• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman tanaman di Indonesia mempunyai potensi sebagai obat baru yang dapat digunakan oleh masyarakat. Antiplatelet yang berasal dari senyawa tanaman makanan, buah-buahan dan sayur-sayuran masih banyak dieksplorasi untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Kubis merah (Brassica oleracea var. capitata L.) memiliki kandungan flavonoid, antosianin, asam fenolik dan turunan asam hidrosnamid yang memiliki aktivitas farmakologi yang sangat berguna bagi masyarakat (Cartea et al., 2011). Kandungan flavonoid yang tinggi pada tanaman kubis merah memiliki peran dalam menghambat agregasi platelet dengan mekanisme kerja menghambat pelepasan mediator arakidonat (Middleton, 1998). Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak etanol kubis merah memiliki aktivitas antiplatelet pada kadar 38,76 mg/kgBB pada mencit dengan berat badan 20-30 g (Putri et al., 2014).

Pengobatan tradisional saat ini banyak digunakan pada masyarakat. Pada masyarakat kubis merah sering kali dikonsumsi sebagai sayur. Untuk mengaplikasikan kubis merah sebagai antiplatelet dapat diformulasikan menjadi bentuk tablet. Sediaan tablet dapat meningkatkan efisiensi dan lebih praktis penggunaannya. Pada pembuatan tablet bahan-bahan yang diperlukan selain zat aktif merupakan bahan tambahan. Bahan tambahan yang diperlukan antara lain, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan pelicin dan bahan pengisi.

Bahan pengikat atau adesif ditambahkan dalam formulasi tablet untuk menambah kohesifitas serbuk sehingga memberi ikatan yang penting untuk membentuk granul yang baik sehingga saat pengempaan akan membentuk suatu massa kohesif atau kompak pada tablet (Siregar and Wikarsa, 2010). Bahan pengikat pada metode granulasi basah dapat menggunakan CMC Na yang merupakan bahan pengikat berasal dari polimer sintetik. Sifat CMC Na mudah terdispersi dalam air pada semua suhu. Kelemahan CMC Na memiliki sifat higroskopis yang mampu menyerap air dengan jumlah yang signifikan pada suhu

(2)

370C dengan relative kelembaban 80%. CMC Na digunakan sebagai bahan pengikat pada konsentrasi 1-6% (Rowe et al., 2009). Bahan penghancur ditambahkan bertujuan menyebabkan tablet yang dikempa pecah (terdisintegrasi) jika ditempatkan dalam lingkungan berair (Siregar and Wikarsa, 2010). Bahan penghancur yang digunakan yaitu metil selulosa dengan konsentrasi 2-10%. Dipilih bahan penghancur metil selulosa karena penggunaannya secara luas digunakan dalam formulasi sediaan oral yang memiliki daya tarik tinggi terhadap air yang menyebabkan mudah mengembang jika terkena air sehingga metilselulosa dapat memecah tablet mejadi bagian yang lebih kecil (Rowe et al., 2009).

Jumlah bahan pengikat yang digunakan akan mempengaruhi kualitas granul yang dihasilkan. Jika jumlah konsentrasi bahan pengikat yang digunakan terlalu sedikit, akan mempengaruhi granul yang dihasilkan mudah rapuh. Sedangkan apabila konsentrasi bahan pengikat terlalu banyak, menyebabkan granul terlalu keras. Selain itu bahan pengikat merupakan penentu terhadap keseragaman ukuran, kekerasan, dan mudah tidaknya granul yang dihasilkan tersebut dikempamenjadi tablet (Hadisoewignyo and Fudholi, 2013). Bahan penghancur pada dasarnya menentang efisiensi pengikat tablet dan gaya fisik yang bertindak dibawah pengempaan untuk membuat tablet. Semakin besar zat pengikat maka makin efektif bahan penghancur agar tablet melepaskan zat aktifnya (Siregar and Wikarsa, 2010). Konsentrasi bahan penghancur yang terlalu sedikit akan menyebabkan waktu hancur terlalu panjang, kekerasan tablet yang besar dan menurunkan kerapuhan tablet. Bahan penghancur yang terlalu banyak akan menurunkan kekerasan, meningkatkan kerapuhan dan memperpendek waktu hancur tablet yang dihasilkan (Hadisoewignyo and Fudholi, 2013).

Berdasarkan paparan diatas, maka perlu dilakukan optimasi konsentrasi bahan pengikat dan bahan penghancur untuk mendapatkan formula tablet ekstrak etanol kubis merah yang optimum dan memenuhi syarat-syarat tablet yang baik sesuai dengan literatur. Optimasi dilakukan menggunakan aplikasi Design expert v.10.03.1 (trial) untuk mempersingkat waktu dalam menemukan formulasi yang baik. Metode optimasi yang digunakan simplex lattice design untuk mendapatkan

(3)

formulasi terbaik secara sederhana dan efisien (Bolton and Bon, 2004). Optimasi dilakukan untuk memperoleh perbandingan bahan pengikat dan bahan penghancur yang tepat sehingga menghasilkan tablet dengan karakteristik sifat fisik yang optimum.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh perbandingan bahan pengikat CMC Na dan bahan penghancur metil selulosa terhadap sifat fisik tablet ekstrak etanol kubis merah?

2. Berapa perbandingan penggunaan CMC Na dan metil selulosa untuk menghasilkan takaran formula yang optimum?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini:

1. Mengetahui pengaruh perbandingan bahan pengikat CMC Na dan bahan penghancur metil selulosa terhadap sifat fisik tablet .

2. Memperoleh perbandingan CMC Na dan metil selulosa untuk menghasilkan takaran formula yang optimum.

D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Kubis Merah

a. Klasifikasi tanaman kubis merah

Menurut (Natural Resources Conservation Service, 2016) sistematika tanaman kubis merah berdasarkan klasifikasinya adalah,

Divisio : Magnoliophyta Sub divisio : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Capparales

Famili : Cruciferae (Brassicaceae) Genus : Brassica L.

(4)

b. Daerah asal dan morfologi tanaman kubis merah

Bentuk daun kubis merah, krop-krop kubis merah yang membentuk telur dan penampang kubis merah ditampilkan pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Tanaman kubis merah meliputi: (a) daun kubis merah, (b) krop-krop kubis merah yang membentuk telur, dan (c) penampang kubis merah

Tanaman kubis banyak tumbuh di daerah dataran tinggi 1000-200 meter diatas permukaan laut. Keadaan iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kubis yaitu daerah dengan kelembaban yang relatif dan dingin. Kelembaban pada pertumbuhan kubis merah berkisar antara 80-90% pada suhu 15-20oC dan sinar matahari yang cukup (Susila, 2006). Kubis merah memiliki ciri-ciri daun atau krop yang saling menutup satu sama lain membentuk krip (telur) dan warna krop merah keunguan. Daun kubis memiliki bermacam bentuk yaitu, bulat, oval, lonjong, membentuk roset akar yang besar dan tebal. Krop yang pecah akan mengeluarkan malai bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang, daun kecil, mahkota tegak dan berwarna kuning. Buahnya polong berbentuk silindris dengan panjang antara 5-10 cm dan memiliki biji banyak. Diameter biji antara 2-4 mm dengan warna coklat kelabu dan memiliki akar serabut (Dalimartha, 2000).

Kubis merah memiliki nama dari beberapa negara, yaitu: kubis merah (Indonesia), Rode Kool (Belanda), suitkool (Afrika), Chou Cobus (Prancis), Kopfkohl (Jerman), Purple/ Red Cabbage (Inggris) (Heyne, 1987).

c. Manfaat tanaman kubis merah

Kubis merah banyak mengandung senyawa kimia seperti vitamin A, C, E, kalsium, flavonoid dan glikosida isotiosianat. Kubis merah juga banyak mengandung air, lemak, protein, karbohidrat, fosfor, besi, natrium, kalium,

(5)

kalsium, indol, glukosinolat dan beta karoten. Selain itu juga mengandung senyawa sianohidrok-sibutena (CHB), sulforafan dan iberin (Cartea et al., 2011).

Kubis merah banyak memiliki aktifitas, antara lain sebagai antikanker, antioksidan, antiplatelet, arterosklerosis, diabetes militus dan antihiperlipid. Selain itu kubis merah juga banyak digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan kosmetik (Jaiswal et al., 2012).

Kandungan flavonoid yang tinggi pada tanaman kubis merah dapat menghambat adhesi, agregasi, dan memiliki aktivitas antiplatelet yang tinggi. Flavonoid dapat menghambat agregasi platelet dengan kerja menghambat pelepasan mediator arakidonat (Middleton, 1998). Selain itu kandungan glikosida isotiosianat pada kubis merah juga memiliki aktivitas sebagai antiplatelet (Morimitsu et al., 2000).

2. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan yang diperoleh melalui proses ekstraksi senyawa aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut yang dihasilkan diuapkan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia yang larut dari serbuk simplisia, terpisah dari bahan yang tidak larut dengan cairan pengekstraksi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti, infusa dan dekok. Maserasi merupakan metode yang sering digunakan dengan melarutkan simplisia pada pelarut yang cocok dan sesekali diaduk pada suhu ruangan (Direktorat Jenderal POM, 2005).

Perkolasi merupakan proses ekstraksi senyawa kimia yang terlarut dari jaringan selular simplisia dengan mengalirkan pelarut pada perkolator. Metode sokletasi merupakan metode ekstraksi yang menggunakan prisnsip perendaman dan pemanasan simplisia dengan pelarut yang digunakan (Direktorat Jenderal POM, 2005).

3. Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak yang mengandung bahan aktif atau bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi dengan metode pembuatan cetak dan

(6)

kempa (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1994). Komposisi utama dari tablet adalah zat aktif yang berkhasiat, sedangkan bahan pengisi yang dapat digunakan dalam pembuatan tablet terdiri dari bahan penghancur, bahan pengisi, bahan pengikat dan bahan tambahan lainnya (Ansel and Ibrahim, 1989).

a. Bahan Pengisi

Bahan pengisi merupakan zat tambahan yang berfungsi untuk menyesuaikan bobot serta ukuran tablet jika berat zat aktif tidak memenuhi massa tablet. Selain itu berfungsi untuk memperbaiki daya kohesi tablet sehingga tablet dapat dikempa dengan baik dan dapat mengatasi kelembapan yang mempengaruhi kestabilan zat aktif (Anief, 2002). Secara umum bahan pengisi yang ditambahkan dalam tablet dengan rentang konsentrasi antara 5-80% dari bobot tablet (Hadisoewignyo and Fudholi, 2013).

b. Bahan pengikat

Bahan pengikat dapat mempengaruhi gaya kohesif antarpartikel serbuk, sehingga bahan pengikat berfungsi untuk membentuk tablet yang kompak dan kuat setelah dikempa (Anwar, 2012). Bahan pengikat berpengaruh dalam pembentukan hasil tablet. Penggunaan bahan pengikat dapat mempengaruhi keseragaman ukuran, kekerasan dan keberhasilan dalam pembuatan granul untuk dikempa menjadi tablet(Hadisoewignyo and Fudholi, 2013).

c. Bahan penghancur

Bahan penghancur (disintegran) berfungsi untuk mempermudah terjadi pecah atau penghancuran tablet saat kontak langsung dengan cairan saluran cerna, selain itu berguna untuk menarik air kedalam tablet sehingga menjadikan tablet dapat mengembang dan dapat pecah menjadi bagian-bagian awalnya. Pemecahan bagian-bagian awal tablet menyebabkan zat aktif dapat menimbulkan efek yang diinginkan (Aulton, 2002).

d. Bahan pelicin

Bahan pelicin memiliki beberapa fungsi, yaitu: pengatur aliran, bahan pelincin dan dapat memisahkan hasil dengan cetakan (Voigt, 1984). Bahan pelicin dapat memperbaiki sifat alir dengan cara mengisi permukaan partikel granul yang

(7)

kasar sehingga permukaan granul menjadi lebih licin serta mudah untuk mengalir dan dapat memperbaiki keseragaman bobot (Hadisoewignyo and Fudholi, 2013). e. Metode pembuatan tablet

Metode pembuatan tablet menggunakan metode yang tepat sesuai dengan sifat zat aktif dan zat tambahannya. Terdapat tiga metode pembuatan tablet, yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung (Hadisoewignyo and Fudholi, 2013). Metode granulasi basah merupakan metode yang digunakan pada bahan-bahan obat yang tahan terhadap pemanasan dan bahan yang tidak mudah terurai oleh air. Metode ini dapat menaikkan kohefisitas dan kompresibilitas serbuk tablet sehingga serbuk-serbuk yang terbentuk dapat dikempa dengan tekanan tertentu. Pada metode ini, tablet yang dihasilkan memiliki massa yang kompak sehingga tablet bagus, keras dan tidak mudah rapuh (Bandelin, 1989).

Metode granulasi kering dilakukan dengan penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat yang telah dibasahi atau dilembabkan dengan bahan pembasah yang sesuai dan takaran yang tepat. Metode granulasi kering dengan cara memadatkan massa serbuk yang jumlahnya besar dan setelah itu dipecahkan menjadi pecahan-pecahan granul yang lebih kecil selanjutnya dikeringkan pada temperatur yang dinaikkan atau temperatur yang tinggi. Metode ini digunakan pada bahan aktif dan eksipien yang memiliki karakteristik sifat kohesi yang tinggi sehingga dapat dibentuk granul dengan massa yang jumlahnya besar. Metode ini digunakan pada bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah (Ansel and Ibrahim, 1989). Menurut Siregar and Wikarsa (2010) metode kempa langsung merupakan proses pembuatan tablet dengan mengempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien-eksipien yang mengalir dengan seragam pada lubang kempa lalu membentuk massa padatan yang kokoh tanpa melalui praperlakuan granulasi basah atau kering pada saat pencampuran serbuk. Keuntungan metode kempa langsung, yaitu: lebih ekonomis, proses lebih singkat, dapat digunakan pada bahan yang tidak tahan terhadap suhu panas, waktu hancur dan disolusinya lebih baik(Voigt, 1984).

(8)

4. Monografi bahan dalam formulasi tablet a. Laktosa

Laktosa adalah bentuk disakarida dari karbohidrat yang dapat dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa merupakan produk disakarida yang berasal dari susu sapi dengan konsentrasi sekitar 4,5%. Sifat laktosa kompresibilitas baik, tidak reaktif, sifat alir baik(Hadisoewignyo and Fudholi, 2013). Pemerian laktosa serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa agak manis. Kelarutan mudah larut air dan air mendidih, dan tidak larut pada etanol (95%) (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Laktosa banyak digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah (Rowe et al., 2009).

b. CMC Na

CMC Na merupakan garam sodium polikarboksilmetil eter yang berasal dari selulosa. CMC Na sebagai bahan pengikat dapat memberikan hasil yang baik terhadap tablet dengan tingkat kekerasan sedang. CMC Na besifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada pH 2-10. Dalam penggunan bahan pengikat pada sediaan tablet digunakan pada rentang konsentrasi 1,0-6,0 % (Rowe et al., 2009).

c. Metil selulosa

Metil selulosa merupakan rantai panjang selulosa yang memiliki gugus hidroksil sekitar 27-32%. Tingkat substitusi metil selulosa mempengaruhi sifat fisik dan kelarutannya karena substitusi metil selulosa merupakan kemampuan untuk melekat pada setiap anhidroglukosa sepanjang unit rantai (Rowe et al., 2009). Metil selulosa merupakan bahan matriks yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat dalam cairan saluran cerna. Metil selulosa bekerja dengan membentuk lapisan hidrogel dengan viskositas yang tinggi pada daerah sekitar sediaan setelah kontak langsung dengan cairan saluran cerna, keadaan ini merupakan kerja metil selulosa yang menghalangi lepasnya obat dari matriks secara cepat (Allen et al., 2009). Sebagai bahan penghancur digunakan pada konsentrasi antara 2-10% dari bobot tablet yang digunakan (Rowe et al., 2009).

(9)

d. Natrium Lauril Sulfat

Natrium lauril sulfat adalah campuran garam natrium dari senyawa normal alkil sulfat primer terutama terdiri dari natrium dodekil sulfat. Mengandung tidak kurang dari 85% natrium sulfat. Pemerian serbuk atau hablur, warna putih atau kuning pucat, bau lemah dan khas. Kelarutan sangat mudah larut dalam air, larutan berkabut, larut sebagian dalam etanol (95%) (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Dalam pembuatan tablet na lauril sufat banyak digunakan sebagai bahan pelicin dengan konsentrasi antara 1-2% dari bobot tablet yang dibuat(Rowe et al., 2009).

5. Optimasi

Optimasi yaitu suatu pendekatan empiris yang digunakan untuk memperkirakan jawaban yang tepat sebagai fungsi dari variabel yang sedang dikaji berdasarkan dengan suatu respon yang dihasilkan dari suatu rancangan percobaan yang dilakukan. Teknik optimasi yang digunakan adalah Simplex lattice design, optimasi sistematik ini paling sering banyak digunakan. Pada optimasi ini diharapkan mendapatkan hasil formula yang baik(Kurniawan and Sulaiman, 2009). Pembuatan kombinasi menggunakan desain simpleks karena metode ini telah mencakup seluruh aspek ruang secara simetris. Hasil dari eksperimen selanjutnya akan digunakan untuk menghitung persamaan dalam memperkirakan suatu respon(Bolton and Bon, 2004). Pendekatan kondisi optimal akan bergerak menjauh dari nilai-nilai yang tidak diinginkan dari respon. Nama simplex diartikan sebagai bentuk geometris yang bergerak di permukaan respon yang didefinisikan dalam ruang, sehingga pendekatan simplex dua variabel memiliki bentuk segitiga dengan dua variabel independen X1 dan X2(Armstrong and Jamen, 1996).

Dalam pendekatan simplex digunakan Persamaan 1.

Y = β1 (A) + β2 (B) + β12 (A)(B). ………... (1) Keterangan:

Y = respon (hasil percobaan) A = fraksi komponen CMC Na B = fraksi komponen metil selulosa

(10)

β1, β2, β12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

(Kurniawan and Sulaiman, 2009)

E. Landasan Teori

Kubis merah telah diuji memiliki beberapa aktifitas salah satunya sebagai antiagregasi platelet untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Putri et al., 2014) menunjukkan bahwa ekstrak etanol kubis merah memiliki aktivitas sebagai antiplatelet dengan dosis optimal 38,76 mg/kgBB/hari pada mencit dengan berat badan rata-rata 20 g. Penggunaan bahan pengikat dan penghancur pada pembuatan tablet sangat mempengaruri sifat fisik dan kimia tablet. Pada umumnya semakin tinggi bahan pengikat tablet maka akan meningkatkan daya kekerasan tablet, menurunkan kerapuhan tablet dan memperpajang waktu hancur tablet. Penggunaan bahan penghancur dapat membantu dalam penghancuran tablet yang menyebabkan waktu pelepasan zat aktif sesuai yang diinginkan (Allen et al., 2009).

Bahan pengikat yang digunakan pada formulasi ini adala CMC Na. Bahan pengikat membantu untuk meningkatkan daya pengikatan partikel-partikel komponen tablet yang digunakan. Penggunaan bahan pengikat dapat mempengaruhi sifat fisik tablet (Suryani, 2014). CMC Na dengan konsentrasi 2-3% dapat digunakan sebagai bahan pengikat yang menghasilkan tablet dengan kekerasan yang baik (Susila, 2006). Konsentrasi CMC Na yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat antara 1-6% dari bobot tablet yang dibuat (Rowe et al., 2009).

Komponen eksipien yang juga penting dalam pembuatan tablet adalah bahan penghancur. Bahan penghancur yang digunakan adalah metil selulosa. Metil selulosa sebagai penghancur memberikan efek menghancurkan tablet menjadi ukuran partikel-partikel yang lebih kecil saat berkontak langsung dengan cairan saluran pencernaan harus memiliki konsentrasi yang ideal (Chhabra et al., 2007). Pada konsentrasi 5% metil selulosa dapat digunakan sebagai bahan penghancur dan menghasilkan tablet dengan waktu hancur yang cepat saat kontak dengan cairan saluran cerna manusia (Esezobo, 1989). Sebagai bahan penghancur

(11)

konsentrasi metil selulosa dengan konsentrasi antara 2-10% dapat menghasilkan sifat fisik yang baik (Rowe et al., 2009).

Optimasi dalam pembuatan formula sangat diperlukan untuk mengetahui konsentrasi bahan pengikat dan bahan penghancur yang tepat sehingga dapat dihasilkan tablet sesuai dengan sifat fisik yang baik yaitu keseragaman bobot, waktu hancur tablet, kekerasan dan kerapuhan.

F. Hipotesis

1. Adanya perbedaan konsentrasiantara bahan pengikat CMC Na dan bahan penghancur metil sesulosa pada tablet ektrak etanol kubis merah diduga menghasilkan tablet dengan sifat fisik yang berbeda yaitu kekerasan meningkat, kerapuhan menurun dan memperpendek waktu hancur.

2. Penggunaan kombinasi bahan pengikat CMC Na dan bahan penghancur metil selulosa dalam pembuatan tablet ekstrak etanol kubis merah pada kadar tertentu diduga dapat membentuk tablet dengan sifat fisik yang optimum.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan Lansia (Lanjut Usia) ... Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. BAB III METODE

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa dan aktivitas guru pada mata pelajaran dasar-dasar otomotifdengan menggunakan model pembelajaran

Aulia Akbar (1103822): Pengaruh Model Experiential Learning terhadap Berpikir Kreatif dan Keterampilan Menulis Karangan Siswa Sekolah Dasar. Penelitian ini

PERMASALAHAN KETERANGAN.

Masa remaja merupakan masa yang bergejolak dan saat remaja berada pada kondisi yang tidak stabil, oleh karena itu mereka dapat dengan mudah terpengaruh oleh

keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan diabetes mellitus. Karya tulis ilmiah ini dapat dipakai untuk sebagai salah

merupakan perangkat yang idealnya diharapkan bekerja efektif, langsung memutus jalur listrik, namun pada tulisan ini penulis mengkaji kegagalan fungsi proteksi

Berdasarkan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa pada Siklus I aktivitas guru termasuk kategori cukup baik dengan skor total 11 sedangkan untuk aktivitas belajar siswa