• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWA DAPUR DALAM PERSPEKTIF UMAT TRIDHARMA DI INDONESIA. (Studi Kasus Di Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWA DAPUR DALAM PERSPEKTIF UMAT TRIDHARMA DI INDONESIA. (Studi Kasus Di Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi)"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

DEWA DAPUR DALAM PERSPEKTIF UMAT

TRIDHARMA DI INDONESIA

(Studi Kasus Di Klenteng Hok Lay Kiong Bekasi)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

TRI INDAH ANNISA AS

NIM: 1113032100039

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK Tri Indah Annisa As

Judul skripsi “Dewa Dapur Dalam Perspektif Umat Tridharma di Indonesia, Studi Kasus di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi.”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data, guna memperoleh jawaban secara konseptual mengenai bagaimana perspektif umat Tridharma di Indonesia, studi kasus di kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi tentang doktrin dan praktik ritual tentang Dewa Dapur.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Dewa Dapur adalah salah satu dari banyaknya para dewa yang dihormati oleh umat Tridharma yang berketurunan Tionghoa. Dewa Dapur merupakan salah satu banyak dewa penjaga rumah dari yang bertugas untuk mengawasi dan menjaga anggota keluarga. Dewa Dapur merupakan dewa yang memiliki peranan yang penting dalam kehidupan mereka. Dewa Dapur dipercaya sebagai pemberi keberkahan suatu keluarga dan penentu suatu kemakmuran untuk anggota keluarga. Oleh karena itu, setiap tahun selalu diadakan penghormatan persembahyangan kepada Dewa Dapur. Kepercayaan terhadap Dewa Dapur merupakan suatu mitologi yang berasal dari Cina dan menjadi tradisi dari zaman dahulu hingga sekarang. Begitu pula dengan masyarakat Tionghoa yang beragama Tridharma di Indonesia di kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi yang masih memegang teguh tradisi dan kepercayaan leluhur mereka.

Kajian ini menggunakan penelitian kepustakaan dan studi kasus lapangan dengan menggunakan metode deskriptif dan analisis-kritis. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk menguraikan (mendeskriptifkan) masalah yang sedang dibahas secara teratur mengenai seluruh pengetahuan tentang persepsi umat Tridharma kepada Dewa Dapur di kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi, dan meninjau perkembangan kepercayaan ini pada masa sekarang. Dengan demikian masalah akan lebih jelas. Sedangkan, metode analisis-kritis digunakan untuk menganalisis pengetahuan-pengetahuan umat Tridharma di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi terhadap kepercayaan Dewa Dapur.

(6)

vi

Tak henti-hentinya penulis bersyukur kepada Allah SWT bahwa atas pertolongan dan petunjuk-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam teruntuk Nabi agung Muhammad SAW. yang telah membimbing manusia menuju jalan Rida-Nya.

Penulisan skripsi ini melalui serangkaian upaya dan kajian yang melibatkan banyak pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu terimakasih yang sebesar-besarnya pertama kepada pembimbing skripsi penulis Prof. Ikhsan Tanggok, MA. yang dengan penuh teliti dan telaten memberikan bimbingan, wawasan, dan solusi kesulitan penulis serta tetus memotivasi agar program S1 ini terselesaikan dengan sempurna.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada segenap citivas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terutama Prof. Dede Rosyada, MA. (Rektor UIN Syarif Hidatullah Jakarta), Pimpinan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidatullah Jakarta, terutama Prof. Dr. Masri Mansoer (Dekan Fakultas Ushuluddin), dan Dr. Media Zainul Bahri (Ketua Jurusan Studi Agama) dan Dra. Halimah SM,. M.Ag. (Seketaris Jurusan Studi Agama-Agama). serta jajaran pimpinan seluruh dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas dan penuh perhatian.

(7)

vii

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amin Nurdin, MA. (Pembimbing Akademik), Abdul Hakim Wahid, MA., Bu Dra. Siti Nadrah, MA. dan Pak Toto, S. TH, I. yang membantu semangat skripsi penulis dengan baik.

Sejumlah senior sekaligus teman yang juga turut mendorong terselesainya skripsi ini seperti Bang Uki, Kak Feby dan Kak Roman. Teman-teman jurusan Studi Agama-Agama seperjuangan angkatan 2013 seperti Ririn, Adiba, Ilawati, Yuliana, Fuji, Novi, Nevar, Ana, Pipit, Rahmat, Riki, Fauzi dan lain-lain. Sahabat-sahabat dekat yang memberikan dorongan dan semangat seperti Nur Syamsyiah, Annisa Rizki Amalia, Rayyan Adilla Anwar, Mawaddah Salimah dan lain-lain. Terimakasih juga kepada Ach. Faizal yang memberikan semangat dan kasih sayangnya yang setia menemani penulis dalam suka dan duka dalam meyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa kepada teman-teman KKN Merpati Pelan 2016 yang tetap kompak dan memberikan semangat seperti Bang Zaki, Rifani, Asep, Putra, Koko, Ovi, Ayu, Rara, Sukma dan Bella. Serta mereka yang turut memberikan dukungan yang tidak bisa penulis sebutkan kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penghargaan dan terimakasih yang tiada tara kepada kedua orang tua, papah Ady Sanusi dan mamah Ida Masjidah serta kakak saya Laela Mathofani (Aa Lela), Siti Khodijah (Ka Iid), Kak Siti, Nada Silvia (adik Nada), Husnul Khotimah (adik Usnul), dan Adinda Sholehatusyarifah (adik Dinda). Kasih sayang, doa dan restu mereka yang selalu mengiringi langkah penulis demi keberhasilan studi dan kemanfaatan ilmu yang penulis peroleh kepada keluarga tercinta skripsi ini penulis persembahkan.

(8)

viii

mencapai kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin.

Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan tulisan ini berguna bagi siapapun yang membaca dan berkah untuk penulis Amin.

Jakarta, 20 Juni 2017

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PERYATAAN ... iii

PENGESESAHAN PENGUJI ... iv ABSTRAK ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Metodologi dan Tehnik Penulisan ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II SELAYANG PANDANG AGAMA TRIDHARMA A. Pengertian dan Dasar Keimanan Agama Tridharma ... 14

B. Selayang Pandang Kemuculan Tridharma ... 17

C. Agama-Agama dalam Perkumpulan Tridharma ... 22

1. Agama Tao ... 22

(10)

x

3. Agama Buddha ... 25

BAB III PENGERTIAN, MITOLOGI, FUNGSI, DAN PERAN DEWA DAPUR A. Pengertian dan Kemunculan Awal Dewa Dapur ... 28

B. Mitologi (Kisah Asal-Usul) Kepercayaan Masyrakat Cina Terhadap Dewa Dapur ... 35

C. Hari Raya Untuk Pemujaan Dewa Dapur ... 48

1. Menghantar Dewa Dapur ... 51

2. Penyambutan Dewa Dapur ... 54

D. Fungsi dan Peran Dewa Dapur dalam Kehidupan ... 57

BAB IV PERSEPSI UMAT TRIDHARMA DI KLENTENG HOK LAY KIONG BEKASI DALAM RITUAL PERSEMBAHYANGAN DEWA DAPUR A. Definisi Pengentahuan Dewa Dapur ... 61

B. Ritual Persembahyangan Dewa Dapur ... 67

C. Prosesi Pelaksanaan Ritual Persembahyangan Kepada Dewa Dapur ... 76

D. Relevansi Perayaan Dewa Dapur Pada Zaman Sekarang ... 87

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 103

Surat Izin Penelitian ... 103

Lampiran 2 ... 104

Bukti Wawancara ... 104

Lampiran 3 ... ... 109

Pertanyaan Wawancara ... ... 109

Hasil Wawancara Bapak Jayasena ... 111

Hasil Wawancara Bapak Ingsuhendi ... 117

Hasil Wawancara Bapak Drajat ... 123

Hasil Wawancara Bapak Agus ... ... 130

Hasil Wawancara Bapak Sulai ... 136

Lampiran 4 ... 142

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cina adalah sebuah negara yang mempunyai sejarah cukup panjang yang konon dimulai sekitar tahun 2700 SM. Pada waktu itu tradisi dan lembaga-lembaga di Cina sudah dibakukan, sudah membudaya dan tersusun secara rapi. Sekalipun demikian, tidak diketahui secara pasti bagaimana semua itu terjadi. Beberapa sumber kuno, seperti Sje-tsing,1 buku tentang pujian, dan

Shu Ching,2 buku tentang sejarah yang memberi kesan bahwa bangsa Cina

purba adalah monoteis, yakni percaya kepada satu Tuhan. Nama-nama yang mereka berikan kepada Tuhan itu adalah Shang-ti yang berarti Penguasa Tertinggi dan Tien yang berarti surga.3

Menurut Irene Dea Collier, “bangsa Cina dipenuhi dengan berbagai dongeng, dewa-dewi, figur-figur historis, para penyair, penulis, filosof, naga, burung api (phoenix), kura-kura darat, unicorn, dan juga pohon-pohon buah yang berbunga. Tokoh-tokoh dari periode yang penuh dengan konflik, perbedaan agama, dan pertentangan filsafat, saling berinteraksi dalam dongeng-dongeng (mitos) bangsa Cina. Tak ada pemisahan yang jelas antara

1Sje-tsing adalah Sebuah buku yang berisi tentang puji-pujian yang ditunjukan kepada

tuhan dalam sebuah ritual-ritual keagamaan di Cina. Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1997), h. 217

2Shu Ching adalah sebuah buku sejarah perjalanan agama Khonghucu yang awalnya

memiliki kepercayaan monoteisme. Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali,

ed, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1997), h. 217

3Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia, h.

(13)

2

fakta dan hayalan dalam dongeng-dongeng bangsa Cina, antara langit dan bumi, lalu antara sejarah dan dongeng, antara masa lalu dan masa kini.”

Orang-orang Cina dahulu adalah orang yang memiliki kepedulian kuno terhadap roh jahat maupun yang baik. Agama yang dipercayai oleh kaum petani adalah kepercayan animisme, yang dalam artinya bahwa agama ini percaya kepada roh yang berada di mana-mana. Dipercayai pohon-pohon dan aliran sungai mempunyai roh sendiri, dan memiliki sumber kehidupan dan kekuatan mereka sendiri. Benda-benda yang berada di alam semesta dianggap memiliki kekuatan roh dan dianggap memiliki sumber pengetahuan, dan kekuatan yang menjadi kebutuhan sekaligus ketakutan spritual manusia. Para ahli nujum dipuja dimasa Cina kuno, karena mereka dapat berhubungan dengan roh-roh ini. Leluhur yang sudah meningal ditakuti dan sekaligus dihormati, karena orang Cina mengganggap mereka dapat tetap berada dalam rumah ditengah-tengah keluarga, dan menyebabkan orang Cina memiliki kepercayaan akan mendapatkan banyak kesulitan jika mereka tidak ditenangkan. Pada suatu ketika roh jahat dapat menguasai tubuh dan hidup seseorang. Dalam perjalanan sebuah kepercayaan orang Cina pada masa gerakan (penghormatan untuk jalan) yang dikenal sebagai Taoisme Religius menjadi terorganisasi, para pendeta bersedia untuk mengusir setan. Roh dapur, Dewa rumah keluarga, Dewa kebaikan dihormati siang dan malam dengan persembahan kecil, hadiah nasi dan bunga.4

Disisi lain, Etnis Cina merupakan etnis yang mengalahkan jumlah etnis lain di planet bumi ini, karena kita sudah mengetahui secara formal dan

4Dennis Lardner dan John Tully, Jejak Rohani Sang Guru Suci Memahami Spritualitas

(14)

informal dari data jumlah kependudukan yang selalu diduduki rengking satu oleh negeri Tirai Bambu Republik Cina. Cina bisa dianggap sebagai etnis dan juga bisa dianggap sebagai sebuah kebudayaaan. Kebudayaan kehidupan orang-orang Cina yang sangat menarik untuk dikaji dan diteliti dari berbagai aspek, yang salah satunya yaitu tentang cara hidup dan cara berkeyakinan orang-orang Cina awam.

Orang-orang Cina awam adalah kelompok yang terbenam di dalam misteri, legenda, dan dongeng rakyat tradisional yang sudah berusia ribuan tahun. Sebagian dari misteri, legenda dan dongeng ini tidak bisa dijelaskan oleh apapun dalam khazanah ilmu pengetahuan Barat atau budaya lainnya. Sebagian besar dari misteri, legenda, dan dongeng itu bahkan lebih mirip tahayul atau klenik.5

Ada banyak keyakinan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari komunitas etnis Cina ini. Beberapa keyakinan terkait dengan kewajiban-kewajiban religius atau dengan misteri keberuntungan di masa depan. Lainnya terkait dengan hal-hal yang dianggap orang lain sebagai tahayul tanpa basis aktual. Maka akan tampak jelas bahwa religi sejati dari orang Cina awam ini sangat terkait dengan upaya mengejar kesuksesan duniawi, menenangkan arwah orang-orang yang sudah mati, dan mengungkap misteri tersembunyi masa depan. Ketiga hal di atas bisa dikendalikan dengan cara memberi penghormatan ritualistik pada mereka yang sudah mati sehingga arwah mereka tenang dan senang, dengan cara mengupayakan harmoni dan keberimbangan dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan mengunakan

(15)

4

berbagai metode ramalan. Dalam lingkungan hal-hal seperti itu lah kehidupan komunitas Cina dibangun. Adat, kebiasaan, dan cara hidup seperti itulah yang selalu dibawa-bawa orang Cina ke mana saja.6

Masyarakat Cina percaya bahwa kekuatan dan usaha manusia tidak akan mampu untuk menjamin kesehatan, kesuksesan dalam hal ekonomi, dan keharmonisan rumah tangga. Mereka menyakini bahwa kegagalan dan kesuksesan manusia tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh manusia, namun manusia membutuhkan kekuatan supranatural dan spritual lain yang lebih besar dan berkuasa. Dalam hal ini, yang membuat masyarakat Cina mempercayai keberadaan dewa-dewi sebagai pelindung alam semesta dan pengontrol kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kehidupan bangsa Cina selalu diwarnai oleh kepercayaan religi terhadap dewa-dewi.

Kepercayaan atas dewa-dewi yang dibangun oleh orang Cina, awalnya dianggap sebagai bentuk kepercayaan tipe politeisme. Poloteisme merupakan fenomena kepercayaan kepada berbagai dewa personal, yang masing-masing dewa tersebut memegang kekuasaan atas bidang kehidupan manusia. Sebuah kepercayaan politeisme dimiliki oleh suatu sekelompok orang, karena memiliki beberapa alasan seperti: pertama, politeisme dianggap sebagai bentuk kesadaran religius seluruh jalan hidup eksistensi manusia berada dalam hubungan dengan Tuhan. Kehidpuan sehari-hari mempunyai arti religius dan segala sesuatu dipandang sebagai bagian dari keagungan Tuhan, dari sini berkembang suatu praktik yang cenderung ke arah politeisme. Kedua, pemahaman religius tentang alam, terutama di antara masyarakat kuno, telah

(16)

mengantar pada pemikiran bahwa fenomena alam merupakan manifestasi Tuhan.7 Dari latar belakang kepercayaan tersebut yang membuat kepercayaan orang Cina mengangap setiap aspek kehidupan memiliki nyawa, roh yang disebut dewa.

Dari pemikiran di atas yang menjadikan orang Tionghoa menghormati para dewa dan yang salah satunya yaitu Dewa Dapur. Dewa Dapur adalah salah satu dewa yang termasuk dalam katagori Dewa Penjaga Rumah. Dewa Penjaga Rumah dipercaya dan dipuja oleh seluruh keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Dipercayai bahwa Dewa Dapur dapat memberikan perlindungan, keamanan, kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan setiap rumah tangga dan anggotanya. Dan salah satu dewa yang bisa memberikan banyak keberkahan jika kita menghormatinya.

Orentasi di atas menandakan bahwa Perayaan kuno dalam setiap budaya adalah sumber dari religi, berkarakter ritualistik, dan memenuhi semua tujuan kekuatan ghaib, ini juga berlaku bagi perayaan-perayaan besar oleh orang Cina seperti perayaan terhadap dewa-dewa, khusunya Dewa Dapur. Dewa Dapur adalah Dewa yang memiliki tugas melapor ke langit tentang tingkah pola penghuni rumah selama setahun. Maka, ketika tepat perayaan Dewa Dapur, bibir dari patung Dewa Dapur perlu diusap dengan madu untuk membuat Dewa Dapur berkata-kata yang manis ketika melapor, kecuali yang baik-baik yang sesuai dengan keinginan penghuni rumah kepada penguasa langit. Bahkan, ada yang menyajikan makanan berbahan ketan sehingga mulut Dewa Dapur lengket dan tidak bisa melapor apapun kepada penguasa langit.

(17)

6

Dari semua prilaku tersebut diasosiasikan dengan nasib baik dan datangnya kesejahteraan. Dalam gaya khas orang Cina, mereka bisa mempertahankan sebagian besar tradisi meski mereka sudah tidak lagi punya pemahaman penuh atas penyembahan tersebut.8

Bertitik tolak pada pola pikir di atas, penulis tertarik mengali lebih dalam lagi mengenai ajaran tentang doktrin serta praktik pemujaan atas dewa-dewa khususnya Dewa Dapur dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa yang beragama Tridharma. Untuk itu saya mengambil penelitian ini dengan judul “Dewa Dapur Dalam Perspektif Umat Tridharma di Indonesia, Studi Kasus

Di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi”. Topik ini menarik untuk dikaji karena

dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang doktrin pemujaan terhadap Dewa Dapur serta ingin melihat persepsi orang Cina yang beragama Tridharma dalam memaknai perayaan Dewa Dapur. Serta nantinya dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Kepercayaan terhadap Tuhan, Dewa, Roh bahkan kepada Lelulur adalah salah satu aspek terpenting dalam penyembahan ibadah penganut agama Tridharma. Disisi yang lain, tidak kalah penting yaitu penyembahan kepada Dewa Dapur. Dewa Dapur dianggap sebagai salah satu dari sekian banyak dewa yang dipercaya oleh masyarakat Cina khususnya penganut agama kepercayaan Tridharma sebagai pembawa rejeki serta penentu kemakmuran sebuah keluarga. Pentingnya Dewa Dapur untuk penganut agama Tridharma

(18)

sehingga ada hari raya besar umat Cina yang disebut Tahun Baru Imlek untuk menghormati Dewa Dapur dalam setahun sekali.

Banyak hal yang dapat diangkat sebagai bahan penelitian perihal Wajah Dewa Dapur dalam kepercayaan umat Tridharma ini. Maka agar dalam pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis membatasinya pada masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keyakinan umat Tridharma terhadap penyembahan Dewa Dapur ?

2. Bagaimana praktik perayaan Dewa Dapur oleh umat Tridharma ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, serta untuk mengenal Wajah Dewa Dapur dalam perspektif umat Tridharma. Dan disisi lain bertujuan untuk mendapat gambaran secara objektif mengenai penyembahan Dewa Dapur oleh umat Tridharma dan Pandangan umat Tridharma tentang fungi dan makna Dewa Dapur di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi yang meliputi : 1. Ingin mengetahui keyakinan umat Tridharma terhadap penyembahan

Dewa Dapur.

2. Ingin mengetahui secara langsung praktik perayaan Dewa Dapur oleh umat Tridharma.

Selain itu, penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir proses pembelajaran di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

(19)

8

Jakarta pada jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin, yaitu berupa penulisan karya ilmiah/skripsi yang nantinya dapat dimanfaatkan kepada semua pihak yang membutuhkan referensi ini, khususnya para peneliti yang sesuai dengan topik penelitian ini.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai penelitian terdahulu yang mana bukan untuk melihat referensi buku yang ingin digunakan tetapi untuk mengetahui orisinilitas judul yang ingin diteliti, dan disisi lain ingin mengetahui sarjana siapa saja yang pernah mengkaji tema ini untuk melecaknya.

Kajian pustaka ini sebagai pijakan dalam penulisan dalam mencari data-data yang mendahuluinya. Sementara berkenaan dengan tema yang penulis teliti yang membahas Dewa Dapur dalam persepsi umat Tridharma di Indonesia. Dalam penelusuran penulis, ada sarjana Pradany Hayyu dari Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Cina telah membuat skripsi yang meneliti penelitian yang berjudul Dewa Dapur

Sebagai Salah Satu Mitos dalam Mitologi Cina dan Bentuk Pemujaanya pada

tahun 2009. Sarjana UI yang telah meneliti dari segi pendekatan historis dalam bagaimana sejarah mitologi Dewa Dapur tersebut dan bentuk pemujaannya.

Sedangkan tema yang penulis bahas adalah “Dewa Dapur Dalam

Perspektif Umat Tridharma di Indonesia, Studi Kasus Di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi” dengan menekankan pendekatan Sosiologis dan Antropologis

(20)

Tridharma dari adanya perayaan Dewa Dapur dalam kajian objektif di Indonesia yang berada di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi.

E. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan

Metode adalah rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan faktor yang menentukan bagi berhasilnya proses penelitian dalam rangka mencapai tujuan. Sedangkan metodologi penelitian yaitu sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan dengan suatu disiplin ilmu.

Metode penelitian disini mengunakan kerangka yang telah tersistem, baik dalam bidang keilmuan maupun yang lain. penelitian ini menggunakan interaksionis simbolik, dengan menggunakan pendekatan psikologis. Di sisi lain juga mengunakan pendekatan antropologis dan sosiologis untuk menganalisa, sebagaimana pendapat Glock dan Sark dalam karya Psikologi

Agama (2001), bahwa untuk melihat tingkat religiusitas dapat di lihat dengan

beberapa dimensi yaitu ritual, keyakinan, intelektual (pengetahuan), pengalaman (penghayatan) dan konsekuensi.

1. Metode Penelitian

Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metodologi penelitian kualitatif memiliki tujuan utama mengumpulkan data deskriptif yang mendetesiskan objek penelitian secara rinci dan mendalam dengan maksud mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu gejala. Hal ini dilaksanakan karena disadari bahwa ada banyak hal yang tidak mungkin diungkap hanya melalui observasi dan

(21)

10

pengukuran-pengukuran saja.9 Dengan metode penelitian tersebut di atas, diharapkan mendapatkan data-data sehingga penelitian ini dapat ditemukan kesimpulan yang tepat dan objektif.

a. Sumber Data

Adapun teknik pengumpulan data sebagai sumber penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Primer adalah data yang langsung dari sumber penganutnya yang menjalankan agamanya sendiri. Di lain sisi data primer yaitu sebuah data yang sebenarnya langsung dengan tema peneliti yang sumbernya berupa:

a. Buku-buku yang sesuai tentang judul tesis buku Dewa Dapur dan Kebudayaan Cina seperti :

1. Frena Bloomfield. Chinese Beliefs, terj Teguh W. Utomo. Surabaya: Liris, 2010.

2. Amy Tan. The Kitchen God’s Wife (Isteri Dewa Dapur), terj Joyce K.Isa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.

3. Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Slayang

Pandang. Jakarta: Gramedia, 2013.

b. Interview (wawancara), yakni penulis mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada penganut agama Khonghucu yang ada di Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi tentang

9Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2006), h.

(22)

persepsi perayaan dan penyembahan kepada Dewa Dapur.

c. Observasi yaitu penulis mendatangi langsung Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi, guna memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian.

d. Dokumentasi yaitu penulis mendapat data-data dari dokumentasi yang ada di Kelenteng. Seperti Berkas, arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 2. Data Sekunder adalah sebuah data sumber kedua dari data yang

bukan dari penganutnya. Di sisi yang lain data sekunder adalah data yang relevan tapi tidak berhubungan langsung yang didapat melalui literatur kepustakaan (Library Research), seperti buku-buku, jurnal, arsip, ensiklopedi, majalah, dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini seperti:

a. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia. Jakarta: Pelita Kebijakan, 2005.

b. E.T.C. Werner, Mitos dan Lengenda China. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

3. Data komplementer, yaitu data pelengkap dari data primer yang didapat melalui website.

Adapun dalam pembahasan tesis ini, penulis menggunakan metode

(23)

12

berusaha menggambarkan atau menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan judul tesis ini menurut apa adanya secara jelas dan detail tanpa mengurangi ataupun menambahkan.

Sebagaimana mestinya suatu penelitian tentang agama harus mengunakan medote pendekatan Studi Agama. Penulis mengunakan pendekatan Antropologis. Pendekatan antropologis yaitu salah satu konsep pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti.10

Sedangkan teknik penulisan tesis ini, penulis merujuk pada buku

pedoman penulisan karya ilmiah (Tesis, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009/2010.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat mewujudkan dan menghadirkan penulisan yang sistematis, penulis menyusun skripsi ini berdasarkan urutan-urutan tertentu secara garis besar tentang hal-hal yang akan disajikan. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut.

Bab Pertama merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini tercakup di

dalamnya berisikan: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan

10Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama (Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2002),

(24)

Masalah, Tujuan Masalah, Kajian Pustaka, Metodologi dan Tehnik Penulisan, dan Sistemtika Penulisan.

Bab Kedua ini mendeskripsikan tentang selayang pandang agama

Tridharma yaitu terdiri dari Pembahasan Pengertian Agama Tridhama, Selayang Pandang Kemunculan Agama Tridharma, serta Agama-Agama Dalam Perkumpulan Tridharma seperti: Agama Tao, Agama Khonghucu, dan Agama Buddha.

Bab Ketiga menjelaskan studi literatur atas Pengertian, Mitologi, Fungsi

dan Peran Dewa Dapur dengan penjelasan di dalamnya terdapat Pengertian dan Kemunculan Awal Dewa Dapur, Mitologi Kepercayaan Masyarakat Cina Terhadap Dewa Dapur, Hari Raya Untuk Pemujaan Dewa Dapur, serta Fungsi dan Peran Dewa Dapur dalam Kehidupan.

Bab Keempat membahas tentang studi lapangan atas Persepsi Umat

Tridharma Kelenteng Hok Lay Kiong Bekasi dalam Ritual Pemujaan Dewa Dapur mengenai Persepsi Umat Tridharma Tentang Dewa Dapur, Ritual Pemujaan Dewa Dapur, Prosesi Pelaksanaan Ritual Upacara Persembahyangan Dewa Dapur, dan Relevansi Perayaan Dewa Dapur Pada Zaman Sekarang.

Bab Kelima sebagai bab terakhir Penutup yang berisikan Kesimpulan dari

(25)

14

BAB II

SELAYANG PANDANG AGAMA TRIDHARMA

Dalam bab ini penulis akan membahas selayang pandang agama Tridharma (Tao, Khonghucu, dan Buddha) dengan penjelasan di dalamnya terdapat Pengertian dan Dasar Keimanan Agama Tridhama, Selayang Pandang Kemunculan Agama Tridharma, serta Agama-Agama Dalam Perkumpulan Tridharma seperti: Agama Tao, Agama Khonghucu, dan Agama Buddha.

A. Pengertian Agama Tridhama

Menurut Irene Corner dalam bukunya Mitologi Cina menyatakan bahwa : Cina adalah mosaik dari beragam kelompok dan tradisi yang mengalir dan berjalan beriringan, yang menyatu atau menyimpang dari berbagai tempat dan realitas yang berbeda. Cina berdiri dan diperkuat dengan pengaruh agama seperti Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Pada abad ke 5 SM, Konfusius memperkenalkan pemikirannya, yang menekankan kepada pemenuhan kewajiban dan budi pekerti yang luhur. Konfusianisme bukanlah sebentuk agama, namun pengaruh pemikiran Konfusius amat mendalam bagi pembentukan konsep budi pekerti dan pemerintahan bangsa Cina. Dan berjalanya waktu diantara tahun 600-300 SM, muncul pemikiran Taoisme. Pada mulanya, Taoisme adalah filsafat yang menganjurkan agar manusia hidup harmonis dengan Tao. Tao disini

(26)

memiliki makna yang disebut sebagai jalan, atau alam semesta. Namun kemudian, Taoisme berkembang pesat menjadi sistem keagamaan yang melibatkan banyak dewa dan dewi, arwah, hantu, iblis, kekuatan magis, dan pencarian keabadian. Perkembangan zaman di ikuti pula dengan perkembangan kepercayaan di Cina. munculnya agama Buddha di India dan berkembang pula di Cina menjadikan Buddhisme menjadi satu agama baru di Cina, dan figur mistisnya adalah sang Buddha, manusia biasa yang kemudian bisa menjadi dewa, dan salah satu doktrin yang kuat tentan kepercayaan Kuan Yin. Kuan Yin dipercaya sebagai dewi yang memiliki kemurahan hati.1

Berbagai unsur dan karakter yang bersumber dari tiga sumber di atas (Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme) yang memunculkan pencampuran kepercayaan dari tiga agama tersebut yang disebut Tridharma. Tridharma berasal dari kata Tri dan Dharma. Tri berarti tiga dan Dharma berarti ajaran kebenaran. Secara harfiah Tridharma berarti tiga ajaran kebenaran. Yang dimaksud dengan tiga ajaran kebenaran di sini ialah ajaran Sakyamuni Buddha, ajaran Khonghucu (Kong Zi) dan ajaran Lao Zi (Lo cu). Tridharma merupakan agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha, Khonghucu, dan Lao Zi. Tridharma bukan sekte atau sub sekte mahzab dari Agama Buddha (Mahayana) karena mahzab Agama Buddha itu Theravada, mahayana dan Tantrayana. Tridharma juga bukan sekte atau sub sekte atau mahzab dari Agama Khonghucu (Ru Ji). Tridharma juga

(27)

16

bukanlah sekte atau sub sekte atau mahzab dari agama Tao (Dao). 2 Bisa diambil benang merah bahwa Tridharma adalah sebuah bentuk agama yang beraliran sinkretisme dari pencampuran tiga agama Khonghucu, Tao dan Buddha. Yang mana ajarannya diambil dari tiga ajaran tersebut dengan cara menyatukan persepsi bawaan kebudayaan Tionghoa.

Disisi lain, Tridharma dilihat dari suatu bentuk ajaran kebenaran, Tridharma tidak hanya dianut oleh masyarakat Tionghoa semata namun juga merupakan ajaran yang bukan hanya berkembang di negara asalnya saja di Cina. Karena Tridharma merupakan sebuah bentuk kepercayaan campuran yang memiliki dasar keimanan dari tiga kepercayaan Konfusius, Tao, dan Buddha. Keimanan Tridharma harus diyakini dan dipercayai secara holistic (utuh integral) oleh umat Tridharma tanpa mengenyampingkan salah satu dari ketiga ajaran tersebut. menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, iman atau keimanan adalah suatu keyakinan atau kepercayaan yang berhubungan dengan agama.3 kepercayaan Tridharma memiliki lima dasar keimanan yang harus dimiliki oleh umat Tridharma (Anggota Majelis Tridharma) ialah: 1. Keimanan terhadap Thian, Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber

kehidupan dan alam semesta beserta isinya.

2. Keimaanan terhadap Buddha Sakyamuni, Nabi Khong Hu Cu, Nabi Lo Cu sebagai pembabar ajaran kebenaran.

2Marga Singgih, Tridharma Selayang Pandang (Jakarta: Perkumpulan Tridharma, 2016), h.

1.

(28)

3. Keimanan terhadap para Buddha/ Bodhisatva4/ Dewata/ Sin Beng5/ Kongco/ Makco.6

4. Keimanan terhadap kitab suci Tripitaka, Su Si Ngo Keng dan To Tek Keng.

5. Keimanan terhadap kebahagiaan dan keberkahan (Po Pi Peng An) sebagai hasil dari pengalaman ajaran Tridharma.7

Dasar keimanan Tridharma di atas menjadi jalan kehidupan bagi umat Tridharma yang dalam kesehariannya memiliki identitas administratif kependudukan yang saling berbeda satu sama lain, tetapi bisa hidup berdampingan dengan menjalankan keharmonian tiga agama dalam satu kepercayaan utuh. Makna di atas harus digaris bawahi dan diambil benang merah bahwa dasar keimanan dari ketiga ajaran agama tersebut sama sekali tidak mencampuradukan ajaran, sehingga tercipta suatu ajaran yang baru. Ketiga ajaran agama tersebut masing-masing tetap bersumber dan berpedoman pada kitab sucinya sendiri-sendiri dan menghormati kepercayaan masing-masing. Sebagai contoh tempat ibadah keagamaan Tridharma yaitu Kelenteng. Dan di dalam kelenteng tersebut mempunyai altar pemujaan terhadap masing-masing agama yang disebut Trinabi Agung (Sakyamuni Buddha, Khong Zi, dan Lao Zi).

B. Selayang Pandang Kemunculan Tridharma

4Bodhisatva adalah sebutan untuk manusia yang telah mencapai penerangan dan disebut

juga sebagai seorang manusia yang mendedikasikan dirinya demi kebahagian makluk selain dirinya di alam semesta.

5Sin Beng merupakan bentuk kepercayaan kepada dewa atau roh suci.

6Kongco/ Makco merupakan sebutan kepada roh Leluhur (kakek leluhur/ nenek leluhur). 7 Marga Singgih, Kapita Selekta Tridharma. h. 13

(29)

18

Cina adalah sebuah negara yang mempunyai sejarah cukup panjang yang konon dimulai sekitar tahun 2700 SM. Pada waktu itu tradisi dan lembaga-lembaga di Cina sudah dibakukan, sudah membudaya dan tersusun secara rapi. Sekalipun demikian, tidak diketahui secara pasti bagaimana semua itu terjadi. Beberapa sumber kuno, seperti Sje-tsing8 buku tentang pujian, dan Shu Ching9 buku tentang sejarah yang memberi kesan bahwa

bangsa Cina purba adalah monoteis, yakni percaya kepada satu Tuhan. Nama-nama yang mereka berikan kepada Tuhan itu adalah Shang-ti yang berarti Penguasa Tertinggi dan Tien yang berarti surga.10 Disisi lain, agama di Cina selanjutnya mengalami kemerosotan. Disamping tetap percaya terhadap Shang-ti, bangsa Cina kuno kemudian percaya pula terhadap roh-roh halus dan roh-roh-roh-roh nenek moyang, yang semuanya mereka puja dalam upacara-upacara korban. Kira-kira pada abad VI SM agama dan moral masyarakat Cina mengalami kemerosotan. Kebudayaan dan peradaban yang sebelumnya telah dibangun dengan susah payah oleh Dinasti-Dinasti sebelumnya kini tinggal hanya sekedar bayangan saja. Maksudnya bahwa yang awalnya bangsa Cina memiliki peradaban dan pengetahuan tentang agama yang monoteisme berkembang menjadi politeisme yang pada waktu

8Sje-tsing adalah Sebuah buku yang berisi tentang puji-pujian yang ditunjukan kepada

tuhan dalam sebuah ritual-ritual keagamaan di Cina. Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1997), h. 217

9Shu Ching adalah sebuah buku sejarah perjalanan agama Khonghucu yang awalnya

memiliki kepercayaan monoteisme. Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali,

ed, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1997), h. 217

10Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia, h.

(30)

yang sama mengalami kemerosotan moral dari beberapa ritual. Seperti contoh memberikan sebuah tumbal saat ritual pengorbanan.

Dari kemerosotan peradaban dan kepercayaan di Cina munculah seorang tokoh membawa ajaran yang merubah kepercayaan bangsa Cina kuno seperti guru Khong Hu cu, guru Lao Tze dan yang terakhir Sang Buddha Gautama. Dan di tempat yang sama dengan berjalannya waktu tiga agama besar yang awalnya berdiri sendiri sebagai dasar kepercayaan para Kaisar maupun raja-raja Dinasti di Cina dengan bersamaan melebur menjadi satu kepercayaan baru yang disebut Tridharma. Istilah Tridharma (San Jiao) muncul pada masa Dinasti Doghan (sekitar abad 1) setelah agama Buddha masuk ke negeri Cina. Sebenarnya Buddhisme merupakan ajaran pertama yang berbentuk lembaga keagamaan yang pertama kali hadir di Cina, setelah itu barulah Taoisme (Dao Jiao) dan Konfusianisme (Ru Jiao). Namun pada zaman itu, urutan kronologis San Jiao ditetapkan oleh Kaisar sebagai agama Ru, Dao, dan Buddha. Semenjak awal mula masuknya Buddhisme ke Cina, berbagai usaha untuk menyatukan ketiga ajaran tersebut sudah diusahakan. Sepanjang sejarah Cina, hubungan antara ketiga ajaran tersebut memang tidak selalu mulus, tetapi hal itu umumnya diakibatkan ulah para penguasa yang menjadikannya sebagai komooditas politik. Setelah paham komunis memasuki Cina pengaruh San Jiao di Cina daratan memudar, tetapi tetap eksis di Taiwan, Hong Kong, Macau,

(31)

20

Singapura, Indonesia, dan negara-negara lain dimana banyak bermukim masyarakat Cina perantauan.11

Dari literatur yang lain penulis menemukan bahwa kepercayaan Tridharma ada sebagai gabungan dari tiga ajaran Khonghucu, Tao, dan Budhha mulai ada pada Dinasti Ming tahun 1546 M yang diajarkan dan diprakarsai oleh guru Lin Zhao. Lin Chao En adalah seorang pemimpin dan pendiri agama Tridharma (San Jio) yang memiliki intelektual sangat tinggi. Beliau mempelopori agama dengan unsur-unsur gabungan Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Lin Chao En mengambil saripati dari tiga ajaran dan menggabungkannya sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakar setempat. Fokus Lin adalah pada budidaya pikiran umum Kong Zi, Lao Zi dan Buddha.12

Disisi lain, kepercayaan Tridharma memasuki Indonesia yang memiliki cerita asal usul sejarah yang panjang. Tridharma disebut San Kauw dalam dialek Hokkian yang secara harfiyah “tiga ajaran”. Tiga ajaran yang dimaksud adalah Tao, Khonghucu, dan Buddha yang muncul dan hanya ada di Indonesia.13 Tridharma itu mencangkup tiga ajaran (Sam Kau, Tree

Hings, tiga agama, Tree Religions of Cina) yang merupakan satu dasar atau

satu doktrin (Sam Kauw Hwee) karena agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia (rezim orde baru) hanya lima, maka Tridharma dikelompokkan dalam lingkup agama Buddha. Disisi yang lain, Istilah Tridharma popular

11Dikutip dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tridharma Diakses Pada Tanggal 10 Maret

2017 Jam 16.10.

12Marga Singgih, Tridharma Selayang Pandang, h. 70.

(32)

melalui sebuah organisasi yang berangotakan orang-orang dari penganut ajaran Khongfusius, Taoisme, dan Buddhisme. “Perkumpulan” yang didasarkan pada tiga ajaran (dharma) tersebut selanjutnya juga menyebut perkumpulan itu sebagai Majlis Tridharma. Namun karena hanya Buddha yang diakui sementara Khonghucu dan Tao meninduk kepada agama Buddha. Akhirnya istilah ini lebih melekat kepada agama Buddha Tridharma, yaitu agama yang penghayatannya menyatu dalam ajaran Buddha Konghucu, dan Tao.14

Secara organisatoris dan historis Tridharma bersifat Indonesia Sentris, dalam artian sebagai sebuah Organisasi, maka Tridharma didirikan, berkembang dan kemudian memberikan pelayanan keagamaan atau kemasyarakatan, khusus hanya di Indonesia saja dan tidak mempunyai hubungan atau jejaring dengan organisasi keagamaan atau kemasyarakatan serupa di negara lain. Kwee Tek Hoay adalah tokoh sentral dalam organisasi Tridharma sejak awal pergerakan Tridharma dimulai pada awal tahun 1934 Sam Kauw Hwee menerbitkan majalah Sam Kauw Gwat Po dalam bahasa Indonesia yang bertujuan untuk menyebarluaskan misi organisasi yaitu pembinaan kerohanian bagi umat atau anggota sehingga dapat mencegah kristenisasi terhadap masyarakat Tionghoa pada masa itu, yang mana akhirnya hari kelahiran Kwee Tek Hoay, 31 Juli 1889 ditetapkan sebagai Hari Tridharma.15

14Sri Susanti, Teologi Buddha Tridharma, Skripsi Jurusan Studi Agama-agamaFakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (Riau, 2014), h. 25.

(33)

22

Terbentuknya keagamaan Tridharma oleh Kwee Tek Hoay memiliki harapan seperti: Pertama, memberikan pengertian atau pengajaran ajaran Tridharma agar umat dapat jadi warga masyarakat yang berguna bagi sesama dan lingkungan. Kedua, mencegah Krristenisasi di kalangan warga Tionghoa yang masa itu dilakukan oleh para misionaris Barat yang mendompleng penjajahan Portugis, Inggris dan Belanda. Dan Ketiga, memajukan bagi generasi muda agar dapat meningkatkaan taraf penghidupan.16

C. Agama-Agama Dalam Perkumpulan Tridharma

Agama Tridharma adalah agama yang telah dibakukan menjadi satu kesatuan dari agama Tao, Khonghucu, dan Buddha. Bagi umat Tridharma yang dalam keseharian memiliki identitas.

1. Agama Tao

Taoisme adalah agama yang lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia dengan alam. Taoisme juga dikenal dengan Daoisme yang diprakarsai oleh Laozi. Taoisme muncul pada tahun 604-517 SM atau abad ke-6 sebelum Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi karena, membahas mengenai Dao ( Jalan ) dan De (Kebajikan) yang diajarkan Laozi.17

Kemudian Taoisme memiliki penekanan kuat terhadap keselarasan manusia dengan Dao dan alam semesta. Dao dipandang

16Marga Singgih, Tridharma Selayang Pandang, h.78.

17Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,

2006), h. 4. .

(34)

mengatasi segala hal, baik manusia maupun alam, dan sekaligus juga tersebar di dalam alam ini. Dalam Taoisme dikatakan bahwa manusia harus hidup menurut tata cara alam (Dao), memahami hakikatnya, dan hidup selaras dengannya. Agama Tao menerapkan prinsip-prinsip wu-wei (tanpa berbuat) sebagai wujud dari pengenalan terhadap Tao (jalan) yang oleh penganut Tao dianggap sumber dari segala sesuatu yang ada di alam ini. Dia merupakan sumber yang tertinggi di alam ini. Karena sumber dari ajaran Tao tersebut berasal dari Laozi, dengan kitabnya yang cukup terkenal adalah Tao-te Ching yang memiliki arti sebuah jalan dan kekuatan klasik.18

2. Agama Khonghucu

Munculnya agama Khonghucu yaitu sebagai respon dari sebuah masalah yang terjadi di negara Cina. Agama Khonghucu diambil dari sebutan nama seorang tokoh yang dianggap guru besar yang sangat berpengaruh terhadap religi masyarakat bangsa Cina yaitu Guru Khonghucu karena, murid-muridnya (murid Khonghucu) pada masa itu menyebutnya Khongcu atau Khonghucu yang berarti “Guru Khong”. Sarjana-sarjana Barat menyebutnya Konfusius. Di kalangan Majlis Tinggi Agama Khonghucudi Indonesia, ia disebut Nabi Khonghucu.

(35)

24

Lahirnya Konfusius, atau Khong Hu Tsu atau K’oeng Foe-tze, sangat berpengaruh dalam perkembangan kehidupan kepercayaan di Cina yang ajaran-ajarannya kemudian sangat berpengaruh besar dalam kehidupan bangsa Cina. Dari kejadian tersebut yang menjadikan Khonghucu dibutuhkan oleh masyarakat Cina dan ajarannya menjadi kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Cina Pula.19

Kemunculan Konfusius menjadi sebuah bentuk gerakan perubahan besar dalam perjalanan kepercayaan orang Cina yang pendirinya yaitu guru Khonghucu. Dalam perjalan hidupnya, Khonghucu tidak hanya dikenal sebagai guru yang bijaksana, namaun juga dapat dikatakan sebagai pemimpin yang bijaksana. Bagi Khonghucu keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh power (kekuasaan), tetapi yang lebih penting adalah etika yang mulia. Etika yang mulia itu hanya didapat (diperoleh) melalui proses belajar. Oleh karena itu, dalam hidupnya Khonghucu lebih menekankan pentingnya belajar. Dalam sejarah hidupnya khonghucu selalu berpindah tempat dari suatu negeri ke negeri yang lainnya demi mengajarkan pengetahuan pada murid-muridnya. Meskipun demikian, tidak semua masyarakat pada masa itu dapat menerima ajaran Khonghucu.20

19Agussalim Sitompul, “Agama Konfusius,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia, h,

218.

20Ikhsan Tanggok, Menggenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia (Jakarta: Pelita

(36)

Ajaran pokok agama Khonghucu dikenal dengan sebutan hubuungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan horizontal antara sesama manusia. Agama Khonghucu disebut sebagai Zhong Shu, satya kepada (firman) Tuhan, dan tepa salira (tenggang rasa) kepada sesama manusia. 21 Konsep ketuhanan yang dianut agama Khonghucu adalah agama monoteis, yaitu agama yang percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian (Tuhan Yang Maha Esa) atau Shandi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Dan kitab agama Khonghucu yang berisi pokok-pokok ajaran dan sabda-sabda Nabi Kongzi yang dihimpun oleh murid-muridnya dalam senuah Kitab Suci Si Shu (Su Si) yang berarti Kitab Suci Yang Empat.22

3. Agama Buddha

Agama Buddha adalah agama yang terakhir dalam sejarah berkembangnya keagamaan di Tiongkok setelah agama Tao dan Khonghucu. Agama Buddha merupakan bukan agama asli yang lahir dari tanah negeri Cina melainkan negeri India. Walaupun begitu, kedudukan sekarang agama Buddha di Cina memiliki pengaruh penting di Cina. Agama Buddha adalah salah satu agama yang dipercayai dan dianut oleh masyarakat di Cina. Tidak diketahui secara pasti kapan agama Buddha masuk ke Cina.

21Yoest, Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang di Jakarta & Banten (Jakarta: Aksara Persada,

2008), h. 34.

(37)

26

Namun disisi lain, dari pendapat literatur yang umumnya diterima ialah pada permulaan Dinasti Han, ketika kaisar Ming Ti pada tahun 58-76 M.23 Mengirimkan utusan ke India untuk meneliti

agama Buddha. Perkembangan awal agama Buddha kurang memperlihatkan hasil yang mengembirakan karena mendapat perlawanan dan tantangan dari kepercayaaan dan filsafat asli Cina yang telah berkembang sebelumnya, seperti yang di ajarkan oleh Konfusianisme dan Toisme. Berjalannya waktu dengan perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi setelah abad kedua Masehi, yang antara lain karena jatuhnya Dinasti Han yang diikuti dengan merosotnya paham Konfusianisme dan Taoisme sehingga mengakibatkan Cina menghadapi periode kegelisahan budaya.24

Berangkat dari situasi itulah agama Buddha dipandang muncul mampu memenuhi kebutuhan yang ada dengan menawarkan suatu upacara, keagamaan yang berbeda dari tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya. Tetapi disisi lain, dari adanya tradisi-tradisi asli di Cina pula mampu membentuk kualitas agama Buddha dipercaya oleh masyarakat di Cina.

Buddha adalah agama yang menggajarkan Dhamma. Dhamma disini yaitu sebuah bentuk ajaran untuk mendapatakan pencerahan dan mendapatkan penerangan sejati. Karena, agama Buddha

23Abdurrahman, “Agama Buddha,” dalam Mukti Ali, ed, Agama-Agama Dunia

(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1997), h. 138.

(38)

mengajarkan Dhamma oleh sebab itu, agama Buddha disebut Agama Buddha Dhamma. Buddha Dhamma diterjemahkan sebagai agama yang memiliki sifat khas sebagaiman ia bukan disebut agama kepecayaan, melainkan agama pemikiran dan meditasi. Karena kata Buddha Dhamma mempunyai arti yang luas, meliputi Agama, Filsafat Hidup, Ilmu Jiwa dan Metafisika.25

Dapat diambil benang merah bahwa dari ketiga agama kepercayan di atas dapat dijelaskan bahwa agama Khonghucu lebih menekankan nilai-nilai etika kehidupan, yaitu keserasian hubungan antara manusia dengan manusia termasuk hubungan manusia dengan roh leluhurnya, agama Tao lebih menekankan keserasian hubungan antara manusia dengan alam, dan Buddha lebih mengajarkan untuk pencapaian kebahagian yang sebenarnya. Tiga ajaran ini sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan keagamaan orang Cina, sehingga sulit bagi kita untuk memisahkan mana diantara praktek-praktek keagamaan orang Cina ini yang benar-benar bersumber pada Konfusianisme, Taoisme atau Buddhisme.

25Majelis Budhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dharma (Jakarta: Majelis Budhayana

(39)

28

BAB III

PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN DEWA DAPUR

Dalam bab ini penulis akan membahas studi literatur atas Pengertian, Fungsi dan Peran Dewa Dapur dengan penjelasan di dalamnya terdapat Pengertian dan Kemunculan Dewa Dapur, Mitologi Kepercayaan Masyarakat Cina Terhadap Dewa Dapur, Hari Raya Untuk Pemujaan Dewa Dapur, serta Fungsi dan Peran Dewa Dapur dalam Kehidupan.

A. Pengertian dan Kemunculan Dewa Dapur

Sebelum membahas pengertian Dewa Dapur penulis akan memaparkan terlebih dahulu bagaimana sebuah kepercayaan di dalam agama terhadap sebuah dewa bisa menjadi ritual yang diagungkan. Masyarakat Cina percaya bahwa kekuatan dan usaha manusia tidak akan mampu untuk menjamin kesehatan, kesuksesan dalam hal ekonomi, dan keharmonisan rumah tangga. Mereka menyakini bahwa kegagalan dan kesuksesan manusia tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh manusia, namun manusia membutuhkan kekuatan supranatural dan spritual lain yang lebih besar dan berkuasa. Dalam hal ini, yang membuat masyarakat Cina mempercayai keberadaan dewa-dewi sebagai pelindung alam semesta dan pengontrol kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kehidupan bangsa Cina selalu diwarnai oleh kepercayaan religi terhadap dewa-dewi.

(40)

Kepercayaan atas dewa-dewi yang dibangun oleh orang Cina, awalnya dianggap sebagai bentuk kepercayaan tipe politeisme. Poloteisme merupakan fenomena kepercayaan kepada berbagai dewa personal, yang masing-masing dewa tersebut memegang kekuasaan atas bidang kehidupan manusia. Sebuah kepercayaan politeisme dimiliki oleh suatu sekelompok orang, karena memiliki beberapa alasan seperti: pertama, politeisme dianggap sebagai bentuk kesadaran religius seluruh jalan hidup eksistensi manusia berada dalam hubungan dengan Tuhan. Kehidupan sehari-hari mempunyai arti religius dan segala sesuatu dipandang sebagai bagian dari keagungan Tuhan, dari sini berkembang suatu praktik yang cenderung ke arah politeisme. Kedua, pemahaman religius tentang alam, terutama di antara masyarakat kuno, telah mengantar pada pemikiran bahwa fenomena alam merupakan manifestasi Tuhan.1 Dari latar belakang kepercayaan tersebut yang membuat kepercayaan

orang Cina mengangap setiap aspek kehidupan memiliki nyawa, roh yang disebut dewa.

Pilihan terhadap dewa atau dewi mana yang dipuja oleh orang Cina sangat bergantung pada personal masing-masing. Bisa jadi satu keluarga memiliki favorit tertentu atau suatu daerah memiliki satu dewa-dewi tertentu yang dianggap paling berpengaruh. Dewa atau dewi diyakini dan dipandang orang Cina punya super daya yang bisa mensejahterakan urusan individual kehidupan. Dewa dan dewi dalam kepercayaan orang Cina bisa diperdayai dan disuap untuk tujuan membantu manusia dalam soal urusan keduniawan.

(41)

30

Misalnya Dewa Dapur yang selalu tinggal di altar masing-masing rumah, akan disuap dengan madu pada menjelang malam Tahun Baru Imlek. Menurut tradisi, pada malam seperti itu Dewa Dapur akan terbang ke surga dan membawa laporan tentang prilaku keluarga di mana dia tinggal. Karena sudah disuap madu, maka laporan yang keluar dari mulutnya akan berupa yang manis-manis saja tentang semua orang dalam keluarga itu. Dan prilaku semua keluarga yang jelek-jelek tidak Dewa Dapur laporkan kepada Tuhan.2

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dewa adalah roh yang dianggap atau dipercayai sebagai manusia halus yang berkusa atas alam dan manusia. Dalam pengertian yang lain Dewa adalah sesuatu yang sangat dipuja dan di agungkan.3 Menurut Wang Yi’E dalam bukunya Daois in China menjelaskan tentang lima makna ‘dewa’ (deities) dalam kepercayaan Daoisme yaitu

pertama, Dewa memiliki pokok-pokok awal mula alam semesta karena dewa

muncul dari awal mula alam semesta dan merupakan penjelmaan qi (Tuhan).

Kedua, para dewa tidak meninggal dunia karena kehidupan mereka serupa

dengan alam. Ketiga, dewa memiliki kekuatan yang melebihi orang biasa, seperti menyebrangi langit dengan cepat, mengatur angin dan hujan, dan menentukan siapa saja yang diberkati dan diberi hukuman. Para dewa dapat mengatur semua hal di bumi, dan manusia harus mematuhi mereka, jika tidak mendapat hukuman. Keempat, ‘langit’ (Thian) yang menjadi tempat dewa bersemayam tidak jauh berbeda dengan dunia manusia yang memiliki sistem menejemen dan hirarki. Setiap dewa harus mengurus tugas masing-masing dan

2Freena Bloomfield, Chinese Beliefs, terj Teguh W. Utomo (Surabaya: Liris, 2010), h. 53 3Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta PT Balai Pustaka 2007), h. 322.

(42)

mematuhi atasan meraka. Kelima, para dewa memiliki pembagian tugas yang jelas dalam menjaga dan mengawasi dunia manusia.4

Dewa dalam keprcayaan masyarakat Cina terdiri dari berbagai kategori. Beberapa kategori diantaranya yaitu dewa pencipta alam (yang dipimpin oleh Yuhuang5/Kaisar Giok/Thian), Dewa penguasa manusia (yang mengurus berbagai kehidupan manusia, seperti kematian, usia, dan lain-lain), juga terdapat dewa penjaga rumah.

Dilihat dari fungsi dan tugasnya Dewa Dapur adalah salah satu dewa penjaga rumah yang memiliki peran besar dalam kehidupan keluarga masyarakat Cina. Beberapa dewa rumah lainnya antara lain Dewa Obat (Yaowang), Dewa Pintu (Menshen), Dewa Kamar Mandi (Ceshen), Dewa Sumur (Jingshen), Dewa Kesejahteraan (Caishen), Dewa Tempat Tidur (Chuangshen), Dewa Asmara (Aishen), Dewa Reuni (Tuanyuanshen), Dewa Kelahiran (Shengyushen), dan lain-lain. Dewa penjaga rumah memiliki pengertian sebagai dewa yang dipercaya dan dipuja oleh seluruh keluarga dalam kehidupan sehari-sehari. Masyarakat Cina memuja dewa penjaga rumah. Yang menjadi pokok tugas hal yang dilindunginya adalah keamanan, kesejahteraan, dan kebahagian setiap rumah tangga beserta anggotanya.6

4Wang Yi’E, Daoism In China (Beijing: China Intercontinental Press, 2004), h.59-60.

Lihat di Pradnya Hayyu, Dewa Dapur Sebagai Salah Satu Mitos Dalam Mitologi Cina Dan

Bentuk Pemujaannya, Skripsi Program Studi Cina Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia, h. 24.

5Yuhuang adalah pimpinan seluruh dewa-dewi yang tinggal di Tian atau ‘Langit’.

6Pradnya Hayyu, Dewa Dapur Sebagai Salah Satu Mitos Dalam Mitologi Cina Dan Bentuk

Pemujaannya, Skripsi Program Studi Cina Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

(43)

32

Dalam Beberapa Literatur, penulis menemukan berbagai macam istilah nama Dewa Dapur seperti Zaoshen7 (Dewa Dapur), Zao Juun Shen8 (Dewa Dapur), Caojun9 (Dewa Dapur), Coo-kun (Dewa Dapur), Tsou Chun10 (Dewa

Dapur), Kitchen God11 (Dewa Dapur), Kitchen Diety (Dewa Dapur), God of Hearth (Dewa Tungku), dan di Indoneesia Dewa Dapur terkenal dengan nama

Toapekong12 Chao Kun Kong13 (Dewa Dapur), Tjiao Kun Kong14 (Dewa Dapur).

Melihat asal usul kemunculan Dewa Dapur yaitu bahwa Dewa Dapur lebih dikenal dengan sebutan Zaoshen yang memiliki asal usul pencampuran kata

Zao berarti dapur atau kompor (tungku), dengan konteks kompor sebagai

instrumen utama dalam sebuah dapur. Sedangkan Shen berarti dewa atau roh. Studi tentang agama populer di Cina menunjukkan bahwa pemujaan Dewa Dapur tidak muncul langsung semata-mata dipuja dalam sejarah Cina. Dimulai dari sejarah dapur memiliki proses perkembangan yang cukup panjang. Bukti-bukti sejarah dapat dilacak berdasarkan penemuan fosil Manusia Yuanmou yang ditemukan di Yuanmou, provinsi Yunan, pada tahun 1965. Fosil manusia purba telah berusia 17.000.000 tahun ini menunjukan adanya debu dan

8Freena Bloomfield, Chinese Beliefs, h. 59.

9E.T.C. Werner, Mitos dan Lengenda China (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008).

h.154.

10M. Ikhsan Tanggok. Mengenal Lebih Dekat Agama Tao (Jakarta: Uin Jakarta Press,

2006), h. 94.

11Amy Tan, The Kitchen God’s Wife (Isteri Dewa Dapur), terj Joyce K.Isa (Jakarta:

Gramedia, 1994), h. 92.

12Toapekong adalah sebutan para dewa atau para suci yang dihormati oleh orang Indonesia

yang di letakan dalam satu altar di sebuah kelenteng yang berkepercayaan Tridharma, dan Dewa Dapur pun dipanggil dengan sebutan Toapekong Dapur.

13Marcus A.S, Hari Raya Tionghoa, h. 235.

(44)

potongan arang dilapisan tanah tempat manusia purba tersebut tertimbun selama bertahun-tahun. Para arkiolog pun menilai bahwa hal tersebut merupakan bukti manusia primitif telah mampu menggunakan api.

Berdasarkan fosil yang telah ditemukan, dapat dibuktikan bahwa manusia Yuanmou yang tinggal di goa telah menciptakan api. Selain itu juga ditemukan beberapa batu berbentuk bulat yang berubah warna menjadi hitam pekat karena proses pembakaran. Bagi manusia primitif, api digunakan untuk menghangatkan badan, memasak, alat penerangan, dan melawan binatang liar di malam hari.15

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan tentang api telah dikenal oleh manusia primitif sejak periode batu. Setelah manusia dapat menciptakan api dengan sendiri, dengan berjalanannya waktu mereka mulai menciptakan media untuk memasak yaitu tungku. Dalam melangsungkan kehidupannya, manusia tidak bisa dipisahkan dari keberadaan api. Karena api dinilai memiliki peranan yang penting dalam berlangsungnya kehidupan. Oleh sebab itu, tulisan kuno sejarah Cina menunjukkan bahwa Dewa Api dahulu di puja dan dikenal paling awal dari pada pemujaan kepada Dewa Dapur, dipuja jauh sebelum kompor diciptakan yaitu Zhurong (Dewa Api). Dewa Api dalam kepercayaan orang Cina adalah dewa yang populer dikenal oleh rakyat dan memiliki banyak kuil yang dibangun untuk menghormatinya karena dianggap memiliki peran yang penting untuk kehidupan. Pada zaman primitif batu dibentuk berjajar menjadi bulat dengan memiliki lubang untuk menjadi tempat

15Pradnya Hayyu, Dewa Dapur Sebagai Salah Satu Mitos Dalam Mitologi Cina Dan

Bentuk Pemujaannya, Skripsi Program Studi Cina Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

(45)

34

api, dan itu bentuk awal dari kompor batu bata, yang masih umum digunakan di kalangan etnis minoritas Cina zaman dahulu. Pada waktu yang bersamaan situlah melakukan penyembahkan kepada Dewa Api.16

Dilihat dari segi ilmu antropologi bahwa kepercayaan terhadap dewa-dewi merupakan bagian agama yang disebut sistem religi karena semua aktivitas manusia yang beragama memiliki sebuah nilai religi yang berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious

emotion). Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan

tindakan-tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan itulah yang menyebabkan bahwa sesuatu benda, suatu tindakan, atau gagasan, mendapat suatu nilai keramat (sacred value) dan dianggap keramat (suci). Sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya. Sistem kepercayaan secara khusus mengandung banyak subunsur. Subunsur dari suatu kepercayaan mengandung banyak konsepsi seperti konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat, sifat dan tanda dewa-dewa-dewa-dewa, konsepsi tentang makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain, konsepsi tentang dewa tertinngi dan pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan alam (kosmologi), masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi), konsepsi

(46)

tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan lain-lain.17

Dalam masalah ini kepercayaan Cina merupakan sebuah bentuk agama yang memiliki gejala kepercayaan yang begitu sering memiliki bentuk ritual yang berada di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha untuk membuat abstraksi ilmiah yang berisi tentang mitos. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam sanubari terhadap alam gaib begitu pula konsep surga-surga telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan belengu-belengu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.18

B. Mitologi Kepercayaan Masyarakat Cina Terhadap Dewa Dapur

Sebelum membahas mitologi kepercayaan masyarakat Cina terhadap Dewa Dapur, penulis akan memaparkan terlebih dahulu mengenai kepercayaan awal orang Cina. Kita tidak dapat mengetahui secara pasti seperti apa pikiran dan kepercayaan orang Cina secara mendalam. Kesulitan akan mendapatkan data yang tepat terjadi karena kurang adanya peningalan-peningalan kepercayaan orang Cina yang tertulis yang menceritakan bentuk kepercayaan masyarakat Cina pada waktu itu. Kita hanya mendapatkan informasi dari

17Prof. Dr. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.

295.

18Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama

(47)

36

cerita-cerita rakyat Cina yang menjadi sebuah mitologi yang dipercayai oleh orang Cina dan akan menjadi sebuah bentuk kultus yang diyakini. Mitologi sulit diterima oleh akal sehat, namun agar dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat Cina pada waktu itu, mitologi tersebut disebarkan melalui cerita-cerita rakyat.

Menurut Irene Dea Collier dalam bukunya Mitologi Cina “bangsa Cina adalah bangsa yang dipenuhi dengan berbagai dongeng, dewa-dewi, figur-figur historis, para penyair, penulis, filosof, naga, burung api (phoenix), kura-kura darat, unicorn, dan juga pohon-pohon buah yang berbunga. Tokoh-tokoh dari periode yang penuh dengan konflik, perbedaan agama, dan pertentangan filsafat, saling berinteraksi dalam dongeng-dongeng (mitos) bangsa Cina. Tak ada pemisahan yang jelas antara fakta dan hayalan dalam dongeng-dongeng bangsa Cina, antara langit dan bumi, lalu antara sejarah dan dongeng, antara masa lalu dan masa kini.”19

Dongeng-dongeng tersebut membuat masyarakat Cina seakan-akan membentuk sebuah kepercayaan dan keyakinan sendiri dengan memunculkan bentuk penyembahannya kepada yang dipercayai dari sebuah mitos dongeng cerita rakyat Cina. Kata ‘mitos’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa yang mengandung arti yang mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib.20

19Irene Dea Collier, Mitologi Cina (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2011), h. 5.

(48)

Di mata dunia, Cina merupakan salah satu negara yang terkenal dengan mitologinya. Masyarakat Cina percaya terhadap suatu kekuatan yang dapat mengendalikan hidup di dunia dan dianggap mampu menentukan nasib mereka yang masih hidup. Kepercayaan tersebut adalah kepercayaan yang turun-memurun yang diyakini oleh masyarakat Cina. Kekuatan tersebut dalam pandangan orang Cina diwujudkan dalam bentuk pemujaan dan pengkultusan dewa-dewa personal atau yang dalam masyarakat Cina sering disebut Shen yang berarti roh.

Dari penjelasan di atas di ambil benang merah bahwa kepercayaan orang Cina yang terpaku pada tujuan dunia dilandasi oleh kosmologi orang Cina itu sendiri. Kosmologi adalah sebah teori atau seperangkat keyakinan yang berhubungan dengan alam semesta atau kosmos. Keyakinan ini dapat mencangkup dalil-dalil mengenai struktur, organisasi dan fungsi supranatural, alam dam dunia-dunia sosial. Kosmologi Cina adalah seperangkat keyakinan yang berhubungan dengan alam semesta orang Cina. Keyakinan ini dapat meliputi konsep mengenai dewa-dewa, roh-roh, roh-roh leluhur, hidup setelah kematian, hidup di dunia saat ini dan lain-lain.

Dalam kosmologi orang Cina, alam dilihat sebagai wadah (tempat) dan isinya terdiri dari benda-benda nyata atau tampak dan benda-benda tidak nyata atau gaib sebagai unsur-unsurnya yang dihidupkan oleh berbagai kekuatan yang mereka kenal dengan dewa-dewa, roh-roh dan Tuhan.21 Alam dihidupkan

dan dikuasai oleh salah satu dari berbagai jenis kekuatan yang menguasai

21M. Ikhsan Tanggok. Mengenal Lebih Dekat Agama Tao (Jakarta: UIN Jakarta Press.

(49)

38

unsur-unsur alam tersebut. Dan roh tidak hanya sekedar dipuja, tapi juga dianggap menghidupkan sesuatu atau dapat juga dianggap sebagai penambah kekuatan yang ada dalam diri manusia.22

Cara berpikir kosmologi orang Cina menjadi sebuah kisah-kisah dalam mitologi Cina yang memiliki pengaruh yang kuat dari agama rakyat di Cina, seperti Konfusianisme, Taoisme dan juga Buddhisme. Mitologi Cina mengandung bermacam-macam kisah sakral luar biasa yang menceritakan bagaimana dunia dan manusia diciptakan. Kisah-kisah tersebut dianggap sakral karena dianggap memiliki berhubungan dengan kehidupan para dewa yang menjelma menjadi sebuah nilai spitual yang mendalam bagi bangsa Cina. Dari kepercayaan tersebut memunculkan kepercayaan yang mendalam atas menghormati para roh leluhur, pemujaan terhadap roh dan alam dan pemujaan terhadap langit sebagai berikut.

1. Pemujaan terhadap alam dan roh

Semua peradapan di dunia dimulai dari perkembangan bangsa primitif menuju bangsa modern. Itupun terjadi juga pada suku bangsa Cina. Bangsa Cina dahulu kala adalah kaum petani yang bercocok tanam. Masyarakat petani yang primitif erat sekali hubungannya dengan alam dan kekuatan-kekuatan kedewataan yang terdapat pada alam. Penghormatan kepada alam memunculkan perayaan ritual yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hasil pertaniaan.

Gambar

FOTO KEGIATAN LAPANGAN
Foto 3: Patung Tokoh Tridharma yang disejajarkan seperti Agama Tao,  Khonghucu, dan Buddha (Tiga Ajaran Kebenaran)
Foto 5: Altar Berbagai Dewa
Foto 7: Narasumber Bapak Drajat
+2

Referensi

Dokumen terkait