• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING SKILLS UNTUK ANAK DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN METODE BELAJAR DENGAN MELIHAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING SKILLS UNTUK ANAK DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN METODE BELAJAR DENGAN MELIHAT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN ANIMASI BERTEMA DAILY LIVING SKILLS

UNTUK ANAK DOWN SYNDROME MENGGUNAKAN

METODE BELAJAR DENGAN MELIHAT

Wiranto

Bidang Studi Desain Komunikasi Visual Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111. Telp./Fax (5931147)

ABSTRAK

Perkembangan penyakit down syndrome cukup banyak, terjadi sekitar 800 – 1000 kelahiran. Penyakit down syndrome membuat penderitanya memerlukan perhatian dan metode khusus untuk bisa mandiri seperti layaknya manusia normal.

Selama ini penderita down syndrome mendapatkan metode pengajaran melalui role model namun belum memperhatikan sisi kesenangan penderita. Padahal menurut literatur, penderita down syndrome dapat memberikan perhatian penuh pada apa yang disenanginya. Dalam kasus ini juga diperhatikan kemampuan baca tulis dan factor

kesibukan dari orang tua sehingga untuk mempermudah memberikan metode kemandirian pada penderita down syndrome dibuatlah metode animasi. Hal ini juga berdasarkan kebanyakan penderita down syndrome selalu memberikan atensi penuh dan meniru beberapa tayangan televisi terutama untuk tayangan animasi dan musik.

Tujuan dari perancangan ini adalah untuk mempermudah orang tua dalam memberikan bekal kemandirian pada penderita down syndrome dengan melibatkan sisi kesenangan penderita. Dengan pendekatan disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual diharapkan media animasi dapat meringankan para orang tua dalam mengajarkan kemandirian pada penderita down syndrome dan penderita

down syndrome juga mendapatkan bekal kemandirian yang benar dari animasi

(2)

ABSTRACT

Growth of Down Syndrome are pretty much increasing, it is occured to approximately 800 - 1000 birth. Down syndrome Disease makes sufferers require specific method and special attention so they can be independent like any normal human.During these years sufferers of down syndrome always having teaching methods through role models but these kind of teaching haven't noticing the sufferer "pleasure" factor. Yet according to the literature, people with Down syndrome can give full attention to what are they like.

In this case also it is noted the ability to read and writing and also the parent activity factor so as to facilitate providing the method of independence in people with Down syndrome made animation methods. this research are based on the fact that most of Down syndrome Sufferers always give full attention and imitate several television shows, especially for animation and music programme.

The purpose of this design is to facilitate parents in providing supplies of independence in people with Down syndrome by involving the sufferers

"pleasure" factor. With the approach of Visual Communication Design disciplines it is expected that animation media to ease the parents in teaching self-reliance in people with Down syndrome and people with Down syndrome may also get the right independence provisions from the animation.

KEYWORD

biology, junior high school, plant classification, science comic

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Down Syndrome atau sindrom down merupakan kelainan kromosom, yaitu

terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Sulastowo, 2008). Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang

(3)

datar menyerupai orang Mongolia, Amerika dan Eropa. Down syndrome juga biasa disebut mongolisme.

Prevalensi down syndrome kira-kira 1 berbanding 700 kelahiran. Di dunia, lebih kurang ada 8 juta anak down syndrome. Di Indonesia, dari hasil survei terbaru, sudah mencapai lebih dari 300.000 orang.1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lejuene (1959 dalam Gruenberg, 1966), seorang ahli genetik Prancis, penderita down syndrome memiliki 47 kromosom, sementara itu orang normal memiliki 46 kromosom. Juga diketahui adanya persentase yang tinggi tentang anak yang menderita down syndrome yang dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 40 tahun. Kelahiran down syndrome memiliki frekuensi lebih dari 7 per 1.000 dengan usia ibu 40 tahun atau lebih.

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly). Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).

Anak down syndrome biasanya kurang bisa mengkoordinasikan antara motorik kasar dan halus. Misalnya kesulitan menyisir rambut atau mengancing baju sendiri. Selain itu anak down syndrome juga kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan kognitif dan bahasa, seperti memahami manfaat suatu benda (Selikowitz, 2001).

Menurut Selikowitz (2001), anak down syndrome dan anak normal pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dalam tugas perkembangan, yaitu mencapai kemandirian. Namun, perkembangan anak down syndrome lebih lambat dari pada anak normal. Jadi diperlukan suatu terapi untuk meningkatkan kemandirian anak down syndrome. Peran

1 Teori Baru Penyebab Down Syndrome

(4)

serta orangtua sangat dibutuhkan. Doman (2003) mengungkapkan bahwa 15% orangtua yang mengetahui anaknya mengalami down syndrome akan kembali ke rumah dan tidak melakukan suatu program terapi. Sebanyak 35% yaitu orangtua yang gigih tekadnya untuk ikut Program Perawatan Intensif. Sebanyak 50% orangtua akan kembali kerumah, mendiagnosis anaknya, mendesain sebuah program untuk anaknya dan melaksanakan program itu dengan tingkat frekuensi, intensitas dan durasi yang berbeda-beda dengan harapan memperoleh hasil yang sepadan dengan program itu.

Program yang dibuat orang tua yang mengandalkan pengalaman sebelumnya dengan menggunakan metode yang konvensional seringkali kurang menunjukkan kemajuan. Oleh karena itu, dengan membantu membuat program the house model of fine

motor skill pada anak down syndrome diharapkan bisa membantu menentukan aktivitas

sehari-hari apa yang bisa kita kenalkan terlebih dahulu (Bruni, 2006). Berdasarkan wawancara dengan orang tua anak down syndrome, mereka mengatakan bahwa anaknya sudah bisa menggosok gigi namun setelah dilakukan observasi dengan anak tersebut, ternyata anak tersebut belum bisa menggosok gigi dengan benar akhirnya gigi anak tersebut terlihat tidak sehat. Jika anak down syndrome diajarkan hal yang salah, maka dia akan melakukan kesalahan tersebut terus menerus.2 Bp. Winarno, kepala sekolah SLB Optimal mengatakan bahwa orang tua sering kali tidak telaten mengajarkan anaknya dan menyerahkan begitu saja kepada sekolah padahal sekolah sendiri tidak hanya mengajarkan anak down syndrome saja namun anak berkebutuhan khusus lain.3

Kemampuan daily living skills bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak menolong diri hidup mandiri dalam kehidupan rutin setiap hari seperti makan, minum, mandi, pergi ke toilet, memakai dan melepas baju, kaos kaki dan lain-lain. Daily living

skills juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam melakukan tugas-tugas

sekolah yang berhubungan dengan pengembangan motorik halus termasuk menggambar, mewarna, menggunting dan menulis. Pekerjaan rumah tangga dan aktifitas bermain seperti melakukan hobinya, hiburan-hiburan olahraga dan pekerjaan rutin rumah tangga dan pekerjaan sehari-hari yang menjadi bagian dari orang dewasa dan anak-anak Bruni (2006).

2 Hasil wawancara dengan Ibu Amherstia Pasca Rina sebagai psikolog yang menangani anak down syndrome 3 Hasil wawancara dengan Bp. Winarno, kepala sekolah SLB Optimal tanggal 02 Oktober 2009, Pukul 15:46

(5)

DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si, Psi yang merupakan praktisi di sebuah rumah sakit Anak di Jogja mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan animasi tentang

daily living skills untuk membantu meningkatkan motorik halus pada anak down syndrome, lalu ibu Nurul Hartini, S. Psi., M. Kes sebagai Pembantu Dekan I Psikologi

Unair juga akan membantu publikasi media ini. Dibutuhkannya media ini, dikarenakan menurut observasi, media tersebut mempermudah anak belajar dan tertarik. Dipilihnya media animasi dan bukan buku dikarenakan disaat observasi ditemukan beberapa orang tua anak down syndrome yang buta huruf. Dan bukan video dikarenakan ada kendala disaat mengajarkan toileting semisal mandi kepada anak down syndrome.4 Selain itu alat-alat untuk melatih motorik anak down syndrome tergolong mahal dan langka. Anak-anak

down syndrome punya keistimewaan sangat pintar meniru.5

Berdasarkan informasi yang telah didapat, maka peneliti ingin membantu meningkatkan kemampuan anak down syndrome lewat media animasi yang menampilkan contoh daily living skills agar dapat melatih motorik halus untuk meningkatkan daily living

skills pada anak down syndrome.

Identifikasi Masalah

a. Program yang dibuat orang tua dengan menggunakan metode yang konvensional seringkali kurang menunjukkan kemajuan. Seringkali gerakan-gerakan yang diajarkan orang tua kurang tepat.

b. Animasi disukai oleh penderita down syndrome, hal itu dibuktikan melalui observasi dan wawancara pada psikolog dan orang tua penderita down syndrome. Dengan animasi ini diharapkan penderita down syndrome dapat mempelajari daily living skills lewat media yang mereka senangi.

c. Dibuatnya media animasi ini untuk mempermudah orang tua dalam mengajari daily

living skills pada anak down syndrome.

d. Alat-alat untuk melatih motorik anak down syndrome tergolong mahal, maka diperlukan sebuah media alternatif yang lebih murah untuk menggantinya.

Batasan Masalah

4 Hasil wawancara dengan Ibu Amherstia Pasca Rina sebagai psikolog yang menangani anak down syndrome. 5 http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=10

(6)

a. Perancangan ini hanya membahas masalah motorik halus anak down syndrome. b. Penulis hanya merancang kegiatan daily living skills yang terpusat pada kegiatan

melatih kemandirian (self help skills) sesuai dengan judul perancangan ini.

c. Konten animasi yang ditampilkan pada perancangan ini berdasarkan hasil diskusi dengan pakar psikologi yang menangani anak down syndrome.

Tujuan Penelitian

Lewat penelitian ini diharapkan mampu membantu menciptakan media untuk meningkatkan daily living skills anak-anak down syndrome agar mampu mandiri.

METODOLOGI

Target audiens yang akan diteliti adalah anak-anak down syndrome baik laki-laki atau perempuan berusia 5–8 tahun. Populasi yang diambil adalah anak-anak down syndrome usia 5 - 8 tahun yang duduk di SLB setingkat SD. Studi lapangan yang dipilih adalah SLB Optimal Kenjeran Surabaya.

a. Demografi Target Segmen : 1) Usia : 5-8 Tahun

2) Laki-laki dan perempuan 3) Pendidikan SLB setingkat SD 4) Tinggal di kota besar (Surabaya) 5) Ekonomi menengah kebawah b. Karakteristik anak down syndrome :

1) Perkembangannya lebih lambat dari anak normal. 2) Pandai meniru.

3) Sulit memahami bahasa verbal tanpa bantuan visual

4) kurang bisa mengkoordinasikan antara motorik kasar dan halus

5) kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan kognitif dan bahasa, seperti memahami manfaat suatu benda

6) Mempunyai ciri fisik yang terlihat oleh mata, seperti wajah mongoloid, tangan pendek dengan jari-jari yang pendek pula, tinggi tubuh pendek.

7) Membutuhkan motivasi untuk berkembang (jika dipuji dia akan sangat senang) 8) Agak susah mengontrol emosi bila tidak sesuai dengan keinginannya.

(7)

9) Terpaku pada rutinitas. Bila terjadi perubahan lingkungan, anak down syndrome akan stres karena sulit baginya untuk menyesuaikan diri.

10) Instruksi yang diberikan harus diulang. 11) Tidak seimbang.

12) Sulit fokus

13) Perlu membentuk situasi yang menyenangkan untuk memuat anak down

syndrome dalam mood yang menyenangkan (misal : menyalakan music yang

ceria agar anak down syndrome senang). 14) Senang bermain-main.

15) Susah berhenti dari kegiatannya jika anak down syndrome telanjur menyukai kegiatan tersebut.

16) Senang jika terlihat berguna bagi orang lain (contoh membantu menggunakan sabuk pengaman pada orang lain, baru pada dirinya sendiri).

17) Sulit untuk mempelajari sesuatu yang baru. 18) Dikendalikan mood (emosi).

Observasi dilakukan di SLB Optimal, Kenjeran dan lingkungan sekitar tempat anak down

syndrome yang bersangkutan tinggal dan menghabiskan waktunya sehari-hari. Sesuai

dengan subyeknya yaitu mengamati anak tentang kemempuannya berkegiatan sehari-hari (daily living skills)

Jumlah responden : 4 orang

Pendidikan : SLB

Usia responden : 5-8 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan.

Dari observasi yang dilakukan oleh 4 anak down syndrome dapat disimpulkan bahwa : 1) Suka dengan kegiatan olah raga dan bermain

2) Suka meniru apa yang dilakukan teman lain

3) Banyak yang belum bisa melakukan daily living skills dengan benar karena orang tua yang salah mengajarkannya serta mengajarkan dengan cara yang kurag disukai anak down syndrome.

4) Susah konsentrasi jika belajar dikelas.

5) Sulit memahami bahasa verbal bila tidak ditampilkan dengan visual 6) Kesulitan berbicara

(8)

7) suka menonton TV dan meniru acara yang ada di TV tersebut 8) Malu kepada orang lain yang baru pertama bertemu

9) Menyukai acara musik semacam Dahsyat

10) Anak down syndrome yang diajarkan terlalu keras cenderung kasar dan takut kepada orang tua yang mengajarkannya

11) Kurang bisa menulis dan berhitung.

HASIL

Dalam penelitian perancangan ini hal-hal yang akan ditelusuri dan diteliti yaitu :

a. Metode belajar daily living skills pada anak down syndrome dengan isi materi yang meliputi kegiatan sehari-hari antara lain mandi, makan, memakai pakaian, memakai sepatu dan kegiatan keseharian yang lain yang menunjang kemandirian sehari-hari. Kemampuan daily living skills sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemandirian anak down syndrome.

b. Animasi yang ditampilan menggunakan karakter yang sama dengan usia anak yang sedang belajar mandiri, yaitu karakter anak dengan umur 5 – 8 tahun. Penggunaan karakter anak dengan sebab selain umur tersebut adalah umur yang normalnya memang diberi bekal kemandirian sehari-hari juga perkembangan kognitif penderita

down syndrome tidak secepat anak pada umumnya. Sehingga dengan diberi

karakter anak kecil maka dapat merengkuh penderita down syndrome anak-anak maupun yang sudah beranjak dewasa. Gaya penyampaian juga pelan dan sabar seolah mengajari anak-anak dan juga dapat ditangkap dengan baik oleh penderita

down syndrome.

c. Warna yang digunakan adalah warna cerah karena menurut riset, anak down

syndrome menyukai serial animasi yang juga menggunakan warna cerah.

d. Gerakan animasi yang digunakan cenderung pelan agar dapat ditangkap dengan baik oleh penderita down syndrome.

e. Sudut pandang kamera menggunakan sudut pandang terbaik antara depan dan serong bergantung kebutuhan. Tidak digunakan sudut pandang yang sering

(9)

berganti-gant agar materi dapat ditangkap dengan baik oleh penderita down

syndrome.

f. Penggambaran karakter mengikuti kesukaan anak down syndrome yaitu melalui animasi kartun yang sering ditonton di televisi sepeti Naruto, Doremon, Spongebob dan Scoobydoo. Digunakan rujukan karakter yang paling memungkinkan untuk animasi ini yaitu karaker dari film animasi Naruto.

g. Konsep yang digunakan adalah mengajak mandiri sehari – hari atas dasar penelitian tehadap anak down syndrome yang meliputi berbagai aspek psikologis, kognitif, kesukaan anak dan keseharian anak down syndrome.

(10)

Bagan Keyword

Definisi keyword

Keyword yang dipilih yaitu “Ayo Mandiri Sehari-hari”,

a. Arti denotatif :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

Ayo berarti kata seru untuk memberikan dorongan dan ajakan.

Mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Sehari-Hari berarti setiap hari, rutin, teratur.

(11)

Animasi ini bersifat mengajak anak down syndrome untuk menirukan daily living

skills dalam animasi. Ajakan disini adalah ajakan untuk belajar meningkatkan kemampuan daily living skills anak down syndrome menuju kemandirian dengan cara yang

menyenangkan yang sesuai dengan kriteria anak down syndrome yang menyukai rutinitas dengan minim perubahan, ceria dan aktif saat melihat media yang atraktif. Warna yang digunakan adalah warna cerah sesuai hasil penelitian terhadap animasi komparator dengan menampilkan animasi gerakan daily living skills yang benar dengan pengantar bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti anak down syndrome.

c. Penurunan Keyword :

Kata kunci “Ayo Mandiri Sehari-Hari” akan diturunkan ke aspek-aspek sebagai berikut.

1) AYO

- Sisi Komunikasi anak down syndrome : Kata “Ayo” merupakan kata yang bersifat mengajak / ajakan. Hal ini disebabkan psikologis anak down

syndrome yang ingin mendapat motivasi dari apa yang dilakukannya.

Jika mendapat motivasi mereka akan semangat.

- Sisi Psikolgis Karakter : Kata “Ayo” yang bersifat mengajak/ ajakan menggambarkan sifat karakter yang positif, aktif dan bersemangat. 2) MANDIRI

- Sisi Materi : “Mandiri” disini mengacu pada aspek materi pada animasi yang memperlihatkan langkah per langkah dari kegiatan kemandirian. - Sisi Pskologis Karakter : Karakter diperlihatkan akan melakukan kegiatan

kemandirian dengan sikap yang mandiri. Ditunjukkan dengan hanya tokoh utama yang saling membantu dalam melakukan kegiatan kemandirian tanpa bantuan dari tokoh lain.

3) SEHARI-HARI

- Sisi Materi : “Sehari-hari” mengacu pada materi kegiatan-kegiatan animasi untuk melakukan kegiatan kemandirian yang dilakukan setiap hari.

- Sisi Karakter : Kata “Sehari-hari” akan menunjukkan ciri khas dari atribut yang dipakai pada karakter tersebut, yang sesuai dengan hasil penelitian penulis pada kehidupan sehari-hari anak.

(12)

- Sisi Environment : Anak down syndrome akrab dengan rutinitas sehari-hari dengan jadwal yang sudah pasti dengan kondisi lingkungan yang tetap dan minim perubahan. Perubahan lingkungan akan membuatnya stres. Sehingga environment yang digunakan dalam animasi ini akan mengunakan keadaan environment seperti keseharian anak down

syndrome yang telah diteliti sebelumnya.

Animasi daily living skills ini dirancang dengan karakter sebagai berikut : Karakter Utama Andi Ani

Nama : Andi Umur : 5 Tahun

Sifat : Periang, anak yang penurut.

Nama : Ani

Umur : 5 Tahun

Sifat : Periang, suka

(13)

Gambar 1 :

Opening dalam animasi daily living skills

Gambar 2 :

Scene sikat gigi

Gambar 3 :

(14)

Gambar 4 :

Scene pakai celana

Gambar 5 :

Scene pakai kaus kaki

Gambar 6 :

(15)

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil Post Test Animasi Daily Living Skills Kepada Anak Down Syndrome.

Gambar 7 :

Post Test pada Anak Down Syndrome

Post Test dilakukan dengan menunjukan hasil animasi pada anak down syndrome. Post Test dilakukan tanggal 27Januari 2011 bertempat di salah satu rumah

anak down syndrome tersebut.

Saat anak diminta untuk melakukan salah satu kegiatan daily living skills sebelum animasi diputar, anak down syndrome tersebut menujukkan keengganan. Namun saat diputarkan animasi lalu diminta melakukan kegiatan daily living skills (saat itu scene sikat gigi) anak down syndrome tersebut mau melakukan kegiatan tersebut sambil melihat animasi. Ketertarikan anak down syndrome tersebut sangat terlihat ketika melihat animasi ini. Hal ini membuktikan animasi merupakan media yang sangat efektif untuk mengajarkan anak down syndrome materi tentang kegiatan kemandirian sehari-hari.

Beberapa kegiatan dapat dilakukan oleh anak down syndrome. Namun dengan instruksi yang harus diulang-ulang karena keterbatasan pemahaman anak down

(16)

syndrome. Untuk kegiatan yang lebih membutuhkan keterampilan jari seperti mengancing

baju, anak down syndrome belum banyak yang bisa melakukannya. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk animasi daily living skills bagi anak down

syndrome antara lain, tempo untuk beberapa kegiatan yang membutuhkan ketelitian dari

motorik halus yang tinggi seperi kancing baju lebih diperlambat lagi agar anak down syndrome dapat melihatnya lebih cermat.

Menggunakan instruksi verbal yang mengharuskan anak berhenti dari kegiatan jika kegiatan tersebut telah selesai. Hal ini dikarenakan anak down syndrome yang jika telah menyukai kegiatan tersebut terlihat susah berhenti dari kegiatan tersebut karena keasyikan.

Berikan pengulangan animasi pada setiap kegiatan agar anak own syndrome lebih mengerti.

Setiap salah satu kegiatan kemandirian selesai dilakukan, berikan ucapan pujian untuk membangkitkan motivasi agar anak down syndrome mau lebih maju lagi seperti, “Pintar”, “Bagus”. “Hebat” dan sebagainya yang bersifat positif.

Saran ini tidak hanya berlaku pada animasi ini saja, namun juga berlaku pada animasi kemandirian dengan tema kelompok materi kemandirian yang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Buku :

Panduan Orang Tua Untuk Mengajarkan Kemampuan Menolong Diri (Self Help Skills) Pada Anak yang Mengalami Retardasi Mental.

Bruni, Maryanne. 2006. Fine Motor Skills for Children with Down Syndrome : a guide for parents and professionals. Woodbine House, Inc, Unaited States of America. Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Greene. 2003. Psikologi Abnormal, Edisi 5,

Jilid 2

Dameria, Anne. 2007. Color Basic : Panduan Dasar Warna untuk Desainer dan Indiustri Grafika. Link & Match Graphic, Jakarta.

(17)

Yogyakarta.

McLoud, Scott. 1993. Understanding Comics. Terjemahan oleh S. Kinanthi. 2001. Kepustakaan Polpuler Gramedia, Jakarta.

Tugas Akhir, Skripsi dan Penelitian :

Pasca Rina, Amherstia. 2009. MENINGKATKAN DAILY LIVING SKILL PADA ANAK DOWN SYNDROME DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MODELLING. Program Profesi Magister Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Ariprabowo, Tegar. 2007. Perancangan Film Animasi Si Buta Dari Goa Hantu. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Hand out :

Hand Book oleh Amherstia Pasca Rina mengenai langkah-langkah melakukan kegiatan kemandirian (self-help skills).

Animasi :

Animasi Cerita Balita “Aku Bisa Mandi Sendiri” Produksi Mizan Bunaya Creativa tahun 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Analisa Statistik Tingkat Kekerasan Pada Drying Agent Sodium Bisulfit, Asam Askorbat, dan Asam Sitrat.. Statistic

Jl. Dengan adanya pemberlakuan sistem parkir meteran pada parkir badan jalan dimaksudkan untuk bisa meningkatkan efektifitas transport demand management , selain itu juga dengan

Namun, berbanding terbalik dengan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Permana, dkk 2015 menyatakan lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap disiplin kerja di BNI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon bungur merupakan pohon penghijauan yang paling berpotensi untuk digunakan sebagai tanaman penghijauan ditinjau dari

PENERAPAN PENDEKATAN DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

kebiasaan bermain game online pada anak usia sekolah terhadap kebutuhan. dasar dan hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat

personal guarantee bank tanpa melalui appraisal dulu untuk melihat atau menghitung dari jumlah atau kekayaan penjamin tersebut. Bank menerima pihak ketiga