• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Sirosis Hepatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Sirosis Hepatis"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Munifah Djaman TTL : Jakarta, 02 Desember 1952

Usia : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cempaka putih barat No.14 RT 10/I Cempaka putih MRS : 09 Agustus 2011

No. RM : 74.23.94

ANAMNESA

Keluhan Utama : Batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke RS dengan keluhan batuk berdahak yang sulit dikeluarkan sejak 1 bulan SMRS. Demam dirasakan naik turun intermitten, pilek (+), suara serak (+), tenggorokan nyeri bila menelan. Keluhan BB menurun, berkeringat pada malam hari disangkal. Os mengeluhkan mata dan kulit bewarna kuning, perut dan kedua kaki sering bengkak, mual (+), muntah (-), muntah bewarna hitam (-), perut terasa kembung, nyeri ulu hati (+) perih, nafsu makan menurun, badan terasa lemas. BAB bewarna hitam disangkal. BAB tidak ada keluhan, biasa dan tidak diare. BAK bewarna teh pekat. Riwayat transfusi darah disangkal.

Os dengan riwayat sirosis hepatis dengan hepatitis C sejak 9 tahun yang lalu. Dari awal pengobatan Os teratur kontrol, namun karna tugas di daerah Os tidak kontrol dan melakukan kontrol terakhir 3 tahun yang lalu. Pengobatan terakhir yaitu Hp pro, aldactone, furosemid. Os membeli obat sendiri di apotek selama 3 tahun. Riwayat muntah darah dan BAB bewarna

(2)

hitam (+), Kedua tungkai sering bengkak dan perut terasa begah, semakin membesar dirasakan sejak 9 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu: - Hepatitis C

- Sirosis sejak 9 tahun yang lalu - Diabetes Mellitus (-)

- Hipertensi (-) - Riwayat Asma (-) - TB paru (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga dengan riwayat keluhan yang sama dengan Os - Hipertensi (-)

- Diabetes Mellitus (-) - Penyakit Jantung (-) - Asma (-)

Riwayat Alergi

Os tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan, alergi makanan dan cuaca dingin disangkal Riwayat Pengobatan

- Didiagnosa sirosis hepatis dengan hepatitis C sejak 9 tahun yang lalu - Pengobatan dilakukan teratur selama 6 tahun ke RS

- Pengobatan yang didapatkan Hp pro, aldactone, furosemid

- Kontrol ke RS dihentikan, terakhir 3 tahun yang lalu. Pengobatan diteruskan, Os membeli obat sendiri ke apotek.

- Riwayat minum obat yang diminum selama 6 bulan disangkal

Riwayat Psikososial

Makan teratur 3 kali sehari. Minum jamu (-), merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-). Riwayat transfusi darah (-). Aktifitas kurang, jarang berolahraga.

(3)

PEMERIKSAAN FISIK Vital Sign • TD : 130/80 mmHg • N : 80x/menit • RR : 20x/menit, • S : 36,5 oC Status gizi • BB : kg • TB : cm • IMT : (Obesitas I) Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis

Sianosis (-), Edema umum (-), Dispnue (-), Dehidrasi (-) Bentuk badan : Obesitas

Cara berbaring dan mobilitas : Baik Cara berjalan : Baik

Status Generalis

Kepala : Normocephal, simetris

Mata : Alis madarosis (-), bulu mata rontok (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), refleks pupil (+/+), d 2 mm, isokor dextra-sinistra. Edema palpebra (-/-), pergerakan mata kesegala arah baik.

(4)

Kulit : Kulit warna sawo matang, kering (+), efloresensi (+), scar (+) di regio abdomen, ikterus pada kulit (+), sianosis (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), kulit kaki bewarna hitam dextra-sinistra.

KGB : Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada nyeri penekanan

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), polip nasal (-/-), nyeri tekan (-), hidung bagian luar tidak ada kelainan, pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : Normotia, nyeri tekan processus mastoideus (-/-), otore (-/-), darah (-/-), pendengaran baik

Mulut : Bibir kering (+), stomatitis (-), lidah tidak kotor dan tremor, gusi berdarah (-), gigi geligi lengkap, faring hiperemis (+), T1/T1

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-), JVP (5 – 2 cm H2O) Dada : Normochest

PULMO

Inspeksi Statis : Bentuk dan pergerakan simetris dextra-sinistra, scar (-), retraksi otot pernapasan (-)

Dinamis : Bentuk dan pergerakan simetris dextra-sinistra, scar (-), retraksi otot pernapasan (-)

Palpasi : Vokal fremitus simetris dextra-sinistra, nyeri tekan (-/-), tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas

Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, batas paru-hepar setinggi ICS VI, midclavicularis dextra

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler (+/+), ronkhi (+/-) halus, wheezing(-/-) Kesan : abnormal

(5)

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midclavicularis sinistra Perkusi : Batas kanan jantung linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung linea midclavikularis sinistra Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, murmur(-), Gallop (-). Kesan : Cor dalam batas normal

ABDOMEN

Inspeksi : cembung membesar, distensi (-), scar (+) post appendektomi dan SC, caput medusa (-), spider nevi (-), venectasi (-)

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-), splenomegali (+) S 6, rebound sign (-), Ballotement (-/-)

Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen, shifting dullness (+), undulasi tes (+) Auskultasi : bising usus (+) normal

ALAT KELAMIN : Perempuan (tidak ada keluhan) ANUS DAN REKTUM : Tidak ada keluhan

PUNGGUNG : Vokal fremitus simetris dextra-sinistra, nyeri ketok (-) skoliosis (-) kifosis (-) lordosis (-), CVA

-/-EXTREMITAS

Atas : akral hangat, kulit kering, udem (-/-), palmar eritem (-), peteki (-), ekimosis (-) Bawah : akral hangat, kulit kering bersisik warna kulit kaki hitam, udem tungkai (-/-)

(6)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 01 Agustus 2011

Darah Perifer Lengkap Hasil Satuan Nilai normal

Hemoglobin 12.0 g/dL 11.7 – 15.5 Leukosit L 4.84 103/µL 5.00 – 10.00 Diff Count Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit 0 H 5 69 L 18 6 % % % % % 0 – 1 1 – 3 52 – 76 20 – 40 2 – 8 Eritrosit L 3.88 106/ µL 4 – 5 MCV / VER MCH / HER MCHC / KHER 90.2 30.9 34.3 fl pg g/dL 82 – 92 27 – 31 32 – 36 Hematokrit L 35 % 37 – 43 Trombosit L 48 103/ µL 150 – 440 LED H 60 Mm 0 – 20 Hemostasis

Masa protrombin (PT) Hasil Satuan Nilai normal

Pasien Kontrol H 16.2 11.7 detik detik 9.8 – 12.6

Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal

SGOT (AST) H 58 U/L < 27

(7)

Albumin L 2.83 g/dL 3.4 – 4.8 Trigliserida 80 mg/dL < 150 Kolesterol Total 139 mg/dL 120 – 200 Kolesterol HDL L 37 mg/dL ≥ 40 Kolesterol LDL 87 mg/dL < 100 MIKROBIOLOGI Specimen Hasil Sputum

Batang gram (-) : sedang Coccus gram (+) : sedang Leukosit : 30 – 40 / LPK Epitel : 40 – 50 / LPK

Pulasan Tahan Asam SP 1 (28 Juli 2011)

Negative SP 2 (29 Juli 2011) Negative SP 3 (01 Agustus 2011) Negative Pemeriksaan 27 Juli 2011 Ro Thorax

Kesimpulan : Pleuropneumonia Dextra Cor dalam batas normal

(8)

Pemeriksaan Laboratorium 28 Juli 2011

Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal

Ureum darah 19 mg/dL < 50

Kreatinin darah 0.7 mg/dL 0.8 – 1.3

Gula Darah Sewaktu 91 mg/dL 70 – 200

Masa protrombin (PT) Hasil Satuan Nilai normal

Pasien Kontrol H 16.1 11.7 detik detik 9.8 – 12.6

APTT Hasil Satuan Nilai normal

Pasien Kontrol 44.4 30.1 detik detik 31.0 – 47.0

USG ABDOMEN 28 Juli 2011

HEPAR Lobus Kiri Lobus Kanan

Ukuran Permukaan Mengecil Irregular Mengecil Irregular

(9)

Tepi Echostruktur SOL Hepatika Porta Tumpul Inhomogen Negative terputus-putus melebar Tumpul Inhomogen (+) d 4.0 cm terputus-putus vena-vena kolateral (+) LIMPA membesar v. Lienalis melebar

KANDUNG EMPEDU Ukuran mengecil Bentuk normal Dinding menebal Batu negative

SALURAN EMPEDU intrahepatik tidak melebar

PANKREAS normal

GINJAL Dextra-Sinistra normal

Lain-Lain Asites

Kesimpulan : Sirosis Hepatis dengan Hipertensi Portal Nodul hepar lobus kanan susp Hepatoma Follow Up

Laboratorium 10 Agustus 2011

(10)

Hemoglobin 12.2 g/dL 11.7 – 15.5 Leukosit 5.01 103/µL 5.00 – 10.00 Diff Count Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit 0 H 8 60 L 16 H 13 % % % % % 0 – 1 1 – 3 52 – 76 20 – 40 2 – 8 Hematokrit L 36 % 37 – 43 Trombosit L 49 103/ µL 150 – 440

Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal

SGOT (AST) H 38 U/L < 27

SGPT (ALT) 25 U/L < 36 Albumin L 2.6 g/dL 3.4 – 4.8 Protein total 6.2 g/dL 6.0 – 8.0 Bilirubin total H 2.7 mg/dL < 1.0 Bilirubin direk H 1.2 mg/dL < 0.3 Bilirubin indirek H 1.5 mg/dL < 0.8

Gula Darah Sewaktu 151 mg/dL 70 – 200

Ureum darah 24 mg/dL < 50

Kreatinin darah 0.6 mg/dL 0.8 – 1.3

(11)

Natrium L 132 mmol/L 135 – 147 Kalium L 3.1 mmol/L 3.5 – 5.0 Chlorida L 93 mmol/L 94 – 111 RESUME ASSESSMENT BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Permukaan superior adalah cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati

(12)

memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tdak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yag dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteria hepatika, dan saluran empedu.(Sylvia, 1995)

Struktur mikroskopik

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar, hingga menjadi saluran empedu yang besar (duktus koledokus). (Sylvia, 1995)

(13)

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. (Maryati, Sri. 2003).

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. (Nurdjanah, Siti. 2007)

2.3 Klasifikasi

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi :

(14)

1. Alkoholik

2. Kriptogenik dan Post hepatitis (pasca nekrosis) 3. Biliaris

4. Kardiak

5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat (Nurdjanah, Siti. 2007)

Klasifikasi sirosis hati menurut kriteria Child-Pugh :

Skor/parameter 1 2 3 Bilirubin (mg %) <2,0 2,0 - <3,0 <3,0 Albumin (gr %) >3,5 2,8 - <3,5 <2,8 Prothrombin time (quick %) >70 40 - <70 <40 Asites 0 Minimal – sedang (+) – (++) Banyak (+++) Hepatic Encephalopathy

Tidak ada Stadium I dan II Stadium III dan IV (Maryati, Sri. 2003) 2.4 Etiologi a. Penyakit Infeksi - Bruselosis - Ekinokokus - Skistomiasis - Toksoplasmosis

- Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)

b. Penyakit Keturunan dan Metabolik - Defisiensi α1-antitripsin

(15)

- Sindrom Fanconi - Galaktosemia - Penyakit Gaucher

- Penyakit simpanan glikogen - Hemokromatosis

- Intoleransi fluktosa herediter - Tirosinemia Herediter - Penyakit Wilson

c. Obat dan Toksin - Alkohol

- Amiodaron - Arsenik

- Obstruksi bilier :

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. (Maryati, Sri. 2007).

- Penyakit perlemakan hati non alkoholik - Sirosis bilier primer

- Kolangitis sklerosis primer

d. Penyebab Lain atau Tidak Terbukti - Penyakit usus inflamasi kronik - Fibrosis kistik

(16)

- Sarkoidosis

(Nurdjanah, Siti. 2007)

2.5 Patogenesis

Gambar 1. Patogenesis Fibrosis dan Sirosis Hati (Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi hal.173)

Meskipun etiologi dari berbagai bentuk sirosis tidak dimengerti dengan baik, ada tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus sirosis Laennec, postnekrotik, dan biliaris. Sirosis dapat juga terjadi setelah penyumbatan pada aliran keluar darah

(17)

atau setelah kerusakan hati lain, misal pada stadium akhir penyakit penyimpanan (hemokromatosis, penyakit Wilson) atau defisiensi enzim yang ditentukan secara genetik.

Factor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah : - defisiensi ATP akibat gangguan metabolisme energy sel

- peningkatan pembentukan metabolit oksigen yang sangat reaktif

- defisiensi antioksidan (misal, glutation) dan/atau kerusakan enzim perlindungan (glutation peroksidase, superoksidase dismutase) yang timbul bersamaan.

Metabolit O2 misalnya akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid (peroksidase lemak). Hal ini membantu terjadinya kerusakan membran plasma dan organel sel (lisosom, reticulum endoplasma). Akibatnya, konsentrasi Ca2+ di sitosol meningkat, yang mengaktifkan protease dan enzim lain sehingga akhirnya terjadi kerusakan sel yang bersifat ireversibel. Fibrosis hati terjadi dalam beberapa tahap. Jika hepatosit yang rusak mati, diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan sitokim dari matriks ekstrasel. Sitokin ini bersama dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel Kupffer di sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit, dan monosit). Berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel Kupffer dan dari sel inflamasi yang terlibat. Faktor pertumbuhan ini dan sitokin selanjutnya :

- Mengubah sel ito penyimpan lemak di hati menjadi miofibroblas - Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif - Memicu proliferasi fibroblast

Aksi kemotaktik transforming growth factor β (TGF-β) dan protein kemotaktik monosit 1 (MCP-1), yang dilepaskan dari sel ito (dirangsang oleh tumor necrosis factor α (TNF-α), platelet-derived growth factor (PDGF), dan interleukin) akan memperkuat proses ini, demikian pula dengan sejumlah zat sinyal lainnuya. Akibat sejumlah interaksi ini (penjelasan yang lebih rinci belum sepenuhnya dipahami), pembentukan matriks sel ditingkatkan oleh miofibroblas dan fibroblast, berarti menyebabkan peningkatan penimbunan kolagen (tipe I, III dan IV), proteoglikan (dekorin, biglikan, lumikan, agrekan) dan glikoprotein (fibronektin, laminin, tenaskin, undulin) di ruang Disse. Fibrosis glikoprotein di ruang Disse menghambat pertukaran zat antara sinusoid darah dan hepatosit, serta meningkatkan resistansi aliran di sinusoid.

Jumlah matriks yang berlebihan dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotease), dan hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas di lobules hati,

(18)

penggantian struktur yang sempurna dimungkinkan terjadi. Namun, jika nekrosis telah meluas menembus parenkim oerifer lobules hati, akan terbentuk septa jaringan ikat. Akibatnya, regenerasi fungsional yang sempurna tidak mungkin lagi terjadi dan akan terbentuk nodul (sirosis). (Lang, Florian. 2007)

Sirosis Laennec

Sirosis Laennec (juga disebut sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi) merupakan suatu pola sirosis yang aneh yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Hubungan yang pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah diketahui, meskipun asosiasi keduanya demikian jelas dan pasti. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein, dan penurunan oksidasi asam lemak. Mungkin pula bahwa individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan, tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan faktor-faktor lipotropik yang diperlukan untuk transpor lemak dalam jumlah cukup (kolin dan metionin). Diketahui bahwa diet rendah protein akan menekan aktivitas dari dehidrogenase alkohol, yaitu enzim utama dalam metabolisme alkohol. Namun demikian, sebab utama kerusakan pada hati diduga merupakan efek langsung alkohol terhadap sel-sel hati, yang akan diperberat oleh keadaan malnutrisi.

Degenerasi lemak yang tak berkomplikasi pada hati seperti yang dapat terlihat pada alkoholisme dini, dapat reversibel asalkan individu tersebut berhenti minum alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, dan tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak yang banyak tersebut.

Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, apalagi bila menjadi semakin hebat, maka terjadi sesuatu (belum diketahui apa) yang akan memacu seluruh proses sehingga akan terbentuk jaringan parut yang tersebar luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoselular dan infiltrasi leukosit

(19)

polimorfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua pasien yang memiliki lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati yang lengkap.

Pada kasus sirosis Laennec yang sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada pinggir-pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi nodula-nodula halus. Nodula-nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati. (Sylvia,1995)

Sirosis Postnekrotik

Sirosis postnekrotik agaknya terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar perannya. Persentase kecil kasus memiliki dokumentasi intoksikasi dengan bahan kimia industri, racun ataupun obat-obatan seperti fosfat, kloroform, dan karbon tetraklorida, atau jamur beracun.

Ciri yang agak aneh dari sirosis postnekrotik adalah bahwa tampaknya merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer (hepatoma). Hal ini juga terlihat pada sirosis Laennec, namun dalam derajat yang lebih ringan. (Sylvia, 1995)

Sirosis biliaris

Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini bertanggung jawab atas 15% dari seluruh kasus sirosis. Penyebab sirosis biliaris yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar,

(20)

keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus, malabsorpsi dan steatorea.

Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang agak mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebabnya yang berkaitan dengan lesi-lesi duktulus empedu intrahepatik, tidak diketahui. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Komplikasi hipertensi portal jarang terjadi. (Sylvia, 1995)

2.6 Diagnosa a. Gejala Klinis

Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini :

1. Kegagalan Prekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites

4. Ensefalophati hepatitis (Maryati,Sri. 2003)

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, nafsu makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, dan buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.(Nurdjanah, Siti. 2007)

(21)

Keluhan dari sirosis hati dapat berupa : • Merasa kemampuan jasmani menurun

• Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan • Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

• Pembesaran perut dan kaki bengkak • Perdarahan saluran cerna bagian atas

• Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy)

• Perasaan gatal yang hebat

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang masing- masing memperlihatkan gejala klinis berupa :

1. Kegagalan sirosis hati a. Edema b. Ikterus c. Koma d. spider nevi e. alopesia pectoralis f. ginekomastia g. kerusakan hati h. asites

i. rambut pubis rontok j. eritema palmaris k. atropi testis

l. kelainan darah (anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan)

2. Hipertensi portal a. varises oesophagus b. spleenomegali

(22)

d. caput meduse e. asites

f. collateral vein hemorrhoid

g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) (Maryati, Sri. 2003)

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma, spiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan Selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula dan orang sehat, walaupun ukuran lesi kecil.

Eritema palmaris, warna merah saga pada tenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artrisis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku-kuku Muchrache berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histrologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang

(23)

sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, haisirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi di metail sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Ikterus-pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, sorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : - Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar - Batu pada vesika felea akibat hemolisis

- Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.

Diabetes mellitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. (Nurdjanah, Siti. 2007)

c. Pemeriksaan Penunjang Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotrans ferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumain, dan waktu protrombin.

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil priuvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat dari pada ALT, namun bila trasaminase normal tidak menyampingkan adanya sirosis.

(24)

Alkali fosatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis biler primer.

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan , antigen, bakteri dan sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Waktu protombin mencerminkan derajat /tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

Kelainan hematology anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa mulai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa melihat asites, splenomegli, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karisnoma hati pada pasien sirosis.

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagonisis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa

(25)

ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau pertioneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit kerena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. (Nurdjanah, Siti. 2007)

2.7 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasinya yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Factor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air dan peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal yaitu pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusa). Dilatasi anastomosis antara cabang-cabang vena mesenterika inferior dan vena-vena rectum sering mengakibatkan terjadinya haemoroid interna. Perdarahan dari haemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan pada esophagus oleh karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik akibat bendungan, dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. (Sylvia, 1995)

(26)

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainna organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

Salah satu mainfestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertigannya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada ganguan tidur, (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Ensefalopati hepatik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak dimetabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bila terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (patologis atau akibat pembedahan) yang memungkinkan darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolic yang bertanggung jawab atas timbulnya ensefalopati tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intoksikasi otak oleh hasil pemecahan metabolism protein oleh bakteri dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati atau karena adanya pirau. Ammonia yang dalam keadaan normal diubah menjadi urea oleh hati, merupakan salah satu zat yang diketahui bersifat toksik dan dianggap dapat mengganggu metabolisme otak. (Sylvia, 1995)

2.8 Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditunjukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang biasa menambah kerusakan hati, pencegah dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandungprotein 1g / kg BB dan kalori sebanyak 2000 – 3000 kkal/hari.

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis

(27)

2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;

misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari :

 Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.

 Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

 Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti :

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis 3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic (Maryani, Sri. 2003)

Tatalaksana pasien sirois yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencerdai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal biasa menghambat kolagenik.

(28)

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan dioulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati nonalkoholik menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi ini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin stelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik ; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan trapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali smeinggu dan kombinasi ribavirin 800 – 1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selian itu obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Pengobatan Sirosis Dekompensata

Tirah baring dan diawali diet rendah gram, konsumsi garam sebanyak 5,2 grm atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam di kombinasi dengan obat-obatan duretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton denggan dosis 100 – 200 mg sekali sehari. Respons diuretic bisa di monitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau atau 1 kg /hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 iter danj dilindungi dengan pemberian albumin. (Nurdjanah, Siti. 2007)

(29)

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain :

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6–8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. (Maryani,Sri. 2003)

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :

- Spontaneous bacterial peritonitis

- Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites - Clinical feature my be absent and WBC normal - Ascites protein usually <1 g/dl

- Usually monomicrobial and Gram-Negative - Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs - 50% die

(30)

- 69 % recurrent in 1 year

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. (Maryani. Sri. 2003)

Hepatorenal Sindrome

Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : A. Major

- Chronic liver disease with ascietes - Low glomerular fitration rate - Serum creatin > 1,5 mg/dl

- Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute

- Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs - Proteinuria < 500 mg/day

- No improvement following plasma volume expansion B. Minor

- Urine volume < 1 liter / day - Urine Sodium < 10 mmol/litre

- Urine osmolarity > plasma osmolarity

- Serum Sodium concentration < 13 mmol / liter

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. (Maryani, Sri. 2003)

(31)

Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. mengenali dan mengobati factor pencetus

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein

- Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose/ lactikol

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS) (Maryani, Sri. 2003)

Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia , diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan perhari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

(32)

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection. (Maryani, Sri. 2003)

Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti seftaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sikulasi darah di hati, mengatur kesimbangan garam dan air. Transplatasi hati, terapi definitive pada pasien irosis deompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

2.9 Prognosis

Prognosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Chilld Pugh (tabel 2) juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status ntrisi. Klasifikasi ini terdiri dair Child A, B dan C. klasifikasi child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.

Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD ) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Tabel 2 Klasifikasi Fungsi Hati Chills Pasien sirosis Hati dalam Terminologi cadangan

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat

Bil. Serum (mu.mol/dl) Alb serum (gr/dl) Asites PSE/ ensefalopati < 35 > 35 nihil nihil 5-50 30-35 mudah dikontrol minimal > 50 < 30 Sukar Berat / koma

(33)

Nutrisi sempurna baik Kurang / kurus

(Nurdjanah, Siti. 200 DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Gambar   1.   Patogenesis   Fibrosis   dan   Sirosis   Hati   (Teks   dan   Atlas   Berwarna  Patofisiologi hal.173)
Tabel 2 Klasifikasi Fungsi Hati Chills Pasien sirosis Hati dalam Terminologi cadangan

Referensi

Dokumen terkait

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bah&amp;a Sirosis 'epatis adalah suatu penyakit hati kronis menahun dengan keadaan patologis yang

+irosis hepatis merupa$an suatu $eadaan patologis yang menggam%ar$an +irosis hepatis merupa$an suatu $eadaan patologis yang menggam%ar$an i%rosis 2aringan paren$im hati tahap

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan

Pada sirosis hati, jaringan fibrosis menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal).Ketika tekanan

1,7 Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis yang disertai ascites

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel

Temuan klinis sirosis dapat berupa kerontokan rambut pada ketiak, ikterus yang terlihat di kulit dan membran mukosa, spider telangiektasis, splenomegali, ascites, serta eritema palmaris