• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk shadaqah yang sangat banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk shadaqah yang sangat banyak"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk shadaqah yang sangat banyak manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Wakaf yang berfungsi untuk kepentingan umat dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT. Wakaf juga merupakan juga salah satu ibadah diutamakan dalam Islam, karena disamping

taqarrub (pendekatan) diri kepada Allah SWT, juga sebagai wujud kesejahteraan

sosial lainnya.1

Mengingat akan pentingnya tanah wakaf ini, maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 telah mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus sebagaimana tersebut di dalam Pasal 49 ayat 3 (tiga) yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Adanya Peraturan Pemerintah tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Sehubungan dengan perwaqafan tanah milik adanya pengaturan tentang Pendaftaran Tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, dan dengan demi kepastian hukum maka pemerintah, mengadakan pendaftaran tanah dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.2

Terhadap sertipikat tanah wakaf yang belum bersertipikat terdapat sekitar 80 (delapan puluh) persen tanah wakaf yang berada di Kabupaten Rokan Hulu belum bersertipikat. Perintah Kabupaten Rokan Hulu dan Kementrian Agama (kemenag)

1

Hasballah Thaib, Fiqih Wakaf, Konsentrasi Hukum Islam Program Pasca Sarjana Hukum Universitas Sumatra Utara, 2003. Hlm 14.

2 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum

(2)

setempat sedang mengupayakan agar semua tanah wakaf bersertipikat. Sesuai data, dari 802 (delapan ratus dua) persil tanah wakaf di Kabupaten Rokan Hulu, sekitar 80 persennya belum bersertipikat seperti tanah, masjid, pondok pesantren, dan lainnya di 16 Kecamatan. Sementara, 20 persen tanah lain belum bersertipikat masih menggunakan Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dikeluarkan KUA setempat.3Sadar akan arti pentingnya benda Wakaf, Pemerintah memprioritaskan pengaturan tanah wakaf, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, tentang Perwakafan Tanah Milik. Selanjutnya untuk memperoleh penegasan dasar hukum Fiqih tentang tanah wakaf, sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Bab Wakaf berdasarkan Impres Nomor 1 Tahun 1991. Maka dijadikanlah Kompilasi Hukum Islam Indonesia menjadi pedoman bagi Hakim Pengadilan Agama untuk memeriksa kasus wakaf.

Kesadaran untuk menghadirkan cinta kasih Islam melalui wakaf memunculkan berbagai badan wakaf. Umat Islam mulai menyadari betapa besar keutamaan dan keistimewaan amalan ibadah wakaf ini, hingga mereka membentuk sebuah lembaga yang berada di bawah Presiden atau pemimpin Negara yang disebut dengan kementerian wakaf. benar sekali, Kementerian yang dibentuk dalam Negara-negara Islam itu bukan Menteri Agama seperti di Indonesia, namun Kementerian Perwakafan.4

Al-qur’an sendiri penuh dengan firman-firman Allah S.W.T. tentang pemanfaatan bumi dan penjelasannya terdapat pula dalam sejumlah hadist-hadist yakni :

3

Wawancara dengan Ahmad Supardi Hasibuan, kakan kemenag Kabupaten Rokan Hulu, pada tanggal 05 April 2015, Pukul 14.35 WIB.

4 Nur Faizin Muhith, Dahsyatnya Wakaf Amalan Dahsyat Banyak Manfaat, Pahala Deras

(3)

Dalam Surat At-Taubat ayat 116 Allah berfirman :

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan sekali-kali tidak ada perlindungan dan penolong bagimu selain Allah.

Dan juga dalam Surat Thaahaa ayat 4 dan 6, Allah berfirman :

Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada dilangit, semua yang dibumi, semua yang ada diantara keduanya dan semua yang ada dibawah tanah.

Surat An-Nisa ayat 126, 131 :

Kepunyaan Allah-lah apa dilangit dan apa yang dibumi dan adalah (pengetahuan) Allah Maha meliputi segala sesuatu.

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang dilangit dan dibumi dan sesungguh kami tidak memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu Kafir maka (ketahuilah) sesungguhnyaapa yang dilangit dan apa yang dibumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji.

Hadist Al-Qur’an mengandung pengertian bahwa kepunyaan Allah-lah

kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah kembali (semua makhluk). Jadi jelaslah bahwa apa yang terdapat dilangit, dibumi dan diantara bumi dan langit dan dibawah bumi tersebut kesemuanya adalah milik dari Allah S.W.T. dan kalaulah kita ingin memanfaatkannya tentulah kita harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah baik yang berasal dari Al-qur’an maupun yang berdasarkan

Sunnah Nabi Muhammad S.A.W. Adapun Rasulullah S.A.W. yakni :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda : “ Bila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.”

Sunnah tersebut bermakna : Bahwa amal orang yang telah mati terputus

(4)

berasal dari kasabnya : anaknya, ilmu yang ditinggalkanya dan sedekah jariyahnya itu semuanya berasal dari usahanya. Tafsiran serta penjelasan dari para ahli fiqih. Allah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkannya dan menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.5

Pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk masjid, musholla, sekolah/yayasan, makam, rumah yatim piatu dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya kaum fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial khususnya untuk kepentingan peribadatan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal diatas tanpa diimbangi dengan wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf, tidak akan dapat terealisasi secara optimal. Wakaf bisa dijadikan sebagai lembaga ekonomi yang potensial untuk dikembangkan selama bisa dikelola secara optimal. Karena institusi perwakafan merupakan salah satu asset kebudayaan Nasional dari aspek sosial yang perlu mendapatkan perhatian sebagai penopang hidup dan harga diri bangsa. Untuk itu, kondisi wakaf di Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian ekstra apalagi wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berbentuk benda tidak bergerak dan tidak dikelola secara produktif.6

5As-Sayyid Saabiq di Indonesiakan Oleh Mudzakir AS, Fikih Sunnah, Percetakan Offset. Hlm

148.(terjemahan)

6

http://www.academia.edu/1986023/TINJAUAN_PERWAKAFAN_TANAH_MENURUT_U

NDNG-UNDANG_NOMOR_41_TAHUN_2004_TENTANG_WAKAF_DI_KABUPATEN_SEMARANG .

(5)

Berkaitan dengan administrasi pendaftaran tanah, wakaf masuk ke dalam kategori penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan tanah wakaf tersebut melalui keputusan pejabat yang berwenang. Masalah perwakafan tanah mendapat tempat tersendiri dalam aturan hukum di bidang keagrariaan/ pertanahan di Indonesia.

Pemberian hak atas tanah oleh Pemerintah kepada subyek hak terutama kepada badan hukum keagamaan, dengan kewenangan untuk mempergunakan tanah tersebut dalam rangka pengembangan kehidupan keagamaan, ditujukan dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur.7 Secara umum perwakafan tunduk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, namun secara khusus ketentuan hukum yang mengatur tentang perwakafan tanah milik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik8. Jadi dengan peraturan tersebut masalah perwakafan bersifat untuk selama-lamanya (abadi), oleh karena itu hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat diwakafkan.9

Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan dalam UUPA, yakni Pasal 49 yang menegaskan :

7 Pemerintah setempat memberikan arahan-arahan yang sebaiknya dilakukan oleh

masyarakat sehingga termotivasi untuk mewakafkan tanahnya, pada umumnya digunakan untuk masjid, mushola, sekolah, makam.

8 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 pasal 1 ayat 1, yaitu Waqaf adalah perbuatan

hukum seseorang atau badan yang memisahkan sebahagian harta kekayaannya yang berupa Tanah Milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama islam.

9Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi,

(6)

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai lansung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.10

Ketentuan tersebut mengandung makna, bahwa perihal pertanahan erat hubungannya dengan peribadatan dan keperluan suci lainya, yang salah satunya adalah perwakafan tanah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, wakaf tanah hak milik merupakan suatu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, adapun beberapa peraturan tentang pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut, diantaranya :

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik;

10 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar Grafika,

(7)

2. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan Tanah Milik; 3. Instruksi Bersama antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1

Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik;

4. Peraturan Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama Nomor Kep/D/75/D/1978 tentang Formulir dan pedoman pelaksanaan peraturan tentang perwakafan tanah milik;

5. Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978 tentang Pendelegasian Wewenang kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi/setingkat di seluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap kepala KUA Kecamatan sebagai Pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf; 6. Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979

tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 1978;

7. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D.Ii/5/07/1981 tanggal 17 Februari 1981 kepada Gubernur KDH Tk. I di seluruh Indonesia, tentang pendaftaran perwakafan tanah milik dan permohonan keringanan atau pembebasan dari semua pembebanan biaya pendaftaran.11

11Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta, Kencana

(8)

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, semua peraturan perundang-undangan tentang perwakafan sebelumnya, sepanjang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun hal-hal yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut oleh menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia sesuai dengan bidang wewenang dan tugas masing-masing langkah-langkah yang diambil oleh Departemen Agama Republik Indonesia sehubungan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ini antara lain, pertama, mendata seluruh tanah wakaf hak milik diseluruh wilayah tanah air guna menentukan tolak ukur pengelolaan, pemberdayaan, dan pembinaan, kedua, memberikan sertifikasi tanah wakaf yang belum disertifikasi dan memberikan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah.12

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, maka semakin jelaslah pemerintah berkehendak selain menertibkan perwakafan tersebut juga untuk menginventarisir agar dapat berdaya guna yang sebaik-baiknya dan terhindarlah penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi atas benda perwakafan. Dengan pendaftaran dan diawasi oleh Kantor Urusan Agama.13 Dengan demikian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, pelaksanaan wakaf tanah milik harus dilakukan secara tertulis, artinya tidak cukup hanya dengan ikrar saja. Tujuannya untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti untuk bahan pendaftaran pada Kantor Badan Pertanahan

12

Suhrawadi K. Lubis, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, Jakarta, Sinar Grafika, 2010. Hlm 154. 13A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform, Bandung, Mandar

(9)

Nasional Kabupaten/Kota dan untuk keperluan penyelesaian sengketa yang mungkin timbul kemudian hari tentang tanah yang diwakafkan.14

Ruang lingkup semacam mewakafkan tanahnya untuk kepentingan seorang pribadi atau keluarga (wakaf ahli), maka guna tidak menyulitkan nantinya setelah orang yang menerima wakaf (nadzir) meninggal dunia mengingat wakaf tidak dapat dialihkan15, baik dengan cara hibah, jual beli, warisan dan lain-lainnya. Dari uraian tersebut, maka yang menjadi ruang lingkup pengaturannya perwakafan mencakup16:

1. Tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang berstatus hak milik, karena ia mempunyai sifat terkuat dan terpenuh bagi si pemilik tanah tersebut, sehingga dari sifat tersebut si pemilik tanah tidak terikat dengan tenggang waktu dan persyaratan tertentu dengan pemilikan dan penggunaannya. Oleh karena itu, apabila tanah tersebut diwakafkan, tidak menimbulkan akibat yang dapat mengganggu sifat kekekalan kelembagaan wakaf tanah.

2. Perwakafan harus diperuntukkan untuk masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi, karena akan mendatangkan manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Ketentuan ini melekat pada hak atas tanah yang dianut Undang-Undang Pokok Agraria.

3. Tanah wakaf terlembagakan untuk selama-lamanya dalam waktu yang kekal dan abadi. Tidak ada wakaf yang bertenggang waktu tertentu.

14Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2009. Hlm 87. 15

Karena ketidak professional nazhir banyak harta benda wakaf yang tidak memberi manfaatdan banyak pula harta wakaf yang dijadikan bahan warisan dari para sanak keturunan nazhir.

(10)

4. Tujuan peruntukan sebagai kepentingan peribadatan atau kepentingan umum. 5. Wakaf memutuskan hubungan kepemilikan antara wakif dengan

mauqufbih-nya dan selanjutmauqufbih-nya status kepemilikanmauqufbih-nya menjadi milik untuk kepentingan

masyarakat.

6. Wakif tidak dapat menarik kembali terhadap tanah yang telah diwakafkan. 7. Ikrar harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, guna

mendapatkan akta autentik yang akan dapat dipergunakan dalam berbagai hal seperti untuk mendaftarkan tanahnya kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional ataupun sengketa yang terjadi dikemudian hari.

Ikrar Wakaf ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dalam pasal 18 menyatakan :

Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Wakif memiliki otoritas penuh terhadap harta yang ingin diwakafkan, untuk apa harta tersebut dimanfaatkan bagi kebajikan.17 Karena bila wakaf telah terjadi, maka tidak boleh diperjual belikan, dihibahkan atau diwariskan18. Dan wakif

17

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, USU Press, 2004. Hlm 30.

18Hasballah Thaib, Perbandingan Mazhab Dalam Ilmu Hukum Islam, Fakultas Pasca Sarjana

(11)

perseorangan ini hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut19:

1. Dewasa 2. Berakal Sehat

3. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan 4. Pemilik sah harta benda wakaf.

Perwakafan tanah yang diwakafkan oleh pewakif sangat penting dalam syaratnya perwakafan karena bila orang yang berwakaf mati, maka waris tidak dapat mewariskan, sebab yang demikian inilah yang dikehendaki oleh wakaf.20 Sedangkan pendaftaran tanah wakaf telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997. Pada pasal 24 ditegaskan :

“ untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam mendaftarkan hak secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.21

Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti terhadap permasalahan tanah wakaf yang mana tanah tersebut dahulunya dipunyai oleh Almh Suduk yang meninggal pada tahun 1963, sebelum meninggal Almh Suduk telah mewakafkan tanahnya tersebut untuk membangun sebuah rumah sekolah madrasah kepada anaknya Almh Sarah yang meninggal pada usia 96 Tahun. Dalam perwakafan tanah

19

Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, USU Press, 2006. Hlm 142.

20As-Sayyid Saabiq di Indonesiakan Oleh Mudzakir AS, Op.cit, Hlm 156. (terjemahan) 21Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit, Hlm 456.

(12)

tersebut tidak didukung oleh bukti fisik dari akta ikrar wakaf karena pada saat itu masyarakat banyak mewakafkan tanahnya hanya dengan secara lisan saja. Dengan adanya sertifikat hak milik atas tanah tersebut dan belum adanya Akta Ikrar Wakaf maka dibangun sebuah sekolah MTS yang mana pada tahun tersebut baru dibangun sekitar 3 (tiga) lokal saja, setelah tahun berganti tahun karena jumlah murid juga bertambah maka dibangun kembali bangunan lokal lain dengan membeli tanah yang ada disekitar tanah tersebut tetapi masih masuk kedalam tanah yang ingin diwakafkan berdasarkan keputusan bersama atas nama ahli waris, dengan adanya kepala yayasan sekolah tersebut memegang sertifikat hak milik tersebut yakni H. Achmad selaku kepala sekolah MTS tersebut, tanpa pengetahuan ahli waris surat tanah hak milik tersebut berubah nama atas kepala sekolah dan ternyata surat tersebut telah diambil oleh Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu karena terdapatnya sengketa diatas tanah Wakaf tersebut. Kemudian anak dari Almh Sarah yakni Edi Warman menggugat tanah wakaf ke Pengadilan Agama karena Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu ingin menasionalkan yayasan tersebut dari swasta atas kepemilikan wakaf bersama ahli waris.22

Kegiatan mewakafkan tanah wakaf, sudah sah secara Islam bila orang mewakafkan (Wakif) harta benda tidak bergeraknya ataupun tanah hak milik dan disaksikan oleh dua orang saksi. Namun demikian, untuk urusan administrasi dan hukum pertanahan keabsahannya itu belumlah sempurna, artinya belum dapat

22Wawancara terhadap H. Ni’sai Kepala Suku Adat Melayu Tengah Kecamatan Ujung Batu

(13)

memperoleh kepastian dan perlindungan hukum apabila perwakafan tersebut tidak sampai diterbitkan Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW di KUA dan Sertifikat Tanah Wakaf oleh Kepala Kantor Pertanahan.23 Setelah Tanah Wakaf di wakafkan, Nadzir wajib mendaftarkan tanah kepada Kantor Badan Pertanahan. Dengan demikian pendaftaran tanah perwakafan ini sangat penting artinya, baik ditinjau dari segi tertib hukum maupun dari segi administrasi penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria.24

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana mendaftarkan tanah milik untuk wakaf menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ? 2. Bagaimana status hukum tanah wakaf yang belum terdaftar di Badan

Pertanahan Nasional (BPN) ?

3. Bagaimana cara mendapatkan kepastian hukum terhadap tanah wakaf setelah adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

23

Herman Hermit , Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Wakaf, Bandung, Mandar Maju, 2007. Hlm21

(14)

1. Untuk mengetahui mendaftarkan tanah milik untuk wakaf menurut Undang-Undang Pokok Agraria Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 2. Untuk mengetahui status hukum tanah wakaf yang belum terdaftar di Badan

Pertanahan Nasional (BPN)

3. Untuk mengetahui kepastian hukum terhadap tanah wakaf setelah adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Kegunaan secara teoritis dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbangan saran untuk perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya serta ilmu Kenotariatan khususnya tentang tanah wakaf yang mendaftarkan di Badan Pertanahan Nasional menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Undang-Undang Pokok Agraria.

2. Kegunaan secara praktis dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan pendaftaran tanah wakaf. selain itu, masyarakat dan praktisi hukum dapat menyadari bahwa kedudukan tanah wakaf adalah untuk mensejahterakan masyarakat dan merupakan milik bersama, bukan milik nadzir ataupun pihak tertentu yang menguasai tanah tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di kepustakaan penulilsan karya ilmiyah Magister Hukum maupun di

(15)

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan beberapa penelitian mengenai pendaftaran tanah wakaf, tetapi dibahas secara terpisah. 1. Tesis saudara Abdul Rahim, NIM: 037011003/MKn, dengan judul Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Wakaf Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 di Sumatera Barat (Studi kasus di Kota Padang), dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang pendaftaran tanah wakaf di Kota Padang .

b. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 di Kota Padang .

c. Upaya apa saja yang telah dan akan ditempuh oleh pihak terkait dalam mewujudkan terlaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 di Kota Padang.

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa tanah wakaf yang sudah keluar sertifikatnya didukung oleh upaya yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak, baik dari pihak yang mengurus maupun dari pihak Badan Pertanahan Nasional yang berwenang mengeluarkan sertifikat, sedangkan tanah wakaf yang masih dalam proses penerbitan sertifikatnya, memerlukan kegigihan dalam melakukan pengurusan tersebut, menyelesaikan secepat mungkin perselisihan yang ada dalam kelompok kaum, serta usaha yang maksimal dari berbagai pihak dalam mencari penyelesaian yang terjadi penghalang penerbitan sertifikat tanah wakaf tersebut.

(16)

Hasil yang didapat dalam tesis tersebut adalah bahwa pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 di Kota Padang, terdapat hal-hal yang mendukung peraturan tersebut antara lain adanya dukungan dari berbagai pihak seperti tokoh adat dan tokoh agama, tingginya keinginan masyarakat untuk mewakafkan tanahnya demi kepentingan sosial dan agama serta pemahaman kepastian hukum terhadap tanah wakaf, adanya proyek departemen agama yang membebaskan persertifikasian tanah wakaf disamping itu adapula faktor-faktor yang menjadi penghambat antara lain : masih adanya masyarakat yang tidak memahami pentingnya persetifikasian tanah wakaf, adanya perselisihan antara wakif dengan nadzir, wakif dengan anggota kaum, serta kurangnya tenaga yang menangani urusan perwakafan tanah dan kurangnya koordinasi antara Departemen Agama dengan Badan Pertanahan Nasional untuk menyelesaikan pensertifikatan tanah wakaf yang menjadi program nasional ini. 2. Tesis saudara Rahmat Parlaungan Siregar, NIM 107011105/MKn, dengan judul

Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah wakaf menurut perspektif hukum Islam dan Hukum Agraria. b. Bagaimakah pendaftaran perwakafan tanah di Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang .

c. Bagaimanakah Problematika serta peran Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pendaftaran tanah wakaf di Kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli Serdang.

(17)

Dari hasil penelitian pendaftaran perwakafan tanah yang terjadi di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Percut Sei Tuan terdapat kendalanya yakni wakif tidak dapat menunjukkan alas hak atas tanah yang diwakafkan, oleh karenanya pihak BPN tidak dapat menerbitkan sertifikat atas tanah yang diwakafkan tersebut, padahal tanah wakaf tersebut sudah di ikrar wakafkan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Berdasarkan uraian kedua judul tesis tersebut diatas, Maka penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslilan, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama antara judul dengan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atas butir-butir pendapat, atau teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problematika) yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis.25 Penelitian hukum dalam tataran teori ini diperlukan bagi mereka yang ingin mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum. Dengan melakukan telah mengenai konsep-konsep hukum.26 Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable

25

M. Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994. Hlm 80.

26Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006.

(18)

bebas tertentu dimasukan dalam penelitian.27 Selain itu teori bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap topik yang sedang dikaji. Oleh karena itu dalam meneliti tentang kajian terhadap analisis status tanah wakaf yang belum terdaftar bila terjadi gugatan ahli waris di pengadilan agama digunakan teori sebagai pisau analisis untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu dengan Teori

Kemashlahatan dan Teori Kepastian Hukum.

Teori yang pertama digunakan sebagai landasan analisis adalah teori hukum Islam adanya Teori Kemashlahatan. Teori Kemashlahatan adalah teori manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Istilah ini dikemukakan ulama Ushul

Fiqih dalam membahas metode yang dipergunakan saat melakukan istinbath

(menetapkan hukum berdasarkan dalil-dalil yang terdapat pada nash).

Imam Al-Ghazali, ahli Fikih mazhab al-Syafi’I, mengemukakan bahwa :

“Mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memlihara tujuan-tujuan syarak”. Ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan tujuan syarak, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasannya, kemashlahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syarak, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.28

Selanjutnya, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan syarak yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk, yaitu : memelihara agama, jiwa, aqal, keturunan, dan harta. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang intinya bertujuan memelihara kelima aspek tujuan syarak tersebut, maka perbuatannya dinamakan

27

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, Rineka Cipta,2003. Hlm 192

28 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqh dan Ushul Fiqih, Bandung,

(19)

mashlahat. Di samping itu, upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang

berkaitan dengan kelima aspek tujuan syarak tersebut juga dinamakan mashlahat.29 Dalam hal ini, Imam Asy-Syatibi, ahli ushul Fiqih mazhab Maliki, mengatakan tidak dibedakan antara kemashlahatan dunia dan kemashlahatan akhirat, karena apabila kedua kemashlahatan tersebut bertujuan untuk memelihara kelima tujuan syarak diatas, maka keduanya termasuk ke dalam konsep mashlahat. Karena menurut Imam Asy-Syatibi, kemashlahatan dunia yang dicapai seorang hamba Allah SWT harus bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat.30

Dari Ibnu ‘Umar r.a. berkata :

“Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu dia datang kepada Nabi SAW untuk minta pertimbangan tentang tanah itu, maka katanya : Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain dari padanya. Maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku sehubungan dengannya? Maka kata Rasulullah SAW, kepadanya : “Jika engkau suka, tahankanlah tanah itu, dan engkau sedekahkan manfaatnya”. Maka, ‘Umarpun menyedekahkan manfaatnya, dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak diberikan dan tidak diwariskan. Tanah itu dia wakafkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, memerdekakan hamba sahaya, sabilillah, ibnussabil dan tamu. Dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian darinya dengan cara ma’ruf, dan memakannya tanpa menganggap bahwa tanah itu miliknya sendiri.31

Teori yang kedua yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Dalam asas kepastian hukum sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu hukum. Hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

perundang-29

Ibid. Hlm 37.

30

As-Syathibi, Al-Muwafaqaat Fi Ushul al-Syari’ah, jilid 4, diterjemahkan oleh Amir Syarifuddin, Jakarta Kencana. Hlm 36.

(20)

undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum.

Menurut J.J.H. Bruggink mengatakan :

“seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem kospetual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan”.32

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan :

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura set tamen scipta”(Undang-Undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya.33

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Adapun kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum dalam bentuk peraturan atau ketentuan umum mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasaan yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya.

32

Otje Salman dan Anthon. F, Susanto Teori Hukum mengingat, mengumpulkan, dan membuka kembali, Bandung, Refika Aditama, 2013. Hlm 60.

33 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1988.

(21)

b. Sifat Undang-Undang mengikat dan berlaku bagi siapa saja.34

Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 juga telah menegaskan pentingnya kepatian hukum akan status obyek, khusunya obyek yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial. Dalam Pasal 19 Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa :

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran obyek diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :  Pengukuran perpetaan dan pembukuan obyek;

 Pendaftaran hak-hak obyek dan peralihan hak-hak tersebut;

 Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Sudikno Mertokusumo memberikan ketegasan prinsip bahwa hukum haruslah berfungsi sebagai perlindungan bagi kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi secara benar, maka hukum harus dilaksanakan/ditegakkan secara adil. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno, ada tiga unsure yang tidak boleh tidak harus diperhatikan, yaitu : Kepastian hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan (Zweckmassigkeit), Keadilan (Gerechtigkeit).35

34Yahya.A.Z,Keadilan dan Kepastian Hukum,

http://yahyazeinin.blogspot.com/2008/07/keadilan-dan-kepastian-hukum.html,tanggal akses 30 November 2014, pukul 14.00 WIB.

35 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Bandung: PT.

(22)

Wakaf itu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedang bertasharruf (menafkahi) kepada diri sendiri itu juga merupakan pendekatan kepada Allah SWT. karena kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluk Agama Islam, maka lembaga yang mengurusi tentang perwakafan tanah harus mengikuti konsep-konsep hukum Islam serta menjamin tanah yang sudah diwakafkan.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berpikir khususnya penalaran dan pertimbangan. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.36

Pengertian wakaf menurut pasal 25 Buku III Kompilasi Hukum Islam, adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebahagian dari benda miliknya dan kelembagaannya untuk selamanya untuk kepentingan Ibadah, atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran agama Islam. Wakaf ialah : “Orang atau orang-orang atau Badan Hukum yang mewakafkan Tanah miliknya”, (pasal 215 KHI dan pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerinrtah Nomor 28 Tahun 1977). Pengertian Ikrar yaitu pernyataan kehendak dari Waqif untuk mewaqafkan benda miliknya, pasal 215 angka (3). Ikrar harus diucapkan/diikrarkan secara lisan, dihadapan Pejabat atau sekurang-kurangnya dua saksi. Selanjutnya setelah diikrarkan

(23)

secara lisan, maksud pewaqaf itu dituangkan dalam bentuk tertulis. Apabila waqif itu tidak mampu menyatakan ikrar secara lisan (bisu) dapat menyatakan dengan isyarat. Sedangkan Nadzir ialah kelompok atau Badan Hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda-benda waqaf (pasal 215 angka (5) Kompilasi Hukum Islam.37

Nadzhir adalah pihak yang menerima harta benda wakafdari wakif untuk

dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat AIW adalah bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nadzhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakif yang dituangkan dalam bentuk akta.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disebut PPAIW adalah pejabat yang berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.38

Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disebut BWI adalah lembaga independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.39

Kepala Kantor Urusan Agama, yang selanjutnya disingkat KUA adalah pejabat Departemen Agama yang membidangi urusan agama Islam ditingkat Kecamatan.

Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintahan Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan pertanahan Nasional

37

Hasballah Thaib, Ibid, Hlm 15.

38Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ayat 6 39Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 ayat 7

(24)

mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral yakni melaksanakan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan, penyelenggaraan dan pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan serta pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.40

Pendaftaran Tanah Wakaf adalah setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan sesuatu hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria.41

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini problematika status kepemilikan tanah wakaf adalah permasalahan-permasalahan yang terkandung di dalam tanah wakaf yang belum terdaftar bila terjadi gugatan ahli waris.

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisannya, maka diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian

40

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

41 Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Medan,

(25)

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.42

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum dilakukan karena berbagai alasan. Penelitian hukum dilakukan untuk mengidentifikasi sumber hukum yang dapat diterapkan pada problem hukum tertentu dan menemukan solusi atas problem yang diidentifikasikan tersebut.43Sebagaimana permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bersifat dekriptif analisis artinya hasil penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Sehingga penelitian memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai mendaftarkan tanah wakaf di BPN menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan UUPA, serta mendapatkan kepastian hukum terhadap tanah wakaf setelah adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang berada di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu.

2. Sumber Data

Data yang digunakan sebagai bahan analisis penelitian tesis ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam hal ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Bahan hukum primer, sekunder dan tersier, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

42

Soerjono Soekanto, Panduan Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hlm 43.

43 Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Jakarta,

(26)

a. Baham Hukum Primer adalah sumber hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yakni peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanah wakah khususnya tanah wakaf di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang digunakan untuk mengetahui informasi dan penerapan dari bahan hukum primer, diantaranya bertujuan untuk mengetahui ajaran, doktrin dan pendapat para ahli. Untuk penelitian ini bahan hukum sekunder tersebut diperoleh melalui buku-buku, artikel ilmiah, makalah, tesis yang berhubungan dengan topik tesis.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Study Kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b. Wawancara, dimaksudkan melakukan tanya jawab secara lansung antara peneliti dengan nara sumber untuk mendapatkan informasi.44 Yakni, dengan

44 Soerjono Soekanto, dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT Raja

(27)

menggunakan pedoman wawancara yang telah ditentukan (terstruktur) yang ditujukan kepada responden yang telah ditetapkan, yakni :

1. Kepala Pengadilan Agama Kabupaten Rokan Hulu Kecamatan Ujung Batu.

2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hulu Kecamatan Ujung Batu.

3. Kementrian Agama Kabupaten Rokan Hulu. 4. Ahli Waris yang bernama Edy Tiawarman.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data atau bahan-bahan hukum. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif. Analisis data dilakukan setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier sehingga memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Suryono, 2005, Mikrokontroler ISP MCS-5,Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika Undip. Suryono, 2005, Workshop Elektronika Dasar, Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika

Demi memenuhi permintaan konsumen, rancangan produk, bahan baku, dan proses pengubahannya memerlukan pengendalian dalam produksi agar barang yang dipesan sesuai

Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga

From the finding, it can be concluded that code-switching and code-mixing are language media highly used in Indonesian television advertisements to convey the messages of the

Work family conflict berpengaruh terhadap stres kerja dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirakristama (2011) bahwa konflik peran ganda berpengaruh

Pada pasien usia lanjut dengan sarkopenia minimal diet yang dianjurkan adalah sesuai dengan RDA (0,8) dan akan ditingkatkan menjadi menjadi 1-1,5 g/kgBB/hari sesuai dengan

a) TTG bidang irigasi merupakan teknologi keirigasian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sederhana, mudah dilaksanakan, murah biaya dan ramah lingkungan. b) Pelaksanaan

Dari uraian-uraian yang telah peneliti paparkan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah akuntabilitas kinerja himpunan