• Tidak ada hasil yang ditemukan

Roti dari Tepung Kulit Jeruk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Roti dari Tepung Kulit Jeruk"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

review jurnal

“Effect of Orange Peel Flour on the Quality Characteristics of Bread”

Disusun oleh :

Maudina Noorliza A1M012059 R.A. Kood Dewi. M.D.P A1M012060 Annisa Primasari A1M012061

Imrat Nurrahma A1M012062

Arridha Afiati A1M012063

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

2015

I. PENDAHULUAN

Jeruk manis (Citrus sinensis) merupakan jenis jeruk yang paling banyak ditanam dan diproduksi di dunia. Brasil (2010) adalah produsen terbesar jeruk di dunia, diikuti oleh Amerika dan India. Jeruk terutama dikonsumsi bagian buahnya (endocarp), dibuat jus, dan juga dibuat selai jeruk. Selama ini limbah kulit jeruk manis (Citrus sinensis) yang tidak termanfaatkan atau diolah lebih lanjut, biasanya hanya dibuang dan bisa menimbulkan dampak lingkungan, berupa polusi bau, terkontaminasi dengan tanah tempat pembuangan limbahn kulit jeruk tersebut, dan lingkungan tempat pembuangan limbah yang kotor dan tidak sehat.

Pemanfaatan lebih lanjut kulit jeruk sebenarnya telah banyak dilakukan dalam industri pangan dan industri pengolahan lainnya dan bedampak positif secara sosial maupun ekonomi bagi petani jeruk, lingkungan sekitarnya, dan industri pengolahan jeruk itu sendiri. Kulit jeruk dimanfaatkan atau dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak jeruk, campuran parfum, dan lain-lain. Sementara itu, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kulit jeruk manis juga mempunyai potensi sebagai sumber serat seperti yang terkandung dalam tepung gandum (Okpala dan Akpu, 2013). Dalam penelitiannya, Okpala dan Akpu, mengolah limbah kulit jeruk menjadi tepung kulit jeruk. Tepung kulit jeruk ini dalam takaran tertentu dapat ditambahkan pada tepung gandum, sebagai bahan substitusi gandum pada pembuatan roti.

Dengan mencampur 3 % tepung kulit jeruk sebagai pengganti tepung gandum ke dalam takaran 100 % gandum untuk membuat roti, maka berdasarkan penelitian diperoleh hasil roti yang mempunyai kualitas sensori sebanding dengan roti yang dibuat dengan 100 % gandum. Penggunaan tepung kulit jeruk dalam produksi roti tidak hanya akan menambah nilai makanan, tetapi juga akan mengurangi polusi lingkungan dari limbah kulit jeruk. Bilamana hasil penelitian bisa diterapkan secara luas dan didukung oleh industri pengolahnya, serta penelitian lanjutan terkait produksi dan pemanfaatannya sebagai subtitusi tepung gandum, maka bukan tidak mungkin dikemudian hari ini akan mampu mengurangi impor tepung gandum.

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA A Karakteristik Limbah

Berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 1997, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan. Limbah merupakan buangan dalam bentuk zat cair yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari atau merusak lingkungan hidup, dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Mahida, 1984).

Setiap limbah perlu dikarakteristik terlebih dahulu sebelum rancangan proses dimulai. Sifat limbah cair yang perlu diketahui adalah volume aliran, konsentrasi organic, karakteristik dan toksisitas. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah juga bergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Berdasarkan sumber atau asal limbah, maka limbah dapat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu :

1 Limbah domestic, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut, lemak.

2 Limbah nondomestic, yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumber-sumber lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas pestisida, bahan pupuk dan lainnya (Kristianto,2002)

Kehadiran limbah dapat berdampak negatif bagi lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung jenis dan karakteristik limbah (Badjoeri et al., 2002). Karakteristik limbah meliputi:

a Berukuran mikro b Dinamis

c Berdampak luas (penyebarannya)

d Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri digolongkan menjadi: a Limbah cair

(4)

b Limbah padat

c Limbah gas dan partikel

d Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling llimbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization) (Badjoeri et al., 2002).

Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002).

B Jeruk

Jeruk manis mempunyai nama ilmiah Citrusaurantium sub spesies sinensis. Jeruk manis ini termasuk di dalam klasifikasi berikut ini :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae

(5)

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Ordo : Rutales

Genus : Citrus

Spesies : Citrus aurantium sub spesies sinesis Secara umum uraian makroskopis kulit jeruk manis antara lain : a Kepingan berbentuk spiral dan ada pula yang berbentuk panjang.

b Permukaan luar berwarna coklat agak kekuning-kuningan sampai coklat jingga, tebal ± 3 mm, keras dan rapuh.

c Permukaan dalam rata, berwarna coklat jingga.

d Terdapat sedikit jaringan bunga karang, apabila kulit ini dipatahkan akan tampak dengan jelas rongga-rongga minyaknya yang bergaris tengah sekitar 1 mm.

Kulit buah jeruk manis tebalnya 0,3-0,6 cm, dari tepi berwarna kuning atau oranye tua dan makin ke dalam berwarna putih kekuningan sampai putih, berdaging dan kuat melekat pada dinding buah. Kandungan kimia dalam kulit jeruk manis adlah saponin, tanin, flavonoid, dan triterpenoid (Sari, 2008).

C Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven. Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang khas. Dilihat dari cara pengolahan akhirnya, roti dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan yang digoreng. Bakpao dan mantao adalah contoh roti yang dikukus. Donat dan panada merupakan roti yang digoreng. Sedangkan aneka roti tawar, roti manis, pita bread, dan baquette adalah roti yang dipanggang (Sufi, 1999).

Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lain, kemudian dipanggang. Roti beranekaragam jenisnya. Adapun penggolongannya berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004)

1 Bahan-bahan Pembuatan Roti a Tepung Terigu

(6)

Tepung terigu diperoleh dari pengolahan biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau asing seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga, tikus, kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya. Yang harus dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan kadar abunya.

Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Sunaryo, 1985). Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung, havermouth, dsb. Untuk roti yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum, karena beberapa

jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999). Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung glutein 8 – 12%. b Air

Dalam pembuatan roti, air berfungsi sebagai penyebab terbentuknya gluten serta pengontrol kepadatan dan suhu adonan. Selain itu, air berperan sebagai pelarut garam, penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6 – 9. makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006).

c Garam Dapur

Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam NaCl atau gula pada konsentrasi tinggi, dapat mencegah kerusakan bahan pangan. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2 - 5% yang dikombinasikan pada suhu rendah,

(7)

cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik (Supardi dan Sukamto, 1999).

Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Garam ditambahkan terutama sebagai bahan flavor tetapi juga untuk memperbaiki tekstur dan daya awet (Buckle, et al, 1987).

d Gula

Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi karbohidrat yang ada untuk proses fermentasi dan untuk memberikan rasa manis pada roti. Akan tetapi gula lebih banyak dipakai dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa manis gula juga mempengaruhi tekstur (Buckle et al., 1987). Gula sangat penting peranannya dalam pembuatan roti, diantaranya sebagai makanan ragi, memberi rasa, mengatur fermentasi, memperpanjang umur roti, menambah kandungan gizi, membuat tekstur roti menjadi lebih empuk, memberikan daya pembasahan pada roti dan memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

e Ragi Roti

Dalam pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Ragi/yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang. f Telur

Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50 %. Sementara putih telur kadar airnya 86 %. Putih telur memiliki daya creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Telur adalah sumber makanan zat protein hewani yang bernilai zat gizi tinggi. Untuk dunia kuliner telur sangat penting peranannya, karena telur banyak

(8)

kegunaannya di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1998). Peranan utama telur atau protein dalam pengolahan pada umumnya adalah memberikan fasilitas terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi dan pembentukan struktur. Telur banyak digunakan untuk mengentalkan berbagai saus dan custard karena protein terkoagualasi pada suhu 62oC (Winarno, 1993).

III. ANALISIS DAMPAK SOSIAL-EKONOMI PEMANFAATAN LIMBAH KULIT JERUK

Studi Kasus pada Pemanfaatan Tepung Kulit Jeruk dalam Industri Pembuatan Roti A. Limbah Kulit Jeruk

Jeruk manis (Citrus sinensis) merupakan jenis jeruk yang paling banyak ditanam dan diproduksi di dunia. Brasil adalah produsen terbesar jeruk di dunia, diikuti oleh Amerika dan

(9)

India. Jeruk terutama dikonsumsi bagian buahnya (endocarp), dibuat jus, dan juga dibuat selai jeruk. Selama ini limbah kulit jeruk manis (Citrus sinensis) yang tidak termanfaatkan atau diolah lebih lanjut, biasanya hanya dibuang dan bisa menimbulkan dampak lingkungan, berupa polusi bau dan terkontaminasi dengan tanah tempat pembuangan limbahn kulit jeruk tersebut.

Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2001 mencapai 744.052 ton/tahun. Bila kebutuhan konsumsi buah jeruk segar diasumsikan 3,26 kg/kapita/tahun atau 30 buah/kapita/tahun, maka dengan perhitungan jumlah penduduk 204,4 juta jiwa memerlukan ketersediaan buah jeruk segar sebanyak 866.247 ton. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor jeruk sebesar 73.304 ton, sehingga total ketersediaan mencapai jumlah 817.356 ton (Dirjenhorti; 2002)

Pemanfaatan lebih lanjut kulit jeruk sebenarnya telah banyak dilakukan dalam industri pangan dan industri pengolahan lainnya dan bedampak positif secara sosial maupun ekonomi bagi petani jeruk, lingkungan sekitarnya, dan industri pengolahan jeruk itu sendiri. Kulit jeruk dimanfaatkan atau dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak jeruk, campuran parfum, dan lain-lain. Sementara itu, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kulit jeruk manis juga mempunyai potensi sebagai sumber serat seperti yang terkandung dalam tepung gandum.

B. Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk

Kulit jeruk ternyata telah dimanfaatkan sejak lama oleh industri pangan atau makanan baik dari skala kecil sampai dengan industri pangan dan industri kimia lainnya dalam skala yang lebih besar. Pemanfaatan atau pengolahan limbah kulit jeruk menjadi berbagai bentuk produk, diantaranya adalah :

1 Minyak jeruk manis, yang diperoleh dari perasan kulit jeruk manis;

2 Penyedap aroma makanan-minuman, dengan cara menambahkan minyak jeruk pada produk olahan pangan;

3 Sebagai bahan campuran industri parfum (aromateraphy);

4 Penelitian lanjutan menunjukkan kulit jeruk mempunyai potensi mengandung serat dan phytochemical seperti yang terkandung dalam tepung gandum dan mempunyai manfaat positif bagi kesehatan manusia;

(10)

5 Kulit jeruk yang mempunyai kandungan serat seperti yang terdapat dalam gandum, selanjutnya melalui pengolahan lebih lanjut dapat menghasilkan tepung kulit jeruk. Tepung kulit jeruk ini dalam takaran tertentu dapat ditambahkan pada tepung gandum, sebagai bahan pembuat roti (Okpala dan Akpu, 2013).

C. Dampak Lingkungan dan Sosial-Ekonomi Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk

Pengolahan lebih lanjut limbah kulit jeruk, dengan tidak sekedar membuang kulitnya saja, ternyata telah berdampak positif secara sosial dan terutama secara ekonomi bagi petani jeruk, masyarakat sekitar, dan industri pengolahan makanan lainnya.

1 Dampak Sosial

Tanpa pengolahan lebih lanjut, limbah kulit jeruk yang dibuang begitu saja akan menimbulkan dampak polusi lingkungan, yaitu polusi bau dan kondisi tanah sekitar tempat pembuangan yang tercemar dengan membusuknya buangan kulit jeruk tersebut. Pembusukan limbah kulit jeruk akan juga bisa berdampak pada kualitas air di sekitarnya bila limbah yang telah membusuk tersebut tercampur air dan meresap ke dalam tanah atau terbawa aliran air menuju saluran air.

Dampak nyata secara sosial yang akan terlihat dengan tidak membuang limbah kulit jeruk begitu saja, namun dengan diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut adalah berkurangnya polusi lingkungan (bau limbah, lingkungan permukiman sekitarnya yang terlihat kotor dengan pembuangan limbah kulit jeruk, dan kurang sehat).

2 Dampak Ekonomi

Secara ekonomi, pemanfaatan limbah kulit jeruk akan berdampak positif dalam beberapa hal, yaitu :

Meningkatkan derajat ekonomi petani jeruk dan industri pengolahan pangan, yaitu memperolah hasil sampingan dari pemanfaatan atau pengolahan lebih lanjut kulit jeruk menjadi bahan tambahan dalam pengolahan industri makanan, misalnya dalam bentuk minyak jeruk, industri parfum (aromateraphy), penyedap dan penambah aroma dalam makanan-minuman. Dengan adanya pemnafaatan kulit jeruk di bidang pangan ini diharapkan nilai ekonomi kulit jeruk pun akan meningkat.

Dengan ditemukannya kandungan serat dan phytochemical pada kulit jeruk, seperti yang terkandung dalam tepung gandum, maka pengolahan limbah kulit jeruk

(11)

menjadi tepung kulit jeruk diharapkan akan mampu mengurangi penggunaan tepung gandum pada pembuatan roti, meskipun dalam persentase subtitusi yang terbatas ( 3 % menrut penelitian Okpala dan Akpu, 2013);

Bilamana hasil penelitian, seperti disebutkan pada butir (b), bisa diterapkan dan didukung oleh industri pengolahnya, serta penelitian lanjutan terkait produksi dan pemanfaatannya sebagai subtitusi tepung gandum, maka bukan tidak mungkin dikemudian hari ini akan mampu mengurangi impor tepung gandum.

3 Dampak Lingkungan

Limbah dari kulit jeruk sangatlah banyak di Indonesia yaitu sekitar 5 ton setiap hari nya. Namun masyarakat cenderung membuang limbah tersebut ke TPA. Berdasarkan bentuknya sampah digolongkan menjadi sampah organik, anorganik, dan sampah berbahaya. Maka kulit jeruk ini tergolong dalam sampah organik, karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.Oleh karena pengolahan dari sampah yang dapat terdegradasi ini sangat membantu dan meminimalisasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Selama ini pengolahan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengolahan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di tempat pembuangan akhir di daerah Bantar Gebang, Bekasi. Dapat dibayangkan begitu banyak ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah organik dan anorganik.

Padahal, dengan mengelola sampah besar ditingkat lingkungan terkecil seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi produk yang baik maka paling tidak volume sampah dapat dikurangi. Apalagi kulit jeruk sering dianggap remeh dan menjadi limbah rumah tangga padahal banyak manfaat yang didapat dari kulit jeruk.

Walaupun sampah organik/limbah kulit jeruk banyak memiliki manfaat dan dapat diolah menjadi produk pangan yang inovatif bukan berarti limbah ini tidak memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dapat timbul adalah jika kita membakar sampah asal-asalan karena dapat mengganggu kesehatan. Masalah lain dari sampah organik/limbah kulit jeruk adalah kelembabannya. Sampah basah mengakibatkan partikel-partikel yang tidak terbakar beterbangan juga berakibat terjadi reaksi yang

(12)

menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Partikel-partikel yang tak terbakar akan terlihat sebagai awan dalam asap.

IV. PEMBAHASAN MASALAH

Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang populer di dunia. Buah jeruk dapat dimakan dalam keadaan segar sebagai buah meja dan seiring dengan semakin tingginya perkembangan industri, banyak yang mengembangkan pengolahan buah jeruk menjadi beraneka makanan dan minuman. Bagian yang umumnya digunakan untuk membuat suatu produk pangan adalah bagian yang disebut sebagai endocarp sementara bagian yang mengelilingi endocarp disebut dengan kulit.

Bagian kulit jeruk dapat dikategorikan sebagai limbah dari buah jeruk itu sendiri. Limbah kulit jeruk biasanya dibuang dengan sia-sia karena banyak yang tidak mengetahui manfaat dari

(13)

kulit jeruk. Padahal, apabila diolah dengan baik dan benar, kulit jeruk masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku atau tambahan untuk membuat suatu produk pangan.

Kulit jeruk mengandung flavedo dan albedo yang dianggap potensial sebagai sumber serat dan senyawa fitokimia. Menurut Cho dan Samuel (2009), serat memiliki banyak manfaat termasuk dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan menurunkan berat badan serta mengatur kadar gula dalam darah dan mencegah diabetes tipe 2. Manfaat lainnya dapat menurunkan kolestrol dimana secara tidak langsung juga dapat mencegah penyakit jantung dan stroke. Sedangkan fitokimia adalah senyawa non-gizi yang terdapat dalam tanaman yang dapat melindungi dari penyakit atau memiliki sifat pelindung dari penyakit. Asupan makanan yang mengandung fitokimia dapat meningkatkan kesehatan misalnya melindungi dari gangguan degeneratif kronis seperti kanker, penyakit jantung, dan penyakit neurodegenerative (Shahidi, 2012).

Melihat kondisi tersebut, dapat dilakukan suatu solusi alternatif untuk mengolah limbah kulit jeruk tersebut agar dapat menjadi suatu produk yang bermanfaat. Salah satunya adalah dengan menjadikan kulit jeruk tersebut menjadi tepung kulit jeruk yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan produk bakery.

Roti merupakan produk bakery yang banyak dikonsumsi di seluruh dunia dan menjadi salah satu makanan dan sumber energi yang penting. Tepung terigu yang biasa digunakan dalam pembuatan roti umumnya mengandung serat dan fitokimia yang rendah. Mengingat kulit jeruk dapat menjadi sumber serat dan fitokimia, tepung yang terbuat dari kulit jeruk tersebut dapat membantu dalam meningkatkan serat dan kandungan fitokimia dalam produk roti. Berikut tahapan untuk mengolah limbah kulit jeruk menjadi produk roti:

1 Persiapan bahan

Bahan utama yang dibutuhkan adalah jeruk manis (Citrus sinensis) yang telah masak, tepung terigu, gula, ragi, garam, margarine, asam askorbat, dan air.

2 Pembuatan tepung kulit jeruk

Pertama-tama, jeruk dicuci terlebih dahulu dan kemudian dipisahkan dari kulitnya. Kulit jeruk yang telah dipisahkan direbus dalam air dengan perbandingan kulit : air (1:4) selama 10 menit dan dikeringkan menggunakan metode sun drying

(14)

selama 2 hari dimana suhu rata-ratanya berkisar antara 34˚C - 36˚C. Setelah itu, kulit jeruk yang telah dikeringkan tersebut digiling menjadi tepung sampai memiliki ukuran partikel kurang dari 0.2mm. Tepung kulit jeruk tersebut dapat disimpan terlebih dahulu di dalam plastik sampai akan digunakan.

3 Pembuatan roti

Roti dibuat dengan mengganti beberapa persen tepung terigu dengan tepung kulit jeruk dimana jumlahnya adalah sebanyak 3%, 6%, dan 9%. Roti tersebut dibuat dengan menggunakan metode straight dough. Menurut Gisslen (2012), metode

straight dough terdiri dari satu tahapan yaitu mencampur secara bersamaan semua

bahan dalam satu wadah. Formulasi yang digunakan termasuk 100 gr tepung, 2 gr ragi, 5 gr gula, 1.5 gr garam, 3 gr margarine, 75 ppm asam askorbat, dan 54.66 ml air. Adonan kemudian difermentasi selama 2 jam dalam suhu 32˚C dan RH 78-80%. Setelah itu adonan dipanggang dengan suhu 205˚C selama 30 menit.

Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, jadilah sebuah produk roti dengan tepung kulit jeruk yang memiliki karakteristik berbeda-beda sesuai dengan persentase penggunaanya. Untuk menguji karakteristik dari roti dengan tepung kulit jeruk ini dilakukan beberapa pengujian diantaranya analisis proksimat, analisis kadar fitokimia, karakteristik pemanggangan, dan analisis sensori.

1 Analisis proksimat

Pada analisis proksimat, parameter yang diujai meliputi kadar air, abu (mineral), protein, lemak, serat, karbohidrat, dan kalori.

(15)

Pada tabel 1 disajikan data hasil analisis proksimat yang telah dilakukan. Terlihat bahwa roti yang memiliki kadar air tertinggi adalah roti kontrol atau yang mengandung 0% tepung kulit air yaitu sebesar 27.3%. Kadar air tersebut kemudian terus menurun seiring dengan penambahan tepung kulit jeruk. Menurut Purnawijayanti (2001), semakin sedikit kadar air yang terkandung dalam suatu bahan atau produk pangan, semakin panjang umur simpannya karena kadar air yang sedikit dapat menurunkan aktivitas air (Aw) sehingga pertumbuhan mikroorganisme perusak jadi terhambat.

Penambahan tepung kulit jeruk juga menyebabkan penurunan kadar pada parameter protein dan lemak. Hal ini disebabkan karena kulit jeruk memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah. Sebaliknya, semakin tinggi penambahan tepung kulit jeruk menghasilkan roti dengan kadar serat dan kadar abu yang semakin tinggi.

Kadar abu merupakan indikasi tingkat mineral yang terkandung dalam suat bahan pangan. Peningkatan kadar abu seiring dengan peningkatan persentase kulit tepung jeruk disebabkan karena tingginya kandungan mineral dalam kulit jeruk. Hal tersebut membuktikan bahwa penambahan tepung kulit jeruk dapat membantu dalam meningkatkan kandungan mineral dari roti gandum.

Peningkatan kadar serat dalam roti tersebut juga meningkat seiring dengan semakin tingginya persentase tepung kulit jeruk. Hal tersebut seharusnya dapat menarik penerimaan dari konsumen karena kebanyakan pola makan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pola makan rendah serat namun tinggi lemak dan karbohidrat. Peningkatan kadar serat ini juga merupakan penyebab terjadinya penurunan kadar air pada roti tersebut. Serat memiliki kapasitas mengikat air yang sangat tinggi sehingga peningkatan kadar serat mengakibatikan berkurangnya kadar air dari sampel roti.

Kalori yang terdapat pada sampel roti berkisar antara 266.4 dan 287.7 kcal/100g dengan roti tanpa tepung kulit jeruk memiliki kalori tertinggi sedangkan roti dengan 9% tepung kulit jeruk memiliki kalori paling rendah. Hal tersebut disebabkan karena karbohidrat yang terdapat dalam tepung terigu tergantikan dengan serat polisakarida kompleks dari kulit jeruk tersebut.

(16)

2 Kadar fitokimia

Pada tabel 2 terlihat hasil analisis kadar senyawa fitokimia pada sampel roti yang didapat. Ditemukan tiga senyawa fitokimia yang terdapat pada roti tersebut yaitu tanin, saponin, dan alkaloid. Dari hasil analisis diketahui bahwa ketiga senyawa fitokimia tersebut mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya persentase tepung kulit jeruk. Tanin dan saponin merupakan senyawa yang memiliki sifat antioksidan dan mutagenik sementara senyawa alkaloid memiliki sifat anti-inflamasi dan antioksidan. Zat-zat tersebut ketika ada dalam konsentrasi tinggi dapat memiliki efek toksik pada konsumen namun, semua tingkatan yang terkandung pada roti tersebut berada dalam batas aman.

3 Karakteristik pemanggangan

Karakteristik pemanggangan setiap sampel roti disajikan pada tabel 3. Berat, volume, volume spesifik, dan pengembangan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya persentase tepung kulit jeruk. Hal ini disebabkan karena terjadi pengurangan gluten yang terdapat pada adonan. Menurut Bogasari (2011), gluten adalah

Table 2. Hasil analisis kadar fitokimia

(17)

suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti. Gluten berperan dalam pembentukan elastisitas adonan yang dapat menyebabkan adonan tersebut dapat diperluas dan dapat memerangkap karbondioksida yang dihasilkan oleh ragi selama fermentasi. Hal tersebut yang menyebabkan berat, volume, volume spesifik, dan derajat pengembangan roti menjadi menurun.

4 Karakteristik sensoris

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat hasil analisis sensori produk roti yang telah diuji. Analisis sensori yang dilakukan meliputi parameter rasa, warna kulit, warna remahan, tekstur, kenampakan potongan, dan penerimaan secara umum. Dari semua parameter terlihat bahwa semakin tinggi penambahan tepung kulit jeruk, maka semakin rendah penerimaan konsumen terhadap roti tersebut. Hal ini disebabkan karena peningkatan tepung kulit jeruk dalam sampel roti menghasilkan rasa yang pahit dan kulit serta remahan roti berwarna gelap.

(18)

V. SIMPULAN

Bagian kulit jeruk yang dikategorikan sebagai limbah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau tambahan untuk membuat suatu produk pangan apabila diolah dan diproses dengan benar. Pengolahan lebih lanjut limbah kulit jeruk, dengan tidak sekedar membuang kulitnya saja, ternyata telah berdampak positif secara sosial dan terutama secara ekonomi bagi petani jeruk, masyarakat sekitar, dan industri pengolahan makanan lainnya.

Salah satu contoh pemanfaatan limbah kulit jeruk adalah dengan menjadikan kulit jeruk tersebut menjadi tepung kulit jeruk yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan produk bakery. Tepung terigu yang biasa digunakan dalam pembuatan roti umumnya mengandung serat dan fitokimia yang rendah. Mengingat kulit jeruk dapat menjadi sumber serat dan fitokimia, tepung yang terbuat dari kulit jeruk tersebut dapat membantu

(19)

dalam meningkatkan serat dan kandungan fitokimia dalam produk roti. Dengan ditemukannya kandungan serat dan phytochemical pada kulit jeruk, seperti yang terkandung dalam tepung gandum, maka pengolahan limbah kulit jeruk menjadi tepung kulit jeruk diharapkan akan mampu mengurangi penggunaan tepung gandum pada pembuatan roti.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Badjoeri, M., dan Suryono, T. 2002. Pengaruh Peningkatan Limbah Cair Organik Karbon terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan Kinerja Lumpur Aktif Beraliran Kontinyu. Jurnal LIMNOTEK, Vol IX no.1 (hal.13-22).

Bogasari. 2011. Seputar Tepung Terigu. http://www.bogasari.com/tentang-kami/seputar-tepung-terigu.aspx. Diakses 25 April 2015

Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Cho, S.S., dan P. Samuel. 2009. Fiber Ingredients: Food Applications and Health Benefits. CRC Press, Florida.

(20)

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Mahida, U.N., 1984, Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Kata Pengantar Otto Soemarwoto, Penerbit CV. Radjawali, Jakarta

Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta.

Purnawijauanti, H.A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius, Yogyakarta.

Shahidi, F. 2012. Dried Fruits: Phytochemicals and Health Effects. John Wiley & Sons, New York.

Sufi S, Yahyono. 1999. Kreasi Roti. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Supardi, dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Produk Pangan. Bandung : Penerbit Alumni.

Tarwotjo, C.S., 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Table 1. Hasil analisis proksimat produk roti dengan tepung kulit jeruk
Table 2. Hasil analisis kadar fitokimia
Table 4. Hasil analisis sensori sampel roti

Referensi

Dokumen terkait

Konsep tawassul yang diperaktekkan oleh sebahagisn masyarakat muslim tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab orang yang bertawassul tidak pernah meyakini

Insektisida nabati adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah

Berdasarkan pada pelaksanaan penelitian dan hasil penelitian yang telah diteliti didapatkan, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut (1)

serpentin masing-masing sampel. Berdasarkan data karakterisasi menggunakan XRD dapat dianalisis struktur kristal dan ukuran kristalin dari forsterite hasil milling

Dengan demikian dapat dipahami bahwa suatu kebijakan memiliki daya ikat dan daya paksa yang kuat terhadap masyarakat sebagai subjek dari kebijakan itu

Adapun orisinalitas penelitian ini, adalah mencoba menelusuri faktor-faktor penyebab tingginya perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang pada tahun 2015

Tradhisi kebo-keboan lan Tradhisi Keboan yaiku salah sawijine tradhisi daerah kang ana ing Banyuwangi, kang tuwuh lan ngrembaka ing rong desa yaiku desa Alasmalang

• Secara umum baik, tanpa atau disertai demam ringan (subfebril) • Kadang ada hepatomegali yang tidak atau ada sedikit nyeri tekan.. • Amebiasis