• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan berasal dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Sementara tanah menurut Terzaghi yaitu “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan massive, di mana ukuran tiap butir tanah hasil dari pelapulan tersebut dapat sebesar kerikil-pasir-lanau-lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik.

Sumber : Das, 1994

Gambar 2.1 Komponen tanah

Dari pengertian tanah diatas, butir tanah yang terdiri dari beberapa gradasi (ukuran) berdampak pada kepadatan tanah pula, maka tanah terdiri dari tiga komponen yaitu udara, air dan bahan padat (Gambar 2.1). Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran (ruang ini disebut pori atau voids) sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sehingga jika beban diterapkan

Udara Air Tanah Volume rongga Volume tanah                

(2)

oleh tekanan air dalam rongga pori tanahnya. Pada kondisi ini butiran-butiran lempung tidak dapat mendekat satu sama lain untuk meningkatkan tahanan geser selama air di dalam rongga pori tidak keluar meninggalkan rongga tersebut. Karena rongga pori tanah lempung sangat kecil, keluarnya air pori meninggalkan rongga pori memerlukan waktu yang lama. Jika sesudah waktu yang lama setelah air dalam rongga pori berkurang, butiran-butiran lempung dapat mendekat satu sama lain sehingga tahanan geser tanahnya meningkat. Masalah ini tak dijumpai pada tanah granular yang rongga porinya relatif besar karena sewaktu beban diterapkan air langsung keluar dari rongga pori dan butiran dapat mendekat satu sama lain yang mengakibatkan tekanan gesernya langsung meningkat.

Tanah lempung terdiri dari butir-butir tanah yang sangat kecil. Sifat tanah lempung mempunyai kuat geser yang rendah bila kadar air bertambah sehingga ketika basah tanah lempung bersifat plastis dan menyusut ketika kering, mengembang ketika basah. Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung lunak apabila mempunyai daya dukung

ultimate lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai standard penetrasi tes lebih kecil

dari 4 (NSPT < 4). Berdasarkan uji lapangan, lempung lunak secara fisik dapat

diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan. 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum, dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Ukuran butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan pada bidang konstruksi sipil untuk mengelompokan tanah adalah Unfield Soil Clasification System (USCS) dan

American Association of State Highway and Transportation Officials Classfication (AASHTO).                

(3)

Sistem klasifikasi USCS didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya. Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan

United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar

guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik.

Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granular yang memiliki partikel yang lolos saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan lempung.

2.3 Stabilisasi Tanah

Dalam pengertian luas, yang dimaksud stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran dengan material lain untuk memperoleh gradasi yang diinginkan, sehingga sifat-sifat teknik tanah menjadi lebih baik.

Guna merubah sifat-sifat teknis tanah, seperti : daya dukung, permeabilitas, kemudahan dikerjakan, potensi pengembangan dan sensitifitas terhadap perubahan kadar air, maka dapat dilakukan dengan cara penanganan dari yang paling mudah, seperti pemadatan sampai teknik yang lebih mahal, seperti : mencampur tanah dengan semen, kapur, abu terbang, injeksi semen (grouting), pemanasan dan lain-lain.

               

(4)

Berikut ini adalah macam-macam upaya stabilisasi tanah : 2.3.1 Stabilisasi Tanah Secara Mekanis

Stabilisasi mekanis atau stabilisasi mekanikal dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material yang memenuhi syarat kekuatan tertentu. Pencampuran tanah ini dapat dilakukan di lokasi proyek, di pabrik atau di tempat pengambilan bahan timbunan. Material yang telah dicampur ini, kemudian dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis juga dapat dilakukan dengan cara menggali tanah buruk di tempat dan

menggantinya dengan material granular dari tempat lain. Metode stabilisasi

yang cocok untuk stabilitas dasar masing-masing tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Prinsip kerja perbaikan tanah secara mekanis adalah dengan energi gilasan, tumbukan dan getaran berperan mendorong udara dan air tanah dari rongga/pori-pori tanah, sekaligus memampatkan rongga menjadi semakin kecil, proses memampatkan tanah juga merubah susunan butir menjadi lebih kompak.

Cara gilasan dan tumbukan sangat cocok untuk tanah kohesif (berbutir halus) sedangkan cara gilasan dan getaran cocok untuk tanah non-kohesif (berbutir kasar).

Menurut Lambe (1962) stabilisasi mekanis merupakan suatu proses yang menyangkut dua cara perubahan sifat-sifat tanah :

- Penyusunan kembali partikel-partikel tanah, seperti contohnya pencampuran beberapa lapisan tanah, pembentukan kembali tanah yang telah terganggu, dan pemadatan.

- Penambahan atau penyingkiran partikel-partikel tanah. Sifat-sifat tanah tertentu dapat diubah dengan menambah atau menyingkirkan sebagian fraksi tanah. Biaya yang dikeluarkan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan metode stabilisasi yang lain. Contohnya, lempung berpasir                

(5)

dicampur dengan kerikil untuk memenuhi daya dukung tanah dasar dari proyek jalan tertentu.

Tabel 2.1 Macam-macam tanah dan metode stabilisasi yang cocok untuk stabilitas

dan keawetan tanah dasar (subgrade) (Johnson, 1965)

               

(6)

2.3.2 Stabilisasi Tanah Secara Kiamiawi

Stabilisasi kimiawi atau stabilisasi dengan menggunakan bahan tambah bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, dengan cara mencampur tanah dengan menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu. Perbandingan campuran bergantung pada kualitas campuran yang diinginkan. Jika pencampuran hanya dimaksudkan untuk merubah gradasi, plastisitas tanah, dan kemudahan dikerjakan, maka hanya memerlukan bahan tambah sedikit. Namun, bila stabilisasi dimaksudkan untuk merubah tanah agar mempunyai kekuatan tinggi, maka diperlukan bahan tambah yang lebih banyak. Material yang telah dicampur dengan bahan tambah ini harus dihamparkan dan dipadatkan dengan baik. Contoh bahan tambah yang umum digunakan adalah : kapur, semen portland, abu terbang, dan lain-lain.

2.3.3 Stabilisasi Tanah dengan Geosintetik

Secara Bahasa, Geosynthetics (geosintetik) bersal dari kata geo (bumi), dan synthetics (buatan), sehingga geosintetik merupakan material buatan manusia yang digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bumi atau tanah.

Secara Istilah, Geosintetik merupakan material buatan manusia, terutama

polymer (sejenis plastik) yang digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan

ketekniksipilan yang berhubungan dengan tanah dan batuan. Keunggulan menggunakan geosintetik :

a. Karena terbuat dari bahan polimer maka bahan ini tidak terdegradasi atau rusak oleh mikroba.

b. Relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional (seperti beton bertulang dll.)

c. Telah diakui secara internasional melalui ASTM dan ISO.                

(7)

Geosintetik secara umum dibedakan berdasarkan sifat bahan yaitu :

a. Geosintetik yang dapat meloloskan air (permeable) dikenal sebagai geotekstil.

b. Geosintetik yang kedap air (impermeable) dikenal sebagai geomembran. Beberapa pengertian yang berhubungan dengan geosintetik berdasarkan

International Geosynthetic Socciety (IGS) antara lain :

a. Geotekstil ; bahan yang dapat meloloskan air dari anyaman (woven) atau

tanpa anyaman (non-woven) dari benang-benang atau serat-serat sintetik

yang digunakan dalam pekerjaan tanah.

b. Geogrid ; geotekstil yang berupa lubang-lubang berbentuk segi empat (geotextile grid) atau lubang berbentuk jaring (geotextile net), biasanya terbuat dari bahan Polyester (PET) atau High Density Polyethyline (HDPE).

c. Geocomposite ; kombinasi dua atau lebih tipe geosintetik.

d. Geomembrane ; geosintetik yang bersifat impermeable atau tidak tembus air, biasanya dibuat dari bahan High Density Polyethylene (HDPE).

e. Geocell ; geosintetik berbentuk sel-sel sebagai bahan penahan erosi atau perkuatan, terbuat dari bahan High Density Polyethylene (HDPE).

f. Geospacer ; bahan sintetis yang ditempatkan di antara dua bahan sintetis lain biasanya digunakan pada konstruksi drain.

Fungsi geosintetik :

a. Perkuatan (Reinforcement) ; sebagai kekuatan tanah dan perataan beban.

example : untuk perkuatan lereng, perkuatan tanah dasar timbunan

tanggul, jalan, lapangan parkir, run way dll.

b. Separator (Separation) ; untuk mencegah bercampurnya agregat pilihan dengan lapisan asli tanah lunak. example : sebagai pemisah antara lapisan tanah lunak dengan lapisan batu pecah sub base jalan.

c. Drainase (Drainage) ; untuk mengalirkan air baik secara horisontal maupun secara vertikal. example : geosintetik untuk vertical drain.

               

(8)

d. Filtrasi (Filtration) ; sebagai pelindung dimana air bisa melewati bahan ini tetapi bahan tersebut dapat menahan butiran-butiran tanah. example : pada struktur tebing pelindung pantai.

e. Penahan cairan (Containment) ; sebagai penahan air. example : pada bangunan embung, pelapis tanggul sungai, tempat pengolahan limbah berbahaya.

2.3.4 Stabilisasi Tanah Secara Hidrolis

Lapisan tanah lunak (kuat dukung rendah) umumnya disebabkan banyaknya kandungan air yang tertahan dalam tanah, secara sedehana upaya perbaikan lapisan tanah lunak adalah dengan mengeluarkan air dari pori-pori tanah, usaha perbaikan tanah dengan cara mengeluarkan air dari pori-pori tanah ini disebut perbaikan tanah secara hidrolis.

Perbaikan tanah secara hidrolis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pra pembebanan (Preloading)

Sumber : Google

Gambar 2.2 Penempatan timbunan tanah sebagai preloading

Pra pembebanan (Preloading) merupakan suatu metode perbaikan tanah dengan cara menempatkan timbunan pada lokasi yang akan distabilisasi dengan berat sekrang-kurangnya sama dengan berat struktur (beban permanen) di masa yang akan datang. Akibat adanya beban timbunan tersebut maka lapisan tanah di bawahnya akan tertekan sehingga air yang berada di                

(9)

dalam pori-pori tanah akan terperas keluar (terkonsolidasi) lebih cepat. Apabila konsolidasi yang diinginkan telah tercapai sebagian atau timbunan

preloading dapat dibuang.

b. Drainase vertikal (Vertical drain) dikombinasikan dengan preloading. - Drainase vertikal dari kolom pasir ; pada tahun 1925, Daniel E. Moran

(USA) memperkenalkan pemakaian drainase vertikal dari kolom-kolom pasir untuk mempercepat proses konsolidasi tanah pada kedalaman yang besar. Tipe drainase vertikal ini selanjutnya dikenal dengan sand drain.

- Drainase vertikal dengan bahan sintetis (Wick darin) ; pada tahun 1936, Kjellman (Swedia) memperkenalkan sistem vertikal drain dengan bahan sintetis. Bahan sisntesis dipilih karena dibandingakan dengan bahan lain, bahan ini lebih cepat mempercepat mengalirkan air (drain) dari dalam tanah lunak menju permukaan tanah sehingga proses konsolidasi berlangsung lebih singkat. Perbaikan tanah secara hidrolis lebih efektif dengan mengkombinasikan antara preloading dengan vertikal drain.

Sumber : Google

Gambar 2.3 Kombinasi preloading dan vertical drain                

(10)

Prinsip kerja kombinasi preloading dan vertical drain

a. Akibat penempatan timbunan preloading, tekanan air pori tanah meningkat.

b. Kelebihan tekanan air pori tanah akan terdipasi (terlepaskan) dengan mengalirkan ke arah horisontal radial menuju vertical drain. Selanjutnya air akan mengalir ke arah vertikal melewati vertikal drain.

c. Setelah mencapa atas air akan menglalir secara horisontal menuju parit. d. Proses keluarnya air dari pori-pori tanah disebut konsolidasi dan slama

proses konsolidasi, tanah mangalami penurunan konsolidasi.

e. Setelah konsolidasi selesai tanah menjadi lebih stabil dan tidak mengalami penurunan.

f. Dalam teori, besar penurunan konsolidasi adalah sama, hanya laju penurunan bisa dibuar lebih cepat.

2.4 Deskripsi Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003).

Sumber : Google

Gambar 2.4 Komponen perkerasan lentur

Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar                

(11)

Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004). Berikut ini adalah penjelasan dari tiap lapisan perkerasan jalan lentur :

a. Lapis Permukaan (Surface)

Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan adalah ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser), yang merupakan lapisan kedap air dan tidak licin serta rata yang memungkinkan kendaraaan berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

b. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah sebagai pendukung bagi lapis permukaan sekaligus pemikul beban horizontal dan vertikal.

c. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah sebagai prnyebar beban roda sekaligus mencegah masuknya air ke lapis pondasi.

d. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

Dari penjelasan diatas, lapisan-lapisan perkerasan jalan lentur dapat dihitung ketebalannya, dengan data-data lalu lintas kendaraan, maupun data tanah yang                

(12)

analisa komponen perkerasan jalan yang berpedoman pada spesifikasi Bina Marga. Metoda tersebut merupakan modifikasi dari metoda AASHTO 1972 yang disesuaikan dengan kondisi jalan di Indonesia. Rumus-rumus dasar yang digunakan dalam metoda tersebut adalah rumus AASHTO 1972. Sementara itu, untuk mendukung perhitungan tebal perkerasan digunakan nomogram yang menghasilkan indeks tebal perkerasan.

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.5 Nomogram untuk menentukan ITP 2.5 Pengertian Umum Vermikulit

Vermikulit pertama kali ditemukan pada tahun 1824 di Millbury, Massachusetts, Amerika Serikat. Namanya berasal dari bahasa Latin vermiculare yang berarti cacing berkembang. Vermikulit merupakan lapisan mineral silica yang telah mengalami proses pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan tersebut telah mengakibatkan mineral mengalami pengembangan seperti pada jagung (pop

corn). Hasilnya adalah bahan yang steril porositas tinggi yang mampu menyerap

air dalam jumlah banyak dengan cepat serta mudah dikeringkan secara cepat.                

(13)

Vermikulit terdiri dari magnesium aluminium silikat yang terhidrasi, mengelupas (mengembang) bila dipanaskan hingga membentuk agregat ringan. Vermikulit dibuat dengan berbagai macam gradasi, dari mulai gradasi kecil, sedang hingga besar. Sifatnya ringan, tidak mudah terbakar, kompresibel, berdaya serap tinggi, tidak reaktif dan tidak berbau.

Sumber: Dokumen penyusun

Gambar 2.6 Vermikulit

Dari sifatnya tersebut vermikulit di bidang teknik sipil banyak digunakan sebagai isolasi yang tahan terhadap api, terutama penggunaannya dalam pembuatan beton. Beton yang dicampur dengan vermikulit cenderung lebih ringan dari pada beton konvensional, karena sifatnya yang ringan seringkali digunakan sebagai agregat halus / filler pada beton ringan.

2.6 Pengertian Umum Semen

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah agregat halus dan air, semen akan menjadi pasta semen. Dan jika digabungkan dengan agregat kasar pasta semen akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras. Semen yang paling banyak digunakan untuk bahan                

(14)

didefenisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.7 Portland Cement

Semen Portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi

utamanya adalah kapur (CaO), silica (SiO3), alumina Al2O3, sedikit magnesia

(MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya terkadang

ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk

mengatur waktu ikat semen. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenis yang dihasilkan berkisar antara 3,12 dan 3,16 serta berat volume sekitar 1500

kg/cm3 (Nawy dalam (Ed.), 2004).

Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu : 1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0, 0% – 0, 10 % dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel, dan lain-lain.

               

(15)

2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)

Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0, 10 – 0, 20 % ) dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton massa untuk dam-dam dan landasan jembatan.

3. Tipe III (High Early Strength)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe III ini dibuat

dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai

C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari.

4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur beton yang massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.

5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau dsb

               

(16)

2.7 Pemadatan Tanah (Kompaksi)

Pemadatan dilakukan pada pembuatan timbunan tanah baik untuk pembuatan timbunan jalan raya maupun untuk bangunan jalan lain yang terpaksa harus dibuat pada daerah yang memungkinkan terjadinya proses penggalian maupun penimbunan untuk meningkatkan berat volumenya.

Pemadatan adalah suatu proses di mana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis yang digunakan untuk memadatkan tanah ada beberapa macam. Di lapangan biasanya dipakai cara memukul. Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang dicapai tergantung pada banyaknya air di dalam tanah tersebut yaitu kadar airnya.

Fungsi utama pemadatan yaitu untuk meningkatkan daya dukung tanah (sebagai pondasi) maupun untuk mengurangi penurunan tanah yang tidak diinginkan terlalu besar.

Pemadatan pada tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan, maka air akan berfungsi sebagai pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Sehingga partikel tanah akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Berat volumenya kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat. Adanya penambahan kadar air cenderung menurunkan berat volunye kering dari tanah, karena air tersebut menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebenarnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air di mana berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air optimum.

Tujuan dari pengujian pemadatan ini sendiri adalah 1. Menentukan berat isi kering maksimum

2. Mengetahui kadar air optimum

3. Menyelidiki sifat-sifat kepadatan tanah kohesif

Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Ada dua macam percobaan di laboratorium (standar test) yang biasa dipakai untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum.                

(17)

Percobaan ini dinamakan “Standard Compaction Test” dan “Modified

Compaction Test”

- Standard Compaction Test (Tes Pemadatan Standar)

Dalam percobaan ini tanah dipadatkan dalam cetakan (mould), dengan menggunakan alat pemukul seberat 5,5 pound / 2,5kg yang dijatuhkan dari ketinggian 12 inchi secara jatuh bebas. Cetakan ini diisi sebanyak 3 lapis sampai penuh dan dipadatkan dengan 25 kali tumbukan setiap lapisnya.

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.8 a. Cetakan pengujian pemadatan b.Proktor pemadatan

- Modified Compaction Test (Tes Pemadatan Modified)

Cara melakukan percobaan ini tidak banyak berbeda dengan cara melakukan percobaan standar. Cetakan yang digunakan sama dan banyaknya pukulan setiap lapisnya juga sama. Akan tetapi alat pemukulnya besar yaitu seberat 10 pound / 4,5kg dengan tinggi jatuh 18 inchi, dan cetakan diisi sebanyak 5 lapis sampai penuh.

a b                

(18)

Sumber: Google

Gambar 2.9 Cara melakukan penumbukan tiap lapisan

Garis ZAVC (Zero Air Void Curve) adalah hubungan antara berat isi kering dengan kadar air bilamana derajat kejenuhan 100% yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada saat penggambaran grafik kompaksi tersebut akan selalu berada di bawah ZAVC dan tidak pernah berpotongan. Garis ZAVC biasanya tidak lurus tetapi agak melengkung keatas.

Sumber: Google

Gambar 2.10 Kurva pemadatan                

(19)

2.8 California Bearing Ratio (CBR)

California Bearing Ratio ( CBR ) adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar pada kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Seiring dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat, maka orang-orang geoteknik mengembangkan teknologinya dengan menciptakan alat penggilas yang digunakan untuk memadatkan tanah yang lebih modern di lapangan sehingga pada proses pemadatan akan memperoleh hasil yang maksimal. Pada pengujian ini perlu suatu modifikasi dengan tujuan untuk lebih mewakili kondisi dilapangan.

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 2.11 Alat pengujian CBR

Pada pengujian ini digunakan cetakan dengan ukuran tinggi 4,58 inchi, diameter 6 inchi. Proctor yang dipakai pada pengujian ini dengan berat 5,5 pound / 2,5kg dengan tinggi jatuh 12 inchi. Tanah yang dipakai adalah tanah yang lolos ayakan No 4 atau dengan ukuran 4,75mm. Pada uji CBR ini tanah yang dipadatkan dibagi menjadi 3 lapisan. Cara ini dikembangkan oleh California State

Highway Departement sebagai cara untuk menilai tanah dasar jalan (subgrade ).

               

(20)

tanah dasar atau bahan lainnya yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang CBR-nya ditentukan.

Dalam hal ini akan didapat 2 nilai, yakni :

1. CBR Unsoaked Acering (tanpa perendaman )

2. CBR Soaked / basah (dengan perendaman 4 x 24 jam)                

Gambar

Gambar 2.1 Komponen tanah
Tabel 2.1 Macam-macam tanah dan metode stabilisasi yang cocok untuk stabilitas  dan keawetan tanah dasar (subgrade) (Johnson, 1965)
Gambar 2.2 Penempatan timbunan tanah sebagai preloading
Gambar 2.3  Kombinasi preloading dan vertical drain         
+7

Referensi

Dokumen terkait

Muatan multikultur pada kompetensi profesional ditemukan secara implisit dalam kompetensi mengelola keterbatasan pribadi dan profesional (Domain Counselor’s Awareness of

Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada kasus Ir Jakub Budiman yang digugat oleh Bank Permata karena tidak mampu dalam pembayaran hutangnya, dimana Bank

sosial, tetapi dalam perkembangan sangat dipengaruhi oleh pemimpin sebagai sosok kharismatik, hal ini mengakibatkan adanya ketergantungan dari para anggotanya pada sosok

Untuk penjualan smartphone Xiaomi di jaringan took ritelnya, perusahaan telah melakukan pembahasan intensif, sebab pihak Xiaomi juga belum memiliki kan- tor perwakilan

Memperhatikan : 1. Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor : 903/9614/295- V/Keu tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat Tugas Akhir ini

dalam ini dengan penerapan sertifikasi ISO 9001:2008 yang merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk sistem manajemen mutu, yang bertujuan menjamin