• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 4 PEMICU 1.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 4 PEMICU 1.docx"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU I PEMICU I

MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH

Oleh: Oleh: Kelompok 5: Kelompok 5:

Program Studi Pendidikan Dokter Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Universitas Tanjungpura 2018 2018 1.

1. David David Aron Aron Mampan Mampan Pryono Pryono I11112065I11112065 2.

2. Adinda GupitaAdinda Gupita 3.

3. Giovanni LawiraGiovanni Lawira 4.

4. Muhammad Ibnu NazariMuhammad Ibnu Nazari 5.

5. Michela Hengrawi HariantoMichela Hengrawi Harianto

I1011141013 I1011141013 I1011161007 I1011161007 I1011161009 I1011161009 I1011161013 I1011161013 6.

6. Hesti Ratna PratiwiHesti Ratna Pratiwi 7.

7. Dewi SapitriDewi Sapitri 8.

8. Dita Rahma SumarnaDita Rahma Sumarna 9.

9. Prayoga KurniawanPrayoga Kurniawan 10.

10. Christy Yella HarianjaChristy Yella Harianja 11.

11. Adinda Rabiattun AdawiahAdinda Rabiattun Adawiah

I1011161023 I1011161023 I1011161032 I1011161032 I1011161039 I1011161039 I1011161040 I1011161040 I1011161067 I1011161067 I1011161070 I1011161070 12. 12. 13. 13. 14. 14.

(2)
(3)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. 1.1. PemicuPemicu

Danang 21 tahun, seorang mahasiswa FK Untan mendapati Danang 21 tahun, seorang mahasiswa FK Untan mendapati BAK-nya berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama nya berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama kuliah, Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore kuliah, Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore harinya, Danang rutin olahraga

harinya, Danang rutin olahraga  jogging jogging selama 30 menit. Setelahselama 30 menit. Setelah jogging, jogging, Danang mendapati kali ini BAK-nya sedikit dan berwarna kuning pekat. Danang mendapati kali ini BAK-nya sedikit dan berwarna kuning pekat. Selain itu, Danang juga merasa sangat haus, l

Selain itu, Danang juga merasa sangat haus, lalu disarankan oleh temannyaalu disarankan oleh temannya untuk minum air mineral yang cukup.

untuk minum air mineral yang cukup. 1.2.

1.2. Klasifikasi dan DefinisiKlasifikasi dan Definisi

--1.3.

1.3. Kata KunciKata Kunci

--

Danang, laki-laki 21 tahunDanang, laki-laki 21 tahun

--

BAK pada pagi hari berwarna kuning beningBAK pada pagi hari berwarna kuning bening

--

Sangat aktif, kurang minumSangat aktif, kurang minum

--

RutinRutin jogging  jogging  30 menit pada sore hari 30 menit pada sore hari

--

SetelahSetelah jogging  jogging , BAK sedikit dan warna kuning pekat., BAK sedikit dan warna kuning pekat. 1.4.

1.4. Rumusan MasalahRumusan Masalah

Danang, laki-laki 21 tahun mendapati perubahan warna dan volume Danang, laki-laki 21 tahun mendapati perubahan warna dan volume BAK setelah beraktivitas dan kurang minum.

(4)

1.5.

1.5. Analisis MasalahAnalisis Masalah

1.6.

1.6. HipotesisHipotesis

Perubahan volume dan warna pada BAK Danang, laki-laki 21 tahun Perubahan volume dan warna pada BAK Danang, laki-laki 21 tahun dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakuan dan asupan cairan yang dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakuan dan asupan cairan yang dikonsumsi.

dikonsumsi. 1.7.

1.7. Petanyaan DiskusiPetanyaan Diskusi 1.

1. Sistem UrinariaSistem Urinaria a.

a. AnatomiAnatomi  b.

 b. HistologiHistologi c.

c. Vaskularisasi dan inervasiVaskularisasi dan inervasi d.

d. Hormon-hormon yang mempengaruhiHormon-hormon yang mempengaruhi 2.

2. Fisiologi keinginan BAKFisiologi keinginan BAK 3.

3. Fisiologi pembentukan urinFisiologi pembentukan urin

Danang, laki-laki 21 tahun Danang, laki-laki 21 tahun

Perubahan volume Perubahan volume BAK (menjadi BAK (menjadi sedikit) sedikit)

Perubaha warna BAK Perubaha warna BAK

(kuning (kuning

bening-kuning pekat kuning pekat

Homeostas

Homeostasis is cairan tubuhcairan tubuh

Sistem perkemihan Sistem perkemihan Produksi urin Produksi urin Dehidrasi Dehidrasi

(5)

4. Mekanisme rasa haus 5. Renal clearance

6. Homeostasis cairan tubuh

7. Hubungan produksi urin terhadap a. Aktivitas fisik

 b. Konsumsi cairan c. Jenis kelamin d. Usia

e. Faktor lain yang mempengaruhi produksi urin 8. Karakteristik urin normal

9. Dehidrasi a. Definisi  b. Klasifikasi c. Manifestasi d. Faktor risiko e. Tata laksana

10. Apakah kebiasaan yang dilakukan Danang, laki-laki 2 tahun jika diteruskan dapat menyebabkan suatu penyakit?

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Sistem Urinaria

2.1.1. Anatomi

Sistem urinaria atau perkemihan alah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra.

a. Ginjal

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Spesifiknya yaitu dibelakang peritoneum pada bagian  belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis kedua belas (T2) sampai vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. Saat inspirasi, kedua ginjal tertekan ke bawah karena kontraksi diafragma. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. Adapun korteks ginjal yang merupakan zona dalam yang terdiri dari piramida-piramida ginjal. Korteks terdiri dari keseluruhan glomerulus dan medulla terdiri dari ansa henle, vasa rekta, dan bagian akhir dari duktus kolektivus. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa.1,2

 b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil  penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m. psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a. Ureter diperdarahi oleh cabang dari a. renalis, aorta abdominalis, a. iliaca communis, a. testicularis/ovarica serta a. vesicalis inferior. Sedangkan persarafan

(7)

ureter melalui segmen T0-L atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.2

Gambar 2.1 Anatomi sistem urinaria

c. Vesika urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh- pembuluh darah, limfatik dan saraf. Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m. detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae.3

(8)

Gambar 2.2Vesica urinaria

d. Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra  pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar  prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain

itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot  polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).3

(9)

2.1.2. Histologi

(10)

Gambar 2.4 Korpuskula renalis4

Penjelasan histologis renal adalah sebagai berikut:5 1. Arteriole afferen

Pada arteriole aferen dekat dengan badan Malphigi terdapat sel-sel  juxtaglomeruler yang merupakan modifikasi otot polos befungsi

menghasilkan enzim renin. 2.  Nefron

Tiap ginjal tersusun atas unit struktural dan fungsional dalam  pembentukan urin yang dinamakan nefron (nephron). Tiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yang dinamakan korpuskula renalis atau badan malphigi, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle serta tubulus kontortus distal.

3. Korpuskula renalis

Korpuskula renalis terdiri atas glomelurus dan dikelilingi oleh kapsula Bowmann.

4. Glomeruli

Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler yang ruwet yang merupakan cabang dari arteriole aferen. Pada permukaan luar kapiler glomeruli menempel sel berbentuk spesifik dan memiliki  penjuluran-penjuluran yang disebut podosit (sel kaki). Antara sel-sel endotel kapiler dan podosit membentuk strukrur kontinyu yang

(11)

 berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam k apiler dengan ruang kapsuler. Podosit berfungsi membantu filtrasi cairan darah menjadi cairan ultra filtrat (urin primer). Cairan ultra filtrat ditampung di dalam ruang urin yaitu ruang antara kapiler dengan dinding kapsula Bowmani dan selanjutnya mengalir menuju tubulus contortus proksimal. Komposisi kimia cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah.

5. Capsula Bowman

Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng. Ruang kapsuler berfungsi menampung urine primer (ultra filtrat). Sel  podosit, sel epitel kapsula Bowman yang mengalami spesialisasi untuk filtrasi cairan darah. Oleh karena itu komposisi cairan ultra filtrat hampir sama dengan plasma darah kecuali tidak mengandung protein plasma. 6. Sel Mesangial

Pada sel-sel endotel dan lamina basalis kapiler glomerulus terdapat sel mesangial yang berperan sebagai makrofage.

7. Tubulus Kontortus Proksimal

Tubulus kontortus proksimal kebanyakan terdapat di bagian korteks ginjal. Mukosa tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel-sel epitel kubus selapis, apeks sel menghadap lumen tubulus dan memiliki banyak mikrovili (brush border ). Sel epitel tubulus contortus proksimal  berfungsi untuk reabsorpsi.

8. Lengkung Henle (loop of Henle)

Lengkung Henle berbentuk seperti huruf U terdiri atas segmen tipis dan diikuti segmen tebal. Bagian tipis lengkung henle yang merupakan lanjutan tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel gepeng dan inti menonjol ke dalam lumen. Cairan urin ketika berada dalam loop of  Henle  bersifat hipotonik, tetapi setelah melewati loop of Henle urin menjadi bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan bagian descenden loop of Henle sangat permeabel terhadap pergerakan air, Na+, dan Cl, sedangkan bagian ascenden tidak permeabel terhadap air dan sangat aktif untuk transpor klorida bertanggung jawab terhadap hipertonisitas

(12)

cairan interstitial daerah medulla. Sebagai akibat kehilangan Na dan Cl filtrat yang mencapai tubulus kontortus distal bersifat hipertonik.

9. Tubulus Kontortus Distalis

Tubulus contortus distalis tersusun atas sel-sel epithelium berbentuk kuboid, sitoplasma pucat, nuklei tampak lebih banyak, tidak ada brush border .

10. Tubulus Koligens

Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens yang apabila bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut duktus papilaris Bellini. Tubulus koligens dibatasi oleh epitel kubis. Peristiwa penting pada tubulus koligens adalah mekanisme pemekatan atau pengenceran urin yang diatur oleh hormon antidiuretik (ADH). Dinding tubulus distal dan tubulus koligens sangat permeabel terhadap air bila terdapat ADH dan sebaliknya.

11. Tubulus Kolektivus

Tubulus kolektivus dari Bellini merupakan tersusun atas sel-sel epithelium kolumnar, sitoplasma jernih, nukleus spheris.

12. Aparatus Jukstaglomerulus

Tunika media ateriol aferen yang terletak didekat korpuskula malphigi mengalami modifikasi seperti sel-sel epiteloid bukan otot  polos yang disebut sel jukstaglomelurus. Sel-sel jukstaglomelurus

menghasilkan enzim renin. 13. Macula Densa

Macula densa merupakan bagian dari tubulus kontortus distalis yang melalui daerah di muka kapsula Bowmani terdiri atas sel-sel yang nampak meninggi, nuklei berderet rapat dan berbentuk spheris. Macula densa berfungsi untuk reseptor tekanan osmotic (osmoreseptor).

(13)

2.1.3. Vaskularisasi dan inervasi a. Vaskularisasi Ginjal

Ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola nterlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.6

Gambar 2.5 Vaskularisasi pada renal7

Arteri pada ginjal bercabang bercabang anterior dan posterior saat memasuki parenkim. Segmen anterior ini kemudian dibagi menjadi empat, yaitu segmen bagian apeks, segmen bagian atas, segmen bagian tengah permukaan anterior, segmen bagian bawah ginjal. Segmen  bagian posterior memperdarahi bagian lainnya.8

(14)

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian  bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem  portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah  jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal  berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.6

 b. Inervasi Ginjal

Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.6

(15)

Gambar 2.6 Inervasi pada renal9

Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya  berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal  berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti  bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dari

(16)

2.1.4. Hormon-hormon yang mempengaruhi5,11

a. Hormon yang dihasilkan oleh ginjal

Terdapat beberapa hormone yang dihasilkan oleh ginjal, antara lain: a) Renin

Sel granular apararus jukstagiomerulus mengeluarkan suatu hormon enzimatik, renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap  penurunan NaCl/ volume CES/tekanan darah. Fungsi ini adalah tambahan terhadap peran sel makula densa aparatus  jukstaglomerulus dalam otoregulasi. Setelah dikeluarkan ke daiam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah suatu protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di  plasma dalam konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui

sirkulasi paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-conaerting enzrye (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi hormon aldosteron dari korteks adrenal. Korteks adrenal adalah kelenjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon berbeda, masing-masing disekresikan sebagai respons terhadap rangsangan yang berbeda.

 b) Vitamin D

Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang terutama  berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus

c) Eritropoietin

Suatu hormon yang diproduksi di ginjal, hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. d) Prostaglandin

Hormone yang diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh darah ginjal.

(17)

 b. Hormone yang mempengaruhi kerja ginjal

Hormon yang bekerja pada ginjal, antara lain: a) Hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin)

Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis  posterior, hormon ini menngkatkan reabsorbsi air pada duktus

kolektivus.  b) Aldosteron

Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan reabsorbsi natrium pada duktus kolektivus. Di antara berbagai efeknya, aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Hormon ini melakukannya dengan mendorong penyisipan saluran Na. tambahan ke dalam membran luminal dan  penambahan pembawa Nat-K- AfPase ke dalam membran  basolateral sel tubulus distal dan koligentes. Hasil akhirnya adalah peningkatan fluks pasif Na- masuk ke dalam sel tubulus dari lumen dan peningkatan pemompaan Na. keluar sel ke dalam  plasma-yaitu, peningkatan reabsorpsi Na-, disertai Cl mengikuti

secara pasif.

c) Peptida Natriuretik (NP)

Diproduksi oleh sel jantung dan meningatkan ekskresi natrium pada duktus kolektivus.

d) Hormon paratiroid

Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid, hormon ini meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium dan produksi vitamin D pada ginjal.

(18)

2.2. Fisiologi keinginan BAK 12

Urin yang sudah terbentuk mengalir melalui ureter ke dalam kandung kemih dengan bantuan kontraksi otot polos. Kandung kemih adalah organ kosong yang dindingnya memiliki lapisan otot polos. Di dalam kandung kemih, urin disimpan sampai akan dikeluarkan dalam proses yang dikenal BAK atau mikturisi.

Kandung kemih bisa mengembang untuk menyimpan cairan hingga sekitar 500 ml. Leher pada kandung kemih akan berlanjut menjadi uretra. Lubang antara kandung kemih dan uretra ditutup dengan 2 lingkaran otot yang disebut sfingter.

Sfingter internal adalah kelanjutan dari dinding kandung kemih dan terdiri dari otot polos. Tonus normalnya akan membuatnya tetap  berkontraksi. Sfingter eksternal adalah cincin otot skeletal yang dikontrol oleh neuron motor somatik. Stimulasi tonus dari sistem saraf pusat mempertahankan kontraks sfingter eksternal kecuali saat BAK.

Mikturisi merupakan refleks spinal sederhana yang dipengaruhi oleh kontrol sadar dan tidak sadar dari pusat otak yang lebih tinggi. Ketika kandung kemih terisi oleh urin dan dindingnya mengembang, reseptor regangan mengirim sinyal melalui neuron sensorik ke saraf tulang belakang. Di tulang belakang informasi terintegrasi dan dikirim ke dua set neuron. Stimulus kandung kemih penuh merangsang neuron parasimpatik yang mengarah ke otot polos di dinding kandung kemih. Otot polos kontraksi, meningkatkan tekanan isi kandung kemih. Pada saat yang bersamaan neuron motor somatic yang mengarah ke sfingter ekternal diinhibisi.

Kontraksi kandung kemih terjadi dalam gelombang yang mendorong urin ke arah uretra. Tekanan yang ditimbulkan urin membuat sfingter internal terbuka ketika sfingter eksternal relaksasi.

Refleks mikturisi sederhana ini hanya terjadi pada bayi yang belum terlatih ke toilet. Seseorang yang telah terlatih ke toilet telah mendapat refleks untuk menjaga refleks mikturisi terinhibisi sampai ia secara sadar ingin BAK. Refleks yang didapat akan melibatkan saraf sensorik tambahan  pada kandung kemih yang memberi sinyal rasa penuh. Pusat di batang dan

(19)

korteks otak menerima informasi itu dan membatalkan refleks dasar mikturisi dengan secara langsung menginhibisi saraf parasimpatik dan memperkuatkan kontraksi sfingter eksternal. Ketika waktu untuk BAK tiba,  pusat tersebut akan menghilangkan inhibisi dan memfasilitasi refleks

dengan menginhibisi kontraksi sfingter eksternal. 2.3. Fisiologi pembentukan urin13

Urin dibentuk di ginjal sebagai zat sisa metabolisme untuk diekskresikan dari tubuh. Pembentukan utin dihasilkan dari filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.

a. Filtrasi glomerulus

Pembentukan urin dimulai dari filtrasi sejumlah besar cair an melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowmen. Kapiler glomerulus  bersifat relatif impermeabel terhadap protein sehingga filtrattidak

mengandung protein dan sel, termasuk sel darah merah. Membran kapiler glomerulus mengandung tiga lapisan yaitu: () endotel kapiler, (2) membran basalis, (3) lapisan sel epithelial (podosit). Faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah ukuran molekul, muatan molekul, koefisien filtrasi kapiler glomerulus, tekanan hidrostatik di kapsula Bowmen, tekanan osmotic koloid di kapiler glomerulus, dan tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus. Kontrol fisiologis filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal

Kontrol fisiologis LFG

Aktivasi system saraf simpatis 

 Norepinefrin 

Epinefrin 

Endotelin 

Angiotensin II (Mencegah )

Endothelial-derived nitric oxide 

(20)

 b. Reabsorbsi tubulus

Reabsorbsi air dan zat terlarut meliputi serangkaian langkah transport karena zat tersebut harus melalui membran epitel tubulus ke dalam cairan interstisial dan dari membran kapiler peritubulus kembali ke darah. Transpor tersebut terdiri dari transport aktif primer (contoh:  Na-K ATPase, Hidrogen ATPase, H-K ATPase, dan Kalium ATPase), transport aktif sekunder (contoh: SGLT, SGLT2, GLUT 1 dan GLUT2),  pinositosis (untuk mereabsorbsi molekul besar seperti protein.

Reabsorbsi air dilakukan secara pasif melalui osmosis terutama  berhubungan dengan reabsorbsi Na. Sedangkan reabsorbsi klorida,

ureum, dan zat terlarut lainnya dilakukan melalui difusi pasif.

Pengaturan reabsorbsi tubulus yaitu: keseimbangan glomerulotubulus (kemampuan tubulus untuk meningkatkan kecepatan reabsorbsi sebagai respon terhadap peningkatan beban tubulus), tekanan arteri, aktivasi system saraf simpatis, dan pengendalian hormone seperti:

Hormon Pengaruh

Aldosteron  Reabsorbsi: NaCl dan H2O

 Sekresi: K +

Aldosteron II  Reabsorbsi: NaCl dan H2O

 Sekresi: H+

Hormone antidiuretik  Reabsorbsi: H2O

Peptida natriuretik atrium  Reabsorbsi: NaCl Hormon paratiroid  Reabsorbsi: Ca2+

 Reabsorbsi: PO4

3-c. Sekresi tubulus

Sekresi tubulus memiliki kesamaan dengan reabsorbsi tubulus, hanya dengan arah yang berbeda. Beberapa zat disekresikan di tubulus dengan cara transport aktif sekunder dengan melibatkan counter-transport  zat dengan ion lain misalnya ion natrium. Sekresi asam-basa organik dilakukan di tubulus proksimal sebagai hasil akhir metabolisme yang harus segera dibuang. Zat lain yang disekresikan oleh ginjal antara

(21)

lain obat dan toksin yang berpotensi membahayakan tubuh serta ion kalium yang akan direabsorbsi kembali untuk menyekresikan ion hidrogen.

Pengaturan reabsorbsi tubulus yaitu: keseimbangan glomerulotubulus (kemampuan tubulus untuk meningkatkan kecepatan reabsorbsi sebagai respon terhadap peningkatan beban tubulus), tekanan arteri, aktivasi system saraf simpatis, dan pengendalian hormone seperti:

Hormon Pengaruh

Aldosteron  Reabsorbsi: NaCl dan H2O

 Sekresi: K +

Aldosteron II  Reabsorbsi: NaCl dan H2O

 Sekresi: H+

2.4. Mekanisme rasa haus12

Pengaturan osmolaritas dilakukan dengan cara mengatur air. Sumber air dalam tubuh antara lain air yang diminum, air dalam makanan yang dimakan, serta air yang diproduksi dari proses metabolisme. Sedangkan sumber output air dalam tubuh kita antara lain berupa insensible water loss, keringat, feses dan urin.11  Berkeringat bukanlah mekanisme normal tubuh untuk mengatur pembuangan air di dalam tubuh, karena  berkeringat lebih karena proses tubuh untuk mengatur suhu dan bukan cara

tubuh untuk mengatur status hidrasi. Pengeluaran air melalui insensible water loss juga tidak dapat kendalikan oleh tubuh. Begitu pula pengeluaran feses juga tidak dimaksudkan untuk mengatur status hidrasi tubuh. dengan demikian tubuh mengatur jumlah air melalui kerja ginjal dan mekanisme haus.14

Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular akan dideteksi oleh osmoreseptor di hipotalamus, yang kemudian akan merangsang neuron hipotalamus sehingga menimbulkan rasa haus dan akan meningkatkan sekresi hormon vasopresin. Rangkaian peristiwa tadi juga dapat terjadi ketika terjadi penurunan volume cairan ekstraselular. Rasa haus yang timbul

(22)

akan menyebabkan seseorang lebih banyak minum air, sehingga akan menyebabkan penurunan osmolaritas cairan ekstraselular. Penurunan osmolaritas ekstraselular sebagai cara tubuh untuk mengkompensasi  peningkatan osmolaritas juga dilakukan oleh hormon vasopresin.14 Hormon vasopresin akan menyebabkan protein aquaporin (AQP) menempatkan dirinya di membran sel tubulus koligentes, sehingga permeabilitas membran terhadap air meningkat.

2.5. Renal clearance4

 Renal plasma clearance (pembersihan plasma ginjal) adalah volume darah yang “dibersihkan” dari suatu zat setiap unit waktu, biasanya ditunjukkan dalam milliliter per menit. Renal plasma clearance yang tinggi menunjukkan ekskresi suatu zat dalam urin yang efisien; clearance  yang rendah menunjukkan ekskresi yang tidak efisien. Contohnya, clearance dari glukosa normalnya adalah nol karena glukosa sepenuhnya direabsorbsi; maka, glukosa tidak diekskresikan sama sekali. Pentingnya mengetahui clearance  suatu obat adalah untuk menentukan jumlah dosis yang benar. Jika clearance  tinggi (contohnya penicillin), maka dosisnya harus tinggi, dan obat tersebut harus diberikan beberapa kali dalam sehari untuk menjaga tingkat terapeutik yang cukup dalam darah.

Rumus yang digunakan untuk menghitung clearance adalah:

 = (

 )

dimana U adalah konsentrasi dari zat dalam urin dan dan P adalah konsentrasi dalam plasma yang masing-masing diekspresikan dalam mg/ml, dan V adalah laju aliran urin dalam ml/menit.

Clearance  zat terlarut tergantung pada tiga proses dasar nefron: filtrasi glomelurus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Suatu zat yang difiltrasi namun tidak direabsorbsi ataupun disekeresikan, maka clearance-nya sama dengan filtrasi glomelurus karena semua molekulclearance-nya yang melewati membran filtrasi ada di dalam urin. Ini terjadi pada polisakarida tumbuhan inulin yang dengan mudah melewati membran filtrasi, tidak

(23)

direabsorbsi, dan tidak disekresikan. Umumnya, clearance  dari inulin adalah sekitar 125 ml/menit, setara dengan GFR (Glomerular Filtration Rate).

2.6. Homeostasis cairan tubuh15

Air di dalam tubuh manusia didistribusikan ke dua kompartemen yaitu ruang ekstraselular dan intraselular. dua pertiga dari total cairan tubuh  berada dalam ruang intraselular, lebih banyak dibandingkan yang berada dalam ruang ekstraselular (sepertiga dari total cairan tubuh). Cairan ekstraselular terdiri dari plasma dan cairan interstitial, di mana cairan interstitial lebih banyak jumlahnya (4/5 dari cairan ekstraselular) dibandingkan plasma (/5 dari cairan intraselular). Sebenarnya cairan ekstraselular juga terdapat ditempat lain tetapi jumlahnya sangat sedikit, yaitu cairan serebrospinal, cairan intraokular, cairan sendi, cairan  perikardial, cairan intrapleura, cairan intraperitoneal, dan cairan  pencernaan. Keseimbangan cairan merupakan bagian dari kontrol tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Homeostasis cairan dapat dipertahankan oleh tubuh dengan cara mengatur cairan ekstraselular, yang selanjutnya akan `mempengaruhi cairan intraselular. Agar tubuh dapat mencapai keseimbangan cairan yang dibutuhkan maka tubuh harus mengatur agar input cairan sama dengan out put cairan (balance concept). Tubuh juga dapat mengalami perubahan keseimbangan cairan, yaitu keseimbangan positif (input lebih banyak daripada ouput) atau keseimbangan negatif (output lebih banyak daripada input). Terdapat dua faktor yang diatur tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan, yaitu volume dan osmolaritas cairan ekstraselular. Volume cairan ekstraselular  penting dipertahankan keseimbangannya karena dapat mempengaruhi tekanan darah sedangkan osmolaritas cairan ekstraselular penting dipertahankan untuk mencegah sel mengerut ataupun membengkak. Tubuh dapat mempertahankan volume cairan ekstraselular dengan cara mengatur garam (natrium), dan dapat mempertahankan osmolaritas cairan ekstraselular dengan cara mengatur air di dalam tubuh.

(24)

a. Pengaturan Volume Cairan Ekstraselular

Sebelum mendalami mekanisme tubuh mempertahankan keseimbangan volume cairan ekstraselular perlu diketahui sumber input dan output garam yang ada dalam tubuh kita, karena dengan mengatur garam maka tubuh dapat mengatur volume cairan ekstraselular.Sumber input garam berasal dari garam yang masuk melalui saluran pencernaan, sedangkan output garam berasal dari pengeluaran secara obligat pada keringat dan feses serta pengeluaran garam secara terkontrol melalui ginjal.Jumlah garam yang masuk ke dalam tubuh sebanyak 0,5 g/hari, sedangkan pengeluarannya adalah 0,5 g/hari melalui keringat dan feses serta 0 g/hari pengeluaran yang terkontrol dari ginjal.

Mekanisme pengaturan volume cairan ekstraselular oleh ginjal dapat lebih mudah dipahami melalui contoh keadaan dimana terjadi  penurunan jumlah natrium tubuh. Jika natrium dalam tubuh menurun, maka volume cairan ekstraselular akan menurun, yang menyebabkan tekanan darah juga menurun. Tekanan darah yang menurun menyebabkan laju filtrasi glomerulus menurun, hal ini menyebabkan natrium yang difiltrasi juga menurun, sehingga terjadi penurunan  jumlah natrium yang dieksresi oleh ginjal. Tekanan darah yang menurun  juga menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron yang kemudian akan  bekerja di ginjal dengan cara meningkatkan reabsorpsi natrium. Karena kerja dari aldosteron di ginjal maka natrium yang diekskresi akan menurun, menambah efek dari GFR yang menurun.

 b. Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstraselular

Pengaturan osmolaritas dilakukan dengan cara mengatur air. Sumber air dalam tubuh antara lain air yang diminum, air dalam makanan yang dimakan, serta air yang diproduksi dari proses metabolisme. Sedangkan sumber output air dalam tubuh kita antara lain  berupa insensible water loss, keringat, feses dan urin. Berkeringat  bukanlah mekanisme normal tubuh untuk mengatur pembuangan air di

(25)

mengatur suhu dan bukan cara tubuh untuk mengatur status hidrasi. Pengeluaran air melalui insensible water loss juga tidak dapat kendalikan oleh tubuh. Begitu pula pengeluaran feses juga tidak dimaksudkan untuk mengatur status hidrasi tubuh. Dengan demikian tubuh mengatur jumlah air melalui kerja ginjal dan mekanisme haus. Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular akan dideteksi oleh osmoreseptor di hipotalamus, yang kemudian akan merangsang neuron hipotalamus sehingga menimbulkan rasa haus dan akan meningkatkan sekresi hormon vasopresin. Rangkaian peristiwa tadi juga dapat terjadi ketika terjadi penurunan volume cairan ekstraselular. Rasa haus yang timbul akan menyebabkan seseorang lebih banyak minum a ir, sehingga akan menyebabkan penurunan osmolaritas cairan ekstraselular. Penurunan osmolaritas ekstraselular sebagai cara tubuh untuk mengkompensasi peningkatan osmolaritas juga dilakukan oleh hormon vasopresin. Hormon vasopresin akan menyebabkan protein aquaporin (AQP) menempatkan dirinya di membran sel tubulus koligentes, sehingga permeabilitas membran terhadap air meningkat.

2.7. Hubungan produksi urin terhadap 2.7.1. Aktivitas fisik 16

Aktivitas fisik adalah aktivitas yang terjadi sebagai akibat dari kontraksi otot dengan menggunakan energi secara proporsional, yang sangat erat kaitannya dengan kebugaran fisik. Ketika kita aktif beraktifitas fisik (intensitas tinggi), otomatis semakin banyak pula kita merilbatkan otot-otot pada tubuh dan berimbas pada meningkatnya energi yang dibutuhkan. Oleh karena itu cairan tubuh akan lebih banyak digunakan untuk  pembentukan energi agar dapat menyesuaikan dengan aktivitas fisik yang

tinggi (dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat). Yang akhirnya  berpengaruh terhadap produksi urin yang akan menjadi lebih pekat dan

(26)

2.7.2. Konsumsi cairan11

Air adalah komponen tubuh yang paling banyak rata-rata membentuk 60% berat tubuh tetapi berkisar dari 40-80%. Kandungan H2O

sesesorang relatif tidak berubah terutama karena ginjal secara efisien mengatur keseimbangan H2O, tetapi persentase H2O tubuh bervariasi dari

orang ke orang.

Kontrol keseimbangan H2O bebas penting untuk meregulasi

osmolaritas cairan ekstraseluler. Karena peningkatan H2O bebas

menyebabkan cairan ekstraseluler menjadi terlalu encer dan kekurangan H2O bebas menyebabkan cairan ekstraseluler menjadi terlalu terkonsentrasi,

osmolaritas cairan ekstraseluler harus segera diperbaiki dengan mengembalikan keseimbangan H2O bebas untuk menghindari perpindahan

osmotik cairan yang ke dalam atau keluar sel yang berbahaya.

Untuk menjaga keseimbangan H2O yang stabil, input H2O harus

seimbang dengan output H2O.

Salah satu dari sumber input H2O adalah melalui oral. Lebih dari

seliter air masuk ke dalam tubuh dengan meminum cairan. Sedangkan salah satu sumber output H2O adalah dengan melalui ekskresi urin. Ekskresi urin

merupakan mekanisme pengeluaran cairan yang paling penting dengan memproduksi ,5 l urin setiap harinya.

(27)

Dari berbagai mekanisme input dan output H2O, hanya dua yang

 bisa diregulasi untuk menjaga keseimbangan H2O. Pada sisi input, rasa haus

mempengaruhi jumlah asupan cairan dan pada sisi output, ginjal dapat mengatur jumlah urin yang diproduksi.

2.7.3. Jenis kelamin11

Presentase H2O tubuh dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia

individu. Wanita memiliki persentase H2O yang lebih rendah daripada pria,

trutama karena hormon seks wanita, esterogen, mendorong pengendapan lemak di payudara, bokong, dan tempat lain. Hal ini tidak saj a menghasilkan  bentuk tubuh wanita tetapi juga memberi wanita proporsi jaringan lemak yang lebih banyak dan karenanya proporsi H2O yang lebih kecil, sehingga

mempengaruhi jumlah dari urin yang dikeluarkan. 2.7.4. Usia4

Pada seseorang dengan usia tua, ukuran ginjalnya mengalami  penyusutan, terjadi penurunan aliran darah, sehingga darah yang difiltrasi  pun berkurang. Perubahan yang berkaitan dengan usia dalam ukuran dan fungsi ginjal ini tampaknya terkait dengan pengurangan progresif dalam suplai darah ke ginjal seiring bertambahnya usia seseorang; misalnya,  pembuluh darah seperti glomeruli menjadi rusak atau berkurang jumlahnya. Massa dari dua ginjal menurun dari rata-rata hampir 300 g pada usia 20 tahun menjadi kurang dari 200 g pada usia 80. Demikian pula aliran darah ginjal dan laju filtrasi menurun 50% antara usia 40 dan 70. Pada usia 80, sekitar 40% glomeruli tidak berfungsi; dengan demikian filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi menurun.

Karena sensasi haus berkurang seiring bertambahnya usia, individu yang lebih tua juga rentan terhadap dehidrasi. Perubahan kandung kemih urin yang terjadi dengan penuaan termasuk pengurangan ukuran dan kapasitas dan melemahnya otot. Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi  pada orang tua, seperti poliuria (produksi urin berlebihan), nokturia (buang air kecil berlebihan di malam hari), peningkatan frekuensi buang air kecil,

(28)

disuria (buang air kecil yang menyakitkan), retensi urin atau inkontinensia, dan hematuria (darah dalam urin )

2.8. Karakteristik urin normal17,18

1. Warna: bening hingga kuning bening

2. Busa: ketika di kocok terdapat busa putih yang langsung hilang

3. Kandungan: ion mineral (Na+, Cl-, K +), produk pembuangan nitrogen (ammonia, urea, asam urat), dan pewarna urin (urochrome/ produk metabolisme bilirubin)

4. Aroma: sedikit berbau 5.  pH: 4,6-8,0 (rata-rata 6,0)

6. Volume sekitar 600-800 mL/hari

2.9. Dehidrasi 2.9.1. Definisi19

Secara definisi, dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit. Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negatif cairan tubuh akibat penurunan asupan cairan dan meningkatnya  jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna atau insensible water

loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh. 2.9.2. Klasifikasi20

Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit. Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya. Kadar natrium serum merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal.

Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik, dan dehidrasi hipotonik. Variasi kadar natrium

(29)

mencerminkan jumlah cairan yang hilang dan memiliki efek patofisiologi  berbeda.

1. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering (80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel  berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 35-45 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.

2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 35 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian mielinolisis pontin sentral,

3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 45 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan infl uks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat meminimalkan risiko ini.

(30)

2.9.3. Manifestasi20 Derajat Dehidrasi Persentase Kehilangan Air Tubuh  berdasarkan BB Keadaan

Umum Mata Mulut Turgor

Tanpa

Dehidrasi  Normal Baik Biasa Biasa Baik

Dehidrasi

Ringan 4%

Lesu/haus Cekung Kering Kurang Dehidrasi Sedang 6% Dehidrasi Berat 8% Gelisah, lemas, mengantuk hingga shock Sangat cekung Sangat kering Jelek Derajat

Dehidrasi Defisit Cairan Hemodinamik Jaringan Urin SSP Tanpa

Dehidrasi  Normal Normal Biasa Normal Baik

Dehidrasi Ringan 3-5% Takikardi  Nadi lemah Lidah kering Turgor turun Pekat Mengantuk Dehidrasi Sedang 6-8% Takikardi  Nadi sangat lemah Volume kolaps Hipotensi orostatik Lidah keriput Turgor kurang Jumlah turun Apatis Dehidrasi Berat >0% Takikardi  Nadi tak teraba Akral dingin, sianosis Atonia Turgor  buruk Oliguria kering Koma

(31)

2.9.4. Tata laksana20

Prinsip tata laksana adalah mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit sehingga keseimbangan hemodinamik tercapai. Pengobatan dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi dan status osmolaritas pasien.

a. Dehidrasi derajat ringan-sedang

Pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis. jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolaritas 200-30 mOsm/L.

 b. Dehidrasi derajat berat

Tahap pertama: mengatasi kedaruratan dehidras, yaitu syok hypovolemia dengan pemberian cairan kristalois isotonik, seperti RL (ringer lactate) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB.

Tahap kedua: mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan  penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan  pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2  luas  permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan kaipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:

 BB < 0 kg = 00 mL/kgBB

 BB 0-20 kg = 000 + 50 mL/kgBB untuk setiap kgBB di atas 0 kg  BB > 20 kg = 500 + 20 mL/kgBB untuk setiap kgBB di atas 20 kg

c. Dehidrasi isotonik

Defisit natrium pada kondisi ini dapat dikoreksi dengan mengganti dafisit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam  NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang aman.

(32)

d. Dehidrasi hipotonik

Cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% RL 20 mL/kgBB sampai  perfusi jaringan tercapai. Pada hipoyermia derajat berat (<30 mEq/L)

harus dipertimbangakn penambahan natrium dalam cairan rehidrasi.

e. Dehidrasi hipertonik

Tahap pertama: Cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% RL 20 mL/kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai

Tahap kedua: memulihkan volume intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, namun tidak melebihi 0 mEg/L/24 jam.

2.10. Apakah kebiasaan yang dilakukan Danang, laki-laki 2 tahun jika diteruskan dapat menyebabkan suatu penyakit?11

Kebiasaan danang jika diteruskan akan menyababkan suatu  penyakit, seperti penyakit gagal ginjal. Jika fungsi kedua ginjal terganggu, yang menyababkan keduanya tidak dapat melaksanakan fungsi regulasi dan ekskresinya untuk mempertahankan homeostasis, maka timbulah gagal ginjal. Penyakit ini memiliki banyak sebab seperti:

a. Organisme penginfeksi, organisme ini berasal dari luar tubuh yang dapat mesuk melalui aliran darah maupun masuk langsung ke saluran kemih melalui uretra

 b. Bahan toksik, merupakan bahan yang berasal dari luar tubuh, misalnya arsen, timbal, pestisida, atau aspirin dosis tinggi

c. Respon imun yang tidak sesuai, misalnya glomerulonephritis, yang kadang menyertau infeski steptokokus di tenggorokkan kerena terbentuknya antigen, sehingga menyebabkan kerusakan inflamtorik lokal di glomerulus

(33)

d. Obstruksi aliran urin, akibat batu ginjal (jika kebiasaan sedikit minum, diteruskan); tumor; atau pembesaran batu prostat, dengan tekanana mengurangi filtrasi glomerulus serta merusak jaringan ginjal

e. Insifisiensi aliran darah ginjal, yang menyababkan kurangnya tekanan filtrasi, akibat gangguan sekunder sirkulasi, misalnya gagal jantung,  perdarahan, syok, atau penyempitan dan pengerasan arteri renalis oleh

arterosklerosis.

Adapun penyebab gagal ginjal dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal akut (GGA), yang ditandai oleh kemerosotan produksi urin yang  berlangsung cepat dan muncul mendadak sampai produksi urin <500 ml/hari; atau gagal ginjal kronis (GGK), yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif.

(34)

BAB III KESIMPULAN Hipotesis diterima.

Perubahan volume dan warna pada BAK Danang, laki-laki 21 tahun dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakuan dan asupan cairan yang dikonsumsi.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1. O’callaghan, Chris. At a Glance Sistem Ginjal Edisi kedua. Jakarta: Erlangga; 2009

2.  Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.

3. Canlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company; 2007

4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 15th ed.  Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc; 2017.

5. Junqeira, L.C. & Jose Carneiro. Basic Histology. Lange Medical Publications, California. 2009

6. Coyle, EA & Prince, RA. Urinary Tract Infection and Prostatitis in 7th Edition. USA: The McGraw Hill Companies, Inc.; 2005.

7. F. Paulsen & J. Waschke. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23 Jilid 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012

8. Anatriera RA. Aktifitas Spesifik Ginjal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

9. F. Paulsen & J. Waschke. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23 J ilid 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012

10. Ariputri FA, Witjahjo B. Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran (Phyllanthus  Niruri L.) Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal: Studi  pada Mencit Balb/C yang Diinduksi Metanil Yellow  (Doctoral dissertation,

Faculty of Medicine).

11. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC. 2012

12. Silverthorn DU. Human Physiology: An Integrated Approach. 7th  ed. Amerika: Pearson Learning; 203. 650- p

13. Hall J E. Guyton dan Hall: Buku Ajar Fisiologi Kedoktera n. Ed. Rev. ke-2. Elsevier: 206.

14. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of medical  physiology. 24thed. Singapore: Mc Graw Hill;202

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi sistem urinaria c. Vesika urinaria
Gambar 2.2 Vesica urinaria
Gambar 2.3 Aparatus jukstaglomerulus 4
Gambar 2.4 Korpuskula renalis 4 Penjelasan histologis renal adalah sebagai berikut: 5 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Periode II Penerimaan sumbangan perorangan, kelompok/badan usaha yang dilaporkan tidak ada penyumbang. b) Pembukaan Rekening Khusus Dana Kampanye PATUH Laporan

Kendala yang dihadapi dalam tindak lanjut pelatihan, serta solusi yang dipilih Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Program Penguatan Pendidikan Karakter PPK

Model kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat dijadikan salah satu model kooperatif yang diterapkan oleh guru serta dapat meningkatkan kualitas guru

Struktur Modal adalah kebijakan perusahaan dalam pendanaan baik berupa pendanaan internal maupun eksternal karena suatu struktur modal yang baik akan berpengaruh terhadap

Fauziah Bireuen dalam hal ini mempunyai tugas menerima uang, mencatat uang, menyimpan uang yang bersumber dari pendapatan selain pendapatan APBK pada rekening bank yang

Uways Sulqurni Graha Piesta, Jalan Warung Buncit Raya No.. Bursa Efek

Dengan demikian dapat diketahui bahwa 23,04% perubahan yang terjadi pada kinerja pamong belajar secara langsung adalah disebabkan oleh adanya pe- rubahan pada kepemimpinan

Tindakan yang dilaksanakan merupakan manipulasi MP PKB guna menggali potensi diri mahasiswa dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir mahasiswa sehingga mampu me- ningkatkan