• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

SKRIPSI PUTRI MULYA SARI

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

PUTRI MULYA SARI. D24103047. 2007. Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi

Pemeliharaan ayam kampung secara tradisional menyebabkan kesehatan dan perkembangan ayam sulit terkontrol, sehingga ayam mudah terserang penyakit seperti terinfeksi cacing. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang usus halus pada unggas. Infeksi penyakit terhadap tubuh ternak menyebabkan penyerapan zat-zat nutrisi tidak terjadi dengan sempurna, termasuk lemak. Bawang putih merupakan tanaman obat tradisional yang mengandung zat aktif yaitu dialilsulfida dan allicin yang diduga mempunyai daya bunuh parasit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bubuk bawang putih terhadap kandungan lemak darah ayam kampung yang diinfeksi telur infektif cacing Ascaridia galli pada ayam kampung umur 7 minggu dengan dosis 2.500 telur per ekor. Ransum grower diberikan untuk ayam umur 5-9 minggu dan ayam umur 10-11 minggu diberikan ransum perlakuan yaitu P1 (ransum grower sebagai kontrol), P2 (ransum grower + 2% piperazine sitrat dalam ransum), P3 (ransum grower + 2,5% bubuk bawang putih dalam ransum), P4 (ransum grower + 5,0% bubuk bawang putih dalam ransum), P5 (ransum grower + 7,5% bubuk bawang putih dalam ransum). Pengambilan darah dilakukan di pembuluh darah vena jugularis ayam kampung pada saat umur 6 minggu (sebelum infeksi), umur 9 minggu (saat infeksi), dan umur 11 minggu (setelah pemberian perlakuan). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Peubah yang diamati adalah kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL serum ayam kampung.

Adanya infeksi cacing menyebabkan penurunan kolesterol sebesar 53,65% dan trigliserida sebesar 16,33%, serta peningkatan HDL sebesar 39,91% dan LDL serum ayam kampung sebesar 27,78%. Berdasarkan hasil analisa statistik, penambahan bubuk bawang putih dengan dosis 2,5-7,5% sebagai antelmintika alami tidak menunjukan hasil yang signifikan (p>0,05) terhadap kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum, namun signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan HDL serum ayam kampung. Persentase perubahan kadar lemak darah sedikit meningkat yaitu kadar kolesterol sebesar 2,74-3,47%, trigliserida sebesar 18,37-20,00%, HDL sebesar 2,50-2,66% dan LDL sebesar 3,64-10,87% terjadi setelah penambahan bubuk bawang putih dengan dosis 2,5-5,0% ke dalam ransum jika dibandingkan dengan kadar kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL serum sebelum pemberian bubuk bawang putih (saat penginfeksian).

(3)

ABSTRACT

The Evaluation of Utilization Garlic Powder on Blood Lipid Content of Domestic Chicken which Infected of Ascaridia galli

P. M. Sari., D. M. Suci., W. Hermana

Ascaridia galli is one of parasite in domestic chickens (Gallus gallus). It is very harmfull especially for their performance, anthelmintics are usually need to kill the parasite. The experiment was conducted to study the evaluation of utilization garlic powder on blood lipid content of domestic chickens (Gallus galus) which infected by 2,500 dosages of Ascaridia galli infective eggs. One and a half month chickens were infected by infective eggs of Ascaridia galli. The diet grower was given for chickens with age 5-12 weeks and chickens with age 10-11 weeks was given the treatment diets, and they were P1 = diet grower, P2 = P1 + 2% piperazine sitrat, P3 = P1 + 2.5% garlic powder, P4 = P1 + 5% garlic powder, P5 = P1 + 7.5% garlic powder. The blood was taken from chicken’s jugular veins at age 6 weeks (before infection), age 9 weeks (after infection) and chickens at age 11 weeks (after treatment). Treatments were allocated in a completely randomized design with five treatment and three replication. The data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and if it was significant, continued with Duncan Multiple Range Test. Parameters observed were cholesterol, triglyceride, HDL, and LDL. The experiment showed that the effect of worm infection decreased cholesterol level 53.65% and trigliserida level 16.33%, and increased HDL level 39.91% and LDL level was 27.78%. The result showed that garlic powder as an anthelmintic had no significantly (p>0.05) effect of cholesterol, triglyceride, and LDL serum concentration and had significantly (p<0.05) increased HDL level was 2.50-10.36%.

(4)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

PUTRI MULYA SARI D24103047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

Oleh

PUTRI MULYA SARI D24103047

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Mei 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Dwi Margi Suci, MS. Ir. Widya Hermana, M.Si. NIP. 131 671 592 NIP. 131 999 586

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1985 di Magelang Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Chabibul Wadud dan Ibu Istichanah.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Blondo 3, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP N 2 Magelang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Almuayyad Surakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2003.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT penguasa alam semesta hanya dengan pertolongan dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Awal dari penelitian ini adalah penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang tergabung menjadi satu tim. Dalam tim ini, terdapat beberapa topik penelitian yaitu :

1. Pengaruh Pemberian Bawang Putih dalam Ransum terhadap Organ Dalam serta Histopatologi Usus dan Hati Ayam Kampung yang Diinfeksi Ascaridia galli (Siti Nurjanah).

2. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Putih pada Ransum terhadap Gambaran Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Nematoda (Ascaridia galli) (Rachmad Budiman).

3. Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Ascaridia galli (Rani Pudjihastuti).

Penggunaan bubuk bawang putih dalam ransum sebagai antelmintika alami diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dan mudah bagi peternak kecil dalam menanggulangi masalah infeksi cacing pada ayam kampung. Selain itu, penggunaan bubuk bawang putih lebih aman terhadap kesehatan jika dibandingkan dengan antelmintika komersial karena pemakaian antelmintika komersil secara terus menerus dapat menyebabkan timbulnya populasi cacing yang resisten terhadap antelmintika serta residu pada produk pangan asal hewan.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Juni 2007

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat

Dimakan ... 4

2. Bahan Aktif Beberapa Derifat Piperazine ... 7

3. Tahapan Pemberian Ransum selama Pemeliharaan... 17

4. Susunan Ransum Ayam Kampung ... 17

5. Komposisi Premix ... 18

6. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Ayam Kampung... 18

7. Kandungan Zat Nutrisi Bubuk Bawang Putih ... 20

8. Waktu Pengambilan Darah ... 21

9. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Sebelum dan Saat Penginfeksian... 27

10. Persentase Perubahan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Saat Penginfeksian ... 28

11. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 30

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Komponen Kimiawi Bawang Putih ... 5

2. Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina... 8

3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli... 9

4. Diagram Absorpsi Zat Makanan Lemak ... 12

5. Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih ... 19

6. Telur Cacing Ascaridia galli... 24

(11)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

SKRIPSI PUTRI MULYA SARI

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

PUTRI MULYA SARI. D24103047. 2007. Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, MSi

Pemeliharaan ayam kampung secara tradisional menyebabkan kesehatan dan perkembangan ayam sulit terkontrol, sehingga ayam mudah terserang penyakit seperti terinfeksi cacing. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang usus halus pada unggas. Infeksi penyakit terhadap tubuh ternak menyebabkan penyerapan zat-zat nutrisi tidak terjadi dengan sempurna, termasuk lemak. Bawang putih merupakan tanaman obat tradisional yang mengandung zat aktif yaitu dialilsulfida dan allicin yang diduga mempunyai daya bunuh parasit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bubuk bawang putih terhadap kandungan lemak darah ayam kampung yang diinfeksi telur infektif cacing Ascaridia galli pada ayam kampung umur 7 minggu dengan dosis 2.500 telur per ekor. Ransum grower diberikan untuk ayam umur 5-9 minggu dan ayam umur 10-11 minggu diberikan ransum perlakuan yaitu P1 (ransum grower sebagai kontrol), P2 (ransum grower + 2% piperazine sitrat dalam ransum), P3 (ransum grower + 2,5% bubuk bawang putih dalam ransum), P4 (ransum grower + 5,0% bubuk bawang putih dalam ransum), P5 (ransum grower + 7,5% bubuk bawang putih dalam ransum). Pengambilan darah dilakukan di pembuluh darah vena jugularis ayam kampung pada saat umur 6 minggu (sebelum infeksi), umur 9 minggu (saat infeksi), dan umur 11 minggu (setelah pemberian perlakuan). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan. Peubah yang diamati adalah kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL serum ayam kampung.

Adanya infeksi cacing menyebabkan penurunan kolesterol sebesar 53,65% dan trigliserida sebesar 16,33%, serta peningkatan HDL sebesar 39,91% dan LDL serum ayam kampung sebesar 27,78%. Berdasarkan hasil analisa statistik, penambahan bubuk bawang putih dengan dosis 2,5-7,5% sebagai antelmintika alami tidak menunjukan hasil yang signifikan (p>0,05) terhadap kadar kolesterol, trigliserida dan LDL serum, namun signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan HDL serum ayam kampung. Persentase perubahan kadar lemak darah sedikit meningkat yaitu kadar kolesterol sebesar 2,74-3,47%, trigliserida sebesar 18,37-20,00%, HDL sebesar 2,50-2,66% dan LDL sebesar 3,64-10,87% terjadi setelah penambahan bubuk bawang putih dengan dosis 2,5-5,0% ke dalam ransum jika dibandingkan dengan kadar kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL serum sebelum pemberian bubuk bawang putih (saat penginfeksian).

(13)

ABSTRACT

The Evaluation of Utilization Garlic Powder on Blood Lipid Content of Domestic Chicken which Infected of Ascaridia galli

P. M. Sari., D. M. Suci., W. Hermana

Ascaridia galli is one of parasite in domestic chickens (Gallus gallus). It is very harmfull especially for their performance, anthelmintics are usually need to kill the parasite. The experiment was conducted to study the evaluation of utilization garlic powder on blood lipid content of domestic chickens (Gallus galus) which infected by 2,500 dosages of Ascaridia galli infective eggs. One and a half month chickens were infected by infective eggs of Ascaridia galli. The diet grower was given for chickens with age 5-12 weeks and chickens with age 10-11 weeks was given the treatment diets, and they were P1 = diet grower, P2 = P1 + 2% piperazine sitrat, P3 = P1 + 2.5% garlic powder, P4 = P1 + 5% garlic powder, P5 = P1 + 7.5% garlic powder. The blood was taken from chicken’s jugular veins at age 6 weeks (before infection), age 9 weeks (after infection) and chickens at age 11 weeks (after treatment). Treatments were allocated in a completely randomized design with five treatment and three replication. The data were analyzed with Analysis of Variance (ANOVA) and if it was significant, continued with Duncan Multiple Range Test. Parameters observed were cholesterol, triglyceride, HDL, and LDL. The experiment showed that the effect of worm infection decreased cholesterol level 53.65% and trigliserida level 16.33%, and increased HDL level 39.91% and LDL level was 27.78%. The result showed that garlic powder as an anthelmintic had no significantly (p>0.05) effect of cholesterol, triglyceride, and LDL serum concentration and had significantly (p<0.05) increased HDL level was 2.50-10.36%.

(14)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

PUTRI MULYA SARI D24103047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium

sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM

KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

Oleh

PUTRI MULYA SARI D24103047

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Mei 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Dwi Margi Suci, MS. Ir. Widya Hermana, M.Si. NIP. 131 671 592 NIP. 131 999 586

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1985 di Magelang Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Chabibul Wadud dan Ibu Istichanah.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SDN Blondo 3, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP N 2 Magelang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Almuayyad Surakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2003.

(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT penguasa alam semesta hanya dengan pertolongan dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul Evaluasi Penggunaan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Kandungan Lemak Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Ascaridia galli merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Awal dari penelitian ini adalah penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang tergabung menjadi satu tim. Dalam tim ini, terdapat beberapa topik penelitian yaitu :

1. Pengaruh Pemberian Bawang Putih dalam Ransum terhadap Organ Dalam serta Histopatologi Usus dan Hati Ayam Kampung yang Diinfeksi Ascaridia galli (Siti Nurjanah).

2. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Putih pada Ransum terhadap Gambaran Darah Ayam Kampung yang Diinfeksi Cacing Nematoda (Ascaridia galli) (Rachmad Budiman).

3. Pengaruh Penggunaan Bubuk Bawang Putih dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung yang Diinfeksi Ascaridia galli (Rani Pudjihastuti).

Penggunaan bubuk bawang putih dalam ransum sebagai antelmintika alami diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dan mudah bagi peternak kecil dalam menanggulangi masalah infeksi cacing pada ayam kampung. Selain itu, penggunaan bubuk bawang putih lebih aman terhadap kesehatan jika dibandingkan dengan antelmintika komersial karena pemakaian antelmintika komersil secara terus menerus dapat menyebabkan timbulnya populasi cacing yang resisten terhadap antelmintika serta residu pada produk pangan asal hewan.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Juni 2007

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat

Dimakan ... 4

2. Bahan Aktif Beberapa Derifat Piperazine ... 7

3. Tahapan Pemberian Ransum selama Pemeliharaan... 17

4. Susunan Ransum Ayam Kampung ... 17

5. Komposisi Premix ... 18

6. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Ayam Kampung... 18

7. Kandungan Zat Nutrisi Bubuk Bawang Putih ... 20

8. Waktu Pengambilan Darah ... 21

9. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Sebelum dan Saat Penginfeksian... 27

10. Persentase Perubahan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Saat Penginfeksian ... 28

11. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 30

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Komponen Kimiawi Bawang Putih ... 5

2. Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina... 8

3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli... 9

4. Diagram Absorpsi Zat Makanan Lemak ... 12

5. Proses Pembuatan Bubuk Bawang Putih ... 19

6. Telur Cacing Ascaridia galli... 24

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum Ayam

Kampung Saat Penginfeksian ………. ... 41

2. Analisis Ragam Rataan Kadar Kolesterol Serum Ayam Kampung

Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 41 3. Analisis Ragam Rataan Kadar Trigliserida Serum Ayam Kampung

Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 41 4. Analisis Ragam Rataan Kadar HDL Serum Ayam Kampung

Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 41 5. Analisis Ragam Rataan Kadar LDL Serum Ayam Kampung

Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih... 42 6. Analisis Ragam Rataan Konsumsi Lemak Kasar Ayam Kampung

(22)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tuntutan ketersediaan bahan pangan baik hewani maupun nabati semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, tingkat pendidikan, serta pendapatan. Ayam buras dalam hal ini ayam kampung merupakan salah satu aset nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Namun pengembangan usaha ini umumnya masih bersifat tradisional atau ekstensif. Pemeliharaannya merupakan usaha sambilan tanpa memperhitungkan untung rugi dan tidak menggunakan teknologi maju. Usaha pemeliharaan secara tradisional dengan sistem umbar menyebabkan perkembangan dan kesehatan ayam sulit terkontrol. Salah satu kendala penyakit yang menyerang ayam kampung adalah gangguan parasit seperti terinfeksi cacing. Ascaridia galli merupakan cacing yang banyak menyerang usus halus pada unggas.

Upaya pengendalian cacing dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan yang baik serta pemberian antelmintika komersil yang beredar di pasaran. Akan tetapi pemakaian antelmintika komersil secara terus menerus dapat menyebabkan timbulnya populasi cacing yang resisten terhadap antelmintika serta residu pada produk pangan asal hewan. Bawang putih merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki zat aktif yaitu dialilsulfida yang dapat digunakan sebagai antelmintika dan allicin sebagai zat aktif yang diduga mempunyai daya bunuh parasit.

(23)

2 Perumusan Masalah

Pemeliharaan ayam kampung secara tradisional atau ekstensif masih dilakukan oleh masyarakat. Usaha pemeliharaan dengan sistem umbar menyebabkan kesehatan ayam sulit terkontrol sehingga pertumbuhan ayam akan terhambat. Cacing yang banyak menyerang usus halus adalah Ascaridia galli. Infeksi Ascaridia galli mengakibatkan peradangan mukosa usus yang mengganggu pencernaan, penyerapan serta sekresi zat-zat yang berperan dalam proses pencernaan makanan. Infeksi cacing menyebabkan penurunan penyerapan vitamin A, enteritis, anemia serta diare, tetapi efek infeksi cacing terhadap kandungan lemak belum diketahui. Penanggulangan infeksi cacing pada ayam menggunakan obat sintetik dirasa masih kurang baik dari segi ekonomi bagi peternak maupun segi kesehatan karena meninggalkan residu pada produk pangan. Pemilihan tanaman obat yang mudah didapat, serta efektif membunuh cacing diharapkan dapat mengatasi kerugian akibat efek negatif penggunaan obat-obatan sintetik. Bawang putih sebagai tanaman obat memiliki zat aktif yang dapat mengatasi infeksi cacing Ascaridia galli.

Tujuan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Bawang Putih Klasifikasi dan Morfologi

Tanaman bawang putih adalah herba semusim berumpun yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari. Batangnya batang semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), berakar serabut, dan bunganya berwarna putih (Asiamaya, 2000).

Secara taksonomi, tanaman bawang putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotiledone

Bawang putih mengandung bermacam-macam zat kimia yang berkomposisi sedemikian rupa sehingga menimbulkan khasiat yang berguna bagi manusia maupun hewan. Menurut Reynold (1982), sejumlah senyawa bisa diekstrak dari bawang putih antara lain: air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin B komplek, vitamin C, mineral kalsium, fosfor, magnesium dan kalium. Komposisi kimia bawang putih per 100 gram yang dapat dimakan, baik mentah maupun bubuk dapat dilihat dalam Tabel 1.

(25)

4 dan diduga mempunyai daya bunuh parasit. Skordinin memberi bau yang tidak sedap pada bawang putih, tetapi senyawa ini berkhasiat sebagai antiseptik. Kandungan alliil (propenyl sulfinyl alanina) memberikan bau yang khas pada bawang putih dan juga berfungsi sebagai antiseptik dan antioksidan. Saponin berasal dari kata sapo (bahasa latin = sabun) merupakan senyawa permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada beberapa tahun saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari tumbuhan dengan hasil yang baik sebagai bahan baku hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Kandungan saponin dalam bubuk bawang putih dapat menyebabkan sel-sel cacing menjadi terhidrolisis. Diallyl sulfida dan prophyl allyl sulfida bersifat antelmintika dan trombolik (penghancur gumpalan darah). Methilalil trisulfida merupakan zat yang dapat mencegah terjadinya perlengketan sel darah merah.

Tabel 1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat Dimakan Jumlah

(26)

5 tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan karbohidrat biji pepaya yaitu 32,5 gram/100 gram.

Perubahan Kimia Bawang Putih

Menurut Amagase et al. (2001), umbi bawang putih mengandung polisakarida, protein, enzim, asam-amino, S-alilsistein, sulfoksida dan γ -glutamylcysteines. Kandungan tersebut dapat membentuk alliin melalui pemecahan sel. Apabila bawang putih mengalami proses pemotongan, enzim allinase dengan cepat menguraikan alliin untuk membentuk cytotoxic dan odoriferus alkyl alkane-thiosulfinates seperti allicin. Allicin melalui jalur dekomposisi cepat menghasilkan bahan lainnya seperti diallyl sulfida, diallyl disulfida dan diallyl trisulfida. Pada saat yang bersamaan γ-glutamylcysteines pada umbi bawang putih diubah menjadi S-allyl cysteine (SAC) melalui penuaan alami. Komponen umbi bawang putih dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian larut minyak dan bagian larut air. Komponen larut minyak antara lain dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida dan ayone, sedangkan komponen yang larut air seperti S-alilsistein (SAC), S-alilmerkaptosistein, dan asam amino. Komponen kimiawi bawang putih bisa dilihat dalam Gambar 1.

(27)

6 Hubungan Kandungan Bawang Putih dengan Infeksi Cacing Ascaridia galli Bawang putih mengandung bahan berkhasiat antelmintik allicin yang setelah diteliti lebih lanjut terdiri dari dialilsulfida, dialil disulfida, dialil trisulfida, propil alil disulfida, suatu enzim sulfhdril yang dapat menembus dinding telur dan cacing. Enzim sulfhdril mempunyai kemampuan kuat berikatan dengan enzim fosfofruktokinase dari sel (telur dan cacing). Enzim fosfofruktokinase berfungsi mengkatalis perubahan fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-difosfat pada jalur glikolitik protein dan glukosa, karena berikatan dengan allicin menyebabkan perubahan fruktosa-6-fosfat tidak terjadi dan pada akhirnya ATP tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP menyebabkan pembelahan sel di dalam telur tidak akan berlangsung sehingga pada akhirnya embrio tidak terbentuk. Tidak terbentuknya ATP menyebabkan cacing akan kekurangan tenaga dan akhirnya mati (Bagus, 2003).

Hubungan Kandungan Bawang Putih dengan Sintesa Kolesterol

Nyoman (1997) berpendapat bahwa pengaruh bawang putih pada lipid darah kemungkinan disebabkan oleh senyawa-senyawa yang mengandung sulfur yang terdapat di dalamnya seperti allicin. Allicin merupakan senyawa aktif disulfida tidak jenuh yang mempunyai efek hipokolesterolemia dengan mekanisme sebagai berikut : 1. Rantai alil propil dari allicin dengan mudah akan tereduksi menjadi rantai propil sehingga menurunkan kadar NADPH dalam tubuh, padahal NADPH dibutuhkan dalam biosintesa kolesterol, sehingga sintesa kolesterol terganggu.

2. Allicin juga mempunyai sifat mengikat pada bagian fungsional dari enzim KoA pada gugusan sulfhidril yang diperlukan untuk biosintesa kolesterol.

Piperazine Piperazine sebagai Antelmintika

(28)

7 diaplikasikan, dan biayanya murah. Kegagalan pengobatan antelmintika dapat disebabkan oleh kesalahan dalam perhitungan dosis, reinfeksi inang, kesalahan pemilihan antelmintika dan resistensi antelmintika. Resistensi menurut Permin dan Hansen (1998) adalah kenaikan kemampuan individu parasit secara signifikan dalam mentoleransi dosis pengobatan yang secara umum dapat mematikan sebagian besar individu parasit dalam populasi normal pada spesies hewan yang sama. Resistensi antelmintik terkait dengan frekuensi pemakaian obat, waktu pengobatan, faktor biologis, dan genetik cacing.

Bahan Aktif Piperazine

Pemberian piperazine melalui oral bisa dalam bentuk adipat, sitrat, hidrat, atau fosfat. Kandungan bahan aktif pada masing-masing garamnya berbeda-beda. Bahan aktif beberapa derivat piperazine bisa dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Bahan Aktif Beberapa Derifat Piperazine

Derifat Piperazine Bahan aktif (%)

Piperazine sitrat

Piperazine dan garam-garamnya bertindak seperti GABA (γ-aminobutyric acid) yang merangsang flaccid paralysis (kelumpuhan yang diikuti kelemahan) sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel pada parasit nematoda dan cacing mudah dikeluarkan oleh gerakan peristaltik usus (EMEA, 2001).

Ascaridia galli

Klasifikasi dan Morfologi

(29)

8 Ascaridia galli adalah cacing nematoda berukuran besar, tebal dan berwarna putih kekuningan. Cacing jantan memiliki ukuran panjang 50-76 mm dan lebar 0,49-1,21 mm, sedangkan cacing betina memiliki panjang 60-116 mm dan lebar 0,9-1,8 mm. Ekor cacing jantan memiliki sayap yang lebih jelas, dilengkapi dengan 10 pasang papil yang pendek, besar dan alat penghisap dengan sisi yang tebal (Kusumamihardja, 1992). Gambar cacing Ascaridia galli jantan dan betina disajikan pada Gambar 2. Telur yang dihasilkan berbentuk oval, belum berkembang pada saat bertelur, dan berdinding licin.

Cacing jantan Cacing betina

Gambar 2. Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina (Perbesaran 10x)

Siklus Hidup

(30)

9

Keterangan :

Siklus hidup cacing Ascaridia galli dimulai dari keluarnya telur bersamaan dengan feses ayam, kemudian berkembang menjadi telur infektif (L1) yang berisi larva infektif (L2) pada hari ke-10 atau lebih. Telur infektif yang tertelan inang definitif akan menetas dalam usus dan larva hidup dalam lumen usus selama 8 hari sesudah infeksi. Antara hari kedelapan dan ketujuhbelas larva menempel pada mukosa usus. Larva ekdisis menjadi larva ketiga (L3) pada hari kedelapan dan ekdisis menjadi larva keempat (L4) pada hari ke 14-15 sesudah infeksi, kemudian larva kembali ke lumen usus dan berkembang menjadi cacing dewasa sekitar 6-8 minggu setelah infeksi.

Gambar 3. Siklus Hidup Cacing Ascaridia galli (Kusumamihardja, 1992)

Patogenitas Ascaridia galli

Kulkarni et al. (1993) menyatakan bahwa infeksi Ascaridia galli adalah penyebab masalah yang kompleks dalam kesehatan ayam. Infeksi Ascaridia galli pada ayam muda lebih rentan daripada ayam dewasa. Lesio-lesio pada mukosa duodenum dapat terjadi pada ayam muda, selain itu juga dapat mengakibatkan penurunan penyerapan vitamin A, enteritis, anemia serta diare. Ayam menjadi kurus, lemah dan produksi telurnya menurun. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan penyumbatan usus oleh cacing dewasa.

(31)

10 Peradangan mukosa umumnya diikuti gangguan dalam pencernaan, penyerapan dan sekresi zat-zat yang berperan dalam proses pencernaan makanan. Perubahan patologi anatomi yang terlihat adalah kekurusan yang sangat menyolok pada daerah dada dan paha. Kepucatan pada daerah paruh dan jengger yang mengindikasikan anemia. Kerusakan pada mukosa duodenum terjadi pada saat cacing muda menancapkan diri pada mukosa (Soulsby, 1986).

Infektifitas dan Kebutuhan Cacing dalam Saluran Pencernaan Inang

Kelangsungan hidup parasit dalam tubuh inangnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada perkembangan maupun kelangsungan hidup dan daya tahan cacing Ascaridia galli mulai dari penetasan telur infektif sampai mapan dalam saluran pencernaan inang. Infektifitas adalah kemampuan cacing untuk menginfeksi atau daya infeksi pada inang sehingga mencapai tahap perkembangan tertentu. Infektifitas cacing pada inang dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain dosis infeksi atau jumlah telur infektif yang tertelan oleh inang.

Tubuh cacing membutuhkan karbohidrat, protein, serta lipid untuk hidup. Umumnya cacing nematoda menyimpan glikogen di jaringan sebagai cadangan energi. Pada cacing Ascaridia galli akan terjadi penurunan jumlah glikogen jika inangnya (unggas) tidak mau makan. Cacing Ascaridia galli lebih banyak membutuhkan karbohidrat daripada protein karena jumlah enzim pencerna proteinnya lebih sedikit daripada cacing yang lain (Zalizar, 2006).

Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan salah satu keluarga ayam buras yang berukuran kecil dan bentuknya agak ramping. Berat badannya mencapai 700-800 gram pada umur 3 bulan, dan produksi telurnya mencapai 135 butir/tahun (Iskandar, 2004). Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetisnya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetisnya.

(32)

11 lingkungannya sehingga sulit untuk menyusun ransum sesuai dengan kebutuhan zat gizi secara tepat karena jumlah zat gizi yang didapat dan jenis sumber pakan yang tersedia pada suatu lingkungan dengan lingkungan yang lainnya sangat bervariasi. Kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi yaitu selama minggu awal dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral, dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. Berdasarkan hasil penelitian Candrawati (1999), kebutuhan energi metabolis ayam kampung umur 0-8 minggu sebesar 2.970,2 kkal/kg dan protein 19%.

Ayam kampung yang dipelihara secara tradisional di pedesaan mencapai dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan dengan bobot badan 1,4-1,6 kg. Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam kampung umur 8 minggu yang dipelihara secara ekstensif hanya mencapai 258 gram, sedangkan ayam kampung yang dipelihara intensif pada umur yang sama dapat mencapai 637 gram. Rendahnya pertambahan bobot badan pada anak ayam buras yang dipelihara secara ekstensif, karena adanya penyakit serta kurang terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga menghambat laju pertumbuhan.

Lemak Darah Metabolisme Lemak

Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), bahan makanan mengandung lemak akan mengalami lubrikasi dan mastikasi di dalam mulut. Proses mekanis dilanjutkan pada gerakan peristaltik dalam kerongkongan dan pada saat makanan berada pada lambung. Di dalam lambung, enzim lipase yang diproduksi lambung memulai proses hidrolisa bahan makanan yang mengandung lemak tinggi. Pada waktu trigliserida meninggalkan lambung dan masuk ke duodenum, maka sel-sel dalam usus halus mengeluarkan hormon cholecystokinin yang akan ditranspor dalam darah menuju kelenjar empedu. Getah empedu disintesa oleh sel-sel dalam hati yang kemudian disimpan dalam kelenjar empedu sampai zat tersebut diperlukan untuk pencernaan lemak.

(33)

12 fosfolipid bersatu dengan empedu membentuk agregat khusus disebut micelles. Garam empedu bertindak sebagai pengemulsi yang akan bergabung bersama komponen asam lemak untuk diabsorbsi melalui dinding usus halus. Absorpsi lemak terutama melalui permukaan jejunum. Micelle lemak bersama-sama dengan trigliserida rantai pendek dan medium diabsorbsi secara langsung ke dalam mukosa sel jejunum. Pada saat kandungan lemak dalam micelle diabsorpsi, maka garam empedu tetap tinggal dalam lumen untuk diabsorbsi kembali. Asam-asam lemak yang diangkut ke dalam darah akan terikat dengan protein serta albumin (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Diagram absorpsi zat makanan lemak dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Absorpsi Zat Makanan Lemak (Piliang dan Djojosoebagio, 2006)

(34)

13 karier protein dan menghidrolisis komponen trigliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Molekul-molekul lemak ini sekarang siap untuk masuk ke dalam sel untuk selanjutnya dimanfaatkan jaringan-jaringan tubuh.

Kolesterol

Jumlah kolesterol bervariasi baik untuk setiap individu maupun pada setiap organ tubuh. Mekanisme pengaturan kolesterol di dalam tubuh hewan pada dasarnya tergantung pada sintesis kolesterol dan ekskresi steroid dalam feses. Beberapa faktor yang mempengaruhi kolesterol serum adalah keturunan, umur, musim, diet serat, dan obat tertentu (Menge et al., 1974).

Kolesterol disintesis dalam tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus dan kelenjar adrenal, meskipun seluruh sel-sel mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sterol. Hasil sintesa kolesterol ditransport di antara jaringan yang terikat pada lipoprotein, terutama kilomikron dan lipoprotein dengan densitas rendah. Semua jaringan tubuh mempunyai kemampuan untuk mensintesis kolesterol, tetapi paling aktif adalah hati. Sintesis kolesterol terdiri dari tiga tingkat yaitu : 1) Pengubahan asetil CoA menjadi senyawa antara tioester berkarbon enam, 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMGCoA), 2) Pengubahan HMGCoA menjadi skualen, suatu hidrokarbon asiklik yang mengandung 30 atom karbon, dan 3) Pengubahan skualen menjadi siklik dan diubah menjadi sterol dengan 27 atom karbon yaitu kolesterol (Ismadi, 1993).

Lipoprotein

Lipid dalam darah berbentuk kompleks makromolekul yang disebut lipoprotein. Kompleks ini terdiri atas gabungan fraksi lipid dengan protein khusus yang disebut apoprotein. Pembentukannya dalam rangka membuat lipid seolah-olah dapat larut dalam air plasma, sebab seperti diketahui lipid umumnya bersifat hidrofobik. Fraksi lipid yang paling sulit larut seperti trigliserida ditempatkan sebagai inti lipoprotein. Fraksi yang bersifat bipolar adalah kolesterol bebas, kolesterol ester, fosfolipid dan asam lemak bebas (Mayes et al., 1992).

(35)

14 1. Bagian inti di tengah sel, merupakan bagian non polar yang terdiri dari

trigliserida dan ester kolesterol.

2. Bagian permukaan, merupakan lapisan polar terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid, dan apoprotein (Brunzell et al., 1978).

Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006), lipoprotein dalam plasma darah digolongkan dalam beberapa fraksi, yaitu :

1. Kilomikron (chylomicron) : komponen utamanya adalah trigliserida, tipe lipoprotein densitas rendah yang berasal dari absorpsi lemak intestine post-prandial. Peranan utamanya adalah transport lipid eksogen, trigliserida dan membawa sebagian kolesterol.

2. VLDL(Very LowDensity Lipoprotein) : yang disintesa dalam hati dan kaya akan trigliserida endogen. Dalam darah akan mengalami degradasi menjadi LDL. Fungsi utama sebagai pembawa trigliserida yang dibawa dari hati ke jaringan-jaringan lain dalam tubuh, terutama ke jaringan-jaringan adiposa yang disimpan.

3. LDL (Low Density Lipoprotein) : mengandung banyak ester kolesterol. LDL merupakan hasil degradasi dari VLDL melalui IDL. Kompleks inilah yang mampu melakukan penetrasi ke dalam sel melalui reseptor khusus di permukaan sel. LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar untuk disebarkan ke seluruh endotel jaringan perifer pembuluh nadi.

4. HDL (High Density Lipoprotein) : mempunyai densitas yang tinggi karena kandungan apoproteinnya yang tinggi. Fungsinya mengambil kolesterol dari jaringan perifer untuk dibawa ke hati guna mengalami degradasi dan kolesterol hasil pemecahannya diekskresi melalui empedu.

Menurut Miller (1979) fungsi lipoprotein plasma adalah sebagai alat pengangkut trigliserida dan kolesterol dalam darah. Sistem pengangkutan lemak dalam darah dapat dibagi dalam dua jalur yaitu :

1. Jalur pengangkutan lemak eksogen yang mengangkut kolesterol dan trigliserida dari usus.

(36)

15 Swenson (1984) menyatakan bahwa kolesterol darah ayam petelur berkisar 125-200 mg/dl darah. Penelitian Salim (2001) menunjukkan kandungan kolesterol ayam buras yang diberi ransum komersial, rataannya adalah 130,16 mg/dl. Berdasarkan hasil penelitian Nyoman (1997), kadar kolesterol darah ayam broiler berkisar antara 149-193 mg/dl. Kadar HDL dan LDL ayam broiler berturut-turut yaitu 73,00-100,30 mg/dl dan 38,50-66,30 mg/dl.

(37)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari sampai Juni 2006 di

Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa lemak darah

dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengkoleksian telur cacing

Ascaridia galli dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 100 ekor DOC (Day Old Chick) ayam kampung

yang diinfeksi cacing Ascaridia galli dengan dosis 2.500 telur pada umur 7 minggu,

kemudian diambil sebanyak 35 ekor untuk dianalisis darahnya. Pengambilan darah

dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebelum penginfeksian (ayam umur 6 minggu), saat

terinfeksi (ayam umur 9 minggu), dan setelah pemberian bawang putih (ayam umur

11 minggu).

Kandang dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan kandang sistem litter yang disekat dengan pen

berukuran 60 x 60 x 60 cm sebanyak 20 buah. Kandang dilengkapi dengan tempat

makan, tempat air minum, dan lampu pijar 60 watt. Bahan litter yang digunakan

adalah sekam padi setebal 1 cm untuk menampung ekskreta ayam. Peralatan lain

yang dipakai adalah timbangan untuk menimbang bobot badan ayam, tirai plastik,

termometer untuk mengukur suhu lingkungan, sapu, kawat untuk menggantungkan

tempat minum, plastik untuk ransum.

Ransum

Ransum grower dengan energi 2.900 dan protein 20% diberikan untuk ayam

umur 5-9 minggu. Umur 10-11 minggu ayam diberi ransum grower (P1), ransum

grower + 2 % piperazine sitrat (P2) dan ransum grower + bubuk bawang putih sesuai

(38)

17 Tabel 3. Susunan ransum ayam kampung dan hasil analisis ransum ayam kampung

umur 5-12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 6.

Tabel 3. Tahapan Pemberian Ransum Selama Pemeliharaan

Ransum

Tabel 4. Susunan Ransum Ayam Kampung

Jumlah (%)

*) Kandungan protein kasar tepung ikan : 55% **) Komposisi premix dapat dilihat dalam Tabel 5.

(39)

18 Tabel 5. Komposisi Premix

Premix Setiap 1 kg mengandung :

Vitamin A 4.000.000 IU Sumber : PT. Mensana Aneka Hewan

Tabel 6. Kandungan Zat Nutrisi Ransum Ayam Kampung *)

Komposisi Kandungan Zat Nutrisi

Umur 5-12 Minggu

Energi Bruto (kkal/kg) 3.906

(40)

19 Pembuatan Bubuk Bawang Putih

Bawang putih yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih

impor yang biasa dijual di pasar. Proses pembuatan bubuk bawang putih dimulai dari

pemisahan siung menjadi siung tunggal, bawang putih tunggal dikupas kulitnya.

Setelah itu bawang putih diiris tipis (2-3 mm) kemudian diangin-anginkan sebentar.

Bawang putih yang telah diiris tipis, dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C selama

10 jam. Kemudian bawang putih ditimbang dan dihaluskan. Bawang putih yang telah

dihaluskan diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh. Proses pembuatan bubuk

bawang putih bisa dilihat dalam Gambar 5.

Bubuk bawang putih diambil sampelnya untuk dinalisis kandungan zat

nutrisinya. Hasil analisa laboratorium bubuk bawang putih dalam Tabel 7.

Bawang putih

Pemisahan siung menjadi siung tunggal

Pengupasan kulit

Pengirisan tipis (2-3 mm)

Pengovenan pada suhu 60 0 C selama 10 jam

Penghalusan

Pengayakan (40 mesh)

Bubuk bawang putih

(41)

20 Tabel 7. Kandungan Zat Nutrisi Bubuk Bawang Putih*)

Kandungan Zat Nutrisi Komposisi

Bahan Kering (%) 83,09

Energi Bruto (kkal/kg) 3.344

*Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2006)

Obat-obatan dan Vaksinasi

Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vita Stress, Vita

Chick, Vaksin ND untuk mencegah penyakit tetelo dan Vaksin Gumboro. Vita Chick

dan Vita Stress digunakan sebagai suplemen vitamin. Vaksin ND I diberikan pada

ayam berumur tiga hari melalui tetes mata dan vaksin ND II diberikan pada waktu

ayam berumur tiga minggu melalui air minum. Vaksin gumboro diberikan pada

ayam berumur 10 hari. Ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama 2

jam, kemudian diberikan vaksin yang telah dilarutkan dalam air minum.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Model matematika dalam

rancangan percobaan ini adalah :

Yij = μ + αi + εij

Keterangan :

Yij : nilai respon dari perlakuan ke –j

µ : nilai rataan umum αi : pengaruh perlakuan ke -i

εij : galat percobaan pada perlakuan ke –j

i : perlakuaan terhadap bubuk bawang putih (1, 2, 3, 4, 5)

(42)

21 Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat

perbedaan yang nyata maka dilakukan Uji Lanjut Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

Perlakuan

Perlakuan yaitu penambahan dosis piperazine sitrat dan bawang putih ke

dalam ransum grower untuk diberikan pada ayam umur 10-11 minggu setelah ayam

diinfeksi cacing Ascaridia galli mulai umur 7-9 minggu. Perlakuan tersebut yaitu :

P1 = Ransum grower (kontrol)

P2 = Ransum grower yang ditambahkan 2% piperazine sitrat dalam ransum

P3 = Ransum grower yang ditambahkan 2,5 % bubuk bawang putih dalam ransum

P4 = Ransum grower yang ditambahkan 5,0 % bubuk bawang putih dalam ransum

P5 = Ransum grower yang ditambahkan 7,5 % bubuk bawang putih dalam ransum

Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan dalam tiga tahap, yaitu sebelum penginfeksian

(ayam umur 6 minggu), saat infeksi (ayam umur 9 minggu), dan setelah pemberian

bawang putih (ayam umur 11 minggu). Sebelum pengambilan darah, ayam

dipuasakan selama dua jam. Masing-masing ulangan diambil 1 ekor untuk diambil

darahnya. Darah diambil dari vena jugularis yang terdapat di bagian leher sebanyak

1 ml dengan shyringe ukuran 3 ml. Darah yang diperoleh disentrifuse dengan

kecepatan 3500 rpm kurang lebih 10 menit. Supernatan berupa serum diambil

dengan pipet steril dan ditempatkan pada wadah kecil dan siap untuk dianalisis.

Waktu pengambilan darah selama penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Waktu Pengambilan Darah

Waktu pelaksanaan Pengambilan Darah

Umur Ayam Kampung Pemberian Ransum

Sebelum infeksi 6 minggu Grower

Saat infeksi 9 minggu Grower

Setelah pemberian bawang putih

11 minggu Ransum perlakuan

(43)

22 Peubah yang Diamati

1. Kolesterol Total

Disiapkan tabung blanko berisi 10μ

l

aquades dan 1.000 μ

l

reagen kit, tabung

standar berisi 10 μ

l

standar kolesterol dan 1.000 μ

l

reagen kit, tabung sample berisi

10 μ

l

serum reagen kit dan 1.000 μ

l

reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan,

diinkubasi pada suhu 20 – 25oC selama 10 menit. Absorbansi dibaca pada panjang

gelombang Hg 546 nm dalam waktu satu jam.

Kolesterol total (mg/dl) = absorban sampel x konsentrasi standar (mg/dl) absorban standar

2. HDL (High Density Lipoprotein)

Sebanyak 500 μ

l

serum ditambah dengan 1.000 μ

l

presipitasi, dicampur

sampai homogen, kemudian didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar. Sentrifuse

selama 10 menit dengan 3.500 putaran permenit. Supernatan dipersiapkan dari

endapan dalam waktu dua jam setelah sentrifugase. Sebanyak 100 μ

l

supernatan

ditambah 100 μ

l

reagent CHOD-PAP dicampur, diinkubasi selama 10 menit pada

suhu 20-250 C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada panjang gelombang

Hg 546 nm. Untuk blanko reagent dibuat dari 100 μ

l

air suling ditambah dengan

1.000 μ

l

reagent CHOD-PAP dan standar terbuat dari 100 μ

l

standar kolesterol

ditambah dengan 1.000 μ

l

reagent CHOD-PAP.

Kolesterol-HDL (mg/dl) = absorban sampel x konsentrasi standar (mg/dl) absorban standar

3. LDL (Low Density Lipoprotein)

Sebanyak 100 μ

l

serum ditambah dengan 1.000 μ

l

presipitasi, dicampur

sampai homogen, kemudian didiamkan selama 10 menit pada suhu 15-250C.

Sentrifuse selama 15 menit dengan 3.500 putaran permenit. Supernatan dipersiapkan

dari endapan dalam waktu dua jam setelah sentrifugase. Sebanyak 50 μ

l

supernatan

ditambah 100 μ

l

reagent kit dicampur, diinkubasi selama 10 menit pada suhu

20-250C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada panjang gelombang Hg 546 nm.

(44)

23 kit dan standar terbuat dari 50 μ

l

standar kolesterol ditambah dengan 1.000 μ

l

reagent kit.

Kolesterol-LDL (mg/dl) = absorban sampel x konsentrasi standar (mg/dl) absorban standar

4. Trigliserida

Disiapkan tabung blanko berisi 10μ

l

aquades dan 1.000 μ

l

reagen kit, tabung

standar berisi 10 μ

l

standar trigliserida dan 1.000 μ

l

reagen kit, tabung sample berisi

10 μ

l

serum dan 1.000 μ

l

reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan,

diinkubasi pada suhu 20 – 25oC selama 10 menit. Absorbansi dibaca pada panjang

gelombang Hg 546 nm dalam waktu satu jam.

Trigliserida (mg/dl) = absorban sampel x konsentrasi standar (mg/dl) absorban standar

Prosedur Persiapan Kandang

Persiapan kandang dilakukan tiga minggu sebelum pemeliharaan. Persiapan

kandang meliputi pemasangan kawat penyekat antar pen, lampu, serta tirai plastik.

Setelah pemasangan selesai dilakukan pengapuran, didiamkan selama dua hari,

kemudian dilaksanakan fumigasi untuk menanggulangi terserangnya penyakit bagi

ayam. Penambahan sekam ke dalam tiap pen dilakukan dua hari setelah fumigasi.

Tempat pakan dan minum digantung di atas sekam agar tidak cepat kotor.

Pemeliharaan

Ayam yang digunakan adalah DOC ayam kampung sebanyak 100 ekor. Pada

awal penelitian dilakukan penimbangan bobot badan. Setelah selesai ditimbang,

ayam diberi air minum yang telah dilarutkan gula untuk mengembalikan kondisi

tubuh ayam seperti semula. Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Perhitungan

konsumsi pakan serta penimbangan bobot badan dilakukan setiap minggu. Vaksinasi

ND dan gumboro dilakukan melalui air minum, sebelum dan sesudah vaksinasi

diberikan vitamin anti stress. Penginfeksian telur infektif cacing Ascaridia galli

(45)

24 dalam ransum dilakukan 3 minggu setelah penginfeksian yaitu selama 2 minggu atau

pada saat ayam berumur 10-11 minggu.

Penyediaan Telur Infektif

Telur infektif yang digunakan untuk menginfeksi hewan percobaan pada

penelitian ini diperoleh dari hasil pupukan telur cacing Ascaridia galli yang diisolasi

dari uterus cacing betina dewasa. Cacing dewasa diperoleh dari usus ayam yang

terinfeksi cacing Ascaridia galli. Telur infektif yang diperoleh kemudian diinkubasi

dalam cawan petri berisi aquabidest steril selama 10-14 hari sampai terbentuk telur

infektif. Penggunaan telur infektif yang diperoleh dari hasil pupukan, sebelumnya

dihitung terlebih dahulu untuk menentukan dosis yang akan diinfeksikan. Dosis telur

infektif yang digunakan adalah 2.500 telur/ekor. Telur cacing yang telah siap

diinfeksikan pada ayam disimpan pada tabung ependouf sesuai dengan dosis.

Pemeriksaan Kecacingan Prainfeksi

Pemeriksaan kecacingan pada ternak dilakukan 1-2 hari sebelum

penginfeksian untuk memastikan bahwa ternak tersebut tidak terinfeksi cacing. Feses

ayam diambil sebagai sampel kecacingan pada ternak yang kemudian diperiksa pada

larutan pengapung. Larutan pengapung terdiri dari campuran 400 gram garam dan

500 gram gula yang dilarutkan pada 1 liter air. Campuran garam, gula dan air

dimasak sampai mendidih dan semua tercampur dan menjadi larutan jenuh dengan

berat jenis 1,280. Dua gram tinja dilarutkan kedalam 58 ml larutan pengapung yang

kemudian disaring dan dihomogenkan kembali. Larutan tersebut diperiksa di bawah

mikroskop untuk melihat telur cacing. Telur cacing Ascaridia galli bisa dilihat pada

Gambar 6.

(46)

25 Penginfeksian Telur Infektif

Penginfeksian dilakukan pada saat ayam berumur 7 minggu, selama 3

minggu. Telur infektif diberikan melalui oral atau mulut dengan menggunakan spoit

yang dihubungkan dengan sonde. Dosis yang digunakan untuk menginfeksi hewan

percobaan adalah 2.500 telur dalam 1 ml aquadest. Untuk menjamin semua telur

masuk ke dalam oesophagus kemudian dilakukan pembilasan dengan aquadest

sebanyak 1 ml.

Pemberian Bubuk Bawang Putih

Pemberian bubuk bawang putih dilakukan saat ayam berumur 10 minggu

hingga berumur 11 minggu. Bubuk bawang putih diberikan pada ternak selama 2

minggu untuk melihat pengaruh antelmintikanya. Penambahan bubuk bawang putih

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Amagase H.,B.L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga and Y. Itakura. 2001. Intake of garlic and its bioactive components. J. Nutr. 131:955S-962S.

Asiamaya. 2000. Nutrisi bawang putih, mentah. http://www.Asiamaya.com/nutrient/bawangputih.html.22-6-2000. [19 April 2006]

Bagus, I.M.O.2003. Ovisidal dan vermisidal bawang putih terhadap telur dan cacing Ascaridia galli pada ayam kampung. J. Veteriner. 4.1-6.

Booth, N.H and L.E. Mc Donald. 1982. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 5th Edition. The Lowa State University Press. Ames.

Brunzell, J.D., A. Chait and E.L. Bierman.1978. Pathophysiology of lipoprotein transport. Metabo. 27:1109-1124.

Candrawati, D.P. M.A.1999. Pendugaan kebutuhan energi dan protein ayam kampung umur 0-8 minggu. Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Castro C. A. 1990. Intestinal Pathology. In: Behnke J. M (Ed) Parasites; Immunity and Pathology: The Consequences of Paracitic Infection in Mamals. Taylor and Francis, Philadelphia

[EMEA] The European Agency for Evaluation of Medical Products Veterinary Medicines and Inspection. 2001. Piperazine Summary Report (3). Commite for Veterinary Medical Products. http://www.emea.eu.int.[Maret, 2006].

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed. Ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hastuti, R.P. 2007. Evaluasi penggunaan bubuk bawang putih dalam ransum terhadap performans ayam kampung yang diinfeksi cacing Ascaridia galli. Unpublish.

Iskandar, S. 2004. Karakter dan manfaat ayam pelung. http://balitnak.litbang.deptan.go.id/mod.php?mod=userpage&menu=60100&pa ge_id=21. [1 Maret 2006]

Ismadi, 1993. Biokimia, Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2. Edisi Keempat, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(48)

38 Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan

Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Laihad, J.T. 2000. Pengaruh penambahan teh hijau dalam pakan pada kadar kolesterol ayam broiler. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Margawati, E. T. 1989. Efisiensi penggunaan ransum oleh ayam kampung jantan dan betina pada periode pertumbuhan. Proceeding Seminar Nasional tentang Unggas Lokal. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. 127-132.

Martojo, H., Sri Darwati, dan K.J.A. Kahono. 1995. Persilangan ayam kampung dengan ayam pelung dengan pemanfaatan dedak padi untuk meningkatkan produksi daging ayam buras yang dipelihara secara intensif di Desa Cikarawang, Kec. Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Artikel Ilmiah. Lembaga Pengabdian Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mayes, P. A., D. K. Granner, V. W. Rodwell and D. W. Martin. 1992. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry). Edisi 20. Alih bahasa : Dr. Iyan Darmawan. CV. EGC. Jakarta.pp. 276-281.

Menge. H., L.H. Littefield, L.T. Frobish, and B.T. Weinland. 1974. Effect of cellulase and cholesterol on blood and yolk lipid and reproductive efficiency of the hen. J. Nutr. 104:1554-1566.

Miller, N. E. 1979. Plasma lipoprotein, lipid transport and atherosclerosis. Recent developments. J. Clin. Patho. 32: 639-649.

Nurjanah, S. 2007. Pengaruh pemberian bawang putih dalam ransum terhadap organ dalam serta histopatologi usus dan hati ayam kampung yang diinfeksi Ascaridia galli. Unpublish.

Nyoman, I.S. 1997. Pengaruh penambahan bawang putih (Allium sativum) dalam pakan pada kadar kolesterol ayam broiler. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Permin, A. dan J.W. Hansen. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry Parasites. FAO Animal Health Manual No.4 Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio Al Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol. 1.Institut Pertanian Bogor Press. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(49)

39 Reynolds, J.E.F. 1982. Martindale the Extra Pharmacopeia. 28th Edition, The

Pharmaceutical Press, London. pp. 688-689.

Salim, M.N. 2001. Pengaruh lemak sapi dan minyak kelapa terhadap kadar kolesterol darah dan histopatologi aorta ayam (Gallus gallus). Media Kedokteran Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. 17:26-28.

Setiaji, D. 2003. Efektifitas infus biji pepaya sebagai antelmintik pada ayam buras terinfeksi cacing secara alami. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sinurat, A. P. 1991. Penyusun Ransum Ayam Buras. Wartazoa. 2(1-2):1-4.

Soulsby, E.J.L. 1986. Texbook of Clinical Parasitology Volume I: Helminth, Blackwell Scientific Publication. Oxford, London.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometerik. Terjemahan: Bambang, Sumantri. Cet ke-2. PT. Gramedia, Jakarta.

Sukarban, S. dan S.S. Santoso. 1995. Kemoterapi Parasit. Anthelmintik. Di dalam: Ganiswara, S. Editor Utama. Farmakologi dan Terapi. Ed. Ke 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. PT Intermasa. Jakarta.

Swenson, M. J. 1984. Duke`s Physiology of Domestic Animals. 10th Edition. Publishing Assocattes A Division of Cornell University. Ithaca and London.

Wibowo, S. 1994. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.

Winarno, F.G. 1992. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

(50)
(51)

41 Lampiran 1. Rataan Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL Serum

Ayam Kampung Saat Penginfeksian (Minggu ke-9

(mg/dl) 125,10±8,67 117,70±10,28 118,52±8,90 120,16±7,94 127,57±14,04 121,81±4,32 Trigliserida

(mg/dl) 53,97±6,35 45,50±13,22 51,85±10,21 52,91±7,99 57,14±3,17 51,85±4,43 HDL

(mg/dl) 61,92±10,99 61,83±8,84 52,24±4,71 69,85±3,19 65,73±1,76 62,31±6,52 LDL

(mg/dl) 26,70±7,85 18,19±7,07 22,13±6,22 25,13±1,30 25,09±1,49 23,45±3,37 *)Keterangan : Ransum yang diberikan untuk semua kelompok masih sama

Lampiran 2. Analisis Ragam Rataan Kadar Kolesterol Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih

sk db jk kt f f0.05 f0.01

perlakuan 4 160.13 40.03 0.52tn 3.48 5.99

eror 10 764.11 76.41

total 14 924.25

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 3. Analisis Ragam Rataan Kadar Trigliserida Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih

sk db jk kt f f0.05 f0.01

perlakuan 4 291.58 72.89 0.62tn 3.48 5.99

eror 10 1169.09 116.91

total 14 1460.67

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 4. Analisis Ragam Rataan Kadar HDL Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih

(52)

42 Pemberian Superskrip :

P1 P2 P3 P4 P5

54,88a 52,28a 53,63a 71,60b 72,54b

Lampiran 5. Analisis Ragam Rataan Kadar LDL Serum Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih

sk db jk kt f f0.05 f0.01

perlakuan 4 77.36 19.34 0.56tn 3.48 5.99

eror 10 344.98 34.49

total 14 422.34

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 6. Analisis Ragam Rataan Konsumsi Lemak Kasar Ayam Kampung Setelah Pemberian Bubuk Bawang Putih

sk db jk kt f f0.05 f0.01

perlakuan 4 2.85 0.71 3.32tn 3.48 5.99

eror 10 2.14 0.214

total 14 4.99

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram yang Dapat Dimakan
Gambar 1. Komponen Kimiawi Bawang Putih (Amagase et al., 2001)
Tabel 2. Bahan Aktif Beberapa Derifat Piperazine
Gambar 2. Cacing Ascaridia galli Jantan dan Betina (Perbesaran 10x)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai kelanjutan proses pelelangan ini, kami mengundang saudara untuk menghadiri tahapan verifikasi dan pembuktian kualifikasi paket pekerjaan Pembangunan Pipa dan SR Kec..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) peran post test terhadap motivasi belajar sosiologi siswa di SMA Negeri 11 Makassar terbagi atas dua yaitu post-test sebagai

Kebolehan menikah dengan wanita Ahli Kitab harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu wanita Ahli Kitab tersebut harus yang dapat menjaga kehormatannya ( muhsanat) tidak

BAB V ANALISIS PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB TIPE B) DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR DI BEKASI V.A.. Analisis

[r]

1) Tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. 2) Umendidik dan memajukan masyarakat dalam

Jumlah anakan produktif (butir) dan hasil gabah kering panen (GKP) yang diperoleh dari beberapa varietas unggul baru padi sawah terhadap penerapan teknologi PTT

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang sistem pengadaan barang yang dilaksanakan di PDAM Tirta Satria mulai dari permintaan dan