan matematis debit aliran sebagai fungsi curah hujan, berdasarkan kedua jenis data yang tercatat dalam waktu yang bersamaan. Dengan telah didapatnya persamaan tersebut, maka dapat diperkirakan debit aliran berdasar data hujan, pada waktu di mana tidak ada pengukuran debit.
(3.12)
Gambar 1. Hubungan linier hujan dan debit
(Triatmodjo, 2008)
Pengolahan Data
Data yang digunakan untuk analisa meliputi data curah hujan harian yang ditransformasikan menjadi indeks SPI-3. Nilai indeks SPI dapat diberikan oleh persamaan sebagai berikut :
G(x)=
keterangan,
α > 0 : parameter bentuk, β > 0 : parameter skala,
x > 0 : jumlah curah hujan, dan
Γ (α) : nilai yang dikenal sebagai fungsi Gamma,
Diperlukan perkiraan nilai koefisien α dan β untuk setiap pos hujan yang didefinisikan oleh persamaan
Dimana,
Fungsi Gamma tidak didefinisikan oleh x = 0, dan karena distribusi curah hujan dapat mengandung nol, maka nilai menjadi,
H(x) = G(x)
Keterangan,
: probabilitas curah hujan tidak ada (jumlah kejadian hujan nol).
H(x) : probabilitas kumulatif curah hujan yang
diamati.
Distribusi gamma [G(x)], kemudian berubah menjadi standar normal dengan rata-rata nol dan standar deviasi 1, sehingga kita mendapatkan indeks SPI menggunakan rumusan dibawah ini,
Z=SPI=
Z=SPI=
Dimana,
Dimana , x adalah curah hujan (mm) dan H (x) adalah probabilitas kumulatif curah hujan yang diamati, dan , , , , , adalah konstanta dengan nilai berikut:
= 2,515517, = 0,802853, = 0,010328,
=1,432788, = 0,189269, = 0,001308.
pengolahan eksposure SPI yakni dihitung severity, duration dan intensity
Durasi : lama atau banyaknya bulan dengan nilai SPI < -1.0
Saverity : jumlah nilai SPI < -1.0, dikuantifikasi oleh, Untuk 0 <H(x) 0.5 Untuk 0.5<H(x) 1.0 Untuk 0 <H(x) 0.5 Untuk 0.5<H(x) 1.0 (3.1) (3.2) (3.3) (3.4)
(3.11)
(3.10)
(3.9)
(3.8)
(3.5)keterangan:
s : severity
: indeks SPI ke i (i =
1,2,3…….n) Intensity :
HASIL DAN PEMBAHASAN
2400 1800 1200 600 0 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 4 2 0 -2 -4 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Curah hujan (mm) P ro b a b ili ty SPI 3 Mean 404.9 StDev 342.8 N 1432 Curah hujan (mm) Mean 0.03149 StDev 0.9561 N 1432 SPI 3
Empirical CDF of Curah hujan (mm), SPI 3
Normal
Gambar 2. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Serang
Gambar 3. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Tanjung Priok
Gambar 4. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Tanjung Priok
Gambar 5. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Tanjung Priok
Dari grafik histogram dan diagram pencar (scatterplot) antara duration, severity dan
intensity,tampak kepadatan terbanyak kejadian
duration terjadi pada kisaran 2 s.d 4 bulan dengan frekuensi terbesar pada kisaran 0 s.d 2 bulan. Kemudian, kepadatan terbanyak kejadian severity terjadi pada kisaran -5 s.d -10 dengan frekuensi terbesar pada kisaran 0 s.d -5, sedangkan kepadatan terbanyak pada kejadian intensity terjadi pada kisaran 1.5 s.d 2.0 dengan frekuensi terbesar pada kisaran -1.0 s.d -1.5.
Gambar 6. Variasi 3 periode musim pada 7 titik di
Jawa bagian utara
Pada kawasan sebelah barat kabupaten Indramayu, durasi maksimum indeks SPI 3 bulanan berkisar antara 5 bulan hingga 6 bulan. Durasi Maksimum indeks SPI 3 bulan pada kawasan tengah berkisar antara 4 bulan hingga 5 bulan. Kemudian, dari kawasan tengah semakin menuju ke arah pesisir sebelah timur kabupaten Indramayu, durasi maksimum
indeks SPI 3 bulan semakin besar berkisar antara 7 bulan hingga 9 bulan.
Gambar 7. Variasi 3 periode musim pada 7 titik di
Jawa bagian utara
Pada kawasan sebelah barat kabupaten Indramayu, severity maksimum indeks SPI 3 bulan berkisar antara -19 hingga -14. Maksimum severity indeks SPI 3 bulan pada kawasan utara dan selatan berkisar antara -22 hingga -14. Kemudian, dari kawasan tengah semakin menuju ke arah pesisir sebelah timur kabupaten Indramayu, severity maksimum indeks SPI 3 bulan semakin tinggi berkisar antara -14 hingga -10.
Gambar 8. Variasi 3 periode musim pada 7 titik
di Jawa bagian utara
Secara umum di kabupaten Indramayu, intensitas maksimum indeks SPI 3 bulanan berkisar antara -2.2 hingga -2.4. Intensitas maksimum indeks SPI 3 bulanan dari kawasan tengah semakin menuju ke arah pesisir sebelah timur kabupaten Indramayu, maksimum
intensitas kekeringan SPI 3 bulanan semakin tinggi berkisar antara -2.4 hingg -2.5.
Hubungan Indeks SPI 3 dan Debit air
Gambar 9. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Tanjung Priok
Data hujan bulanan kertasemaya yang kemudian ditransformasi menjadi indeks SPI 3 bulanan serta data debit bulanan pada tahun yang sama, dibuat suatu persamaan yang memberikan hubungan antara keduanya dengan menggunakan analisis regresi sederhana.
Gambar 10. Musim kemarau dan musim hujan
tahun 1981-2010 di Tanjung Priok
Tabel 1. Debit air dugaan bulanan berdasarkan
indeks SPI 3 bulanan
SPI3 dugaan Debit air dugaan (m³/det)
-2 6.498 -1.5 29.896 -1 53.294 -0.5 76.692 0 100.09 0.5 123.488 1 146.886 1.5 170.284 2 193.682 2.5 217.08 3 240.478
Gambar 11. Hubungan indeks SPI 3 bulanan
terhadap pendugaan debit air
Hasil pencatatan debit air menunjukkan bahwa debit aliran tidak merata sepanjang tahun, dengan fluktuasi debit air cukup besar pada musim penghujan dan debit air sangat kecil pada musim kemarau. Kejadian keringterparah pada bulan November tahun 1997 dan memiliki debit paling kecil yaitu 0,03 m3/detik. Untuk rata-rata debit bulanan, pada bulan Februari adalah 150 - 200 m3/bulan dan pada bulan Agustus 10 - 50 m3/bulan dimana nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa pada musim penghujan terjadi kelebihan air, sementara pada musim kemarau kekurangan air.
KESIMPULAN
Durasi paling lama adalah 9 bulan yang terjadi pada tahun 1997 di wilayah Juntinyuat dan Krengkeng, dimulai pada bulan Januari 1997 hingga Mei 1998. Wilayah dengan nilai severity dan intensity paling negatif sebesar -22.8 dan -2.9 dibanding wilayah lainnya di kabupaten Indramayu, pernah terjadi pada November 2008 hingga Juni 2009 di Lohbener. Peta eksposure indeks SPI 3 bulan menjelaskan tahun paling kering terjadi pada tahun 1997, sedangkan tahun paling basah terjadi pada tahun 2010. Secara umum, wilayah agak kering di kabupaten Indramayu berada wilayah pesisir di sebelah barat hingga ke tengah, semakin menuju ke wilayah pesisir sebelah timur, semakin kering.
Hubungan antara indeks SPI 3 bulanan terhadap data debit Kertasemaya menunjukan bahwa kekeringan meteorologi berhubungan dengan kekeringan hidrologi, hal ini terlihat dari hubungan antara nilai positif dan negatif indeks SPI 3 bulanan terhadap data debit air, yaitu indeks SPI 3 bulanan bernilai negatif
maka debit air mengalami penurunan, sebaliknya indeks SPI 3 bulanan bernilai positif, debit air mengalami peningkatan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, Bpk. Nuryadi, S.Si, M.Si, untuk bimbingan terhadap materi dan metode dalam penelitian ini, PSDA Jawa barat dan BMKG atas penyediaan data debit air dan curah hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayoade, J. O. 1983. Introduction to Climatology for The Tropics. John Wiley and Sons. New York.
Barry R. G. and R. J. Chorley,. 2010. Atmosphere, Weather and Climate. 9th ed. London: Routledge, pp. 163-207. Bayong, T.H.K. 1994. Klimatologi Umum.
Bandung: Penerbit ITB.
BMKG, Stasiun Klimatologi Pondok Betung. 2013. Laporan peta kekeringan dengan metode SPI di Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Jakarta.
Burrough, P. 1986. Principles of GIS. M.N. Demers, Fundamentals of GIS,Eddy Prahasta. Sistem Informasi Geografis, P.A. Longley Geographical Inforamtion Systems, volume 1&2.
Gallopin, G.C. 2006. Lingkages between vulnerability, resilience and adaptive capacity. (Diakses dari www.elseveir.com/locate/gloenvcha, tanggal 13/12/2014).
Hadiyanto, S. 2007. Pola Tingkat Kerawanan Kekeringan di Jawa Tengah. Tesis : Departemen Geografi FMIPA UI. Hayes, M.J. et al. 1999. Monitoring the 1996
Drought Using the Standardized
Precipitation Index. Bulletin of the American Meteorological Society, Vol. 80, No. 3, March 1999.
Hayes, M. J., Svoboda, M. D., Wall, N., and Widhalm, M. 2011. The Lincoln Declaration on Drought Indices: Universal Meteorological Drought Index Recommended. Bulletin of the American Meteorological Society,
92(4), 485-488,
doi:10.1175/2010BAMS3103.1.
Husak G. J., Michaelsen J. and Funk C. 2006, Use of the Gamma Distribution to Represent Monthly Rainfall in Africa for
Drought Monitoring Applications, International Journal of Climatology, Published online in Wiley Inter. Science, Royal Meteorological Society, Santa Barbara, U. S. A., DOI: 10.1002/joc.
Li, J dan Heap, A.D. 2008. A Review of Spatial Interpolation Methods for Environmental Scientists. Commonwealth 2008. Australia.
Lloyd-Hughes, B. and M. A. Saunder,. 2002. A drought climatology for Europe. Int. J. Climatol.,22, 1571–1592.
McKee, T.B., Doesken, N.J. and Kleist,J. 1993. The relationship of drought frequency and duration to time scales. In: Proc,8th Conferrence on Applied Climatology, Anaheim, California, 17-22 January 1993, pp.179-184.
Mishra, A.K., Desai, V.R.. 2006. Drought Forecasting Using Feed-Forward Recursive Neural Network. Science Direct Journal. Journal of Ecological Modelling 198 page 127–138.
N. B. Guttman,. 1999. Accepting the standardized precipitation index: a calculation algorithm, Journal of the American Water Resources Association, vol. 35, no. 2, pp. 311–322.
Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis, Tutorial ArcView. Penerbit INFORMATIKA. Jakarta.
Prawirowardoyo, Susilo. 1996. Metreorologi. Bandung; ITB.
Rossi, Guiseppe. et al. 2005. Method and Tools For Drought Analysis And
Management. Dordrecht: Published by Springer.
Sabaruddin, L. 2012. Agroklimatologi: Aspek-Aspek Klimatik untuk Budidaya
Tanaman. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Tjasyono, B. H. K. dan Harijono, S. W. B. 2006. Meteorologi Indonesia Volume 2. Penerbit Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.
Triatmoko, D., Susandi,A., Mustofa, M.A., dan Makmur, E.E.S. 2012. Penggunaan Metode Standardized Precipitation Index Untuk Identifikasi Kekeringan Meteorologi di Wilayah Pantura Jawa Barat. Tim Publikasi Online Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Bandung(ITB). Bandung, Diakses
http://www.meteo.itb.ac.id/wp- content/uploads/2013/11/12808020-sec.pdf pada tanggal 3 Desember 2014. Wilhite, D A,. 2010. Quantification of
Agricultural Drought for Effective Drought Mitigation, in Agricultural Drought Indices, Proceedings of an Expert Meeting 2-4 June, 2010, Murcia, Spain, WMO, Geneva.
World Meteorological Organization (WMO). 2012. Standardized Precpitation Index User Guide, no.1090.