• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN OPTIMASI PRODUKSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PRODUK FISH JELLY (Studi Kasus pada PT XP di Jakarta) ISMARSUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN OPTIMASI PRODUKSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PRODUK FISH JELLY (Studi Kasus pada PT XP di Jakarta) ISMARSUDI"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN OPTIMASI PRODUKSI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA PRODUK FISH JELLY

(Studi Kasus pada PT ”XP” di Jakarta)

ISMARSUDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir ini yang berjudul: “Kajian Optimasi Produksi dan Strategi Pengembangan Usaha Produk Fish Jelly (Studi Kasus Pada PT “XP” di Jakarta)”

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Pebruari 2010

Ismarsudi

(3)

ABSTRACT

ISMARSUDI. Study of Optimation Production and Develop Business on Fish Jelly Production (Case Study on PT “XP”, Jakarta). Supervised by ANI SURYANI and DARWIN KADARISMAN.

PT “XP” in its bussiness production has produced Fish Jelly with five types of products, there are Fish Sausage, Fish Ball, Fish Kakinaga, Otak – otak and Fish Finger.The main raw material that being used by PT XP for those products are surimi, fatty tuna and other fish.

Some of the constraints in Marketing Development for Fish and Fishery products in this country are Supply Aspect and Demand Aspect. The former constraint includes Quantity and Continuity, Quality, selling price, definite variiety of products, weak market information, limited facilities and marketing infrastructure and not conducive business climate. Demand Aspect includes low level of fish consumption, dynamic consumer preferences, weak marketing, distribution network and market strategy.

Analysis method that being used in this study is Exponential Comparative Method - Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). It’s one of the methods to get superior products. Net profit margin reflects management's ability to generate net income. Linier Programming to achieve a single goal such as maximizing profits or minimizing cost. Other analysis, SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats), Matriks EFE and IFE are used to analyze external and internal factors.

Results of the studies obtained, the superior first product of fish finger and second product fish ball. The maximum profits that obtained from Linier Programe (LP) Calculation is Rp. 31.800/kg or Rp. 31.800.000/ton, with production composition 25% fish finger dan 75% bakso ikan for favored products.

PT “XP” has opportunity in fish jelly production since it has permanent distributor of raw materials, and yet has threat that is production cost increase caused by raised fuel prices and electricity fare. This company’s main strength lays on the manager’s preseverance in managing this business, while the Main Weakness of this company that is lack of capital to get supplies.

The result evaluation on external and internal factor (EFE and IFE) to make the company in a kuadran agresif position, that company in a good posisition to develop the business. The company can use the internal power for: 1) make use the external opportunity 2) to content with internal weakness 3) avoid the extend threats

(4)

RINGKASAN

ISMARSUDI. Kajian Optimasi Produksi dan Strategi Pengembangan Usaha Produk Fish Jelly (Studi Kasus pada PT “XP” di Jakarta). Dibimbing oleh ANI SURYANI dan DARWIN KADARISMAN.

Produk perikanan di pasar dalam negeri merupakan penyedia protein hewani masyarakat selain sebagai bahan baku industri pengolahan, kosmetik, dan obat-obatan. Dengan jumlah penduduk yang banyak, peluang pasar dalam negeri mempunyai prospek yang baik. Meski demikian, ikan atau produk perikanan lainnya belum menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam konsumsi ikan dalam negeri yang masih rendah. Pada tahun 2006, tingkat konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia hanya sekitar 23,18 kg/kapita/tahun.

Produk Fish Jelly (makanan olahan dari bahan baku ikan) merupakan suatu alternatif terobosan untuk mengolah ikan dalam bentuk yang menarik dengan rasa dan kandungan gizi yang baik. Produk Fish Jelly adalah makanan dari bahan baku ikan atau dalam bentuk surimi, produk yang dihasilkan spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan Gel yang mempunyai tekstur kenyal/lentur seperti jelly. Gel yang baik adalah kenyal tetapi mudah dikunyah, Gel dapat terbentuk karena adanya kekuatan tarik-menarik antara senyawa aktin dan miosin menjadi aktomiosin yang banyak terkandung dalam protein daging ikan.

Kendala pengembangan pemasaran ikan dan produk perikanan dalam negeri yaitu, aspek supply meliputi kuantitas dan kontinyuitas, kualitas, harga, terbatasnya variasi jenis produk olahan, lemahnya informasi pasar, terbatasnya sarana dan prasarana pemasaran, iklim usaha yang belum kondusif. Aspek demand meliputi rendahnya tigkat konsumsi ikan, preferensi konsumen yang dinamis, lemahnya jaringan dan distribusi pemasaran dan penyiasatan pasar.

PT “XP” dalam usahanya telah memproduksi produk fish jelly dengan lima jenis produk antara lain Bakso Ikan, Sosis Ikan, Kakinaga Ikan, Otak-otak dan Fish Finger. PT “XP” dalam memproduksi menggunakan bahan baku utama surimi, tetelan ikan tuna dan ikan lain. Bahan baku surimi banyak didatangkan dari Pekalongan dan Tegal Jawa Tengah yang merupakan rekan usaha dibawah binaan DKP.

Metode Kajian Optimasi Produksi dan Strategi Pemasaran pada usaha pengolahan fish jelly di PT “XP” dilakukan untuk mencapai visi dan misi perusahaan khususnya untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Kajian dilakukan dengan mempelajari data empiris perusahaan untuk dilakukan kajian secara komprehensif dengan metode analisa yang relevan. Metode analisa yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses, analisa terhadap lima jenis produk untuk mendapatkan jenis produk yang diunggulkan. Laba bersih perusahaan, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dari setiap penjualan yang dilakukan. Margin laba besih, mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi/usaha, beban lain-lain dan pajak dalam hubungannya dengan penjualan. Program linier (Linier Programing) merupakan salah satu teknik riset operasional (Operation Research) yang digunakan paling luas dan diketahui baik. Ia merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan tunggal seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. SWOT adalah singkatan dari kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) di dalam suatu lungkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan strategi yang menggambarkan kecocokan paling baik diantara mereka. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, mengklasifikasikannya menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan kemudian dilakukan pembobotan. Matriks IFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal, mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan bagi perusahaan kemudian dilakukan pembobotan. Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada manajemen perusahaan dengan menggunakan Perbandingan berpasangan metode Paired Comparison.

(5)

Lima produk yang dihasilkan dilakukan perhitungan dengan pemberian bobot sesuai dengan tingkat kepentingan bagi perusahaan adalah potensi pasar dengan bobot 9, kondisi bahan baku bobot 8, nilai tambah bobot 6, daya serap tenaga kerja 7, teknologi 5, kondisi sosial budaya bobot 7 dan dampak lingkungan bobot 5. Perhitungan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menghasilkan urutan peringkat produk sebagai berikut, urutan pertama untuk produk Fish Finger dengan nilai 407.189.639, kedua produk Bakso Ikan dengan nilai 154.218.327, ketiga produk Kakinaga dengan nilai 60.632.534, keempat produk Sosis Ikan dengan nilai 57.832.927 dan kelima produk Otak-otak Ikan dengan nilai 30.062.334. Jadi dua produk unggulan PT “XP” adalah fish finger dan bakso ikan.

Berdasarkan pertimbangan agar tidak over produksi pada salah satu jenis produk dan hasil perhitungan dengan Program Linier terhadap dua peringkat produk unggulan teratas fish finger (X1,) dan bakso ikan (X2 ) adalah, hasil yang diperoleh titik sudut produksi pada gambar

grafik (X1,X2) pada titik-titik sudut A (0,6), B (2,6), C (3,4), D (4,0) dan E (0,0). Keuntungan

maksimum dengan persamaan Z= 5.100 X1 + 3.600 X2 diperoleh nilai keuntungan

maksimum (Z) titik sudut A = Rp. 21.600, titik sudut B = Rp. 31.800, titik sudut C = Rp. 31.200, titik sudut D = Rp. 20.400 dan titik sudut E = 0. Dari kelima titik sudut keuntungan maksimum didapat pada titik sudut B (2,6) dengan keuntungan sebesar Rp. 31.800/kg atau Rp. 31.800.000/ton.

Disimpulkan bahwa ttik B (2,6) merupakan titik sudut optimal (optimal corner point) sebagai optimasi produksi, karena pada titik sudut tersebut perusahaan dapat mendatangkan nilai keuntungan tertinggi sebesar Rp. 31.800/kg. Kombinasi produksi yang efisien dan efektif adalah 2 bagian (25%) untuk produk X1 dan 6 bagian (75%) untuk produk jenis X2.,

Hasil evaluasi faktor eksternal dan internal (EFE dan EFI) menggambarkan bahwa perusahaan sudah dalam posisi di kuadran agresif (kuadran kanan atas) (2,322;2,939), perusahaan berada pada posisi yang baik untuk pengembangan usaha dengan menggunakan kekuatan internalnya guna (1) memanfaatkan peluang eksternal, (2) mengatasi kelemahan internal, (3) menghindari ancaman eksternal.

Hasil analisis SWOT yang diperoleh dari gabungan kekuatan dan peluang yang sehingga memperoleh kwadran strategi O (Strengths dan Opportunities), strategi S-O pada kwadran ini menyatakan bahwa: Menjaga hubungan baik dan kepercayaan dengan relasi yang sudah terjalin harus dijaga dan ditingkatkan. Pengembangan usaha dengan meningkatkan jumlah produksi dengan teknik yang baru untuk memperoleh peningkatan kuantitas dan kualitas mutu produk yang dapat bersaing.

Dengan demikian, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, inegrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal, diversifikasi konglomerat, diversifikasi horizontal, atau strategi kombinasi semuanya bisa layak digunakan, tergantu kondisi spesifik yang dihadapi perusahaan.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

KAJIAN OPIMASI PRODUKSI DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA PRODUK FISH JELLY

(Studi Kasus pada PT ”XP” di Jakarta)

ISMARSUDI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan tugas penyelesaian pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(8)

Judul Tugas Akhir : Kajian Optimasi Produksi dan Strategi Pengembangan Usaha Produk Fish Jelly

(Studi Kasus pada PT ”XP” di Jakarta)

Nama Mahasiswa : Ismarsudi

Nomor Pokok : F. 352064165

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Menyetujui, Pebruari 2010

Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Ani Suryani, DEA Ir. Darwin Kadarisman, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi A/n Direktur Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah Sekretaris Program Magister

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1962, anak ke empat dari tujuh bersaudara dari Bapak Achmad Suhadi dan Ibu Sumarni. Pendidikan yang ditempuh adalah Diploma III Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil lulus tahun 1994, meneruskan pendidikan sarjana di Universitas Sahid Jakarta Jurusan Teknologi Pangan lulus tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis bekerja pada Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sejak tahun 1986. Penulis ditempatkan pada Unit Pelaksana Teknis di Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan bagian Pengawas Mutu di Laboratorium hingga saat ini.

Penulis menikah pada tahun 1995 dengan Yuliati Purwaningsih dan sudah dikaruniai dua anak, seorang putra bernama Akhmad Yunanta (Yunan) berusia 13 tahun dan putri bernama Aqilah Kusumaningtyas (Chika) berusia 8 tahun.

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, sebagai Ketua Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, dorongan dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir.

2. Ir. Darwin Kadarisman, MS, sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan, dorongan dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir. 3. Seluruh staf pengajar dan staf pada Program Studi Industri Kecil Menengah,

Sekolah Pasca Sarjana IPB selama kuliah berlangsung.

4. Dr. Abdul Rokhman, A.Pi, MM, selaku Direktur Produksi PT Perikanan Nusantara yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.

5. Staf dan karyawan PT “XP” yang telah banyak membantu dalam memberikan data-data yang diperlukan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

6. Istri dan anak-anakku yang kucinta yang telah banyak bersabar memberikan semangat dan dukungan serta pengorbanan.

7. Rekan-rekan mahasiswa MPI-9 Program Studi Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberi semangat dan dukungan. 8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini berguna dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Pebruari 2010 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 3

E. Luaran Penelitian ... 4 F. Manfaat Penelitian ... 4 II TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Perikanan ... 5 B. Pengolahan Ikan ... 6 C. Surimi ... 9

D. Produk Fish Jelly ... 11

E. Mutu Produk Pangan ... 15

F. Optimasi Produksi ... 17

G. Produk Unggulan ... 18

H. Optimasi Produksi ... 19

I. Kerangka Strategi Usaha ... 20

J. Analisis Strategi Usaha ... 26

K. Identifikasi Posisi Perusahaan ... 29

L. Analisis SWOT ... 30

III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Berfikir ... 32

B. Metode Kajian ... 33

C. Analisis Data ... 35

(12)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Perusahaan ... 49

B. Proses Produksi ... 54

C. Harga Jual Produk ... 64

D. Pemilihan Komoditas Unggulan ... 66

E. Menentukan Optimasi Produksi ... 68

F. Posisi Perusahaan ... 70

1. Evaluasi analisis EFE dan FE ... 70

2. Evaluasi analisis SWOT ... 74

3. Strategi Pengembangan Usaha Produk Fish Jelly ... 77

V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan ... 5

2. Produksi Ikan Olahan Periode 2000 – 2004 ... 8

3. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Surimi Beku ... 11

4. Strategi Generik dan Strategi Utama ... 21

5. Matriks Analisis Strategi Pemasaran (SWOT) ... 31

6. Penilaian Alternatif Produk Fish Jelly ... 36

7. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) ... 39

8. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) ... 39

9. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal Perusahaan Metode Matriks Banding Berpasangan ... 41

10. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal Perusahaan Metode Matriks Banding Berpasangan ... 41

11. Contoh Matriks SWOT ... 45

12. Produksi dan Penjualan Fish Jelly Produk PT “XP” ... 61

13. Harga Pokok Produksi (HPP) ... 63

14. Keuntungan Kotor per Kg ... 64

15. Produksi Penjualan dan Nilai Penjualan ... 66

16. Pemberian Bobot Kriteria Kepentingan ... 67

17. Peringkat Produk Unggulan ... 67

18. Faktor Eksternal ... 72

19. Faktor Internal ... 73

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur Proses Pengolahan Surimi ... 10

2. Alat Pencetak Bakso Ikan ... 12

3. Bakso Ikan ... 13

4. Otak-otak Ikan ... 13

5. Kakinaga Ikan ... 14

6. Sosis Ikan ... 15

7. Fish Finger ... 15

8. Posisi Perusahaan Pada Berbagai Kondisi ... 29

9. Kerangka Berfikir Dalam Pelaksanaan Penelitian ... 34

10. Struktur Organisasi PT “XP” ... 50

11. Usulan Perubahan Struktur Organisasi PT “XP” ... 51

12. Tata Letak Pabrik Pengolahan Fish Jelly PT “XP” ... 54

13. Skema Pengolahan Bakso Ikan ... 56

14. Skema Pengolahan Otak-otak Ikan ... 56

15. Skema Pengolahan Kakinaga Ikan ... 57

16. Skema Pengolahan Sosis Ikan ... 57

17. Skema Pengolahan Fish Finger ... 58

18. Persentase Produksi Fish Jelly ... 62

19. Total Produksi dan Penjualan ... 62

20. Keuntungan Masing-masing Jenis Produk per Kg ... 64

21. Persentase Penjualan Produk ... 65

22. Grafik Wilayah Kelayakan Produksi Dengan Sudut Optimal Produksi ... 70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Daftar Isian Pertanyaan (Kuesioner) ... 84

1.a Komposisi bahan pembuatan produk fish jelly ... 85

1. Hasil Uji Mutu Fish Finger ... 91

2. Hasil Uji Mutu Otak-otak Ikan ... 92

3. Hasil Uji Mutu Bakso Ikan ... 93

4. Hasil Uji Mutu Sosis Ikan ... 94

5. Hasil Uji Mutu Kakinaga ... 95

6. Pemilihan Komoditas Unggulan ... 96

7. Menentukan Optimasi Produksi ... 99

8. Matriks SWOT PT “XP” ... 102

9. Bagian Matriks Berpasangan ... 104

10. Data Produksi, Penjualan, Nilai Penjualan Produk Fish Jelly dan Neraca Keuangan PT “XP” ... 105

(16)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani memiliki kelebihan dibandingkan sumber protein hewani lainnya. Berdasarkan hasil riset, manfaat ikan bagi masyarakat antara lain, memiliki kandungan protein yang tinggi dan rendah kolesterol. Berbagai jenis ikan tertentu memiliki kandungan asam lemak

omega-3 yang merupakan asam lemak tidak jenuh Eicosa Pentanoic Acid (EPA)

dan Decosa Hexanoic Acid (DHA) yang dapat mencegah penggumpalan darah dan artero-sclerosis serta merangsang pertumbuhan otak untuk kecerdasan. Oleh karena itu minat konsumsi ikan perlu lebih ditingkatkan dalam rangka peningkatan sumberdaya manusia melalui perbaikan gizi masyarakat.

Potensi pengembangan pasar dalam negeri dapat dilihat dari jumlah penduduk yang sangat banyak merupakan peluang domestic demand. Pada tahun 2004, jumlah penduduk Indonesia mencapai 217 juta, sedangkan pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai 219 juta (BPS, 2005). Selain itu tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat masih rendah, sementara kesadaran masyarakat terhadap manfaat konsumsi ikan bagi kesehatan sudah mulai meluas. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2000, tingkat konsumsi ikan Indonesia mencapai 21 kg/kapita/tahun jauh dibawah Jepang (110 kg/perkapita/tahun), Korea Selatan (85 kg/perkapita/tahun), AS (45 kg/kapita/tahun), Thailand (35 kg/perkapita/tahun dan Filiphina (25 kg/kapita/tahun) (FAO, 2002 dalam

INFOFISH Trade News, 2002). Pada tahun 2004 tingkat konsumsi ikan perkapita

Indonesia mencapai 23,18 kg/kapita/tahun (DKP, 2005). Jika potensi peluang pasar domestik yang cukup besar itu diimbangi ketersediaan produk bermutu baik dan harga terjangkau serta pasokan secara kontinyu, pasar dalam negeri akan mampu menyerap produk perikanan yang banyak sekaligus menghela upaya peningkatan produksi hasil perikanan Indonesia.

Produk Fish Jelly (makanan olahan dari bahan baku ikan) merupakan suatu alternatif terobosan untuk mengolah ikan dalam bentuk yang menarik dengan rasa dan kandungan gizi yang baik. Produk Fish Jelly adalah makanan dari bahan baku ikan atau dalam bentuk surimi, produk yang dihasilkan spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan Gel yang mempunyai tekstur kenyal/lentur seperti jelly. Gel yang baik adalah kenyal tetapi mudah dikunyah, Gel dapat terbentuk karena adanya kekuatan tarik-menarik antara

(17)

senyawa aktin dan miosin menjadi aktomiosin yang banyak terkandung dalam protein daging ikan (DKP, 2006).

Surimi adalah campuran dari lumatan daging ikan dengan karbohidrat tertentu (sorbitol dan gula) sehingga teksturnya dapat diperbaiki dan dipertahankan pada suhu beku karena ditambahkan zat tambahan makanan (food additive) berupa poliposphat.

B. Perumusan Masalah

Pada umumnya UKM cukup banyak memiliki kelemahan, yang sering menjadi hambatan bagi UKM tersebut untuk berkembang dan meningkatkan skala usahanya, meskipun kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak dapat diabaikan, begitu juga kontribusinya terhadap penurunan jumlah pengangguran.

Sektor perikanan sebagai salah satu sektor ekonomi yang menjadi sasaran tempat usaha UKM, memiliki beberapa kendala yang umumnya usaha ini hanya dimasuki oleh perusahaan-perusahaan besar, karena kebutuhan modal yang besar dan usaha nelayan tradisional yang baru dapat mengolah ikan secara usaha turun temurun yang mempunyai resiko besar. Jika akan berinvestasi pada sektor pengolahan perikanan ini akan menghadapi resiko besar, karena ikan merupakan produk yang mudah sekali rusak. Tetapi dalam kenyataannya cukup banyak pengusaha kecil (UKM) yang turut berkecimpung dalam bisnis ini, baik sebagai usaha dalam bentuk ikan segar, ikan beku maupun ikan olahan yang kebanyakan merupakan Usaha Kecil Menengah (UKM).

PT. “XP” adalah Badan Usaha Milik Negara dengan salah satu usahanya bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan yang baru dilakukan pada bulan Desember tahun 2007, sampai sekarang mengalami pasang surut keuntungan. Ada lima jenis olahan ikan yang diproduksi adalah (1) Bakso Ikan, (2) Otak-otak Ikan, (3) Kaki Naga Ikan, (4) Sosis Ikan dan (5) Fish Finger.

PT. “XP” merupakan perusahaan yang masih relatif baru dalam perkembangannya masih menghadapi beberapa permasalahan diantaranya bagaimana memprediksi berapa jumlah produksi untuk produk unggulan agar dapat memperoleh keuntungan maksimal dan bagaimana mendapatkan strategi usaha yang lebih tepat. Pejualan yang selama ini dilakukan dengan menitipkan produk pada supermarket belum dapat menunjang perputaran modal yang diperlukan. Untuk perencanaan kedepan perlu adanya kajian untuk menentukan

(18)

jenis produk unggulan dalam jumlah optimal produksi dan bagaimana menentukan strategi pengembangan usaha produk fish jelly dengan mempelajari, antara lain adalah:

1. Bagaimana menentukan produk unggulan dari kelima jenis produk yang dihasilkan ?

2. Berapakah produksi optimum produk yang diunggulkan agar diperoleh keuntungan maksimal ?

3. Bagaimana startegi pengembangan usaha yang paling efektif untuk

memperoleh hasil maksimal ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji kelima jenis produk

fish jelly dari bahan baku surimi ditinjau dari sisi prioritas ekonomi-teknis.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendapatkan produk unggulan dari kelima jenis produk yang dihasilkan.

2. Untuk mengetahui jumlah produksi optimum dari jenis produk yang diunggulkan agar diperoleh keuntungan maksimal.

3. Untuk mendapatkan startegi pengembangan usaha produk yang paling efektif

untuk memperoleh hasil maksimal.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Mempelajari jenis produksi dengan memberikan bobot kriteria tertentu dengan membandingkan secara eksponensial untuk memperoleh produk yang diunggulkan.

2. Mempelajari kendala-kendala dalam proses produksi produk unggulan untuk mendapatkan produksi yang optimal sehingga memperoleh keuntungan maksimal.

3. Mempelajari faktor eksternal maupun internal perusahaan berupa kekukatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk memperoleh strategi pengembangan usaha yang tepat bagi perusahaan.

(19)

E. Luaran

1. Memperoleh informasi produk unggulan dan berapa produksi yang optimum untuk memperoleh keuntungan maksimal.

2. Memperoleh strategi pengembangan usaha yang tepat untuk memaksimalkan

pendapatan.

F. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya kajian tentang optimasi produksi unggulan dan

strategi pengembangan usaha produk fish jelly pada perusahaan “XP”, maka

beberapa kegunaan yang diharapkan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukkan bagi perusahaan dalam menetukan produk unggulan,

menentukan optimasi produksi produk unggulan dan memberi usulan startegi

pengembangan usahayang paling efektif untuk memaksialkan pendapatan.

2. Sebagai bahan referensi bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) khususnya UKM perikanan dalam menyikapi permasalahan produksi dan menentukan strategi usaha.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Perikanan

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang sangat besar dan bervariasi yang tersebar di wilayah perairan laut dan perairan darat (seperti danau, waduk, sungai dan rawa-rawa). Hasil pengkajian stock ikan di perairan Indonesia yang dilaksanakan Badan Riset Kelautan dan Perikanan-DKP bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2001, potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton/tahun. Jika diasumsikan 80% dari potensi lestari merupakan jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan, maka jumlah ikan laut yang dapat dimanfaatkan maksimal 5,12 juta ton/tahun.

Tabel 1. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (SDI)

No Jenis Sumberdaya Ikan Potensi (ton/th) JTB (ton/tahun) Produksi (ton) Tingkat Pemanfaatan (%)

1. Ikan Pelagis Besar 1.165.360 932.288 736.170 78,97

2. Ikan Pelagis Kecil 3.605.660 2.884.528 1.784.330 61,86

3. Ikan Demersal 1.365.090 1.092.072 1.085.500 99,40 4. Ikan Karang 145.250 116.200 156.890 135,02 5. Udang Penaeid 94.800 75.840 259.940 342,75 6. Lobster 4.800 3.840 4.080 106,25 7. Cumi-cumi 28.250 22.600 42.510 188,10 Jumlah 6.409.210 5.127.368 4.069.420 79,37

Keterangan : JTB = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun 2005, angka perkiraan produksi penangkapan ikan di laut mencapai 4,97 ton atau sekitar 77,7% dari jumlah potensi lestari atau 97% dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Sedangkan penangkapan di wilayah perairan umum dengan luas sekitar 54 juta hektar, sebagian besar berupa perairan rawa yaitu ±39,4 juta hektar (71,63%) dan perairan sungai dan danau ±14,6 juta hektar (28,37%), total potensi produksi diperkirakan sebanyak 0,9 juta ton/tahun. Sementara itu, produksi perikanan Indonesia selain dari penangkapan, juga dihasilkan dari usaha budidaya seperti budidaya air laut, budidaya air payau dan budidaya air tawar. Pada tahun 2004, budidaya air laut

(21)

mampu menghasilkan ikan sebanyak 420.919 ton, budidaya air payau menghasilkan sekitar 559.612 ton dan budidaya air tawar sekitar 488.179 ton (Tabel 1.) (DKP, 2005).

Secara umum, produksi ikan nasional dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 6,36% yaitu 5,1 juta ton produksi pada tahun 2000 menjadi 7,4 juta ton pada tahun 2006. Kontribusi produksi ikan nasional masih didominasi oleh usaha penangkapan khususnya penangkapan di laut. Kontribusi perikanan budidaya terhadap produksi ikan nasional pada tahun 2006 naik menjadi 35,5%, dimana pada tahun 2005 kontribusi produksi ikan nasional hanya mencapai 31,5% dari total produksi (Siaran pers Perikanan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat. 27/06/07). Dari jumlah produksi ikan nasional tersebut, sebagian besar (70%) dipasarkan dalam bentuk segar dan frozen dengan tujuan pasar ekspor dan pasar domestik, dan sisanya (30%) dipasarkan dalam bentuk ikan olahan seperti ikan asin, ikan asap, ikan pindang/ presto, ikan kaleng, bakso ikan, nuget, kakinaga ikan, sosis ikan, otak-otak, fish finger, dan lain-lain.

B. Pengolahan Ikan

Usaha pengolahan ikan dewasa ini berkembang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi pengolahan. Berbagai usaha pengolahan ikan telah dikenal di Indonesia dari yang tradisional sampai yang menggunakan teknologi modern. Berkembangnya pengolahan ikan ini dilandasi oleh pemanfaatan produk ikan yang memberikan keuntungan yang optimal. Di samping itu, pengolahan ikan dapat dijadikan sebagai upaya dalam mempertahankan mutu dan dapat menciptakan margin harga baru yang menguntungkan bagi para pelaku usaha.

Menurut terminologi FAO, ikan olahan tradisional atau ”cured fish” adalah ikan yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan dalam skala industri rumah tangga. Jenis produk olahan yang termasuk industri olahan tradisional antara lain ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap dan fermentasi. Produk seperti ini tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga di negara-negara Asia, Afrika bahkan sampai ke Eropa (Inggris, Norwegia, Polandia). Produk olahan ikan tradisional ini mempunyai sebaran distribusi yang luas karena pada

(22)

umumnya produk relatif stabil walaupun pengawetan dan pengemasan masih sangat sederhana.

Data statistik perikanan Indonesia menunjukan bahwa produksi ikan olahan dari perikanan laut mengalami perkembangan secara signifikan. Pada kurun waktu antara tahun 1993 – 2003, produksi ikan olahan mengalami peningkatan rata-rata 13,13% per tahun. Sementara produksi ikan olahan dari perairan umum mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,57% per tahun. Bila dibandingkan dengan jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun 2003 maka jumlah hasil tangkapan ikan yang diproses menjadi produk olahan baru mencapai 30% dari total produksi (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2005), total produksi perikanan Indonesia pada tahun 2004 mencapai 6.275.810 ton, dan 1.501.064 ton dari total produksi tersebut adalah produk olahan hasil perikanan. Dari jumlah produk olahan hasil perikanan tersebut, produksi pengolahan hasil perikanan dari industri menengah dan modern (produk pembekuan atau frozen ) memberi kontribusi yang paling dominan yaitu sebesar 631.320 ton (42,06%), kemudian diikuti oleh produksi ikan asin/kering UKM memberi kontribusi sebesar 586.323 ton (37,86%), produksi pemindangan sebesar 122.807 ton (8,8%) dan produksi ikan kaleng (industri pengalengan) sebesar 31.945 ton (2,13%) (Tabel 2.).

Usaha pengolahan produk perikanan dikelompokan menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis produknya, yaitu pembekuan (frozen), pengalengan (canning), pengasinan, pengasapan, pemindangan dan pengolahan produk turunan (diversifikasi produk). Sedangkan berdasarkan skala usahanya, usaha pengolahan produk perikanan secara umum dikelompokan menjadi:

a) Pengolahan tradisional/kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM), umumnya berskala kecil dilakukan secara manual dan menggunakan peralatan yang

relatif sederhana. Jenis usaha kelompok ini antara lain

penggaraman/pengasinan (dried/salted), pemindangan (boiling),

pengasapan (smoking), fermentasi (fermentation) dan pengolahan lainnya. Beberapa hal yang merupakan ciri-ciri pengolahan tradisional/ kelompok UKM sekaligus merupakan permasalahan utama dalam pengembangannya antara lain :

1) Teknologi dalam proses pengolahan masih sederhana dan hampir tidak ada perkembangan.

(23)

2) Variasi produk terbatas.

3) Penanganan mutu produksi dan pasca produksi seperti pengemasan, pelabelan dan pergudangan masih terbatas bahkan hampir tidak ada. 4) Pengetahuan dalam pemasaran masih terbatas akibat kurangnya

informasi penjualan. 5) Permodalan relatif kecil.

6) Tidak mempunyai sistem manajemen dalam mengembangkan usaha. 7) Tingkat pendidikan Sumberdaya Manusia yang masih relatif rendah. b) Pengolahan modern/ kelompok skala industri, umumnya skala besar dengan

menggunakan peralatan modern sebagai alat bantu. Jenis usaha kelompok ini antara lain pembekuan (freezing), pengalengan (canning), pembuatan tepung ikan (fishmeal making) dan pengolahan lainnya seperti nuget ikan, surimi dan lain-lain. Usaha pengolahan modern biasanya berorientasi pada pasar ekspor dengan menitikberatkan pada produk yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak dan berkesinambungan serta mutu yang sangat baik. Pengolahan modern biasanya sudah menerapkan kaidah-kaidah cara penanganan yang baik (Good Handling Practices), pengolahan yang baik (Good Manufacturing Practices) dan pendistribusian/ pemasaran yang baik (Good Distributing Practices).

Tabel 2. Produksi Ikan Olahan Periode 2000 – 2004

Volume Produksi (ton)

No Jenis Olahan 2000 2001 2002 2003 2004 1. Penggaraman/Pengeringan 611.662 584.394 571.577 598.235 568.323 2. Pemindangan 66.457 134.071 124.826 121.491 122.807 3. Pembuatan Terasi 16.457 21.607 7.251 9.342 9.809 4. Pembuatan Peda 7.950 13.442 4.996 4.911 4.665

5. Pembuatan Kecap Ikan 76 524 2 6 10

6. Pengasapan 37.641 36.561 53.905 56.574 59.403

7. Pembekuan 305.923 307.235 319.237 573.911 631.320

8. Pengalengan 21.227 25.299 36.913 28.415 31.945

9. Pembuatan Tepung Ikan 1.640 12.204 16.612 8.635 7.339

10. Lain-lain 9.195 30.158 53.645 53.355 65.443 Jumlah 1.078.35 2 1.165.4 95 1.188.36 4 1.453.87 5 1.501.064

(24)

Penerapan kaidah-kaidah tersebut ditujukan untuk menghasilkan suatu produk yang prima sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dari mulai produksi, distribusi sampai ke tangan konsumen, seperti zero

tolerance terhadap bahan-bahan pencemar baik kimia (chloromphenicol dan

nitrofuran), fisika (partikel logam atau benda lain) maupun biologi (bakteri

Vibrio parahaemoliticus, Salmonella dan Escherichia coli ).

C. Surimi

Salah satu bentuk pengembangan produk perikanan adalah pengolahan surimi, yaitu berupa lumatan daging ikan yang telah mengalami pencucian (leaching), pengepresan, penyaringan, penambahan bahan tambahan dan pembekuan. Surimi merupakan produk antara (intermediate product) yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan produk fish jelly seperti bakso, nugget, kaki naga dan lainnya (DKP, 2006).

Teknologi pengolahan surimi meliputi tahap-tahap persiapan ,

pengambilan daging, pembilasan (leaching), pengepresan, penyaringan, pencampuran dan pembekuan, seperti ditunjukkan pada (Gambar 1). Pada setiap proses dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan cara berproduksi yang baik (Good Manufactory Practice).

1. Persiapan, tahap ini meliputi kegiatan penyiangan dan pencucian. Ikan disiangi dengan cara membuang sisik, isi perut dan kepala. Ikan yang berukuran besar difillet terlebih dahulu lalu dicuci dengan air bersih dingin yang mengalir.

2. Pengambilan daging dapat dilakukan dengan cara manual atau secara mekanis dengan menggunakan alat (meat bone separator), Daging ikan dihancurkan dengan alat penggiling daging menjadi lumatan daging yang halus.

3. Pembilasan (leaching), lumatan daging ikan yang diperoleh biasanya berwarna kemerahan yang mengandung lemak, darah dan kotoran lainnya.

Lumatan daging dilakukan pembilasan dengan air dingin (suhu 5 – 10oC),

pembilasan dilakukan sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan pembilasan

dengan larutan garam alkali (0,1 % NaCl dalam larutan 0,2 % NaHCO3)

(25)

4. Pengepresan, setelah proses pembilasan dilakukan pengepresan untuk mengurangi kandungan air, kadar air produk air yang diinginkan adalah antara 80 – 82 %.

5. Penapisan (straining), bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa sisik, jaringan ikat, membran dan duri halus.

6. Pencampuran, lumatan daging ikan yang dihasilkan selanjutnya ditambahkan 2,5 – 3% gula pasir untuk mereduksi denaturasi protein dan 0,2% polifospat sebagai bahan pengikat air untuk mempertahankan WHC (Water Holding

Capacity).

7. Pembekuan, surimi yang dihasilkan segera dikemas dalam kantong plastik

polietilen dan dilakukan pembekuan cepat sampai suhu pusat mencapai 20oC.

Umumnya surimi beku yang diperdagangkan dalam kemasan ukuran 10 kg.

Pencucian ikan Pemisahan daging dari tulang dan kulit Pencucian hancuran daging

Pengurangan kadar air Pengurangan kadar air

Penghilangan jaringan ikat Pencampuran dengan bahan antidenaturan Surimi

Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Surimi

Persyaratan mutu dan keamanan pangan Surimi Beku berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2694.1-2006) (Tabel 3).

(26)

Tabel 3. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Surimi Beku

Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka (1-10) Minimal 7

b. Cemaran mikroba - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae - Vibrio parahaemoliticus* (kanagawa positif) Koloni/g APM/g APM/g APM/g APM/g maksimal 5,0 x 105 maksimal 2 negatif negatif maksimal 3 c. Cemaran kimia - Merkuri (Hg)* - Timbal (Pb)* - Cadmium (Cd)* - Histamin* mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1,0 maksimal 0,4 maksimal 0,1 maksimal 100 d. Kadar air % 80 – 82 e. Fisika

- Suhu pusat oC maksimal -18

f. Filth (benda asing) Potong 0

CATATAN* Bila diperlukan

Bahan baku yang berasal dari jenis ikan demersal secara umum baik untuk dibuat surimi dan fish jelly produk karena rata-rata jenis ikan ini merupakan ikan berdaging putih. Pada umumnya ikan berdaging putih mempunyai kemampuan pembentukan gel yang cukup baik yang dibutuhkan oleh produk-produk fish jelly, namun demikian saat ini jenis ikan berdaging merah dan ikan air tawar pun dapat dibuat surimi dan produk fish jelly.

D. Produk Fish Jelly

Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi perikanan hasil tangkapan laut maupun hasil budidaya adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah, baik olahan tradisional maupun modern dalam bentuk diversifikasi olahan, perbaikan teknologi dan kemasan.

Pengembangan surimi dan fish jelly product merupakan suatu alternatif yang tepat dalam optimasi pemanfaatan produksi ikan di Indonesia. Pada dasarnya hampir semua jenis ikan dapat diolah menjadi surimi dan produk fish

jelly tetapi pada umumnya yang digunakan adalah dari jenis ikan non ekonomis

(27)

atau biasa juga digunakan jenis ikan lainnya seperti ikan hasil tangkapan samping (by catch) dari kapal-kapal penangkap udang, hal ini tergantung dimana produk tersebut dibuat karena masing-masing daerah memiliki potensi jenis ikan yang berbeda. Beberapa produk fish jelly dengan bahan baku surimi, yaitu:

1. Bakso Ikan adalah, surimi sebagai bahan baku yang telah dipotong-potong

kemudian dilumatkan di dalam Silent cutter/ Food Processor/Mixer. Tambahkan garam sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Selanjutnya tambahkan bumbu-bumbu lainnya dan campur hingga benar-benar homogen. Pengadukan dilakukan selama 10 -15 menit. Cetak adonan dengan menggunakan alat pencetak bakso atau dicetak secara manual dengan menggunakan tangan dan sendok. Tampung bakso hasil

cetakan pada wadah yang berisi air hangat dengan suhu 40oC selama ± 20

menit. Selanjutnya rebus pada suhu 90oC selama ± 20 menit atau sampai

bakso mengapung. Kemas bakso yang telah dingin dalam kantong plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan sealer (alat penutup plastik). Bakso siap untuk disimpan. Alat pencetakan bakso ikan secara mekanik seperti ditunjukkan pada Gambar 2. dan produk bakso ikan yang ditunjukkan pada Gambar 3.

(28)

Gambar 3. Bakso ikan

2. Otak-otak Ikan adalah, Surimi sebagai bahan baku yang telah

dipotong-potong kemudian dilumatkan di dalam Silent cutter/ Food Processor/Mixer. Tambahkan garam sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Selanjutnya tambahkan bumbu-bumbu lainnya dan campur hingga benar-benar homogen. Pengadukan dilakukan selama 10 -15 menit. Cetak adonan dapat menggunakan alat pencetak bakso atau dicetak secara manual dengan menggunakan tangan dan sendok dengan ukuran bulat lonjong. Tampung otak-otak hasil cetakan pada wadah yang berisi air hangat dengan

suhu 40oC selama 20 menit. Selanjutnya rebus pada suhu 90oC selama 20

menit atau sampai otak-otak mengapung. Kemas otak-otak yang telah dingin dalam kantong plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan sealer (alat penutup plastik). Otak-otak siap untuk disajikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Otak-otak Ikan

3. Kaki Naga Ikan adalah, lumatan daging ikan atau surimi yang telah

dipotong-potong kemudian dilumatkan di dalam silent cutter/ food processor/mixer. Tambahkan garam sambil terus diaduk 10 sampai 15 menit hingga terbentuk

(29)

adonan yang lengket. Selanjutnya tambahkan bahan-bahan lain sambil terus diaduk hingga homogen. Adonan dibentuk lonjong/bulat dan ditusuk dengan tusukan batang sumpit bambu (+ 10 cm) yang telah disiapkan. Selanjutnya bulatan adonan yang telah dibentuk dan ditusuk dengan sumpit dibalutkan dengan tepung roti. Kukus dalam dandang / pengukus selama 15-20 menit. Setelah dingin kemas dalam plastik dengan berat sesuai permintaan pasar dan bekukan selama penyimpanan dan distribusi. Kakinaga yang siap disajikan seprti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kaki naga Ikan

4. Sosis Ikan adalah, Surimi sebagai bahan baku yang telah dipotong-potong

kemudian dilumatkan di dalam silent cutter/ food processor/ mixer. Tambahkan garam sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Selanjutnya tambahkan bahan-bahan lain sambil terus diaduk hingga homogen. Pengadukan dilakukan selama 10 -15 menit. Adonan dimasukkan ke dalam cashing (pembungkus sosis) dengan menggunakan alat sosis (stuffer). Setiap panjang tertentu (5 cm) sosis diikat dengan klem secara otomatis atau dengan cara manual. Sosis hasil cetakan direbus pada suhu

400C selama 20 menit. Selanjutnya direbus pada suhu 900C selama 20 menit.

Kemudian dinginkan dan dikemas. Contoh sosis ikan dalam kemasan plastik vakum, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

(30)

Gambar 6. Sosis ikan

5. Fish Finger/Stick Ikan adalah, surimi setengah beku dipotong-potong dan

dilumatkan di dalam silent cutter/ food processor/ mixer. Tambahkan garam sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Ditambahkan air es hingga terbentuk tekstur yang lembut/halus. Kemudian ditambah gula halus, seasoning dan minyak. Setelah tercampur rata tambahkan tepung terigu sedikit-sedikit dan pencampuran terus dilanjutkan. Adonan pasta dipindahkan ke dalam loyang dan diratakan. Kemudian loyang berisi adonan tersebut dibekukan. Setelah beku dilakukan pemotongan dengan ukuran sesuai selera. Potongan beku segera dicelupkan ke dalam adonan batter kemudian dilumuri dengan breading tepung roti, lalu dibekukan. Produk Fish Finger yang siap disajikan, serperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Fish Finger

E. Mutu Produk Pangan

Dengan menerapkan aturan dalam pengolahan pangan yang sering disebut dengan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis and

Critical Control Point (HACCP) akan menjamin mutu produk yang dihasilkan.

Asal mula Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu peraturan yang dicetuskan oleh pemerintah Amerika Serikat (US-FDA) yang menuntut

(31)

sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, penentuan kriteria yang mampu memenuhi the code of Federal Regulation (21 CFR parts 110) guna memperoleh produk pangan yang bebas dari penyimpangan mutu. Definisi GMP adalah minimum standar sanitasi dan proses pengolahan yang diperlukan untuk menjamin produksi pangan secara utuh (Luning et al., 2002). Lebih lanjut menjelaskan tentang unsur-unsur GMP yang terkandung antara lain dokumentasi dan pencatatan (recordkeeping), kualifikasi personal/SDM (personnel qualification), sanitasi dan higienis (Hygienee and Sanitation), verifikasi alat dan peralatan (equipment verification), validasi proses (procces

validation) dan penanganan bahan (complaint handling).

Dalam implementasinya, GMP dapat berperan dalam menjamin untuk menghasilkan suatu produk pangan yang bermutu dan aman bagi kesehatan. Sebelumnya, baik-buruknya mutu produk ditentukan dengan mengandalkan pengujian akhir di laboratorium. Namun hal itu ternyata tidak efektif, sehingga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, dan sistem produksi pangan yang baik (Good Manufacturing

Practices). Dengan menerapkan GMP diharapkan produsen pangan dapat

menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).

Fardiaz (1997) mengemukan ada dua hal yang berkaitan dengan penerapan GMP di industri pangan yaitu Critical Control Point (CCP) dan

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Critical Control Point

(CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi pangan yang apabila tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan bahan tambahan (ingredien), pengolahan, pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Batas kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Batas kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.

Sedangkan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen,

(32)

kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan (Fardiaz, 1997). Sistem HACCP memuat 7 prinsip yang merupakan konsepsi HACCP antara lain analisis bahaya (Hazard Analysis), pengendalian titik kritis (Critical Control

Point), penentuan batas kritis (Critical Limit), pemantauan titik kritis (Monitoring),

tindakan perbaikan (Corective Action), pencatatan (Record keeping) dan verifikasi (Verification).

Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu: (1) keamanan pangan (food

safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini meliputi antara lain pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan (Hadiwihardjo, 1998).

Penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen (Hubeis, 1994).

F. Sistem Manajemen Mutu

Industri pengolahan ikan memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer, pendistribusian, pengolah, penyalur, pengecer, konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan pengendalian mutu (quality control) yang berorientasi pada standar jaminan mutu (quality assurance) baik di tingkat produsen sampai ke konsumen. Penanganan mutu dalam rangka menciptakan jaminan mutu dan keamanan harus dilakukan melalui penerapan dan penguasaan total quality management

(33)

(TQM) yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan sertifikat mutu internasional seperti ISO seri 9000 s.d. ISO-9004.

Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan sebuah dokumen yang menyatakan suatu produk/jasa sesuai dengan persyaratan standar atau spesifikasi teknis tertentu (Hubeis, 1994). Indonesia mengadopsi ISO-9000 dengan nama SNI-seri 19-9000-Manajemen Mutu. ISO seri 9000 memberikan pedoman tentang bagaimana suatu organisasi dapat menghasilkan produk atau jasa yang bermutu, dengan mutu yang konsisten. Standar ISO seri 9000 mengarahkan keseluruhan sistem manajemen mutu untuk menyempurnakan dan menjaga mutu produk. Sistem ini mengakui bahwa proses mutu terpadu melibatkan semua bagian dan fungsi organisasi. ISO-9000 dapat digunakan pada situasi tanpa kontrak (ISO 9004) dan situasi kontrak (ISO-9001, ISO-9002, dan ISO-9003). Tiga model jaminan mutu untuk situasi kontrak yaitu ISO-9001 : sistem mutu dalam desain/pengembangan, produksi dan instalasi; ISO-9002 : sistem mutu dalam produksi dan instalasi; sedangkan ISO-9003 : sistem mutu dalam inspeksi dan uji akhir (Kadarisman, 1996). Dengan diperolehnya sertifikat tersebut diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar produk yang dihasilkan baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional.

G. Produk Unggulan

Dalam menentukan kriteria produk unggulan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) yang dirancang untuk menganalisis prioritas produk. Hal ini dimaksud agar perencanaan investasi dapat bersifat lebih spesifik dan mengacu pada hasil keluaran model.

Analisis dilakukan terhadap produk perikanan yang berbasis surimi yang merupakan komoditas potensial untuk dikembangkan menjadi produk fish jelly (bakso ikan, otak-otak, kakinaga, fish finger dan sosis ikan).

Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata (Marimin, 2004).

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat.

(34)

Sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial.

H. Optimasi Produksi

Masalah keputusan yang sering dihadapi analis adalah alokasi optimum sumberdaya yang langka. Sumberdaya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analis adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumberdaya itu. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimisasi dari beberapa ukuran seperti profit, penjualan dan kesejahteraan, atau minimisasi seperti pada biaya, waktu dan jarak.

Mulyono, 2007. Program Linier (Linier Programing/LP) merupakan salah satu teknik riset operasional (Operation Research) yang digunakan paling luas dan diketahui baik. Ia merupakan metode matematika dalam mengalokasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan tunggal seperti memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Program linier banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain. Pola yang khas untuk merumuskan secara umum suatu masalah LP. Pada setiap masalah ditentukan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan sistem kendala yang bersama-sama membentuk suatu model matematik. Bentuk umum model LP itu adalah:

Maksimumkan (minimumkan)

n Z = ∑ Cjxj

j=i

dengan syarat: aij xj (≤ , =, ≥) bi, untuk semua i (i = 1, 2, ...m) semua xj ≥ 0 xj : banyaknya kegiatan j, dimana j = 1,2, ...n, berarti disini terdapat n

variabel keputusan. Z : nilai fungsi tujuan

Cj : sumbangan per unit kegiatan j, untuk mamaksimisasi Cj menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit.

(35)

bi : jumlah sumberdaya i (i = 1, 2, ..., m) berart terdapat m jenis

sumberdaya.

aij : banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumberdaya j.

Untuk mencari solusi optimum yang memaksimumkan penerimaan Z, fungsi tujuannya harus juga digambarkan. Namun Z bukanlah suatu persamaan dari suatu garis lurus tunggal, tetapi merupakan keluarga garis lurus dengan bermacam-macam nilai Z.

Nasendi dan Anwar, 1985. Metode analisis grafis suatu persoalan LP memfokuskan diri hanya pada perpotongan garis-garis dengan memakai pendekatan dua dimensi. Untuk persoalan LP yang lebih dari tiga dimensi, maka cara aljabar, khususnya alogaritma simplex yang ditempuh.

Prosedur analisis grafis, ada empat langkah yang harus ditempuh jika melakukan cara analisis grafis untuk suatu permasalahan LP. Langkah-langkah tersebut adalah:

Langkah pertama, merumuskan persoalan LP yang bersangkutan kedalam model matematika sesuai dengan peraturan dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu model LP, yaitu harus ada fungsi tujuan, fungsi-fungsi kendala dan syarat non negatif.

Langkah kedua, menggambarkan grafik dua dimensi yang menunjukkan dimensi dua peubah pengambil keputusan, Xi, untuk j = 1 dan 2. Kemudian tempatkan fungsi-fungsi kendala dalam grafik dua dimensi tersebut, sesuai dengan persamaan ketidaksamaannya.

Langkah ketiga, menggambarkan fungsi tujuan, secara paralel sehingga menghasilkan apa yang disebut garis-garis isovernue, atau iso-profit. Kemudian dipilih garis mana yang menyinggung titik sudut optimum.

Langkah keempat, untuk mengetahui berapa jumlahnya yang optimum tersebut dapay dianalisis melalui persamaan simultan.

I. Kerangka Strategi Usaha

Istilah strategi diambil dari bahasa Yunani yaitu ’strategos’ yang mempunyai pengertian ilmu perencanaan dan pengerahan sumberdaya untuk operasi besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi siap yang paling menguntungkan sebelum melakukan penyerangan terhadap lawan. Dalam bidang ekonomi dan manajemen, pengertian strategi bervariasi. Johnson &

(36)

Scholes (1997) dan Hutabarat & Huseini (2006) mendefinisikan strategis sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk memperoleh keunggulan melalui konfigurasi sumberdaya dalam lingkungan yang berubah-ubah untuk

mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi keharapan pihak yang

berkepentingan. Sementara Henry Mintzberg (1994) dan Hutabarat & Huseini (2006) mendefinisikan strategi sebagai 5 P yaitu :

a) Strategi sebagai perspektif, dimana strategi dalam membentuk misi yang menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas.

b) Strategi sebagai posisi, dimana dicari pilihan untuk bersaing

c) Strategi sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan.

d) Strategi sebagai pola kegiatan, dimana dalam suatu strategi dibentuk suatu pola yaitu umpan balik dan penyesuaian.

e) Strategi sebagai penipuan (ploy) yaitu muslihat rahasia.

Hamel dan Prahalad (1994) dan Umar (2001) mendefinisikan strategi sebagai tindakan yang bersifat incremental, terus menerus dan dilakukan berdasarkan apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang. Strategi diklasifikasikan menjadi 3 yaitu Strategi Generik (Generic Strategy), Strategi Utama (Grand Strategy) dan Strategi Fungsional. Strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan secara umum untuk mengungguli pesaing, yang akan ditindaklanjuti dengan strategi operasional yaitu strategi utama (Umar, 2000). Penjelasan lebih jauh seperti diuraikan dalam Tabel 4. Tabel 4.Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. David

Strategi Generik

(Generic Strategy) Strategi Utama (Grand Strategy)

Strategi Integrasi (Integration Strategy)

 Strategi Integrasi ke depan

 Strategi Integrasi ke belakang

 Strategi Integrasi horisontal

Strategi Intensif (Intensive Strategy)

 Strategi Pengembangan Pasar

 Strategi Pengembangan Produk

 Strategi Penetrasi Pasar

Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)

 Strategi Diversifikasi Konsentrik

 Strategi Diversifikasi Konglomerat

 Strategi Diversifikasi Horisontal

Strategi Bertahan (Defensive Strategy)

 Strategi Usaha Patungan

 Strategi Penciutan Biaya

 Strategi Penciutan Usaha

 Strategi Likuidasi

(37)

a. Segmentasi Pasar (Segmenting)

Pada dasarnya segmentasi pasar adalah suatu strategi yang didasarkan pada falsafah manajemen pemasaran yang orientasinya pada konsumen. Dengan melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan lebih terarah dengan penggunaan sumberdaya yang dimiliki secara lebih efektif dan efisien guna memberikan kepuasan bagi konsumen.

Prinsip dari segmentasi pasar adalah membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari suatu produk ke dalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen. Berdasarkan definisi di atas diketahui bahwa pasar suatu produk tidaklah homogen, akan tetapi pada kenyataannya adalah heterogen. Ada empat ktiteria yang harus dipenuhi segmen pasar agar proses segmentasi pasar dapat dijalankan dengan efektif dan bermanfaat bagi perusahaan, yaitu: 1) Terukur (Measurable), artinya segmen pasar tersebut dapat diukur, baik

besarnya, maupun luasnya serta daya beli segmen pasar tersebut.

2) Terjangkau (Accessible), artinya segmen pasar tersebut dapat dicapai sehingga dapat dilayani secara efektif.

3) Cukup luas (Substantial), sehingga dapat menguntungkan bila dilayani. 4) Dapat dilaksanakan (Actionable), sehingga semua program yang telah

disusun untuk menarik dan melayani segmen pasar itu dapat efektif.

Dalam kegiatan bisnis, segmentasi pasar digunakan untuk mendisain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar, merumuskan

pesan-pesan komunikasi yang efektif, menciptakan keunggulan dan

menganalisis perilaku konsumen. Segmentasi pasar dibagi dalam tiga kelompok yaitu :

1) Pemasaran segmen yaitu kelompok besar yang dapat diidentifikasikan dalam sebuah dengan perbedaan keinginan, daya beli, lokasi geografis, perilaku membeli sehingga dapat dipisahkan beberapa segmen yang luas. 2) Pemasaran ceruk (niche) yaitu kelompok yang diidentifikasi secara lebih

sempit dari segmen, yang merupakan sub-segmen atau kelompok yang memilih sekumpulan ciri berbeda tetapi mencari gabungan manfaat khusus. 3) Pemasaran individual yaitu tingkat segmentasi yang paling terperinci pada

pemasaran secara individual atau sesuai dengan pesanan (costumized). Segmentasi pasar dapat dilakukan melalui dua cara yaitu segmentasi yang dilakukan sebelum produk diluncurkan ke pasar (segmentasi apriori) dan

(38)

segmentasi yang dilakukan setelah produk beredar di pasar (segmentasi

post-hoc). Purnama (2002) menjelaskan bahwa variabel dalam melakukan

segmentasi pasar konsumen adalah segmentasi geografis, demografis, psikologis dan perilaku konsumen. Sedangkan variabel dalam melakukan segmentasi pasar bisnis demografis, operasional, pendekatan pembelian, situasi dan karakteristik pribadi.

b. Penentuan Target Pasar ( Targeting)

Targeting merupakan suatu kegiatan dalam pemasaran yang berisi menilai

serta memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki oleh suatu perusahaan. Dalam menentukan segmen pasar yang akan dimasuki, maka langkah yang pertama adalah menghitung dan menilai potensi profit yang akan didapat dari berbagai segmen yang ada.

Tujuan utama penentuan pasar target (targeting) adalah untuk menghindari kerugian-kerugian yang bakal terjadi dalam kegiatan pemasaran, atau paling tidak menguranginya sekecil mungkin. Hal yang harus diperhatikan dalam menentukan pasar sasaran (targeting) adalah ukuran dan potensi pertumbuhan segmen, karakteristik struktural segmen, dan kesesuaian produk dan pasar/product – market fit (Chandra 2002).

c. Penempatan produk ( Product Positioning)

Menurut Kotler (2001), positioning adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi yang terbedakan di antara pesaing dalam benak pelanggan sasaran. Hasil akhir penentuan dari positioning adalah keberhasilan penciptaan suatu usulan nilai yang terfokus pada pasar. Penempatan posisi produk ( product positioning) adalah bagaimana cara produk, merek atau organisasi perusahaan dipersepsikan secara relatif dibandingkan dengan para pesaingnya oleh pelanggan saat ini atau calon pelanggan (Chandra, 2002). Secara garis besar positioning terdiri atas tiga hal utama yaitu : 1) Pemilihan konsep positioning

2) Perancangan dimensi atau fitur yang paling efektif dalam

mengkomunikasikan positioning.

3) Mengkoordinasikan dengan bauran pemasaran untuk menyampaikan pesan yang konsisten.

Banyak ahli pemasaran menyarankan agar mempromosikan produk hanya satu manfaat sentral. Penentuan posisi nomor satu yang paling umum dipromosikan adalah kualitas terbaik, pelayanan terbaik, harga termurah, nilai

(39)

terbaik, paling aman, paling cepat, dan teknologi paling maju. Penekanan terhadap salah satu penentuan posisi produk dan menyampaikannya dengan penuh keyakinan, memungkinkan perusahaan tersebut akan selalu diingat dan terkenal karena kekuatan yang dimiliki. Kotler (2001) menjelaskan ada beberapa strategi penentuan posisi bagi suatu perusahaan, yaitu:

1) Penentuan posisi menurut atribut, yaitu terjadi bila suatu perusahaan memposisikan diri menurut atribut, seperti ukuran dan lama keberadaannya. 2) Penentuan posisi menurut manfaat, yaitu produk diposisikan sebagai

pemimpin dalam suatu manfaat tertentu.

3) Penentuan posisi menurut penggunaan/penerapan, yaitu suatu perusahaan memposisikan produk sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan/ penerapan.

4) Penentuan posisi menurut pemakai yaitu perusahaan dapat memposisikan produk sebagai yang terbaik bagi sejumlah kelompok pemakai.

5) Penentuan posisi menurut pesaing yaitu produk memposisikan diri sebagai lebih baik dari pesaing yang disebutkan namanya atau yang tersirat.

6) Penentuan posisi menurut kategori produk yaitu produk diposisikan sebagai pemimpin di suatu kategori produk.

Kotler (2001) juga mengatakan bahwa saat perusahaan menambah jumlah pengakuan terhadap manfaat merek mereka, maka mereka juga menghadapi risiko ketidakpercayaan dan kehilangan penentuan posisi yang jelas. Secara umum, perusahaan harus menghindari empat hal utama dalam penentuan

positioning :

1) Penentuan positioning yang kurang (underpositioning)

Pembeli tidak benar-benar merasakan sesuatu yang khusus tentang produk yang ditawarkan dan dianggap hanya sekedar pendatang baru di pasar. 2) Penentuan positioning yang berlebihan (overpositioning)

Pembeli mungkin memiliki citra yang terlalu sempit terhadap produk yang ditawarkan.

3) Penentuan positioning yang membingungkan (confused positioning)

Pembeli mungkin memiliki citra yang membingungkan tentang produk yang ditawarkan karena perusahaan terlalu banyak membuat pengakuan atau terlalu sering mengubah positioning produk.

(40)

Pembeli mungkin sukar mempercayai pengakuan dari suatu merek karena pengaruh harga, ciri khusus, atau perusahaan pembuat produk itu.

Strategi positioning yang ditentukan oleh perusahaan harus

dikomunikasikan secara efektif baik secara visual maupun secara tulisan. Misalnya perusahaan memilih posisi sebagai terbaik dalam mutu, maka mutu perlu dikomunikasikan dengan memilih tanda atau petunjuk fisik yang umumnya berkaitan dengan penilaian mutu. Harga yang mahal biasanya identik dengan produk yang bermutu tinggi.

d. Bauran Pemasaran

Pemasaran dapat diartikan, selain yang telah didefinisikan di atas, sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang dan jasa dalam rangka memuaskan tujuan individu dan organisasi (Chandra, 2002). Dalam implementasinya, organisasi perusahaan atau individu menggunakan serangkaian alat pemasaran yang dikenal dengan Bauran Pemasaran (Maketing Mix).

Marketing mix merupakan kombinasi variabel-variabel atau kegiatan yang

merupakan inti dari sistem pemasaran, yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasaran. Stanton (1986) mendefinisikan marketing mix adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan kombinasi empat besar pembentuk inti sistem pemasaran sebuah organisasi. Keempat unsur tersebut adalah penawaran produk/jasa, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi yang disebut Four P's yaitu :

1) Produk/Jasa (Product)

Terdiri atas variasi produk/ jasa, kualitas, kuantitas, desain, fitur, merek, kemasan, ukuran, layanan dan garansi. Produk merupakan elemen yang paling penting, karena dengan produk inilah perusahaan berusaha untuk memenuhi "kebutuhan dan keinginan" konsumen.

2) Harga (Price)

Terdiri atas harga katalog, diskon, potongan khusus, periode pembayaran, dan persyaratan kredit.

3) Tempat/Saluran Distribusi (Place)

Setelah perusahaan berhasil menciptakan barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen dan menetapkan harga yang layak, tahap selanjutnya adalah menentukan metode penyampaian produk/jasa tersebut ke konsumen/pasar. Pengertian tempat dalam kontek marketing mix tidak hanya merupakan

Gambar

Tabel 1.  Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (SDI)
Gambar 2.   Alat Pecetak Bakso Ikan
Gambar 3.   Bakso ikan
Tabel 4.Strategi Generik dan Strategi Utama Fred R. David  Strategi Generik
+7

Referensi

Dokumen terkait