• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III OBSERVASI POLUSI CAHAYA DAN RUKYATULHILAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III OBSERVASI POLUSI CAHAYA DAN RUKYATULHILAL"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

58

Metode observasi merupakan sistem proses perekaman pola alamiah dari manusia, objek dan kejadian-kejadian sebagaimana mereka teramati. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh dari data. Kegiatan observasi ini meliputi kegiatan melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang berkaitan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan (Sarwono, 2006: 224).

Dalam mendukung observasi diperlukan instrument pendukung yaitu lokasi pengamatan, waktu pelaksanaan, objek pengamatan, tehnik pengambilan data, pengolahan data dan reduksi data. Instrumen lainnya berupa peralatan yang dipergunakan untuk pengumpulan data citra dan teknis di lapangan berupa catatan lapangan, dokumentasi pengamatan serta komunikasi interaktif juga diperlukan guna mendukung dan memudahkan pelaksanaan penelitian.

Fokus pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan terhadap pola perubahan polusi cahaya, pengamatan rukyatulhilal dan nilai korelasi antara polusi cahaya dan rukyatulhilal awal bulan dengan pengamatan secara langsung di lokasi yang telah dipilih. Adapun penggunaan data-data pendukung merupakan citra hasil pengamatan, pengambilan data tentang keadaan cuaca dan udara dari BMKG Klimatologi Semarang serta penggunaan citra satelit dari BMKG untuk menggambarkan secara koheren terhadap fokus pengamatan.

(2)

1. Lokasi Pengamatan

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang mengambil dua lokasi yang representatif dengan fokus pengamatan. Adapun lokasi pengamatan yang dipilih, yaitu:

a. Club Astronomi Santri Assalam (CASA) Surakarta

Berlokasi di Observatorium PPMI Assalam, Jl. Garuda Mas Pabelan-Sukoharjo- Surakarta- Jawa Tengah. CASA didirikan pada tanggal 16 April 2005 oleh Ust. AR Sugeng Riyadi dan Ust. Budi Prasetyo (alm). Berlokasi pada letak geografis 7°33’12,08” LS; 110°46’16,19” BT, dengan ketinggian 24 m dari lantai dasar ke puncak anjungan.

Gambar. 3.1. Lokasi CASA Assalam melalui citra Google Earth diakses tanggal 01 Desember 2014

(3)

Berjarak ± 80 km dari pantai Selatan, terletak di lokasi yang berpenduduk padat di wilayah ujung Utara Sukoharjo. Adapun di sebelah Timur adalah kota Surakarta, Sragen dan Karanganyar. Sebelah Selatan adalah kabupaten Sukoharjo, Wonogiri dan Gunung Kidul, Sebelah Utara adalah Sragen dan Boyolali. Sedangkan pada arah pandang horizon Barat yaitu Kota Boyolali disebelah Barat Daya dan arah Klaten dan Kota Yogyakarta di arah Barat Laut. Pada arah pandang ke horizon Barat terdapat Gunung Merbabu dan Gunung Merapi yang ditaksir memiliki ketinggian 4-8 derajat pada arah azimut 290⁰ ke Utara.

b. Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah

Berlokasi di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah Indonesia yang beralamat di Jl. Gajah Raya No. 128, Sambirejo, Gayamsari, Semarang Jawa Tengah. Lokasi ini berada pada lintang 6⁰59’04,16” LS dan 110⁰26’47,85” BT dengan ketinggian 99 meter di lokasi menara pandang, 103 m pada puncak menara.

Gambar. 3.2. Lokasi Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah melalui Google Earth diakses tanggal 01 Desember 2014

(4)

Lokasi Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah berada di sebelah tepi timur kota Semarang. Di sebelah Timur adalah Kabupaten Demak, sebelah Utara adalah Laut Jawa, di sebelah Selatan adalah Ungaran (Kab. Semarang) dan sebelah Barat adalah kota Semarang, Kaliwungu dan kabupaten Kendal. Lokasi ini berada di wilayah pemukiman padat perkotaan kota Semarang pada letak astronomis 6⁰50’ - 7⁰10’ LS dan 109⁰35’ - 110⁰50’ BT. Wilayah kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348 mdpl.

Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Mijen dan Gunung Pati. Di daerah pantai mempunyai ketinggian 0,75 mdpl sedangkan daerah rendah yang meliputi Pusat Kota dan Simpang Lima berada pada ketinggian 2,45 – 3,49 mdpl (www.semarangkota.go.id).

(5)

2. Waktu Pengamatan

Pengamatan secara visual atau pengamatan langsung dilaksanakan pada tanggal 24-25 Oktober 2014/ 29 Zulhijah 1435 H – 01 Muharram 1436 H untuk lokasi CASA Assalam Surakarta. Sedangkan pengamatan di Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah Semarang dilaksanakan pada tanggal 22-24 Nopember 2014/ 29 Muharram 1436 H – 01 Safar 1436 H.

3. Proses Pengamatan Polusi Cahaya dan Rukyatulhilal

Pengamatan secara langsung dilakukan di lokasi CASA Assalam yang dilaksanakan pada tanggal 24 dan 25 Oktober 2014. Pengamatan dilaksanakan mulai pada pukul 17:00 s.d 20:00 WIB. Fokus pengamatan terhadap variabel yang terkait dengan polusi cahaya pada pukul 17.30 – 20.00 WIB dan rukyatulhilal dimulai pada pukul 17:00 – 18:15 WIB. Durasi waktu ini dipergunakan dalam rangka untuk mengumpulkan data terkait dengan keadaan lingkungan geografis, horizon pengamat, langit diatas horizon, perubahan cuaca pada saat pengamatan, penentuan kedudukan hilal dan keadaan pada saat terbenam Matahari.

a. Pengamatan Polusi Cahaya

Dalam penentuan fokus pengamatan terhadap polusi cahaya, pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan rukyatulhilal. Fokus pengamatan terhadap perubahan polusi cahaya dilakukan mulai pukul 17:30 s.d. 20:00 WIB. Pengambilan durasi ini dilakukan untuk mengetahui pola perubahan polusi cahaya yang dihasilkan oleh cahaya lampu kota pada saat pertama muncul dan perubahannya hingga efek yang ditimbulkannya terhadap rukyatulhilal.

(6)

Untuk keadaan polusi cahaya pada jarak pandang yang jauh, pengamatan difokuskan kepada polusi cahaya yang dihasilkan oleh lampu jalan, lampu kota-kota dan pemukiman di arah Barat lokasi pengamatan dalam radius pandang 30⁰ ke arah Utara dan Selatan dari titik Barat. Data yang diperoleh dimasukkan dalam catatan lapangan secara deskriptif. Untuk memudahkan dalam pengolahan data, dalam catatan lapangan dilakukan pengkodean terhadap setiap fokus pengamatan sebagai berikut:

Tabel. 3.1. Pengkodean dalam catatan lapangan untuk fokus polusi cahaya

No/ Kode Fokus

GT Deskriptif keadaan geografis dan lingkungan lokasi pengamatan HP Deskriptif keadaan horizon pada saat pengamatan PH Deskriptif penghalang horizon yang nampak

LM Deskriptif keadaan langit malam setelah Matahari terbenam P Polusi cahaya

P1 Deskriptif pertumbuhan cahaya lampu kota yang nampak dari lokasi sebelum Matahari terbenam P2 Deskriptif pertumbuhan polusi cahaya lampu kota pasca Matahari terbenam Dalam mendukung data hasil pengamatan dilakukan dokumentasi terhadap masing-masing fokus pengamatan dengan menggunakan kamera digital Nikon Coolpix S3500. Pengambilan citra foto disesuaikan dengan fokus pengamatan dengan melakukan pengaturan kamera terlebih dahulu. Untuk menahan agar kamera lebih fokus dipergunakan Nikkon mini tripod.

Gambar. 3.3. Camera Nikon Coolpix S3500 (diakses melalui http://www.nikonusa.com/)

(7)

Effektive Pixels 20.1 Million, Sensor Gambar: ½.3-in. Type CCD; total pixel ~ 20.48 million; Lensa menggunakan NIKKOR lens with 7x optical zoom: 4.7-32.9 mm; Digital zoom magnification lebih dari 4x (35mm [135] format equivalent;~ 728mm); VR berupa lens shift, Image pixel 20M (H); ISO sensitivy ISO 80-1600, ISO 3200

Sebelum melakukan pemotretan, dilakukan penyetelan kamera agar dapat lebih efektif dalam menangkap citra polusi cahaya. Penyetelan dilakukan dengan menyalakan kamera dan diatur ke mode pemotretan. Kemudian tekan selektor multi untuk memilih scene pemotretan kemudian memilih scene mode citra yang disesuaikan dengan keadaan keadaan langit, dalam hal ini dipilih pemandangan malam, kemudian tekan OK. Mode scene dapat ditampilkan sebagai berikut:

(8)

Dengan memilih scene pemandangan malam, citra akan menyesuaikan dengan warna gelap. Untuk menentukan fokus, tombol rana ditekan separuh sehingga area fokus atau indikator fokus akan selalu menyala hijau. Untuk mengurangi efek kabur dan noise dipilih opsi hand dan tripod saat menggunakan tripod atau cara lainnya untuk menstabilkan kamera saat pemotretan. Pengurang guncangan dinonaktifkan dengan mengatur ke mode Nyala.

Perolehan efek warna yang diterapkan pada citra dalam menangkap spektrum cahaya kuning, putih maupun biru yang dihasilkan cahaya lampu. Penyetelan yang dilakukan adalah dengan mengatur menu pemotretan sebagai berikut, mode gambar diatur ke pengaturan default 5152x3864, keseimbangan putih dilakukan penyetelan sebanyak 3 kali untuk penangkapan efek cahaya lampu pijar, lampu neon, berawan dan lampu kilat. Pengaturan sensivitas cahaya dengan pengaturan “jangkauan auto tetap” dan memilih ISO 80-800 untuk radius jauh dan ISO 40-800 untuk radius dekat di area lokasi pengamatan. Pemotretan disesuaikan dengan keperluan pengamatan, untuk kemudian hasil pemotretan disimpan dalam memori eksternal dan dilakukan pengolahan data.

Gambar. 3.5. Alur penyimpanan hasil citra pemotretan

 Pemotretan 

Dokumentasi hasil pengamatan diinventarisir untuk dilakukan reduksi data dengan memilah citra foto dan disesuaikan dengan hasil

(9)

pengamatan catatan pengamatan. Untuk citra foto radius dekat di sekitar lokasi pengamatan, dilakukan dengan memilah kesesuaian hasil citraan terhadap warna lampu neon dan lampu pijar. Sedangkan untuk radius jauh dengan memilah hasil citraan berdasarkan komposisi mode lampu pijar dan lampu neon. Reduksi terhadap kedua jenis mode balance ini adalah untuk melihat daya tangkap citra terhadap warna tampak polusi cahaya lampu, yaitu pada warna tampak kuning, biru maupun putih. Untuk selanjutnya, citra foto hasil reduksi data dimasukkan ke catatan lapangan untuk dianalisa.

Data pendukung yang dipergunakan untuk pengamatan polusi cahaya di CASA Assalam dan Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah diperoleh dari dari citra foto satelit dari Blue Marble Navigator yang dikelola oleh NASA’s National Geophysical Data Center (NOAA-NGDC) yang diakses melalui http://blue-marble.de. Data satelit yang dipergunakan adalah data citra tahun 2014 yang telah diolah terakhir pada bulan Oktober 2014. Data ini berupa citra foto malam hari yang dipergunakan untuk mengetahui pertumbuhan polusi cahaya dengan acuan titik CASA Assalam Surakarta dan Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah.

Citra foto satelit ini dipergunakan untuk mendukung data hasil pengamatan sehingga dapat dikorelasikan antara hasil pengamatan dengan hasil citra satelit. Hasil citra satelit memberikan informasi tentang sejauhmana tingginya polusi cahaya di CASA Assalam. Selain itu, citra satelit tersebut sekaligus dipergunakan sebagai data pendukung untuk

(10)

mengetahui tingkat pertumbuhan polusi cahaya di kota Semarang pada tahun 2014.

Data terkait kualitas udara yang diperoleh dari BMKG merupakan data Suspendid Particulated Matter (SPM) yaitu data untuk menunjukkan tingkat kualitas udara di suatu daerah. Semakin tinggi nilai SPM, maka semakin buruk tingkat kualitas udaranya yang sekaligus mengindikasikan tingginya tingkat polusi udara. Polusi cahaya berkorelasi dengan tingginya tingkat kualitas udara di suatu daerah. Data SPM yang diperoleh dari BMKG merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran sampel suatu kota, terutama kota-kota besar karena masih minimnya peralatan yang dimiliki.

Dalam pengamatan ini, data SPM yang diperoleh hanya untuk wilayah kota Semarang dan sekitarnya dan tidak berlaku untuk daerah lain sebagaimana informasi yang diperoleh dari BMKG Jawa Tengah. Adapun data SPM bulan Nopember 2014 untuk kota Semarang dan sekitarnya adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.2. Data Suspendid Particulated Matter (SPM) bulan Nopember 2014 untuk kota Semarang dan sekitarnya

Kab/ Kota Bulan Nopember Suspendid Particulated Matter (SPM) (µg/m3) Semarang 05 Nopember 2014 313, 35 11 Nopember 2014 233, 55 17 Nopember 2014 225, 65 23 Nopember 2014 236, 95 29 Nopember 2014 365, 85

(11)

Pemantauan SPM dilakukan dengan menggunakan metode sampling berupa High Volume Sampler (HVS) dan untuk analisis laboratorium menggunakan Neraca Analitik (Analitical Balace). Dari hasil pemantauan tersebut, kualitas udara berkualitas baik ketika berada pada nilai < 230 ug/m3. Sedangkan jika nilai SPM melebihi nilai baku mutu >

230 ug/m3, maka hal ini menunjukkan kualitas udara berada diatas batas

ambang ekstrim atau kualitas udara buruk.

Berdasarkan data SPM bulan Nopember 2014 untuk kota Semarang dan sekitarnya menunjukkan bahwa kualitas udara yang berada diatas ambang ekstrim adalah untuk data tanggal 5 Nopember 2014 (minggu 1), 23 Nopember 2014 (minggu 4) dan 29 Nopember 2014 (minggu 5). Nilai yang diperoeh berturut-turut Minggu 1 = 313, 35 ug/m3, Minggu 4 = 236,

95 ug/m3 dan Minggu 5 = 365, 85 ug/m3. Hal ini sebagaimana ditunjukkan

dalam bagan berikut, yaitu bagian chart yang menunjukkan warna merah merupakan wilayah yang memiliki kualitas udara buruk dan berada diatas ambang batas ekstrim.

Gambar. 3.6. Bagan Database Kualitas Udara untuk Pemantauan SPM bulan Nopember 2014 (sumber:http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/

(12)

Gambar 3.7. Hasil pengambilan citra satelit untuk polusi cahaya dengan acuan lokasi CASA Assalam Surakarta yang diunduh dari

http://www.blue-marble.de tahun 2014

Gambar 3.8. Hasil pengambilan citra satelit untuk polusi cahaya dengan acuan lokasi kota Semarang yang diunduh dari http://www.blue-marble.de

tahun 2014

b. Pengamatan rukyatul hilal

Pelaksanaan pengamatan hilal atau rukyatulhilal dilaksanakan pada sore hari menjelang Matahari terbenam. Untuk pengamatan hilal di CASA Assalam dilaksanakan pada tanggal 24 dan 25 Oktober 2014/ 29 Dzulhijjah 1435 H dan 1 Muharram 1436 H mulai pukul 17.00-18.00 WIB. Sedangkan pengamatan di Menara al Husna Masjid Agung Jawa

(13)

Tengah dilaksanakan pada tanggal 22 dan 23 Nopember 2014/ 29 Muharam 1436 H dan 30 Muharam 1436 H mulai pukul 17.00 – 18.15 WIB. Pengamatan pada waktu ini untuk mengidentifikasi warna cahaya tampak dari polusi cahaya, cahaya senja dan hilal dan keterkaitan antara ketiga vaiabel tersebut. Akan tetapi hilal tidak terlihat karena langit berawan tebal. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mata bugil dan menggunakan binocular untuk membantu mendekatkan objek yang jauh.

Untuk membantu dalam penentuan arah digunakan Kompas Silva atau Kompas Orientasi, karena kemudahan penggunaan kompas ini untuk orientasi medan. Kompas ini memiliki tanda penunjuk penyesuai arah yang terdapat di dasar piringan kompas dan dilengkapi pula dengan cermin. Selain itu, disekitar piringan kompas terdapat konektor dan penggaris sehingga memudahkan dalam meluruskan arah pandang dan memfokuskan objek pengamatan.

Fokus pengamatan hilal meliputi, kenampakan horizon pandang pada rentang 30⁰ ke Utara dan ke Selatan, keadaan langit diatas horizon sebelum dan sesudah Matahari terbenam, objek penghalang dari pengamat ke horizon pandang, penganggu pandangan dalam radius pandang pengamat ke horizon dan terlihat atau tidaknya hilal. Data hasil pengamatan dimasukkan dalam catatan lapangan, untuk lebih memudahkan dalam memberikan gambaran objektif sesuai hasil pengamatan. Pengkodean terhadap fokus kajian dilakukan untuk memudahkan reduksi data.

(14)

Tabel. 3.3. Daftar pengkodean dalam catatan lapangan untuk rukyatulhilal

No/ Kode Fokus

LR

Deskriptif keadaan lokasi rukyat yang meliputi letak geografis, elevasi, letak demografi, keadaan di sekitar lokasi

UMP Deskriptif keadaan ufuk mar’i pengamat dengan acuan kriteria Kemenag RI

AH Deskriptif radius pandang arah mata pengamat ke ufuk mar’i

LH Deskriptif keadaan langit diatas ufuk mar’i menjelang Matahari terbenam

CH Deskriptif keadaan cuaca pada waktu pengamatan PU Deskriptif penghalang ufuk yang diperoleh dalam

pengamatan

HNT Hilal nampak atau terhalang

Dokumentasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan kamera digital Nikkon Coolpix S3500. Untuk memperoleh citra, pengaturan disesuaikan dengan waktu terbenam Matahari kamera dengan cara penyetelan ke mode scene senja dengan masuk ke mode kamera kemudian dipilih mode pemotretan dan memilih scene senja atau sunset dan tekan OK. Penyetalan ini dilakukan mengingat pengamatan hilal dilakukan pada waktu senja. Efek ini akan memberikan kesan hasil pemotretan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya, khususnya kesesuaian dengan tingkat keredupan cahaya pada waktu sore hari.

(15)

Pemilihan fokus dilakukan dengan menekan pelepas rana separuh hingga tanda fokus pada layar kamera menunjukkan warna hijau. Kombinasi ukuran gambar dan kualitas gambar dipilih ukuran 5152x3864. Pengaturan pencahayaan untuk keseimbangan warna menggunakan opsi menu pemotretan untuk keseimbangan putih yang distel pada Berawan, Lampu kilat dan Siang hari. ISO untuk radius jarak pandang pengamatan dipergunakan sensitivitas dengan pilihan jangkauan tetap auto dan ISO 80-800 yang dipilih. Untuk mendeteksi cahaya lampu, hilal dan Matahari pemilihan opsi warna dipilih kebiruan. Mode arrea yang dipilih adalah otomatis, manual dan pelacakan subjek untuk fokus hilal. Mode lampu kilat digunakan ketika cahaya sudah sangay redup karena terbenamnya Matahari.

Gambar. 3.10. Alur penyimpanan hasil citra rukyatulhilal

 OK Pemotretan 

Pengamatan dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan data-data utama dalam proyeksi rukyat, khususnya mengenai kedudukan bulan. Dalam hal ini perhitungan awal bulan menggunakan sistem Ephemeris yang dipergunakan oleh Kemenag RI. Adapun hasil

(16)

perhitungan untuk markaz CASA Assalam pada tanggal 29 Zulhijjah 1435 H dan 1 Muharram 1436 H/ 24 dan 25 Oktober 2014 (untuk hilal tanggal 1 dan 2 Muharam 1436 H). Sedangkan untuk markaz Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah pada tanggal 29 Muharam 1436 H dan 30 Muharam/ 1 Safar 1436 H/ 22 dan 23 Nopember 2014 (untuk hilal tanggal 1 dan 2 Safar 1436 H). Hasil perhitungannya sebagai berikut:

Tabel. 3.4. Hasil perhitungan untuk kedudukan hilal tanggal 1 dan 2 Muharam 1436 H/ 24 – 25 Oktober 2014 dengan markaz CASA Assalam

Surakarta No Terminologi Hisab Rukyat Tgl 29 -12-1435 H 24 Oktober 2014 Rukyat Tgl 01-01-1436 H 25 Oktober 2014 1 Markaz (Lokasi Rukyat) : CASA Assalam Surakarta

a. Lintang Tempat : -07⁰33’12,03” b. Bujur Tempat : 110⁰46’16,19” c. Tinggi Tempat : 24 m

2 Waktu Ijtima’ (Konjungsi) bulan : Muharam 1436 H

a. Jam : 04 : 57 : 23.23 WIB

b. Hari : Jum’at Legi

c. Tanggal : 24 Oktober 2014

3 Tinggi Matahari saat Ghurub (h⁰) : -0⁰59’11.80” -0⁰59’12,34” 4 Deklinasi Matahari (δ) : -11⁰48’16” -12⁰09’00,00” 5 d. Sudut Waktu Matahari (t) : 92⁰36’19,42” 92⁰39’17,22” 6 e. Saat Matahari Terbenam (Ghurub) : 17: 31: 23 WIB 17: 31: 35,08 WIB 7 f. Asensiorekta Matahari (ARm) : 208⁰48’23,12” 209⁰45’43,80” 8 g. Asensiorekta Bulan (ARb) : 215⁰17’29,6” 228⁰20’59,30” 9 h. Sudut Waktu Bulan (t`) : 86⁰07’12,94” 74⁰04’1,73” 10 i. Deklinasi Bulan (δ`) : -12⁰21’02.28” -15⁰08’44,25” 11 j. Tinggi Bulan Hakiki (h`) : 05⁰22’22,8” 17⁰16’43,42” 12 k. Tinggi Bulan Mar’i (h’) : 04⁰59’24,26” 16⁰47’11,88” 13 l. Lama Hilal diatas Ufuk : 00: 19: 57.62 01: 07: 08,79 14 m. Saat Terbenam Hilal (Moonset) : 17: 51: 28.83 18: 38:43,87 WIB 15 n. Azimut Matahari (Azm) : 257⁰57’18,66” 257⁰36’22,3” 16 o. Azimut Bulan (Azb) : 258⁰12’52,51” 256⁰25’18,9” 17 p. Jarak Matahari-Hilal : 00⁰15’33,85” -01⁰11’3,45” 18 q. Posisi Hilal diatas Ufuk : Diatas Ufuk Diatas Ufuk 19 r. Posisi Hilal dari Matahari : Utara Matahari Selatan Matahari 20 s. Keadaan Hilal : Miring ke Utara Miring ke Selatan 21 t. Lebar Nurul Hilal (Illumination) : 0,27% 2,54%

(17)

Tabel. 3.5. Hasil perhitungan untuk kedudukan hilal tanggal 1 dan 2 Safar 1436 H/ 22 – 23 Nopember 2014 dengan markaz Menara al Husna Masjid

Agung Jawa Tengah Semarang

No Terminologi Hisab 29 -01-1436 H Rukyat Tgl 22 Nopem 2014

Rukyat Tgl 01-02-1436 H 23 Nopem 2014 1 Markaz (Lokasi Rukyat) : Menara al Husna MAJT Semarang

a. Lintang Tempat : - 06⁰59’04,16” b. Bujur Tempat : 110⁰26’47,85” c. Tinggi Tempat : 99 m

2 Ijtima’ (Konjungsi) bulan : Safar 1436 H

a. Jam : 19: 33: 06,65 WIB

b. Hari : Sabtu Kliwon

c. Tanggal : 22 Nopember 2014

3 Tinggi Matahari saat Ghurub (h⁰) : -01⁰08’12,25” -01⁰08’12,18” 4 Deklinasi Matahari (δ) : -20⁰09’31,00” -20⁰22’09,00” 5 u. Sudut Waktu Matahari (t) : 93⁰47’58,24” 93⁰49’49,90” 6 v. Saat Matahari Terbenam (Ghurub) : 17: 39: 29 WIB 17: 39: 54 WIB 7 w. Asensiorekta Matahari (ARm) : 237⁰51’48,34” 238⁰55’03,08” 8 x. Asensiorekta Bulan (ARb) : 237⁰35’34,74” 251⁰47’36,81” 9 y. Sudut Waktu Bulan (t`) : 94⁰04’11,85” 80⁰57’16,17” 10 z. Deklinasi Bulan (δ`) : -16⁰40’43,50” -18⁰10’32,72” 11 aa. Tinggi Bulan Hakiki (h`) : -01⁰52’02,01” 10⁰43’51.36” 12 bb. Tinggi Bulan Mar’i (h’) : -01⁰41’56,67” 10⁰24’05,79” 13 cc. Lama Hilal diatas Ufuk : -00: 06: 47,78 00: 41: 36,39 14 dd. Saat Terbenam Hilal (Moonset) : 17: 32: 41 WIB 18: 21: 30 WIB 15 ee. Azimut Matahari (Azm) : 249⁰31’52,62” 249⁰19’07,27” 16 ff. Azimut Bulan (Azb) : 252⁰56’40,04” 252⁰44’38,35” 17 gg. Jarak Matahari-Hilal : 03⁰24’47,43” 03⁰25’31,09” 18 hh. Posisi Hilal diatas Ufuk : Di bawah Ufuk Sudah diatas Ufuk 19 ii. Posisi Hilal dari Matahari : Utara Matahari Utara Matahari 20 jj. Keadaan Hilal : Miring ke Utara Meiring ke Utara 21 kk. Lebar Nurul Hilal (Illumination) : 0,09% 0,45%

Berdasarkan acuan data kedudukan hilal dan Matahari, pengamatan dapat dilakukan dengan memproyeksikan kedudukan hilal dan Matahari dari lokasi rukyat dengan alat yang sudah dipersiapkan. Pencatatan terhadap perubahan fenomena menjelang terbenam Matahari dilakukan secara deskriptif sesuai dengan pengkodean yang dipersiapkan. Citra foto hasil pengamatan dikorelasikan dengan catatan lapangan untuk diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan rukyat.

(18)

Reduksi data dilakukan dengan memilah citra hasil pengamatan berdasarkan kualitas keseimbangan pencahayaan dan kuat cahaya yang tertangkap kamera digital.

Untuk pengamatan di lokasi CASA Assalam Surakarta pada tanggal 24 Oktober 2014, pada posisi tinggi 04⁰59’24,26” hilal tidak terlihat karena pengaruh ketebalan awan. Awan tebal menyebar merata menutupi ufuk mar’i pada saat Matahari terbenam hingga Bulan terbenam. Karena tinggi bulan sudah mencapai batas imkanurrukyat, maka tanggal 25 Oktober 2014 adalah tanggal 1 Muharam 1436 H. Rukyat tanggal 24 Oktober 2014 adalah untuk hilal tanggal 1 Muharam 1436 H. Sedangkan untuk hilal tanggal 2 Muharam 1436 H, tinggi bulan 16⁰47’11,88” saat Matahari terbenam. Hilal dapat teramati karena posisi bulan tinggi dan jauh dari pengaruh cahaya senja dan polusi cahaya. Hasil citra untuk mengidentifikasi perbedaan karakteristik warna cahaya tampak dari masing-masing objek.

Pengamatan di lokasi Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah pada tanggal 22 Nopember 2014, pada posisi tinggi bulan -01⁰41’56,67” sehingga hilal mustahil untuk diamati. Karena posisi hilal masih di bawah ufuk, maka tanggal 23 Nopember 2014 adalah tanggal 30 Muharam 1436 H. Sedangkan untuk hilal 1 Safar 1436 H/ 23 Nopember 2014, posisi tinggi hilal 10⁰24’05,79” saat matahari terbenam, akan tetapi hilal tidak dapat teramati karena faktor cuaca mendung sepanjang hari.

Dalam mendukung pelaksanaan rukyatulhilal disertakan data keadaan cuaca yang diambil dari BMKG Jawa tengah terkait keadaan

(19)

cuaca yang meliputi kelembaban udara dalam (%), suhu rata-rata (ºC) dan potensi curah hujan dalam (mm). Untuk pengamatan di CASA Assalam Surakarta dan menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 3.6. Data kelembaban udara, suhu rata-rata dan curah hujan tanggal 24, 25 dan 26 Oktober 2014 untuk kota Surakarta (sumber: BMKG Jawa

Tengah)

Kabupaten/ Kota Unsur 24 25 26

Surakarta

Kelembaban (%) 58 65 64

Curah Hujan (mm) - - -

Suhu rata-rata (ºC) 29,3 22,2 28,2 Tabel 3.7. Data kelembaban udara, suhu rata-rata dan curah hujan tanggal 21,22 dan 23 Nopember 2014 untuk kota Semarang (sumber: BMKG Jawa

Tengah)

Kabupaten/ Kota Unsur 21 22 23

Semarang

Kelembaban (%) 75 72 70

Curah Hujan (mm) 23 1 -

Suhu rata-rata (ºC) 29,4 30 29,7 Adapun data mengenai keadaan cuaca, juga dipergunakan citra satelit tentang keadaan perawanan serta potensi terjadinya hujan pada saat pengamatan. Citra satelit yang diperoleh merupakan hasil citra untuk mengidentifikasi per-awanan pada jam 10 dan 11 UTC atau jam 17.00 dan 18.00 WIB. Gambar citra satelit berdasarkan Gambar MTSAT untuk mengetahui potensi terjadinya hujan di lokasi pengamatan.

Data yang diperoleh diolah berdasarkan perubahan warna yang teramati dengan menggunakan legend sebagai panduan. Perbedaan warna tersebut menunjukkan jenis-jenis awan yang dominan berada di lokasi

(20)

pengamatan berdasarkan ketinggian dan suhu yang terkandung di dalamnya sehingga dapat diketahui potensi curah hujan yang ditimbulkan. Berikut data citra satelit yang menggambarkan keadaan cuaca pada saat pengamatan:

Gambar.3.11. Citra satelit keadaan cuaca berdasarkan komposisi awan tanggal 24 dan 25 Oktober 2014 untuk kota Surakarta jam 17.00 dan 18.00

WIB (sumber BMKG Semarang)

24 Oktober 2014 Jam 17.00 WIB 24 Oktober 2014 Jam 18.00 WIB

(21)

Berdasarkan citra satelit MTSAT untuk pengamatan tanggal 24 Oktober 2014 tentang keadaan cuaca di wilayah Surakarta dan sekitarnya diperoleh informasi bahwa pada jam 17.00 – 18.00 WIB daerah Surakarta berwarna biru yang menunjukkan bahwa pada waktu tersebut terdapat awan dan mendung akan tetapi tidak berpotensi hujan. Penerjemahan komposisi warna citra satelit ini berdasarkan nilai tinggi rendahnya suhu dasar awan, yaitu warna biru menunjukkan suhu awan tergolong masih tinggi sehingga peristiwa kondensasi memungkinkan tidak terjadi pada jam tersebut.

Pada gambar citra jenis awan tanggal 24 Oktober 2014 jam 17.00 – 18.00 WIB diperoleh informasi bahwa hasil citra menunjukkan warna hijau, hitam dan biru untuk wilayah Surakarta dan sekitarnya. Hal ini menunjukkan pada jam tersebut wilayah Surakarta dan sekitarnya tidak berpotensi hujan dengan banyaknya jenis awan stratus yang ditunjukkan warna hijau, warna hitam menunjukkan tidak adanya awan dan warna biru yang menunjukkan awan tinggi.

Untuk pengamatan tanggal 25 Oktober 2014, citra berdasarkan gambar MTSAT untuk daerah Surakarta ditunjukkan dengan dominan warna hitam dan biru disekitarnya pada pukul 17.00 yang menunjukkan langit cerah dan tidak berpotensi hujan. Pada pukul 18.00 citra satelit

(22)

menunjukkan warna biru yang berarti bahwa terjadi pembentukan awan, akan tetapi tidak berpotensi hujan untuk wilayah Surakarta dan sebagainya. Hasil pengamatan yang diperoleh menunjukkan bahwa pembentukan awan untuk daerah Surakarta kecil dan terdapat perawanan yang tipis. Sedangkan untuk arah horizon (pada arah kota Boyolali dan Klaten) menunjukkan terbentuknya awan tebal. Keberadaan awan mulai berkurang pada rentang waktu pukul 17.00 – 18.00 dan lebih terkonsentrasi pada daerah diatas horizon pengamat.

Berdasarkan citra jenis awan pada tanggal 25 Oktober 2014 untuk wilayah Surakarta dan sekitarnya pada pukul 17.00 ditunjukkan warna hitam yang menunjukkan kecerahan langit, warna abu-abu, hijau dan cokelat yang menunjukkan terbentuknya awan tinggi sehingga tidak berpotensi hujan. Sedangkan pada pukul 18.00 ditunjukkan warna hitam yang menunjukkan kecerahan langit, warna hijau dan kuning yang menunjukkan terdapatnya awan stratocumulus yang tersebar merata di sekitar wilayaah Surakarta.

Gambar.3.12. Citra satelit keadaan cuaca berdasarkan komposisi awan tanggal 22 dan 23 Nopember 2014 untuk kota Semarang jam 17.00 dan

18.00 WIB (sumber BMKG Semarang)

22 Nopember 2014 Jam 17.00 WIB 22 Nopember 2014 Jam 18.00 WIB

(23)

23 Nopember 2014 Jam 17.00 WIB 23 Nopember 2014 Jam 18.00 WIB

Pada lokasi pengamatan di wilayah Semarang diperoleh hasil citra satelit tanggal 22 Nopember 2014 jam 17.00 dari satelit MTSAT menunjukkan warna hitam dan biru yang menunjukkan tidak berpotensi hujan. Akan tetapi pada jam 18.00 perawanan muncul dengan warna biru dan abu-abu di wilayah Semarang, sedangkan pada arah horizon barat, citra menunjukkan perubahan warna hijau kekuning-kuningan yang menunjukkan menurunan suhu pada arah tersebut. Ini menunjukkan pada

(24)

arah Barat kota Semarang terdapat mendung yang berpotensi hujan ringan - lebat.

Dari citra jenis MTSAT tentang keadaan suhu awan untuk wilayah barat kota Semarang pada tanggal 22 Nopember 2014 juga menunjukkan bahwa pada pukul 17.00 terdapat penurunan suhu dasar awan yang ditunjukkan dengan warna hijau orange kecokelatan. Ini menunjukkan pada waktu tersebut wilayah barat kota Semarang berpotensi hujan. Sedangkan pada pukul 18.00 citra menunjukkan pergerakan warna hijau kecokelatan untuk wilayah Semarang. Perubahan warna ini menunjukkan pada jam tersebut, wilayah kota Semarang berpotensi turun hujan ringan-lebat yang tidak merata.

Berdasarkan pengamatan langsung, hasil citra satelit sesuai dengan keadaan perawanan yang terjadi di lokassi pengamatan yang cenderung berawan tipis pada pukul 17.00. pada arah horizon barat terlihat pembentukan perawanan cumulonimbus yang berpotensi turun hujan. Pembentukan perawanan pada jam 18.00 di lokasi pengamatan menunjukkan enurunan suhu dan awan mendung terlihat menyebar merata dari lokasi pengamatan. Akan tetapi pada jam tersebut, hujan belum terjadi karena pergerakan awan masih terlihat.

Untuk pengamatan tanggal 23 Nopember 2014, gambar citra satelit MTSAT pada jam 17.00 menunjukkan dominansi warna hijau orange yang menunjukkan adanya potensi hujan ringan hingga lebat untuk wilayah Semarang dan sekitarnya. Pada jam 18.00 menunjukkan warna orange hijau yang berarti terjadinya penurunan suhu pada jam tersebut. Ini

(25)

menunjukkan bahwa potensi hujan semakin tinggi untuk wilayah Semarang dan sekitarnya.

Berdasarkan citra jenis awan tanggal 23 Nopember 2014 pukul 17.00 menunjukkan warna abu-abu dan merah pada arah Barat kota Semarang. Ini menunjukkan bahwa terbentuk jenis awan cumulonimbus yang berpotensi hujan ringan hingga lebat. Sedangkan pada pukul 18.00 warna abu-abu s.d merah tersebar merata yang menunjukkan penyebaran jenis awan cumulonimbus yang berpotensi hujan ringan hingga lebat.

Dalam pengidentifikasian jenis awan yang berpotensi hujan, dilihat berdasarkan tinggi dasar awan. Untuk jenis awan rendah tinggi dasar awan berkisar < 2500 m yang didominasi awan cumulonimbus yang berpotensi hujan lebat dan ditunjukkan dengan warna merah dan jenis awan cumulus yang berpotensi hujan ringan dan ditunjukkan dengan warna abu-abu. Sedangkan suhu awan diidentifikasi berdasarkan penurunan suhu yang ditunjukkan warna hijau s.d orange kecokelatan. Semakin mendekati arah cokelat s.d putih menunjukkan semakin dinginnya suhu awan.

Dari hasil pengamatan langsung yang dilakukan pada tanggal 22 Nopember 2014 terdapat awan cumulonimbus pada arah barat lokasi dan bergerak merata sehingga ufuk barat tidak Nampak. Sedangkan pada pengamatan tanggal 23 Nopember 2014 diperoleh tingkat perawanan cumulonimbus yang tinggi dan tersebar merata, namun tidak terjadi hujan karena kelembaban awan berkisar 70% dengan suhu rata-rata 29,7oC.

Adapun hasil dokumentasi citra yang diperoleh untuk rukyatul hilal, disesuaikan dengan fokus pengamatan

(26)

Tabel. 3.8. Hasil citra foto rukyatulhilal markaz Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah Semarang

No/ Kode Fokus LR UMP AH LH

(27)

CH

PU

HNT

Tabel. 3.9. Hasil citra foto rukyatulhilal dengan markaz CASA Assalam Surakarta

No/

Kode Fokus

(28)

UMP

AH

LH

CH

(29)

HNT

d. Pengolahan Data Pendukung Citra Satelit

Dalam pengolahan citra satelit yang dipergunakan dalam mendukung pengamatan polusi cahaya. Skala pada citra yang diperoleh diubah menjadi satuan kilometer dengan bantuan fitur yang disediakan google maps. Pengaturan skala dengan memilih dua lokasi dari lokasi utama untuk diketahui jaraknya. Untuk acuan CASA Assalam, kota yang dipilih adalah Surakarta, Kartasura, Klaten, Sragen, Boyolali dan Yogyakarta karena masih terpengaruh kelengkungan bumi (Horizon Distance) relatif tidak berpengaruh terhadap penentuan jaraknya. Langkah ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Earth.

Untuk kota Semarang, khususnya wilayah sebelah Barat lokasi adalah kota Kendal, Kaliwungu, Ungaran Barat dan Demak. Pendekatan Horizon Distance (HD) merupakan modifikasi dari formula yang sudah ada. Langkah ini dilakukan agar wilayah Kota di sebalah Barat dapat teridentifikasi secara optimal berdasarkan ketinggian pengamat. Untuk titik acuannya menggunakan titik lokasi pengamat di CASA Assalam dan Menara al Husna MAJT. Dengan menggunakan referensi tersebut, HD digunakan sebagai jari-jari lingkaran untuk menentukan luas area yang terkena polusi cahaya.

(30)

Dari titik acuan ditandai dan ditarik garis sepanjang niliai HD dengan terlebih dahulu dirubah skalanya ke satuan km dan merubah setting Google Earth pada ketinggian yang disamakan yaitu 10 km. Setelah diperoleh nilai referensi yang diperlukan, settingan dirubah kembali ke mode malam. Citra yang diperoleh di konversikan ke format .JPG dan diolah dengan menggunakan Windows Paint. Penggunaan acuan HD adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh polusi cahaya pada jarak kelengkungan bumi.

Gambar. 3.13. Pengambilan HD melalui Google Earth untuk pengolahan citra foto polusi cahaya

Data dari Google Earth dikombinasikan dengan Google Maps Night untuk diolah dengan Windows Paint. Berdasarkan jarak tersebut, dibuat area polusi cahaya dengan menggunakan oval shape untuk

(31)

mengidentifikasi pengaruh polusi cahaya antara kota yang satu dengan kota yang lainnya pada citra polusi cahaya satelit yang diperoleh.

Gambar. 3.14. Pengolahan citra untuk mengidentifikasi tingkat polusi cahaya dengan pendekatan HD

Selanjutnya dengan menggunakan HD, dibuat lingkaran dengan oval shape sejauh HD tersebut. Area yang sudah dibuat kemudian dikomparasikan dengan jarak antar kota. Adapun dalam penentuan nilai HD untuk batas area yang akan diidentifikasi, dengan acuan ketinggian Menara al Husna Masjid Agung Jawa Tengah 99 m dan tinggi daerah semarang 6 mdpl, maka nilai h = 105 mdpl. Sedangkan untuk CASA Assalam dengan ketinggian menara 24 m dan tinggi rata-rata wilayah Surakarta 96 mdpl, nilai h = 130 mdpl.

Akan tetapi untuk menentukan jarak horizon dalam pengamatan dilakukan pendekatan yang berbeda, yaitu dengan menggunakan pendekatan jarak horizon terhadap ketinggian pengamat (Kemenag, 2010:222).

d = √2 𝑅ℎ

(32)

= √14.856 𝑥 ℎ/1000 = 3,85 √ℎ

Jika ketinggian kota Semarang adalah 105 mdpl, maka nilai HD (d) adalah sebesar = 36,6 km, sedangkan untuk kota Surakarta dengan ketinggian 24 m, maka nilai HD (d) nya adalah sebesar = 18, 86 km. Berdasarkan The Institution of Lightening Engineers-ILE, nilai HD dan ketinggian suatu wilayah dapat dihubungkan dengan trigonometri karena berkaitan dengan luas area yang dapat diterangi oleh lampu yang memiliki ketinggian tertentu. Sudut pencahayaan dari lokasi CASA Assalam Surakarta dapat diperoleh dengan menghubungkan nilai HD dan ketinggian tempat:

tan 𝜃 = 𝐻𝐷

𝑒 dimana HD = jari-jari dan e = ketinggian (e = 0,024 km),

maka diperoleh: tan 𝜃 = 𝐻𝐷 𝑒 𝜃 = 𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 (𝐻𝐷 𝑒 ) 𝜃 = 𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 (18,86 0,024) = 89⁰55’25”

Dalam melukiskan area lingkaran pada pengolahan citra, nilai diameter lingkaran disesuaikan dengan dua kali jarak HD sebesar 37,2 km. Dengan menggunakan citra satelit ini tidak dapat digunakan untuk mengukur intensitas polusi cahaya disuatu tempat, akan tetapi hanya dapat dipergunakan untuk mengetahui luasan area yang terkena dampak polusi

(33)

cahaya. Oleh karena itu, hasil pengolahan dari citra foto ini akan dianalisis berdasarkan dampak dari polusi cahaya terhadap luasan area dan pengaruhnya dalam pengamatan.

Dengan memadukan hasil citra foto satelit dan pemetaan daerah yang memiliki tingkat polusi cahaya tinggi berdasarkan nilai HD dapat dikorelasikan dengan pengamatan visual, sehingga akan diperoleh hasil pengamatan yang terpadu.

Gambar. 3.15. Perbandingan citra polusi cahaya dengan versi black navigator

Hasil pengukuran area tersebut dikomparasikankan juga dengan jarak HD dari titik acuan ke daerah-daerah sekitarnya, untuk memperjelas hasil identifikasi. Jika luasan pada diameter lingkaran daerah yang diteliti melebihi luas area lingkaran daerah sekitar, maka hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh polusi cahaya di area tersebut berpengaruh terhadap pengamatan dari titik acuan.

Analisis terhadap efek polusi cahaya terhadap pelaksanaan rukyat dilakukan dengan mengkorelasikan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan polusi cahaya dan data-data pendukungnya dengan hasil rukyatulhilal dan data-data pendukungnya. Efek polusi cahaya terhadap polusi cahaya dianalisis berdasarkan kesamaan waktu pelaksanaan yang telah dilakukan.

(34)

Waktu pengamatan polusi cahaya dimulai pukul 17.30 – 20.00 WIB dan rukyatulhilal dimulai pada pukul 17:00 – 18:15 WIB. Oleh karena itu, untuk analisis efek polusi cahaya terhadap pelaksanaan rukyat dipergunakan data-data pada rentang pukul 17.30-18.15 WIB.

Pemilihan waktu ini dengan mempertimbangkan waktu kemunculan cahaya lampu yang diindikasikan mulai muncul dan teramati pada pengamatan. Durasi yang dipergunakan disesuaikan dengan lamanya pengamatan terhadap variabel rukyatulhilal, yakni pada rentang pukul 17.30 -18.15 WIB. Adapun data yang dipergunakan merupakan data hasil pengamatan terhadap keadaan polusi cahaya, faktor lingkungan, ketinggian pengamat, keadaan cuaca dan hasil dokumentasi yang diperoleh pada saat pengamatan.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pendapatan non pertanian di peroleh dari pedagang, PNS/TNI-POLRI/pensiunan/karyawan, penyewaan aset (Profil Desa Kualu Nenas, 2014). Perubahan pendapatan rumahtangga

Dari Buku Ensiklopedi pemikiran Yusril Ihza Mahendra yang paling menarik dari pemikiran yusril ialah mengenai beberapa prihal yang mengatakan kalau hukum Islam dijadikan

Tahapan penelitian yang akan dilakukan terdiri atas: (1) Pembuatan simplisia kering daun gambir, ekstraksi daun gambir secara maserasi, serta penguapan pelarut

a. Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.. Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk penggunaan obat bebas dan obat

Dengan semakin banyaknya aplikasi mobile phone berbasis java, maka penulis mendalami apa itu J2ME dan bagaimana penerapan dari dalam aplikasi mobile phone, maka dengan

Sebagai Wajib Pajak yang memiliki rekening Saham, dipastikan bahwa pengisian formulir adalah menggunakan Formulir 1770 atau Formulir 1770 S, karena memiliki data penghasilan

Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untuk memperbaiki produk.. Pengungkapan bahwa produk memenuhi

keluarkanlah Kami dari negeri (Makkah) ini, Yang penduduknya (kaum kafir musyrik) Yang zalim, dan Jadikanlah bagi Kami dari pihakMu seorang pemimpin Yang mengawal (keselamatan