• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Kekayaan Negara yang Dipisahkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Kekayaan Negara yang Dipisahkan"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 

PUSDIKLAT KEUANGAN UMUM 

2007 

(Diklat Jarak Jauh) 

MODUL 

Penatausahaan Kekayaan Negara 

Dipisahkan

(2)

Proses  pendidikan  dan  pelatihan  merupakan  salah  satu  sarana  yang  senantiasa diperlukan oleh setiap orang,  termasuk mereka yang tengah bekerja  dalam  rangka  meningkatkan  karir  kerja  dalam  kehidupannya,  karena  proses  pembelajaran  pada  hakekatnya  adalah  salah  satu  cara  untuk  terjadinya  peningkatan  dan  pengembangan sumber daya manusia dalam rangka mengantisipasi permasalahan dan  pemenuhan kebutuhan kerja di masa depan. 

Modul ‘Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan’ yang ditulis oleh Saudari  Tio  S.  Siahaan  SH.,  LLM.  ini  disusun  dan  digunakan  dalam  Diklat  Teknis  Substantif  Spesialisasi  (DTSS)  Pengelolaan  Kekayaan  Negara  yang  diselenggarakan  oleh  Pusdiklat  Keuangan  Umum  bagi  pegawai  dari  Direktorat  Jenderal  Kekayaan  Negara  (DJKN) Departemen Keuangan,  dan dirancang untuk memberi bekal pengetahuan dan  keterampilan yang diperlukan bagi pegawai DJKN dalam bidang kekayaan negara guna  meningkatkan motivasi dan memperlancar kemampuan dalam rangka penugasan tugas  di  lingkungan  kerja  DJKN.  Modul  ini  sudah  mendapatkan  masukan­masukan  dari  berbagai pihak, diantaranya Saudara Drs. Sigit Setiawan, MBAP (dari DJKN) dan Ibu Dr.  Durri Andriani (dari Universitas Terbuka). 

Kami menghargai dan berterima kasih atas upaya penulis dan pereview dalam  mempersiapkan  dan  menyusun  modul  ini  sehingga  turut  membantu  memberikan  kemudahan  bagi  peserta  pendidikan  dan  pelatihan  di  lingkungan  Pusdiklat  Keuangan  Umum Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan.  Jakarta,       November 2007  Kepala Pusdiklat Keuangan Umum,  ttd  Agus Hermanto  NIP 060048497

(3)

DAFTAR ISI 

BAB I  :  PENDAHULUAN  A.  Latar Belakang...  B.  Tujuan………...  C.  Kerangka Pemikiran………...  1  3  3  BAB II  :  KONSEPSI KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN  A.  Dasar Hukum...  B.  Pengertian...  C.  Ruang Lingkup...  6  7  9  BAB III  :  TATA CARA PEMISAHAN KEKAYAAN NEGARA  A.  Pengertian ...  B.  Tujuan dan Pertimbangan Penyertaan Modal Negara...  C.  Sumber­sumber dan Wujud Penyertaan Modal Negara...  D.  Subyek Penyertaan Modal Negara...  11 12 12 13  BAB IV  :  TATA CARA PENYERTAAN MODAL NEGARA  A.  PMN Yang Dananya Bersumber Dari Fresh Money APBN...  B.  PMN Yang Bersumber Dari BMN Pada Kementerian Keuangan...  C.  PMN Yang Bersumber Dari BMN Pada Kementerian Teknis...  D.  Tata Cara Pengurangan PMN Dalam Rangka Privatisasi...  E.  Tata Cara Pengurangan PMN Dalam Rangka Restrukturisasi...  F.  Tata  Cara  Pengurangan  PMN  Dalam  Rangka  Pngalihan  Aset  BUMN 

Untuk PMN Pada BUMN Lain Atau Perseroan Terbatas...  G.  Tata  Cara  Pengurangan  PMN  Dalam  Rangka  Pngalihan  Aset  BUMN 

Untuk PMN Guna Pendirian BUMN Baru...  17 18 22 25 25 25 28  BAB V  :  PRIVATISASI  A.  Pengertian ...  B.  Maksud Dan Tujuan Privatisasi...  C.  Bentuk Privatisasi...  D.  Tata Cara Privatisasi...  34 34 35 36  BAB VI  :  RESTRUKTURISASI  A.  Pengertian ...  B.  Maksud Dan Tujuan Restrukturisasi...  C.  Ruang Lingkup Privatisasi………...  D.  Tata Cara Restrukturisasi...  39 39 39 40  BAB VII  :  PERGURUAN TINGGI SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA  A.  Latar Belakang...  43

(4)

B.  Dasar Hukum...  C.  Pengertian...  D.  Penetapan Perguruan Tinggi...  E.  Kekayaan Perguruan Tinggi...  F.  Penetapan Perguruan Tinggi Sebagai BHMN...  G.  Permasalahan Pada BHMN...  43 44 44 45 46 48  BAB VIII  :  PENATAUSAHAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA  A.  Pengertian ...  B.  Maksud Dan Tujuan...  C.  Metode Pencatatan...  D.  Dokumen Legal Penatausahaan...  50 50 51 51

(5)

Bab I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sebagai Negara yang menganut paham ekonomi kerakyatan sebagaimana tercermin dalam Pembukaan Undang­Undang Dasar 1945, Pemerintah berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Cita­cita luhur memajukan kesejahteraan rakyat semakin dipertegas dengan amanat Pasal 33 Undang­Undang Dasar 1945 bahwa cabang­cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

Secara berkesinambungan Pemerintah terus berupaya untuk mewujudkan amanat konstitusional ini dalam pengelolaan perekonomian Negara dengan membentuk Perusahaan Negara untuk mengelola cabang­cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dari sisi hukum, tahun 1969, Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk­ Bentuk Usaha Negara yang selanjutnya disahkan menjadi Undang­Undang dengan Undang­Undang Nomor 9 Tahun 1969 sebagai pedoman pengelolaan Perusahaan Negara.

Dalam Undang­Undang Nomor 9 Tahun 1969 ditetapkan adanya 2 (dua) jenis Perusahaan Negara yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Perusahaan Negara yang berbentuk Persero didirikan sesuai ketentuan Perseroan Terbatas yang diatur dalam Kitab Undang ­ Undang Hukum Dagang (StbI.1847:23) dengan kepemilikan Negara dalam bentuk saham baik secara keseluruhan atau sebagian. Sedangkan Perum adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang­Undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan yang seluruh modalnya, yang tidak terbagi

(6)

atas saham, dimiliki oleh Negara.

Saham Negara pada Persero maupun modal pada Perum seluruhnya bersumber dari Kekayaan Negara yang dipisahkan. Dipisahkan dalam artian pengelolaan kekayaan Negara tersebut tidak dilakukan dalam mekanisme Anggaran Pendapatan Negara (APBN) melainkan dikelola sesuai dengan mekanisme korporasi oleh masing­maing Persero dan Perum.

Dalam perkembangannya, pembentukan BUMN atau Perusahaan Negara tidak melulu hanya untuk bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan yang penting bagi Negara. Namun juga untuk bidang usaha yang tidak diminati oleh swasta. Dalam hal ini, Perusahaan Negara berperan sebagai agent of development. Perusahaan Negara atau BUMN juga melakukan kegiatan yang ditugaskan oleh Pemerintah (public service obligation) dengan memperoleh imbalan atau subsidi dari Pemerintah. Peran BUMN yang demikian besar ternyata tidak diimbangi dengan pengelolaan BUMN untuk mencapai sebesar­besar kemakmuran rakyat. Belakangan bahkan cukup banyak BUMN/Perusahaan Negara yang dalam posisi sangat kritis akhirnya membebani Negara untuk ”menyuntikkan” lagi kekayaan Negara sebagai penyertaan modal Negara ke dalam BUMN sebagai upaya penyelamatan BUMN.

Dari sisi jumlah, keberadaan Perusahaan Negara/BUMN semakin meningkat. Namun dari sisi peran dan manfaatnya, masih dirasakan kesenjangan yang dimainkannya kurang memenuhi maksud tujuan pembentukannya. Kondisi demikian, kemudian membawa Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Negara BUMN selaku penerima kuasa dari Menteri Keuangan untuk bertindak selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mencanangkan untuk melakukan restrukturisasi Perusahaan Negara/BUMN yang dikenal dengan program Rightsizing. Rightsizing yang dicanangkan Kementerian Negara BUMN meliputi pengkajian atas kemungkinan untuk secara terus­

(7)

menerus melakukan pembentukan holding diantara BUMN dengan bidang usaha yang sama, merger/akuisisi BUMN.

Selain upaya­upaya tersebut di atas, dalam rangka pengamanan atas kekayaan Negara yang telah ditempatkan dalam BUMN, kiranya sesuai dengan prinsip pengawasan korporasi, Pemerintah perlu secara hati­hati dan bertanggungjawab dalam memilih dan mengusulkan pejabat Departemen Keuangan untuk menjadi wakil Pemerintah sebagai Komisaris dalam BUMN.

2. TUJUAN

Melalui modul ini, diharapkan para siswa akan memperoleh pemahaman dan mampu menjelaskan mengenai: 1. konsepsi dasar kekayaan Negara yang dipisahkan;

2. pihak­pihak yang turut serta dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;

3. tatacara pemisahaan kekayaan Negara yang pada dasarnya menjadi satu kesatuan dengan tatacara pengusulan penyertaan modal Negara;

4. tatacara Penatausahaan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan;

5.

peran Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dalam melakukan tugas pokok dan fungsi perumusan kebijakan di bidang kekayaan Negara yang dipisahkan.

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Dengan telah berlakunya Undang­Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang secara tegas telah mencabut Undang­Undang Nomor 9 Tahun 1969, maka dalam pengelolaan modul ini, kerangka berpikir yang digunakan adalah mengacu pada UU BUMN, disamping UU Kekayaan Negara dan UU Perbendaharaan Negara.

(8)

Perkembangan terkini pengelolaan BUMN dengan secara prinsip pemisahan kekayaan Negara tersebut tidak berubah dengan adanya UU Nomor 19 Tahun 2003 ­ tentang BUMN. Pemisahan kekayaan Negara dengan berbentuk modal/saham pada BUMN tersebut dilakukan melalui penyertaan penanaman modal oleh Pemerintah dan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1969 yang terdahulu maupun UU Nomor 19 Tahun 2003 yang sekarang ini, pemisahan tersebut baik berupa setiap penambahan maupun pengurangan pada penyertaan modal Negara harus ditetapkan dengan suatu Peraturan Pemerintah.

Adapun kerangka berpikir yang digunakan dalam penulisan modul ini adalah sebagai berikut:

1. Negara menjadi pemilik modal/pemegang saham pada BUMN/PT

Jauh sebelum lahirnya Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemisahan kekayaan Negara pada dasarnya telah dilaksanakan dalam mekanisme pengelolaan keuangan Negara.

2. Pemisahan kekayaan Negara dari APBN menjadi modal BUMN/PT, dan kekayaan awal BHMN

Dalam rangka penguasaan cabang­cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana diamanatkan Undang­ Undang Dasar 1945 tersebut, Negara memisahkan sebagian dari kekayaan Negara dan menempatkannya sebagai penyertaan modal Negara dalam membentuk Perusahaan Negara atau yang sekarang lebih dominan disebut sebagai Badan Usaha Milik Negara.

3. Pemisahan kekayaan Negara harus memberi manfaat

bagi masyarakat

Filosofi pemisahan kekayaan Negara sebagai bagian dari kekayaan Negara adalah untuk menghasilkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Hal ini secara jelas

(9)

dan tegas diamanatkan oleh Undang­Undang Dasar 1945.

4. Batasan Kewenangan negara dalam pengelolaan

kekayaan Negara yang telah dipisahkan

Meskipun Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) merupakan wakil Pemerintah dalam kepemilikan saham dalam hal ini BUMN/PT, namun dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, kewenangan RUPS tersebut didelegasikan kepada Menteri Negara BUMN. Dengan pendelegasian ini, maka dalam pengelolaan PMN yang dilakukan dalam mekanisme korporasi, kewenangan Menteri Negara BUMN lebih kepada pengusulan kebijakan restrukturisasi perusahaan yang dapat berdampak pada penyediaan anggaran di APBN, sedangkan posisi Menteri Keuangan lebih kepada usul pengajuan PMN kepada Presiden.

5. Peran Stakeholder negara dalam pengamanan kekayaan negara yang telah dipisahkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang­Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Komisaris, sebagai salah satu organ perusahaan, mengemban tugas penting melakukan pengawasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rangka pencapaian kepentingan dan tujuan BUMN. Pelaksanaan pengawasan BUMN oleh Komisaris dilakukan sesuai Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang­undangan dan sejalan dengan prinsip­prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, yang mewakili kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawab­ an dan kewajaran.

(10)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

Bab II

KONSEPSI KEKAYAAN NEGARA YANG

DIPISAHKAN

1. DASAR HUKUM

Landasan

hukum

yang

digunakan

dalam

pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan adalah sebagai berikut :

1. Pasal 23 dan Pasal 33 Undang­Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang­undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan (Lembaran Negara Tahun 2004

Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

3. Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003

Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4286);

4. Undang­Undang Nomor 19 Tahun 2003 Lembaran

Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4297);

5. Undang­Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor ...., Tambahan Lembaran Negara Nomor...;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang

Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan

Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan

(Persero),

Perusahaan

Umum

(Perum),

dan

Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Badan

Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4305);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang

Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang

Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan

Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Negara;

(11)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang

Tatacara Penyertaan dan Penatausahaan Modal

Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan

Perseroan Terbatas;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang

Pendirian,

Pengurusan,

Pengawasan,

dan

Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

2. PENGERTIAN

Definisi­definisi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut :

a. Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah kekayaan negara yang dipisahkan untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi;

b. Pengelola Barang Milik Negara adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan umum pembinaan dalam pengelolaan barang milik negara, yaitu Menteri Keuangan;

c. Pengguna Barang Milik Negara adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang rnilik negara, yaitu Menteri/Pimpinan Lembaga;

d. Kekayaan Negara yang tidak dipisahkan adalah Kekayaan Negara yang ada pada Departemen/Lembaga atau Badan Hukum Pemerintah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lainnya yang sah;

e. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN atau perolehan lainnya yang sah yang dijadikan penyertaan modal Negara pada BUMN;

f. Wakil Pemerintah adalah menteri yang ditunjuk atau diberi kuasa selaku pemegang saham Negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang­undangan;

g. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

(12)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

Negara;

h. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mencari keuntungan;

i. Perseroan Terbatas adalah perseroan terbatas yang tidak termasuk persero;

j. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk memanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan;

k. Penatausahaan adalah pencatatan dalam rangka pengadministrasian untuk mengetahui besarnya penyertaan modal negara dalam BUMN;

l. Pengusulan adalah proses penyelesaian administrasi baik dari aspek teknis maupun yuridis penyertaan modal negara dalam BUMN;

m. Proyek Selesai adalah Proyek Fisik maupun Non Fisik yang seluruhnya atau sebagian telah berfungsi;

n. Privatisasi adalah penjualan saham persero baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja/nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara/masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat;

o. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris;

p. Kapitalisasi adalah penambahan modal disetor penuh oleh Pemerintah;

q. Divestasi adalah penjualan saham Negara pada suatu Persero atau Perseroan Terbuka (Tbk.) baik sebagian

(13)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi Negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat;

r. Laporan Keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan pandangan yang wajar dari, atau menyajikan dengan wajar, posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu BUMN atau Perseroan Terbatas;

s. Laporan PMN adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penyertaan modal Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas dengan menggunakan format tertentu.

t. Badan Hukum Milik Negara, yang selanjutnyas disingkat BHMN adalah . .

3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara meliputi:

1. Penyertaan Modal Negara

Pengelolaan kekayaan negara dimulai sejak adanya usul inisiatif baik yang diajukan oleh Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan atau Menteri Teknis, yang meliputi:

a. PMN dalam rangka pendirian BUMN, baik yang berbentuk Persero maupun Perum;

b. PMN dalam rangka Penambahan Modal pada BUMN dan/atau Perum;

c. PMN dalam rangka Public Service Obligation (PSO), meskipun tidak selalu PSO yang diserahkan Pemerintah kepada BUMN dilaksanakan dengan bentuk PMN, karena peraturan perundang­ undangan memungkinkan dilakukannya PSO dengan cara memberikan konsepsi;

d. PMN dalam rangka pengurangan Modal. Dana yang diperoleh dari pengurangan modal Pemerintah pada BUMN ini dapat digunakan sebagai pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

(14)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

namun juga dapat digunakan untuk dijadikan penyertaan modal atau tambahan PMN pada tahun anggaran yang sama.

2. Privatisasi BUMN

a. Initial Public Offering

b. Secondary Public Offering; c. Right Issue.

3. Divestasi BUMN

a. Divestasi pada BUMN Lain; b. Divestasi pada Strategic Partner; c. Divestasi pada Pemerintah Daerah.

4. Kekayaan Awal pada Badan Hukum Milik Negara a. Kekayaan Awal pada Perguruan Tinggi

1) Institut Pertanian Bogor (IPB); 2) Institut Teknik Bandung (ITB);

3) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); 4) Universitas Indonesia (UI);

5) Universitas Airlangga (Unair); 6) Universitas Gajah Mada (UGM); 7) Universitas Sumatera Utara (USU).

b. Kekayaan Awal pada Badan Pelaksana Migas 1) Kontrak Kerjasama Migas (KKS);

2) Profit Sharing.

(15)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

Bab III

TATA CARA PEMISAHAN KEKAYAAN

NEGARA

1. PENGERTIAN

Penyertaan Modal Negara adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya.

Pengusulan adalah proses penyelesaian administrasi baik dari aspek teknis maupun yuridis penyertaan modal Negara dalam BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya. Dalam proses pengusulan PMN kegiatannya meliputi :

1. Pengusulan PMN dalam rangka pendirian, penambahan dan pengurangan PMN pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya dari Menteri Negara BUMN atau Menteri/Pimpinan Lembaga atau Pimpinan BHMN kepada Menteri Keuangan;

2. Penyelesaian pada Departemen Keuangan atas usulan penambahan/pengurangan PMN dan/atau usulan terkait dengan PMN dalam rangka pendirian/pembubaran BUMN, BUMD, Badan Hukum lainnya;

3. Tindak lanjut penyelesaian dokumen legal PMN dimaksud dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan sebagai pelaksanaan atas Peratuan Pemerintah tentang PMN (dalam hal diperlukan).

Dalam hal proses pengusulan untuk mendapatkan dokumen legal PMN yang sesuai ketentuan yang berlaku tidak diperlukan adanya penetapan dalam Peraturan Pemerintah maka dokumen legal dimaksud diproses melalui mekanisme RUPS untuk mendapatkan keputusan RUPS.

(16)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

2. TUJUAN DAN PERTIMBANGAN PENYERTAAN MODAL NEGARA

Adapun tujuan dari dilakukan penyertaan modal Negara dari Pemerintah Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu:

1. Optimalisasi Barang Milik Negara;

2. Mendirikan, mengembangkan/meningkatkan kinerja BUMN, BUMD, dan Badan Hukum lainnya.

Sedangkan pertimbangan dilakukannya penyertaan modal Negara dari Pemerintah Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu:

1. Dalam rangka pendirian dan/atau mengembangkan/meningkatkan kinerja BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;

2. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya untuk menjalankan tugas Kewajiban Pelayanan Umum yang diberikan oleh Pemerintah;

3. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerian/lembaga yang dari awal pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan pengelolaannya pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;

4. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya.

3. SUMBER­SUMBER DAN WUJUD PENYERTAAN MODAL NEGARA

Sumber penyertaan modal Negara dapat berasal dari : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau

Kekayaan Negara yang tidak Dipisahkan, berupa : a. APBN Tunai

b. Proyek Selesai c. Piutang Negara

(17)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

d. Aset Negara Lainnya 2. Kapitalisasi Cadangan 3. Sumber Lainnya.

Sedangkan ditinjau dari aspek bentuk/wujudnya, Penyertaan Modal Negara atau Ekuitas Pemerintah meliputi : 1. Saham pada Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas

lainnya;

2. Modal pada Perusahaan Umum (Perum).

4. SUBYEK PENYERTAAN MODAL NEGARA

Institusi­institusi yang terkait dengan penatausahaan dan pengusulan PMN pada BUMN dan Perseroan Terbatas, dengan wewenang dan tanggung jawab masing­masing meliputi:

1. Kementerian Keuangan

Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003, Menteri Keuangan antara lain memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan Kekayaan Negara yang dipisahkan. Di samping itu. kedudukan Menteri Keuangan berdasarkan Undang ­ undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah sebagai pengelola barang milik Negara. Namun demikian, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 sebagian kewenangan Menteri Keuangan terkait dengan kedudukannya sebagai wakil pemerintah pada BUMN dilimpahkan kepada Menteri Negara BUMN Sedangkan kewenangan dalam rangka penatausahaan dan pengusulan PMN pada BUMN tetap berada pada Menteri Keuangan.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dan dengan pertimbangan bahwa PMN tidak saja ada pada BUMN,

(18)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

tetapi terdapat pula pada perseroan terbatas, maka selanjutnya Menteri Keuangan mengatur pedoman lebih lanjut mengenai penatausahaan dan pengusulan PMN pada BUMN dan perseroan terbatas. Pengaturan tersebut menyangkut dokumen­dokumen yang diperlukan dalam rangka penatausahaan PMN, institusi yang terlibat, proses dokumentasi dokumen legal PMN, pencatatan PMN, dan pelaporan PMN, serta kegiatan­ kegiatan terkait dalam pengusulan PMN. Terdapat beberapa Eselon I yang terkait dengan pegelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan, yaitu:

a. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara c.q. Direktorat Barang MIlik Negara II terkait dengan pelaksanaan Penyertaan Modal Negara;

b. Badan Kebijakan Fiskal c.q. Pusat Pengelolaan Risiko Fisal terkait dengan risk management Penyertaan Modal Negara;

c. Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Anggaran III terkait dengan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagian Anggaran 99;

d. Direktorat Jenderal Perbendaharan c.q.:

1) Direktorat Pengelolaan Kas Negara terkait dengan pencairan Dana Penyertaan Modal Negara;

2) Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan terkait dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

2. Kementerian yang Ditunjuk dan/atau Diberi Kuasa Dalam Pembinaan BUMN.

Kementerian Negara BUMN memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai wakil pemerintah selaku RUPS pada Persero dan pemegang saham pada Perseroan

(19)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

Terbatas, serta pemilik modal pada Perum. Dalam kaitannya dengan penatausahaan dan pengusulan PMN ini, Kementerian Negara BUMN bertanggung jawab untuk menyampaikan kepada Menteri Keuangan dokumen PMN yang tidak memerlukan penerbitan Peraturan Pemerintah, berupa keputusan RUPS dan penerbitan. Semua keputusan terkait dengan PMN, serta konfirmasi dan klarifikasi atas PMN pada BUMN dan Perseroan Terbatas yang ada pada kewenangannya. Terkait dengan kegiatan pengusulan PMN, Kementerian Negara BUMN mengusulkan penambahan/ pengurangan PMN pada batas­batas kewenangannya. Terdapat beberapa Eselon I yang terkait dengan pegelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan, yaitu:

a. Sekretariat Kementerian Negara BUMN;

b. Deputi Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi.

3. Kementerian Negara/Lembaga Teknis

Terhadap PMN yang berasal dari proyek selesai dan kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang berada pada penguasaan departemen/lembaga, Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggungjawab dalam pengusulan PMN dimaksud kepada Menteri Keuangan untuk diproses izin prinsip penghapusannya dengan tindak lanjut disertakan pada BUMN melalui mekanisme sesuai ketentuan yang berlaku, sebelum dilakukan pengusulan dokumen legal PMN berupa PP.BUMN/Perseroan Terbatas terkait.

4. Badan Usaha Milik Negara

Setiap BUMN (Persero dan Perum) berwenang untuk mengelola dan mengadministrasikan PMN yang

(20)

Kekayaan Negara Yang Dipisahkan

diterimanya, dan selanjutnya bertanggung jawab dalam menvampaikan pelaporan secara periodik kepada Menteri.

Keuangan terkait dengan PMN yang ada pada BUMN bersangkutan dengan menggunakan format laporan seperti terlampir, dan disertai dengan Laporan Keuangan Perusahaan sebagai informasi tambahan untuk memperjelas kedudukan PMN dimaksud dalam laporan keuangan.

(21)

Bab IV

TATA CARA PENYERTAAN MODAL NEGARA

1. PMN YANG DANANYA BERSUMBER DARI FRESH MONEY APBN

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satu sumber PMN adalah fresh money yang bersumber dari APBN. Adapun tatacara penyertaan modal Pemerintah adalah sebagai berikut:

a.

Menteri Negara BUMN dan/atau Menteri Teknis menyampaikan usulan PMN kepada Menteri Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan yang dilengkapi dengan kajian aspek bisnis dan aspek terkait lainnya.

b.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud. Untuk pengkajian tersebut Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

4. menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

c.

Dalam hal usulan PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan menyampaikan rencana PMN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bagian dari pembahasan Rancangan Undang­ Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Persetujuan DPR terhadap rencana PMN tertuang dalam Undang­Undang APBN. Berdasarkan Undang­Undang APBN.

(22)

d.

Atas dasar persetujuan DPR tersebut, Menteri Keuangan menyiapkan:

1. usulan Penyertaan Modal Negara kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah; dan

2. penerbitan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Penyiapan rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Sedangkan Penyiapan penerbitan DIPA dilakukan oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya memperoleh pengesahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pencairan DIPA setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah mengenai PMN bersangkutan.

2. PMN YANG BERSUMBER DARI BMN PADA KEMENTERIAN KEUANGAN

Selain bersumber darai fresh money, PMN dapat juga bersumber dari Barang Milik Negara (BMN). BMN yang akan menjadi PMN dapat dikelompokan dalam beberapa jenis, yaitu:

1. BMN yang dibeli dengan dana APBN yang sejak semula diperuntukkan sebagai PMN.

2. BMN yang dibeli dengan dana APBN namun semula tidak diperuntukkan sebagai PMN

3. BMN yang berasal Dari Perolehan Lainnya Yang Sah

1. PMN yang bersumber dari BMN yang diperoleh dari APBN yang sejak semula diperuntukkan sebagai PMN

Tatacara PMN atas BMN yang dibeli dari dana APBN dan sejak semula diperuntukkan sebagai PMN adalah sebagai berikut:

a.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas rencana PMN yang bersumber dari BMN, yang pengadaannya berasal dari APBN dan sejak semula diperuntukkan sebagai PMN. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim

(23)

yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

i) Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

ii) Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

iii) Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

iv) Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

b.

Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan dari Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis terhadap rencana PMN.

c.

Dalam hal rencana PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan menyampaikan usulan rencana PMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

d.

Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN.

2. Dari APBN Yang Semula Tidak Diperuntukkan Sebagai Penyertaan Modal Negara

Menteri Keuangan melakukan kajian atas rencana PMN yang bersumber dari BMN, yang pengadaannya berasal dari APBN dan pada awalnya tidak diperuntukkan sebagai PMN. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai

(24)

berikut:

a. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

b. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

c. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

d. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan dari Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis terhadap rencana Penyertaan Modal Negara.

Dalam hal rencana Penyertaan Modal Negara dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan menyampaikan usulan rencana PMN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tembusan kepada Presiden. Apabila usulan PMN tersebut disetujui DPR, Menteri Keuangan menyampaikan usulan PMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah. Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN.

3. Dari Perolehan Lainnya Yang Sah

Menteri Keuangan melakukan kajian atas rencana PMN yang bersumber dari perolehan lainnya yang sah, antara lain:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang­undang; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(25)

Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri Keuangan membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut.

a. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

b. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

c. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

d. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan dari Menteri Negara BUMN dan Menteri Teknis terhadap rencana PMN. Dalam hal rencana PMN dinyatakan layak untuk diteruskan:

a. bagi rencana PMN yang bernilai diatas Rp100 miliar dan/atau berupa tanah dan bangunan yang sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPR, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan PMN kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden;

ii. berdasarkan persetujuan dari DPR, Menteri Keuangan menyampaikan usulan PMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

b. bagi rencana PMN yang bernilai dari Rp10 miliar sampai dengan Rp100 miliar, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan prinsip pelaksanaan PMN kepada Presiden;

(26)

c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara mengkoordinasikan penyiapan rancangan Peraturan Pemerintah untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

c. bagi rencana PMN yang bernilai dibawah Rp10 miliar, Menteri Keuangan menyampaikan rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN.

3. PMN YANG BERSUMBER DARI BMN PADA KEMENTERIAN TEKNIS

1. Dari APBN Yang Sejak Semula Diperuntukkan Sebagai PMN

Menteri Teknis menyampaikan usulan PMN kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Negara BUMN yang dilengkapi dengan kajian aspek bisnis dan aspek terkait lainnya.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud, dimana Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

4. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN

(27)

sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan dari Menteri Negara BUMN terhadap rencana PMN.

Dalam hal rencana PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan menyampaikan usulan rencana PMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah. Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, Menteri Teknis melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN. Menteri Teknis menyampaikan Berita Acara Serah Terima, Surat Keputusan penghapusan BMN dari daftar barang pengguna, dan dokumen terkait lainnya kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara guna dilakukan penatausahaan.

2. Dari Perolehan Lainnya Yang Sah

Menteri Teknis menyampaikan usulan PMN kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Negara BUMN yang dilengkapi dengan kajian aspek bisnis dan aspek terkait lainnya.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud, dimana Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

(28)

kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas nilai BMN yang akan dijadikan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri Keuangan dapat meminta masukan dari Menteri Negara BUMN terhadap rencana PMN.

Dalam hal rencana PMN dinyatakan layak untuk diteruskan:

a. bagi rencana PMN yang bernilai diatas Rp100 miliar dan/atau berupa tanah dan bangunan yang sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPR, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan PMN kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden;

ii. Berdasarkan persetujuan dari DPR, Menteri Keuangan menyampaikan usulan PMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

b. bagi rencana PMN yang bernilai dari Rp10 miliar sampai dengan Rp100 miliar:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan prinsip pelaksanaan pmn pada Presiden;

ii. Berdasarkan persetujuan prinsip dari Presiden, Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

c. bagi rencana PMN yang bernilai dibawah Rp10 miliar, Menteri Keuangan menyampaikan rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

(29)

Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, Menteri Teknis melakukan serah terima BMN yang telah menjadi PMN kepada BUMN. Menteri Teknis menyampaikan Berita Acara Serah Terima, Surat Keputusan penghapusan BMN dari daftar barang pengguna, dan dokumen terkait lainnya kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara guna dilakukan penatausahaan.

4. TATA CARA PENGURANGAN PMN DALAM RANGKA PRIVATISASI

Privatisasi atau penjualan saham milik Negara merupakan salah satu cara pengurangan PMN pada Persero dan Perseroan Terbatas. Adapun ketentuan dan tata cara lebih lanjut mengenai privatisasi, dibahas lebih lanjut dalam bagian lain dalam modul ini.

5. TATA CARA PENGURANGAN PMN DALAM RANGKA RESTRUKTURISASI

Adapun ketentuan dan tata cara lebih lanjut mengenai restrukturisasi BUMN dan Perseroan Terbatas, dibahas lebih lanjut dalam bagian lain dalam modul ini.

6. TATA CARA PENGURANGAN PMN DALAM RANGKA PENGALIHAN ASET BUMN UNTUK PMN PADA BUMN LAIN ATAU PERSEROAN TERBATAS

Menteri Negara BUMN menyampaikan usulan rencana pengurangan PMN dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk PMN pada BUMN lain atau Perseroan Terbatas kepada Menteri Keuangan yan dilengkapi dengan dokumen antara, sebagai berikut:

1. Rísalah RUPS/rísalah Rapat Pembahasan Bersama dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, serta BUMN dan Perseroan Terbatas yang akan menerima PMN;

2. Anggaran Dasar dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, serta BUMN dan Perseroan Terbatas yang akan menerima PMN;

(30)

pengurangan PMN, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

4. Laporan kinerja BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, yang telah disahkan dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

5. Laporan keuangan BUMN atau Perseroan Terbatas yang akan menerima PMN, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

6. Laporan kinerja BUMN yang akan menerima PMN dalam 3 (tiga) tahun terakhir atau prospektus Perseroan Terbatas yang akan menerima PMN; dan

7. Hasil kajian dari aspek bisnis dan aspek terkait lainnya, yang mendasari pertimbangan usulan rencana pengurangan PMN.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud, dimana Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

4. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

Menteri dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas rencana pengurangan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis terhadap rencana pengurangan PMN.

(31)

Dalam hal rencana pengurangan PMN dinyatakan layak untuk diteruskan:

a. bagi rencana pengurangan PMN yang bernilai diatas Rp100 miliar dan/atau berupa tanah dan bangunan serta pengurangan PMN yang untuk selanjutnya dijadikan PMN pada Perseroan Terbatas yang sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPR, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pengurangan PMN kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden;

ii. persetujuan dari DPR terhadap rencana pengurangan PMN pada BUMN dan pengalihannya menjadi PMN pada BUMN lain atau Perseroan Terbatas dituangkan dalam Undang­Undang APBN;

iii. berdasarkan Undang­Undang APBN, Menteri Keuangan menyampaikan usulan pengurangan PMN pada BUMN dan PMN pada BUMN lain atau Perseroan Terbatas kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

b. bagi rencana pengurangan PMN yang bernilai dari Rp10 miliar sampai dengan Rp100 miliar pada BUMN yang akan dijadikan PMN pada BUMN lain, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan prinsip pelaksanaan PMN Negara pada Presiden;

ii. berdasarkan persetujuan prinsip dari Presiden, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden guna

(32)

memperoleh penetapan.

c. bagi rencana pengurangan PMN yang bernilai dibawah Rp10 miliar pada BUMN yang akan dijadikan PMN pada BUMN lain, Menteri Keuangan menyampaikan rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

Dalam hal Peraturan Pemerintah mengenai pengurangan PMN dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, pelaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing­masing. Menteri Negara BUMN menyampaikan dokumen pelaksanaan pengurangan PMN kepada Menteri, antara lain sebagai berikut:

a. Akta RUPS/Rapat Pembahasan Bersama; dan

b. perubahan Anggaran Dasar dari BUMN yang telah dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara, serta BUMN dan Perseroan Terbatas yang telah menerima Penyertaan Modal Negara, termasuk tetapi tidak terbatas pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan perubahan Anggaran Dasar dimaksud serta dokumen terkait lainnya.

7. TATA CARA PENGURANGAN PMN DALAM RANGKA PENGALIHAN ASET BUMN UNTUK PMN GUNA PENDIRIAN BUMN BARU

Menteri Negara BUMN menyampaikan usulan rencana pengurangan PMN dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk PMN guna pendirian BUMN baru kepada Menteri Keuangan yang dilengkapi dengan dokumen antara lain sebagai berikut:

1. rísalah RUPS/rísalah Rapat Pembahasan Bersama dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN;

2. Anggaran Dasar dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN;

(33)

didirikan;

4. laporan keuangan BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

5. laporan kinerja BUMN yang akan dilakukan pengurangan PMN, yang telah disahkan dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan

6. hasil kajian dari aspek bisnis dan aspek terkait lainnya, yang mendasari pertimbangan usulan rencana pengurangan PMN.

Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud, dimana Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan. Tim tersebut mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

3. Melakukan kajian kelayakan Penyertaan Modal Negara.

4. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

Menteri dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas rencana pengurangan PMN sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan. Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis terhadap rencana pengurangan PMN.

Dalam hal rencana pengurangan PMN dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pengurangan PMN dalam rangka pendirian BUMN baru kepada PR dengan tembusan kepada Presiden.

(34)

Persetujuan dari DPR terhadap rencana pengurangan PMN pada BUMN dalam rangka pendirian BUMN baru dituangkan dalam Undang­Undang APBN. Berdasarkan Undang­Undang APBN, Menteri Keuangan menyampaikan usulan pengurangan PMN pada BUMN dan PMN untuk pendirian BUMN baru kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

Dalam hal Peraturan Pemerintah dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, pelaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing­masing. Menteri Negara BUMN menyampaikan dokumen pelaksanaan pengurangan PMN kepada Menteri, antara lain sebagai berikut.

1. Akta RUPS/Rapat Pembahasan Bersama;

2. Perubahan Anggaran Dasar dari BUMN yang telah dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3. Anggaran Dasar dari BUMN yang telah didirikan;

4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan Anggaran Dasar; dan

5. dokumen terkait lainnya.

Dalam hal inisiatif rencana pengurangan PMN dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk PMN guna pendirian BUMN baru berasal dari Menteri Keuangan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan tahapan sejak pengkajian oleh Menteri Keuangan. Sebagai bagian dari pelaksanaan pengkajian rencana pengurangan PMN yang inisiatifnya berasal dari Menteri Keuangan, Menteri Keuangan dapat meminta Menteri Negara BUMN untuk menyampaikan dokumen sebagaimana tersebut di atas.

Pengurangan Penyertaan Modal Negara Dalam Rangka Dijadikan Kekayaan Negara Yang Tidak Dipisahkan

(35)

a. Menteri Negara BUMN atau Menteri Teknis menyampaikan usulan rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dalam rangka dijadikan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan kepada Menteri Keuangan.

b. Usulan dimaksud dilengkapi dengan dokumen antara lain sebagai berikut.

1) rísalah RUPS/rísalah Rapat Pembahasan Bersama dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

2) Anggaran Dasar dari BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3) laporan keuangan BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara, yang telah diaudit dalam 3 (tiga) tahun terakhir;

4) laporan kinerja BUMN yang akan dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara, yang telah disahkan dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan

5) hasil kajian dari aspek bisnis dan aspek terkait lainnya, yang mendasari pertimbangan usulan rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara.

c. Menteri melakukan kajian atas usulan tersebut.

d. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN bersangkutan.

e. Tim tersebut mempunyai tugas sebagai berikut.

1) Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

2) Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis

(36)

serta aspek terkait lainnya.

3) Melakukan kajian kelayakan pengurangan Penyertaan Modal Negara.

4) Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri.

f. Menteri dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian atas rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan.

g. Dalam hal rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dinyatakan layak untuk diteruskan, Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pengurangan Penyertaan Modal Negara untuk dijadikan sebagai kekayaan Negara yang tidak dipisahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Presiden.

h. Persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN untuk dijadikan sebagai kekayaan Negara yang tidak dipisahkan dituangkan dalam Undang­Undang APBN.

i. Berdasarkan Undang­Undang APBN, Menteri menyampaikan usulan pengurangan Penyertaan Modal Negara pada BUMN kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

j. Dalam hal Peraturan Pemerintah dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, pelaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, dan Menteri Teknis sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing­masing.

k. Menteri Negara BUMN menyampaikan dokumen pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara

(37)

kepada Menteri, antara lain sebagai berikut.

1) Akta RUPS/Rapat Pembahasan Bersama;

2) Perubahan Anggaran Dasar dari BUMN yang telah dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana tersebut pada butir 2); dan

4) dokumen terkait lainnya.

n. Menteri Teknis menyampaikan dokumen pelaksanaan penetapan status kekayaan Negara yang tidak dipisahkan kepada Menteri Keuangan.

o. Dalam hal inisiatif rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dalam rangka pengalihan aset BUMN untuk Penyertaan Modal Negara guna pendirian BUMN baru berasal dari Menteri Keuangan, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan tahapan sejak butir d di atas.

p. Sebagai bagian dari pelaksanaan pengkajian rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara yang inisiatifnya berasal dari Menteri Keuangan, Menteri Keuangan dapat meminta Menteri Negara BUMN untuk menyampaikan dokumen sebagaimana tersebut pada butir b di atas.

(38)

Bab V

PRIVATISASI

1. PENGERTIAN

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang­undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara disebutkan bahwa ”privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat” Kepemilikan saham oleh masyrakat juga dimaksudkan untuk dimiliki oleh karyawan/manager perusahaan. Dari sisi kepemilikan saham negara pada BUMN, Privatisasi merupakan salah satu bentuk pengurangan penyertaan modal negara yang tatacaranya sebagaimana telah diuraikan pada Bab Tatacara Pemisahan Kekayaan Negara Dengan Penyertaan Modal Negara.

2. MASKUD DAN TUJUAN PRIVATISASI

Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk:

a. memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;

b. meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;

c. menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;

d. menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

e. menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;

f. menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

(39)

Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.

3. BENTUK PRIVATISASI

Privatisasi dilaksanakan dengan cara:

1. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal

2. penjualan saham langsung kepada investor

3. penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan

Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang­kurangnya memenuhi kriteria:

a. industri/sektor usahanya kompetitif; atau

b. industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.

Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang­undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian

perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat

diprivatisasi. Aset atau kegiatan yang bersifat komersial dimaksud tetap memperhatikan kriteria sebagaimana di atas.

Sedangkan Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:

a. Persero yang bidang usahanya berdasarkan peraturan perundang­undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;

b. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;

c. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan

(40)

masyarakat;

d. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan peraturan perundang­undangan dilarang untuk diprivatisasi.

4. TATA CARA PRIVATISASI

Privatisasi harus didahului dengan tindakan

seleksi atas

perusahaanperusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan

dalam peraturan

pemerintah. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Menteri Negara BUMN melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual. Menteri Negara BUMN menuangkan hasil yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual dalam Program Tahunan Privatisasi. Menteri Negara BUMN menyampaikan Program Tahunan Privatisasi kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat­ lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya. Sedangkan Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan harus sudah diberikan selambat­lambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

Menteri Negara BUMN wajib melaksanakan Program Tahunan Privatisasi dengan berpedoman pada arahan dan rekomendasi. Kemudian Menteri Negara BUMN mensosialisasikan Program Tahunan Privatisasi dan mengkonsolidasikan kepada DPR­RI. Menteri Negara BUMN mengambil langkah­langkah yang diperlukan dalam rangka melaksanakan Program Tahunan Privatisasi. Dalam kondisi tertentu Menteri Negara BUMN dapat mengusulkan privatisasi yang belum dimasukkan dalam Program Tahunan Privatisasi setelah terlebih dahulu diputuskan oleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR­RI.

Pelaksanaan Privatisasi melibatkan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku yang diseleksi oleh Menteri Negara BUMN. Tata cara seleksi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005.

(41)

Besarnya biaya privatisasi ditetapkan oleh Menteri Negara BUMN. Pembiayaan pelaksanaan privatisasi dibebankan pada hasil privatisasi. Biaya ini dipergunakan untuk biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya dan biaya operasional privatisasi. Namun, apabila privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan ditetapkan oleh RUPS.

Hasil privatisasi merupakan hasil bersih setelah dikurangi dengan biaya­biaya pelaksanaan privatisasi. Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil Privatisasi diperhitungkan sebagai hasil Privatisasi. Hasil privatisasi dibedakan sebagai berikut:

a. saham milik negara pada Persero disetorkan langsung ke Kas Negara;

b. saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yang bersangkutan;

Sedangkan hasil privatisasi anak perusahaan Persero ditetapkan sebagai dividen interim Persero yang bersangkutan.

Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil Persero diatur sebagai berikut:

a. penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan membuka rekening penampungan (escrow account) untuk menampung hasil Privatisasi;

b. Setelah dikurangi biaya­biaya pelaksanaan Privatisasi, penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih Privatisasi ke Kas Negara dan/atau kas Persero yang bersangkutan;

c. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera melaporkan penyetoran hasil Privatisasi kepada Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan.

(42)

Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses Privatisasi. Pihak­pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.

(43)

Bab VI

RESTRUKTURISASI

1. PENGERTIAN

Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.

2. MAKSUD DAN TUJUAN RESTRUKTURISASI

Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.

Tujuan restrukturisasi adalah untuk:

a. meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;

b. memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;

c. menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan

d. memudahkan pelaksanaan privatisasi.

Pelaksanaan restrukturisasi dimaksud tetap memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh.

3. RUANG LINGKUP PRIVATISASI

Restrukturisasi meliputi :

a. restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau peraturan perundang­ undangan;

(44)

1. peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor­sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;

2. penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip­prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.

3. restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.

4. TATA CARA RESTRUKTURISASI

a. Berdasarkan usulan dari BUMN dan Perseroan Terbatas yang didalamnya telah terdapat kepemilikan saham negara, Menteri Negara BUMN menyampaikan usulan rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara kepada Menteri Keuangan.

b. Menteri Keuangan melakukan kajian atas usulan dimaksud.

c. Dalam rangka pelaksanaan pengkajian, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim yang anggotanya terdiri dari unsur­unsur Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, Departemen Teknis, dan BUMN/Perseroan Terbatas bersangkutan.

d. Tim tersebut mempunyai tugas sebagai berikut.

a. Melakukan penelitian data administratif dan fisik.

b. Melakukan kajian aspek finansial, aspek resiko fiskal, aspek yuridis, aspek administratif dan aspek bisnis serta aspek terkait lainnya.

(45)

Penyertaan Modal Negara.

d. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi hasil kajian kepada Menteri Keuangan.

e. Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen guna melakukan penilaian sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan.

f. Dalam hal rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara dinyatakan layak untuk diteruskan:

1) Bagi rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara yang bernilai diatas Rp100 milyar dan/atau berupa tanah dan bangunan yang sesuai ketentuan peraturan perundang­undangan harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat:

a) Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pengurangan Penyertaan Modal Negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan tembusan kepada Presiden.

b) Persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dituangkan dalam Undang­Undang APBN.

c) Berdasarkan Undang­Undang APBN, Menteri Keuangan menyampaikan usulan pengurangan Penyertaan Modal Negara dalam rangka restrukturisasi BUMN dan Perseroan Terbatas kepada Presiden dengan melampirkan rancangan Peraturan Pemerintah.

2) Bagi rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara yang bernilai dari Rp10 milyar sampai dengan Rp100 milyar: 

a)  Menteri Keuangan mengajukan permohonan persetujuan prinsip pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara pada Presiden.

(46)

b)  Berdasarkan persetujuan prinsip dari Presiden, Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Kekayaan Negara menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

3) Bagi rencana pengurangan Penyertaan Modal Negara yang bernilai dibawah Rp10 milyar dan perubahan Penyertaan Modal Negara yang diakibatkan oleh antara lain kuasi reorganisasi dan perubahan struktur permodalan, Menteri Keuangan menyampaikan rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden guna memperoleh penetapan.

g. Dalam hal Peraturan Pemerintah dimaksud telah ditetapkan oleh Presiden, pelaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN sesuai bidang tugas dan kewenangannya masing­masing.

h. Menteri Negara BUMN menyampaikan dokumen pelaksanaan pengurangan Penyertaan Modal Negara kepada Menteri, antara lain sebagai berikut.

1) Akta RUPS;

2) Perubahan Anggaran Dasar dari BUMN yang telah dilakukan pengurangan Penyertaan Modal Negara;

3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai pengesahan Anggaran Dasar sebagaimana tersebut pada butir 2);dan

(47)

Bab VII

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI BADAN

HUKUM MILIK NEGARA

1. LATAR BELAKANG

Sebagai suatu unit di dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Perguruan Tinggi Negeri secara hukum tidak dapat memiliki otonomi. Demikian juga akuntabilitas kepada masyarakat (stakeholders) amat sulit untuk secara utuh dimintakan kepada Perguruan Tinggi Negeri sebagai unit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan kredibilitas hanya akan dapat diperoleh apabila kedua hal tersebut, otonomi dan akuntabilitas, secara nyata dimiliki dan diterapkan.

Oleh karena itu Perguruan Tinggi Negeri harus diubah status hukumnya menjadi badan hukum yang mandiri, terlepas dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2. DASAR HUKUM

Sebagai landasan hukum dalam kerangka peraturan perundangan­undangan yang berlaku di Republik Indonesia, Pasal 1653 Kitab Undang­undang Hukum Perdata (Staatsblad 1847 nomor 23) memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk mendirikan suatu badan hukum. Sedangkan Pasal 5 ayat(2) Undang­undang Dasar 1945 memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk mengundangkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang­undang dalam hal ini Undang­undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua Perguruan Tinggi Negeri dapat diubah status hukumnya menjadi badan hukum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah ini sebagai pedoman.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan besarnya pengaruh variabel dibuktikan dengan nilai R Square yang diketahui bahwa variabel budaya organisasi (X 1 ) dan iklim organisasi (X 2 ) memberikan

Tidak sedang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah atau sedang dalam proses pengangkatan sebagai Kepala Sekolah atau sedang dalam transisi alih tugas

keji; (2) Seorang peserta didik hendaknya senantiasa mendekatkan diri kepada Allah swt; (3) Seorang peserta didik hendaknya memusatkan perhatiannya atau konsentrasinya terhadap

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tingkat hunian kamar terhadap biaya pembelian bahan makanan di Indriya Cafe Trizara Resorts Lembang periode

Media yang digunakan dalam bimbingan dan konseling tidak hanya satu atau dua media, melainkan banyak media yang digunakan untuk menunjang materi yang diberikan oleh guru

Stanton dalam Basu Swasta (2000 : 85) adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perusahaan yang terdiri dari tujuan untuk adalah suatu system

Inspektot Kabupaten Lampung Barat mempunyai peran dan kedudukan Strategis dalam melaksanakan prioritas pembangunan Kabupaten Lampung Barat di bidang Pemerintaha

Penilaian antropometrik memiliki beberapa keunggulan, yaitu menggunakan teknik sederhana dan aman yang dapat digunakan secara individual dan pada jumlah sampel yang besar,