• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV NILAI DAN MOTIVASI SERTA SUATU TINJAUAN KRITIS TERHADAP GERAKAN KEAGAMAAN HAPPY CENTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV NILAI DAN MOTIVASI SERTA SUATU TINJAUAN KRITIS TERHADAP GERAKAN KEAGAMAAN HAPPY CENTER"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

55 BAB IV

NILAI DAN MOTIVASI SERTA SUATU TINJAUAN KRITIS TERHADAP GERAKAN KEAGAMAAN HAPPY CENTER

4.1 Kajian Sosio-Teologis terhadap Persekutuan Happy Center sebagai Bentuk Gerakan Keagamaan

Fenomena kemunculan gerakan-gerakan keagamaan dalam bentuk persekutuan yang ingin memisahkan diri dari agama arus utama menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi keberlangsungan agama itu sendiri. Dalam studi ini Happy Center adalah salah satu dari gerakan keagamaan yang ada di Salatiga. Bagi agama arus utama dalam hal ini gereja, kehadirannya sebagai gerakan keagamaan di Salatiga justru akan menjadi ancaman bagi keberadaan gereja apabila tidak adanya perhatian yang serius dari gereja itu sendiri.

Dari penelitian melalui observasi dan wawancara yang dilakukan, kehadiran Happy Center sebagai gerakan keagamaan menjadi suatu alternatif untuk menjawab kelima fungsi dari agama menurut Saliba62. Dari data yang dikemukakan penulis pada bab sebelumnya terlihat bahwa alasan-alasan yang dikemukakan para mahasiswa untuk aktif dalam persekutuan ini tidak terlepas dari kelima fungsi ini yang diantaranya fungsi ekpanatori, fungsi emosional, fungsi sosial, fungsi validasi, maupun fungsi adaptif. Artinya di sini bahwa kehadiran gerakan keagamaan telah menjadi salah satu solusi untuk menjawab persoalan-persoalan dari setiap individu terhadap fungsi dari agama. Bagi

(2)

56

penulis dari kelima fungsi tersebut yang paling menonjol adalah fungsi emosional dan fungsi sosial. Artinya di sini bahwa secara fungsional gerakan Happy Center telah memberikan sebuah identitas, memberi solusi, keteguhan hati, menghilangkan kekuatiran, ketakutan, ketegangan, stres dan menolong setiap individu untuk dapat menghadapi persoalan hidup yang dihadapi dengan sebuah keteguhan dan keyakinan. Sedangkan secara sosial gerakan ini telah meyediakan sebuah nilai dan norma dalam mengatur para individu untuk dapat hidup secara komunal.

Dalam ilmu sosial berbicara tentang gerakan berarti suatu aktifitas atau kegiatan di mana adanya interaksi antara manusia dengan manusia yang lain. Garner mendefenisiskan bahwa gerakan adalah suatu respon individu atau seseorang terhadap seseorang yang lain. Gerakan tidak terpisahkan atau terkotak-kotak dalam interaksi terhadap ‘sesuatu’ tetapi melibatkan pikiran manusia dan tindakan dalam interaksi tersebut.63 Dengan melihat data yang diperoleh penulis terhadap kehadiran gerakan Happy Center dalam bentuk persekutuan, maka aktifitas yang dijalankan dalam bentuk praktek keagamaan adalah suatu bentuk perilaku kolektif di mana yang terjadi karena adanya interaksi antara sesama manusia melalui suatu respon terrhadap sesuatu yang dianggap dapat mempengaruhi keinginan sesorang untuk membentuk sebuah gerakan dalam bentuk gerakan keagamaan. Bagi penulis kecintaan Pendeta Ho terhadap Indonesia telah melatarbelakangi pembentukan Happy Center.

63 Herbert Blumer, Collective Behavior, in Alfred McClung Lee (ed), New Outlineof The Principles of Sosiology (New York: Barners & Nobles 1951), 8

(3)

57

Kepedulian terhadap misi pelayanan di Indonesia juga adalah sebuah bentuk respon yang mempengaruhi beliau untuk membentuk persekutuan Happy Center.

Secara sosilogis Happy Center adalah bagian dari sebuah gerakan sosial. Keberhasilan sebuah gerakan keagamaan sangatlah ditentukan oleh gagasan, individu, organisasi yang terhubung satu dengan yang lain dalam sebuah perlaku kolektif yang ditunjukan oleh salah satu aktor yang adalah pendiri dari persekutuan ini. Salah satu aktor kunci dalam gerakan ini adalah Pendeta Yong Ku Ho Joseph. Dalam proses perkembangan sebagai sebuah gerakan kegamaan terkandung nilai-nilai, kepentingan-kepentingan, gagasan yang berkembang menjadi sebuah tindakan kolektif. Nilai-nilai yang dimaksud penulis adalah nlai-nilai keagamaan yang dibawa seorang Pendeta Misionaris asal Korea. Sebagai seorang Misionaris asal Korea tentunya tidak juga terlepas dari misi pekabaran Injil yang dibawanya, hal inilah yang menurut penulis telah menjadi sebuah kepentingan keagamaan yang kemudian menciptakan suatu gagasan dan terbentuk menjadi sebuah tindakan kolektif untuk membentuk sebuah persekutuan Happy Center.

Dalam perpespektif Weber mengenai tindakan sosial, maka dapat kita pahami bahwa tindakan beragama merupakan bagian dari tindakan rasional yang berorientasi nilai. Tindakan religius merupakan bentuk dasar dari tindakan ini. Pegalaman religius bersama Tuhan menjadi nilai akhir dan individu akan menggunakan alat-alat seperti perenungan, upacara keagamaan untuk bisa

(4)

58

mendapatkan pengalaman religius.64 Berbagai kegiatan dalam persekutuan Happy Center merupakan tindakan yang rasional yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai keagamaan di dalamnya. Tindakan-tindakan ini sebagai tindakan untuk mengembalikan identitas kekristenan, maka dalam konteks sekarang tindakan-tindakan ini sebagai tindakan untuk mempertahankan identitas kekristenan. Interaksi antara dua aktor menghasilkan upaya-upaya untuk mempertahankan identitas.

Pengalaman-pengalaman religius yang diperoleh para anggota persekutuan ini adalah nilai yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan yang diantaranya ibadah, pendalaman Alkitab ataupun dalam berbagai kegiatan pelayanan. Tujuan dan harapan yang ingin dicapai dari adanya persekutuan ini bisa bersifat individual maupun secara kelompok artinya bahwa secara individu para anggota dari gerakan ini mengharapkan sebuah perubahan dalam dirinya khususnya dalam kehidupan keagamaan mereka, dan secara kelompok adanya sebuah tujuan dan pengharapan akan terjadinya suatu perubahan melalui suatu kebangkitan dan kebangunan rohani di Indonesia.

Happy Center adalah sebuah gerakan keagamaan yang tidak terjadi dan terbentuk dengan sendirinya tetapi adalah sebuah gerakan keagamaan yang terbentuk karena adanya suatu perilaku kolektif yang dipengaruhi oleh nilai-nilai keagamaan. Dari data yang diperoleh penulis dapat dilihat bahwa adanya aktor dalam hal ini Pendeta Ho yang memobilisasi sumber daya, fasilitas serta peran sosial. Di sinilah kelompok ini terbentuk menjadi sebuah gerakan keagamaan

(5)

59

dalam bentuk persekutuan dengan model peribadatan sendiri dan yang bentuk liturginya menyerupai dan diadopsi dari liturgi Gereja Pentakhosta tempat pelayanan dari Pendeta Ho. Dalam memperlihatkan perkembangannya sebagai gerakan keagamaan Happy Center bukanlah suatu pembentukan agama baru atau suatu bentuk pemisahan sekatarian dari agama-agama yang sudah ada, tetapi adalah gerakan yang diilhami oleh individu kharismatik tertentu atau sekumpulan ajaran dalam budaya keagamaan dari agama dan kepercayaan yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Clarke dalam tesisnya New Religion in Global Perspective.65 Penulis juga melihat bahwa kehadiran

dari Happy Center telah menjadikannya sebagai wadah untuk menolong orang-orang mengatasi masalah karena kondisi sosial yang tidak dapat diatasi seperti pembagian sembako bagi mereka yang membutuhkan khususnya bagi masyrakat ada di lingkungan Happy Center, perkunjungan kebeberapa panti asuhan dan panti jompo yang ada di Salatiga dan pemberian bantuan untuk bebarapa mahasiswa yang mengalami sakit atau kekurangan dalam pembayaran uang kuliah.

Dengan sumber daya yang dimiliki oleh Pendeta Ho serta latar Misionaris yang dimiliki Happy Center juga telah menjadi tempat bagi sebuah pengembangan pendidikan melalui kursus atau pelatihan bahasa yaitu Bahasa Mandarin, Inggris dan Korea. Bagi Saliba, secara fungsional hal ini adalah

(6)

60

sebuah bentuk katalisator bagi sebuah perubahan keagamaan dan adalah akar dari gerakan-gerakan keagamaan.66

Dalam kerangka pikiran Smelser, tindakan sosial terbagi dalam empat komponen yaitu nilai, norma, mobilisasi sosial dan fasilitas sosial.67 Nilai-nilai

ini menjadi panduan bagi orang-orang untuk melakukan sebuah tindakan sosial dan menjadi tujuan akhir dari kondisi yang mereka harapkan. Penulis melihat bahwa sebagai suatu gerakan keagamaan persekutuan Happy Center tidak terlepas dari keempat komponen dalam pemikiran Smelser. Artinya kehadirannya karena adanya suatu nilai dari sebuah misi Kristen yang dibawah oleh Pendeta Ho sebagai pendirinya. Nilai-nilai kekristenan, dihidupkan dalam berbagai kegiatan yang dibuat misalkan rajin beribadah, rajin berdoa dan saling mendoakan, rajin dalam pelayanan baik dalam ibadah maupun pelayanan bagi sesama. Ketaatan pada Firman Allah melalui pembacaan dan pemahaman Alkitab secara bersama dan juga komitmen dalam mengikuti setiap ibadah yang dilaksanakan adalah perwujudan terhadap nilai-nilai kekristenan dalam perkembangannya sebagai gerakan keagamaan. Selain itu juga sebagai sebuah gerakan keagamaan Happy Center tidak terlepas dengan nilai-nilai keagamaan yang dikutip dari beberapa ayat Alkitab seperti Matius 28 ayat 19 yang berbunyi; ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh kudus’. Ayat ini digunakan sebagai motivasi bagi setiap anggota untuk melayani sesama; Kisah Para Rasul 2 ayat

66 John Saliba, Understanding New…, hal 146 67 Tampake, Redefinisi Tindakan …42-43

(7)

61

17:’Akan terjadi pada hari-hari terakhir demikianlah Firman Allah bahwa Aku akan mencurahkan Roh Ku ke atas semua manusia; maka anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi’.

Dari kedua ayat di atas dapat dilihat bahwa kehadiran Happy Center sebagai gerakan keagamaan tidak dapat terlepas dari nilai-nilai keagamaan yang ada. Nilai-nilai tersebut dipakai sebagai dasar akan sebuah pengharapan akan terjadinya suatu kebangunan rohani di Indonesia. Seorang yang adalah anggota dari Happy Center mengatakan:68

‘Pak Ho (Pendiri HC) sering mengajak kami untuk berdoa di Happy Center dalam setiap kegiatan yang ada untuk terjadinya kebangkitan atau kebangunan rohani di Indonesia seperti yang pernah terjadi sebelum 52 tahun yang lalu’.

Pernyataan ini menunjukan bahwa ada sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dimiliki oleh para angora dari gerakan ini dan tanggung jawab itu haruslah didasari oleh nilai-nilai seperti rajin dalam beribadah, berdoa pribadi dan saling mendoakan, semangat dalam melayani melalui talenta yang dimiliki serta pelayanan bagi sesama.

Nilai-nilai kekeluargaan yang ada dalam persekutuan ini juga telah menjadi dasar untuk dapat hidup secara bersama dalam suatu kelompok atau komunitas-komunitas kristiani. Bagi penulis nilai kekeluargaan adalah norma yang mengatur para anggota dari gerakan ini untuk dapat hidup secara komunal.

(8)

62

Nilai-nilai utama yang terdapat dalam gerakan inilah adalah nilai-nilai yang bersifat kekeluargaan yang diantaranya saling menerima, saling memberi rasa hormat, saling menghargai, saling terbuka antara sesama anggota.

Nilai-nilai kekeluargaan yang begitu nampak dalam bentuk solidaritas terlihat dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Nilai solidaritas ini dibangun dalam pemahaman mereka untuk saling mendoakan. Berbagai kegiatan mereka seperti saling mendoakan satu dengan yang lain atau dengan istilah mereka yaitu sebagai ibadah pergumulan. Praktik ini menunjukan suatu solidaritas kuat yang dibangun para mahasiswa yang adalah anggota gerakan ini. Bagi mereka, untuk menyelesaikan sebuah masalah yang dihadapi oleh seseorang maka tiap-tiap anggota harus saling mendoakan dan saling menguatkan. Nilai ini adalah juga sebuah keteladanan yang ditunjukan oleh pendiri yang sekaligus adalah pemimpin gerakan ini. Nilai yang terakhir adalah keselamatan. Bagi kelompok-kelompok ini, untuk mendapatkan keselamatan, maka kedekatan dengan Tuhan harus diupayakan. Hal inilah yang mendorong sehingga secara individu dan kelompok, mereka memiliki jam-jam khusus untuk berdoa, seperti doa-doa berwaktu yang dijalankan secara teratur.

Nilai-nilai ini ditunjukan dalam setiap aktifitas yang ada dalam setiap kegiatan bersama di Happy Center, baik dalam bentuk keagamaan maupun kegiatan-kegiatan sosial yang dilaksanakan. Dari sini penulis melihat bahwa agama bukan sebuah konsep abstrak tentang realitas ideal yang memanipulasi pengalaman mereka, namun mereka menghadirkan agama sebagai identitas mereka sebagai generasi muda dalam menghadapi pengaruh negatif yang dapat

(9)

63

mempengaruhi dan menguasai struktur sosial dalam masyarakat. Pemahaman ini tidak jauh berbeda dengan dengan pandangan Smelser bahwa konsep tentang perilaku kolektif adalah suatu mobilisasi sosial yang berbasis pada suatu kepercayaan dalam mengartikan kembali suatu tindakan sosial. Mobilsasi perilaku kolektif yang berbasis pada tindakan sosial berdasarkan kepercayaan keagamaan seringkali berhubungan dengan perubahan sosial yang menyentuh pada aspek nilai-nilai dasar kehidupan sosial.69

Dalam tindakan sosial menurut Parsons, aktor akan selalu mengarahkan setiap tindakan dari setiap makna yang ia dapatkan di dunia luar. Aksi akan berlangsung dalam setiap situasi. Setiap tindakan memperoleh makna baik untuk aktor maupun untuk orang lain. Norma dan nilai dipandu oleh aktor dalam orientasi setiap tindakan.70 Nilai keselamatan dan solidaritas yang begitu kuat dibawa oleh gerakan persekutuan ini menjadi tawaran yang tidak bisa ditolak oleh individu-individu yang merasakan kesusahan. Hal ini terlihat dari hubungan-hubungan yang tercipta diantara sesama anggota, hubungan antara Pendeta Ho dan para mahasiswa maupun para mahasiswa dengan mahasiwa dari luar negeri yang sering berkunjung ke Happy Center.

Saliba mengatakan bahwa kecendrungan seseorang terhadap sebuah gerakan keagamaan adalah karena adanya sebuah kesadaran dan komitmen yang sungguh dari para anggotanya yang membawa mereka pada sebuah pencapaian cita-cita dan harapan. Para anggota ini mendedikasikan diri pada sebuah otoritas

69 Smelser, Theory Of Collective….,42

70 Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion ;Classical and Comntemporary Perspective, (California: Ashgate, 2006) 45

(10)

64

sakral yang terwujud dalam diri sesorang kharismatik yang mendiktekan doktrin dari gerakan. Individu terdorong untuk bergabung dalam gerakan ini karena hubungan-hubungan yang telah ada ketimbang ideologinya.71 Dari data yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan beberapa orang mahasiswa penulis melihat bahwa adanya sebuah bentuk kesadaran dan komitmen yang muncul ketika mereka terlibat sebagai bagian dari gerakan Happy Center. Kesadaran dan komitmen tersebut inilah yang begitu mempengaruhi kehidupan keagamaan dan motivasi dari para mahasiswa dalam hal pencapaian suatu harapan atau cita-cita dan masa depan mereka.

Keikutsertaan dan keaktifan individu-individu atau para anggota dari gerakan Happy Center juga bukan karena sebuah warisan budaya tetapi lebih kepada komitmen yang sungguh dan kesadaran. Hal ini terlihat karena tidak adanya sebuah pemaksaan doktrin-doktrin keagamaan tetapi lebih bersifat ajakan atau undangan untuk terlibat di dalamnya. Komitmen dan kesadaran tersebut juga tidak datang karena sebuah pengaruh doktrin keagamaan yang sudah ada tetapi muncul karena kesadaran diri dalam mengalami langsung suatu pengalaman keagamaan di dalamnya. Penulis juga melihat bahwa keikutsertaan para anggota untuk terlibat dalam gerakan ini karena adanya hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama anggota. Keberadaan dan kehadiran persekutuan Happy Center sebagai sebuah gerakan juga diawali oleh adanya hubungan antara Pendeta Ho sebagai pendiri dengan salah seorang mahasiswa.

(11)

65

Kehadiran Happy Center juga telah menjadi sebuah gerakan dalam bentuk persekutuan yang mengedepankan sebuah kebebasan secara khusus dalam memberi kesempatan bagi para anggotanya untuk dapat menceritakan pengalama-pengalaman kegamaan dan berbagi dengan sesama anggotanya baik dalam bentuk kesaksian-kesaksian maupun dalam bentuk penyampaian khotbah dan puji-pujian. Dalam pandangan Robert Wuthnow gerakan keagamaan sebagai bentuk agama eksperimen. Artinya dalam sebuah masyarakat yang menekankan kebebasan dan menghargai sebuah pengalaman individu sebagian besar orang tertarik oleh gerakan-gerakan keagamaan bahkan dalam bentuk keagamaan yang baru. Sifat eksperimental ini sebagai akibat dari hilangnya ikatan-ikatan kekeluargaan.72

Saliba juga mengatakan bahwa dimensi komunal menjadi satu dari karakteristik umum gerakan-gerakan keagamaan. Karateristik ini juga yang penulis temukan dari Happy Center dalam perkembangannya sebagai gerakan keagamaan. Ciri-ciri yang disebutkan Wilson, kebanyakan mengindikasikan bahwa anggota-anggota dari kelompok-kelompok marginal ini atau gerakan-gerakan keagamaan baru ini membentuk komunitas-komunitas yang terajut. Individu-individu sering pertama-tama terdorong untuk bergabung dengan sebuah gerakan oleh karena hubungan-hubungan yang ada di antara anggota-anggota, ketimbang oleh daya tarik ideologinya. Dalam hal membangun hubungan dan menjaga ikatan komunikasi dengan anggota-anggotanya, gerakan-gerakan keagamaan baru saat ini menggunakan internet. Penulis

(12)

66

menemukan juga bahwa para mahasiswa yang ingin bergabung dalam persekutuan ini dapat mengenal Pendeta Ho melalui media facebook dan kemudian akan dikirimkan ajakan untuk mengikuti ibadah pada hari Minggu.

Nottingham menyebutkan bahwa gerakan keagamaan merupakan setiap usaha yang terorganisir untuk menyebarkan agama baru atau interpretasi baru mengenai suatu agama yang sudah ada. Agama-agama besar dunia yaitu, Budha, Kristen dan Islam dapat dianggap sebagai hasil dari gerakan gerakan keagamaan. Demikian pula gerakan-gerakan keagamaan berkembang dalam kerangka agama-agama yang sudah mapan.73 Gerakan keagamaan juga sangat dipengaruhi

oleh kepribadian dari pendirinya. Pandangannya terhadap bidang keagamaannya mempunyai daya tarik yang sangat kuat, mengikat. Sifat yang penting ini yang disebut dengan kharismatik.

Menurut Weber seorang pemimpin kharismatik muncul pada saat terjadi suatu krisis sosial, di mana sang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi krisis tersebut. Sang Pemimpin menarik pengikutnya yang percaya pada visi yang diusungnya secara luar biasa sehingga para pengikutnya percaya bahwa orang yang memimpin mereka adalah orang yang luar biasa “yang memiliki sesuatu” yang berbeda dari orang kebanyakan. Kepercayaan itu sungguh mendarahdaging sehingga apapun yang dikatakan pemimpin tersebut dipandang sebagai suatu amanah yang harus dijalankan. Jadi pemimpin karismatik adalah seorang pemimpin yang memiliki daya tarik personalitas yang luar biasa yang mampu mengendalikan pikiran,

(13)

67

kemauan, jiwa, dan raga dari para pengikutnya. Kepemimpinan kharismatik tidak mengandalkan otoritas dan eksternal power tetapi menggunakan daya tarik personalitas. Karena tidak menggunakan power dan otoritas maka pemimpin karismatik umumnya adalah pimpinan lembaga informal.74

Bagi penulis kehadiran Happy Center sebagai gerakan juga sangatlah dipengaruhi oleh seorang individu yang adalah pemimpin dan sekaligus adalah pendiri dari gerakan ini. Bagi para mahasiswa, Pendeta Ho adalah sosok yang mempunyai kharisma dalam kepemimpinannya, hal ini terlihat dari keteladanan yang ditunjukan. Penulis juga melihat bahwa hampir semua kegiatan yang ada dari gerakan didominasi oleh beliau. Dengan sumber daya yang dimiliki baik itu dalam bentuk materi, maupun pengetahuan dan pandangannya dalam bidang keagamaan telah menjadi suatu daya tarik dalam mempengaruhi motivasi para anggotanya untuk terlibat aktif dalam gerakan ini. Kehadiran pemimpin persekutuan ini sebagai seorang misionaris tidak dapat dilepaskan suatu visi keagamaan yang ingin dicapainya.

Pengalaman-pengalaman keagamaan ataupun pengalaman-pengalaman religius di masa lalu sangat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan dari Happy Center sebagai suatu gerakan keagamaan. Salah satu pengalam religius adalah peristiwa kebangkitan rohani yang terjadi pada tahun 1965-1969, di mana melalui peristiwa tersebut terbentuklah berbagai gerakan-gerakan keagamaan dalam bentuk persekutuan-persekutuan doa sampai sekarang ini. Tema “Pray for

74Scharf, Betti R., Kajian Sosiologi Agama, terj. Machnun Husein, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995) hal 207

(14)

68

Revival in Indonesia” adalah refleksi dari suatu pengharapan akan sebuah perubahan yang terjadi dari suatu peristiwa kebangkitan rohani. Peristiwa tersebut dapatlah dicapai melalui setiap individu-individu dalam hal ini orang-orang muda yang adalah para mahasiswa yang terlibat di dalam persekutuan ini. Bagi penulis hal ini juga telah menjadi visi yang diusung oleh pemimpin gerakan ini dan dengan sumber daya, pengalaman dan pengetahuan atau pandangan dalam bidang keagamaan yang dimilikinya telah mempengaruhi para anggota yang adalah para mahasiswa untuk percaya pada visi yang ingin dicapainya. Visi ini juga adalah nilai akhir yang ingin dicapai dalam setiap tindakan-tindakan keagamaan dari persekutuan Happy Center melalui setiap individu-individu dalam hal ini para mahasiswa.

Karakter utama dari gerakan keagamaan berorietasi nilai adalah mobilisasi tindakan demi terwujudnya regenerasi suatu masyarakat. Keduanya melibatkan kepercayaan yang dimiliki sebagai sebuah komponen untuk menyusun kembali komponen-komponen tindakan sosial. Mobilisasi perilaku kolektif yang berbasis pada tindakan sosial berdasarkan kepercayaan keagamaan seringkali berhubungan dengan perubahan sosial yang menyentuh pada aspek nilai-nilai dasar kehidupan sosial.

4.2 Motivasi Mahasiswa UKSW sebagai Anggota Persekutuan Happy Center

Kehadiran Happy Center sebagai salah satu bentuk gerakan keagamaan sangat mempengaruhi kehidupan keagamaan dari para mahasiswa UKSW yang terlibat di dalamnya. Dari Focus Group Discussion yang dibuat, penulis menemukan bahwa kenyamanan beribadah secara berkelompok yang

(15)

69

ditunjukan dalam bentuk kepedulian juga terlihat sebagai motivasi dari para anggota gerakan ini.

Dalam melibatkan para mahasiswa di dalam gerakan ini, sang pemimpin gerakan menggunakan pendekatan yang lebih bersifat kekeluargaan hal ini terlihat dari ajakan-ajakan dalam bentuk undangan yang terbatas dan hanya diketahui oleh mereka yang memiliki hubungan pertemanan dengan para anggota yang sudah aktif di dalamnya. Ajakan atau undangan untuk terlibat dalam gerakan ini didukung juga oleh berbagai fasilitas-fasilitas seperti penjemputan dengan kendaraan yang disediakan, makan bersama yang dibiayai oleh pemimpin gerakan dan juga fasilitas-fasilitas lain yang mendukung jalannya peribadatan dalam pelaksanaan persekutuan. Dari beberapa undangan yang didapati penulis sebagai data dalam penelitian ini terlihat bahwa fasilitas-fasilitas tersebut telah menjadi item-item penting yang mempengaruhi motivasi para mahasiswa untuk mengikuti kegiatan ibadah yang ada dalam persekutuan ini. Artinya nilai-nilai keagamaan yang ada dari gerakan ini bukan satu-satunya yang mempengaruhi para mahasiswa untuk terlibat di dalamnya. Nilai-nilai keagamaan tersebut didapat melalui keikutsertaan para mahasiswa di dalam kegiatan yang ada dalam gerakan ini.

Dalam teori Freud tentang motivasi beragama, rasa frustrasi menjadi salah satu alasan orang-orang akan bersikap religius. Jika manusia gagal dalam memperoleh kebutuhan yang diinginkannya seperti rasa cinta, kebutuhan duniawi, rasa hormat, penghargaan dll. Tetapi karena gagal mendapatkan hal

(16)

70

tersebut maka manusia akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan.75 Hal ini juga terlihat dari beberapa hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap mahasiswa UKSW yang aktif dalam persekutuan ini. Para mahasiswa ini termotivasi untuk terlibat di dalamnya karena ada suatu penerimaan yang baik. Kebutuhan-kebutuhan seperti pengakuan diri, kebutuhan akan rasa rasa hormat, penghargaan dan lain lain mereka dapatkan ketika terlibat dalam persekutuan ini.

Happy Center sebagai sebuah gerakan keagamaan juga telah menjadi sebuah tempat di mana para mahasiswa dapat saling menceritakan masalah-masalah yang dialami baik itu masalah-masalah perkuliahaan maupun masalah-masalah-masalah-masalah hidup lainnya, yang kemudian mencari solusi bersama dengan sang Pendeta maupun bersama para mahasiswa lainnya kemudian saling mendoakan. Pengakuan seorang mahasiswa:

“Happy Center telah menjadi tempat yang baik bagi saya untuk dapat menceritakan masalah-masalah yang saya hadapi, pergumulan-pergumulan hidup juga dapat saya ceritakan di sini dan Pak Ho sangat peduli dengan kami para mahasiswa yang aktif di dalamnya.”

Di sinilah dapat dilihat bahwa sebuah gerakan keagamaan khususnya yang penulis temukan dari Happy Center telah menjadi tempat di luar gereja yang dapat memberi kebebasan bagi individu untuk mengungkapkan keinginannya kepada Tuhan.

(17)

71

Persekutuan ini juga telah membebaskan mereka untuk mengungkapkan apa yang menjadi keingingan mereka. Sangat berbeda dengan gereja yang terlihat begitu kaku. Frustasi sosial dalam konteks gerakan keagamaan ini juga sangat berkaitan dengan kepuasan rohani. Dalam tata aturan gereja, liturgi yang terkesan kaku dan menjadi otoritas dari para pemimpin agama menjadikan orang-orang tidak mengalami sebuah kepuasan rohani. Kepuasan rohani ini akan diekspresikan keterlibatan mereka dalam setiap unsur liturgi yang ada, baik itu Pembawa Firman, Pendoa Syafaat maupun sebagai Pemandu Pujian.

4.3 Analisis Kritis

Agama dan gerakan keagamaan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan dan memiliki korelasi yang sangat kuat. Agama menjadi sesuatu yang akan terlihat kaku dan tidak bermakna apabila tidak dapat diaktualisasikan dalam bentuk yang praksis oleh penganutnya baik secara individu maupun secara kolektif.76 Namun dalam perspektif yang lain terkadang kemunculan gerakan keagamaan juga dapat mendorong pada konflik yang terjadi dalam masyarakat, maupun dalam kehidupan bergereja. Karena itu pada bagian ini penulis akan merumuskan beberapa analisis kritis terhadap Happy Center sebagai gerakan keagamaan;

1) Happy Center dengan cirinya sebagai gerakan kegamaan berorientasi nilai, sebenarnya berusaha untuk lebih terbuka kepada gereja dan kepada lingkungan sosial melalui setiap bentuk pelayanan ataupun pelayanan

76 Flavius Flories Andries, “GERAKAN FUNDAMENTALISME DALAM KONTEKS PLURALITAS KAMPUS (Studi Kasus Kelompok Mahasiswa Kristen Pascasarjana Universitas Gadjah Mada)”,

(18)

72

sosial, tetapi dalam perkembangan sangat dipengaruhi oleh pemimpin sebagai sosok kharismatik, hal ini mengakibatkan adanya ketergantungan dari para anggotanya pada sosok pemimpin gerakan ini. Bagi penulis, sumber daya, penyediaan fasilitas-fasilitas dan pemberian bantuan dalam bentuk beasiswa dan bantuan keuangan yang diberikan oleh pemimpin gerakan ini juga telah menjadi daya tarik yang mempengaruhi motivasi keterlibatan para mahasiswa dalam gerakan ini mengakibatkan adanya sikap opurtunis yang kemungkinan dimiliki oleh para mahasiswa yang terlibat di dalamnya. Hal ini juga terlihat dari terbatasnya jumlah anggota dari gerakan ini yang hanya didominasi oleh para mahasiswa yang memiliki hubungan dekat dan juga di dominasi latar belakang daerah yang sama.

2) Penulis melihat bahwa perlu adanya kesadaran dari para anggota gerakan ini terhadap nilai-nilai keagamaan yang ditekankan dari pembentukan gerakan ini agar tujuan dari gerakan ini dapat tercapai. Hal ini menjadi penting agar motivasi keikutsertaan para anggota dari gerakan ini murni hanya pada nilai-nilai dari gerakan ini, pembentukan karakter dan tujuan dari visi yang ingin dicapai dari pendiri gerakan ini perkembangan dari gerakan tidak hanya bergantung pada pemimpin dari gerakan ini.

3) Penulis menemukan bahwa gerakan keagamaan Happy Center lebih berorientasi pada peningkatan serta pertumbuhan nilai keagamaan yang didominasi oleh pendalaman nilai-nilai Alkitabiah. Nilai-nilai seperti

(19)

73

solidaritas, kekeluargaan hanya dijadikan norma yang mengatur para anggota dari gerakan ini untuk dapat hidup secara komunal.

Gerakan keagamaan Happy Center telah menjadi wadah atau ruang bagi para mahasiswa untuk hidup secara oikumenis atau secara komunal dengan berbagai perbedaan maupun dedominasi gereja dari para anggotanya, dari pengakuan para mahasiswa dan juga dari hasil wawancara penulis dengan pendiri yang sekaligus adalah pemimpin gerakan ini, Happy Center bukanlah pembentukan agama baru dan juga bukan bagian yang terpisahkan dari gereja-gereja yang ada di Salatiga.

Gerakan keagamaan Happy Center telah menjadi wadah atau ruang bagi para mahasiswa untuk hidup secara oikumenis atau secara komunal dengan berbagai perbedaan maupun dedominasi gereja dari para anggotanya, tetapi sikap fanatik dan eksklusifisme gerakan ini menjadi terisolir dari perkembangan wacana maupun praksis keagamaan. Tidak pernah ada proses dialektika dengan gereja-gereja yang ada di Salatiga dalam bentuk dialog.

Referensi

Dokumen terkait

mengerti kata depan atau tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa disekitarnya dan tidak mengikuti arahan dua perintah dari orang dewasa serta dalam bahasa

Sementara itu, Malang Sari tejamantri yang sedang berguru ilmu di mandala ayu mendapat firasat, bahwa terjadi kekacauan di Nagara gurung gurubuh babakan bale salaka,

Teknik sampling yang digunakan adalah dengan probability sampling , yaitu stratified random sampling dan didapat 91 orang sebagai sampel Hasil: Dari 91 responden

Berdasarkan pada pemahaman-pemahaman menurut mazhab Syafi’i, bahwa ketika akan mencuci pakaian hendaknya para pengguna mesin cuci atau usahawan laundry

Optimasi dalam pembuatan formula sangat diperlukan untuk mengetahui konsentrasi bahan pengikat dan bahan penghancur yang tepat sehingga dapat dihasilkan tablet

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk setiap

Ada jenis- jenis pertanyaan lain yang relevan dengan doa yang bukan termasuk tindakan permohonan kepada Tuhan, misalnya: Apakah Tuhan yang maha kuasa dan maha

• Secara periodik melakukan kunjungan dan pemeriksaan untuk memastikan Standart Operating Prosedur telah dilaksanakan pada bagian pengolahan, laboratorium dan maintenance..