• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPUASAN BERORGANISASI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA ANGGOTA UKM MAPASADHA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEPUASAN BERORGANISASI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA ANGGOTA UKM MAPASADHA SKRIPSI"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPUASAN BERORGANISASI TERHADAP

TURNOVER INTENTION PADA ANGGOTA UKM

MAPASADHA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Victor Wijaya Dewantara

139114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DARMA

YOGYAKARTA

2020

(2)

iii

HALAMAN MOTTO

“Apa yang kamu tabur, itulah yang akan kamu tuai” (Gal. 6:7)

“Kamu mungkin tak menyadarinya, bahwa seorang siapa di entah mana turut berdoa untuk apapun yang kamu hidupi. Seorang yang mungkin biasa-biasa saja padamu, dan tidak mengharapkan lebih dari sekadar keberhasilan

dan kesehatanmu.” (self-talk)

(3)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus yang selalu memberkati, menyertai, dan melindungi saya dan keluarga setiap waktu. Ad Maiorem Dei Gloriam.

Keluarga yang saya cintai. Terima kasih kepada Bapak, Ibu, Mas-mas atas dukungan, doa, dan kepercayaan kalian.

Teman atau saudara, yang sudah bersedia untuk ada bagi orang lain, baik terlihat maupun tak kasat, diketahui maupun tersembunyi, diminta maupun sukarela.

(4)

vi

PENGARUH KEPUASAN BERORGANISASI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA ANGGOTA UKM MAPASADHA

Victor Wijaya Dewantara ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh kepuasan berorganisasi terhadap turnover intention Anggota Biasa UKM Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma). Hipotesis penelitian ini adalah kepuasan berorganisasi berpengaruh negatif pada turnover intention Anggota Biasa UKM Mapasadha. Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan metode analisis regresi linear sederhana yang dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS for Mac version 23. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode analisis regresi linear sederhana yang dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS for Mac version 23. Penelitian ini melibatkan subjek 24 Anggota Biasa UKM Mapasadha periode kepengurusan 2020 yang berusia 18-25 tahun (Generasi Z). Subjek dipilih dengan teknik pengambilan sampel jenuh atau menggunakan total populasi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala kepuasaan berorganisasi dan skala turnover intention. Skala pada penelitian ini memiliki reliabilitas yang memuaskan, dengan skala kepuasan berorganisasi memiliki croncbach’s alpha sebesar 0,938 dan skala turnover intention memiliki croncbach’s alpha sebesar 0,94. Hasil uji regresi linear sederhana menunjukan bahwa hipotesis diterima. Diketahui koefisien korelasi (R) sebesar 0,818, koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,669, dan koefisien regresi sebesar -0,458 dengan signifikansi 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan berorganisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention Anggota Biasa UKM Mapasadha dengan sumbangan efektif sebesar 66,9%.

(5)

vii

THE EFFECT OF ORGANIZATIONAL SATISFACTION TOWARDS TURNOVER INTENTION ON THE MEMBERS OF MAPASADHA

STUDENT ORGANIZATION

Victor Wijaya Dewantara ABSTRACT

This study aims to see the influence of organizational satisfaction towards turnover intention of the general members of Mapasadha. The hypothesis proposed in this study is that organizational satisfaction negatively influences turnover intention of general members of Mapasadha. This is quantitative type research that uses simple linear regression analysis calculated on SPSS for Mac version 23 software. This study involves subjects as many as 24 general members of Mapasadha term 2020 aged 18-25 years. Subjects are selected by using total population sampling. The data collection method in this study uses two scales, which are organizational satisfaction scale and turnover intention scale. The scales in this study have fairly satisfying reliability, with the organizational satisfaction scale which has a croncbach’s alpha of 0.938 and the turnover intention scale which has a croncbach’s alpha of 0.94. The results of the simple linear regression analysis shows that the hypothesis of this study is approved. The coefficient of correlation (R) scores a 0,818, the coefficient of determinanation (R Squares) scores a 0,669, and the coefficient of regression scores a -0,458 with 0,000 significance score. Thus, it shows that organizational satisfaction has negative and significant influence towards turnover intention of the general members of Mapasadha, with its effective contribution of 66,9%.

(6)

ix

KATA PENGANTAR

“Sekian banyak mahasiswa dengan ketidaktahuan ataupun gejolak mudanya terjun sukarela dalam wadah yang disebut erat dengan fleksibilitas. Menghidupi semangat kebebasan sekaligus memegang teguh prinsip keselamatan, lalu bertualang atas nama kecintaan pada alam. Pada suatu waktu bergerak, atas dorongan tanggung jawab moral sambil kembali friksi dengan ketiadaan legal standing; demi kemanusiaan. Di sela waktu lainnya, berkutat pada enigma tentang makna ideal dari identitas sosial yang tersemat di seragam dan slayernya, yang segera diikuti dengan pertanyaan pada diri sendiri. Pada akhirnya, mereka menyadari dan mau tak mau menerima bahwa semuanya adalah pembelajaran.”

Refleksi ini tidak sepenuhnya menjadi titik awal saya melakukan penelitian ini. Melainkan menjadi semakin lengkap seiring penelitian ini dilakukan dan diselesaikan. Maka dari itu, puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala hal yang bisa saya upayakan. Tentunya keberhasilan dan selesainya skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan, dukungan, dan doa dari banyak pihak. Perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyanti, M. Psi., Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M. App., Ph. D. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Akademik.

3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih telah menerima, membimbing, dan mendukung saya selama proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu di tengah berbagai kesibukan yang ada.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang secara formal maupun informal telah mendidik saya untuk menjadi akademisi psikologi yang baik.

(7)

x

5. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah banyak membantu saya dalam berbagai proses administrasi. 6. UKM Mapasadha, yang menjadi satu rumah baru untuk berproses dan

berkembang, serta berekspresi dan berrefleksi. Serta secara khusus pengurus periode 2020 atas kesempatannya untuk penelitian ini dibuat. Dirgahayu! Heh..! Hoo..!!

7. Bapak Yohanes Ignatius Marjinugroho, Ibu Fernanda Supiyah, Bayu Prihantoro Filemon, dan Paskasius Purba Wirastama selaku keluarga saya yang dengan sabar merawat, mendukung, mendoakan, dan percaya pada saya selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi.

8. Keluarga Bapak Sudjarwanto, (Alm.) Ibu Anastasia Kusdaryati, Fellycia Novka Kuaranita, Priscilla Oktiva Rossari, Cornelius Fabian Agiano serta saudara dan kerabat, selaku keluarga kedua yang juga turut mendukung, mendoakan, merawat dan jelas membantu menekan biaya untuk kos-kosan selama perkuliahan.

9. Carolina Yuni Rahastri Kusumarani, partner yang tak kenal lelah untuk terus menemani, menghibur, menginspirasi, dan mendoakan baik purnama, sabit, maupun baru.

10. Rekan-rekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, secara khusus Angkatan 2013, ClassyClass, dan para petugas sweeping angkatan “The Last Men Standing”. Kehadiran masing-masing dari kalian adalah dukungan moral yang tak tergantikan.

11. Sekretariat Bersama Perhimpunan Pecinta Alam DIY, Komunitas Gunung Hutan, serta para murid rhinoceros, manusia-manusia yang tak berhenti belajar. Kalian ampuhnya no brain no medicine.

12. Siapapun yang mendoakan tanpa perlu diharapkan, hadir tanpa perlu diminta, membantu tanpa perlu dirayu.

Saya menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Akhir kata, semoga bermanfaat bagi pembaca.

(8)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 9 D. Manfaat Penelitian ... 9 1. Manfaat Teoretis ... 9 2. Manfaat Praktis ... 10 BAB II ... 11

(9)

xii 1. Kepuasan Berorganisasi ... 11 2. Turnover Intention ... 21 3. Mapasadha ... 25 4. Generasi Z ... 34 B. Penelitian Terdahulu ... 38

C. Dinamika Hubungan Antar Variabel ... 40

D. Kerangka Penelitian ... 44

E. Hipotesis ... 45

BAB III ... 46

METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Variabel Penelitian ... 46

C. Definisi Operasional ... 46

1. Kepuasan Berorganisasi ... 46

2. Turnover Intention ... 47

D. Subjek Penelitian ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 48

1. Observasi Dokumen ... 48

2. Wawancara ... 48

3. Kuesioner ... 48

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 51

1. Validitas ... 51

2. Seleksi Item ... 51

3. Reliabilitas ... 54

G. Teknik Analisis Data ... 54

1. Uji Asumsi ... 54

2. Uji Hipotesis ... 55

BAB IV ... 56

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

(10)

xiii

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 57

C. Deskripsi Data Penelitian ... 58

D. Analisis Data Penelitian ... 59

1. Uji Asumsi ... 59

2. Uji Hipotesis ... 62

E. Pembahasan ... 64

BAB V ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Keterbatasan Penelitian ... 68

C. Saran ... 69

1. Bagi UKM Mapasadha ... 69

2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 70

(11)

xiv DAFTAR TABEL Tabel I.1 ... 3 Tabel II.1 ... 29 Tabel II.2 ... 33 Tabel II.3 ... 38 Tabel III.1 ... 49 Tabel III.2 ... 49 Tabel III.3 ... 50 Tabel III.4 ... 52 Tabel III.5 ... 53 Tabel IV.1 ... 57 Tabel IV.2 ... 57 Tabel IV.3 ... 58 Tabel IV.4 ... 58 Tabel IV.5 ... 60 Tabel IV.6 ... 61 Tabel IV.7 ... 62 Tabel IV.8 ... 63

(12)

xv

DAFTAR GRAFIK

(13)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Surat Ijin Penelitian ... 79

LAMPIRAN 2: Kuesioner Skala Penelitian Online ... 80

LAMPIRAN 3: Reliabilitas Skala Kepuasan Berorganisasi ... 95

LAMPIRAN 4: Reliabilitas Skala Turnover Intention ... 98

LAMPIRAN 5: Hasil Uji-T ... 100

LAMPIRAN 6: Uji Normalitas Residual ... 101

LAMPIRAN 7: Uji Linearitas ... 105

LAMPIRAN 8: Uji Homoskedastisitas ... 106

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Organisasi mahasiswa adalah salah satu elemen penting dalam perguruan tinggi. Dalam Salinan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan, dijelaskan bahwa organisasi mahasiswa adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Organisasi mahasiswa menjadi salah satu sarana pengembangan kehidupan mahasiswa yang merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional sebagai kelengkapan kegiatan kurikuler. Di dalamnya, mahasiswa menyalurkan hobi atau bakat mereka di luar bidang akademis. Selain itu, melalui organisasi mahasiswa juga belajar keterampilan (soft-skill) seperti leadership, manajemen waktu, bekerjasama dengan orang lain, dan manajemen konflik (Cahyorinartri, 2018).

Universitas Sanata Dharma merupakan salah satu perguruan tinggi yang turut memperhatikan perkembangan kehidupan mahasiswanya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tinggi. Hal ini terlihat dari tersedianya berbagai organisasi kemahasiswaan baik di tingkat universitas, fakultas, jurusan, maupun program studi. Salah satu organisasi mahasiswa yang ada di dalamnya adalah UKM Mapasadha (Unit Kegiatan Mahasiswa; Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma). UKM Mapasadha merupakan organisasi mahasiswa yang mewadahi pengembangan minat dan bakat dalam bidang kegiatan kepecintaalaman. Organisasi yang berkedudukan di tingkat universitas ini didirikan pada tanggal 10 Oktober 1981 di Puncak Hargodumilah, Gunung Lawu oleh 9 orang mahasiswa IKIP Sanata Dharma saat itu. Hingga saat ini fokus kegiatan di UKM

(15)

Mapasadha melingkupi 4 bidang kegiatan di luar ruangan (alam bebas), yaitu hutan-gunung, arung jeram, panjat tebing, dan susur gua.

Selayaknya organisasi mahasiswa, UKM Mapasadha juga melakukan regenerasi agar organisasi dapat tetap berdiri. Proses regenerasi di UKM Mapasadha diawali dengan kegiatan penerimaan anggota baru. Sebagai organisasi yang berkedudukan di tingkat universitas, mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi yang ada di kampus dapat menjadi anggota UKM Mapasadha. Para mahasiswa yang berminat mengikuti proses rekrutmen yang ada dan kemudian secara resmi dilantik sebagai Anggota Muda Mapasadha. Anggota Muda adalah jenjang pertama dalam jenis keanggotaan Anggota Biasa di UKM Mapasadha. Pada jenjang ini anggota dapat mengikuti seluruh kegiatan internal dan dapat terlibat dalam kepengurusan sebagai ketua subdivisi atau staf maupun menjadi anggota kepanitiaan kegiatan. Setelah mengikuti kegiatan yang telah ditentukan oleh pengurus selama 1 periode, serta memenuhi kriteria penilaian tertentu, Anggota Muda dapat dilantik ke jenjang selanjutnya yaitu Anggota Penuh. Dengan menjadi Anggota Penuh, anggota dapat terlibat penuh dalam penentuan strategi demi kelangsungan organisasi, seperti menjabat di posisi vital (pengurus harian, ketua divisi, atau koordinator kegiatan), menyusun sasaran organisasi dan merancang kegiatan-kegiatannya, serta menjadi delegasi organisasi dalam kegiatan eksternal.

Namun pada kenyataannya, regenerasi di UKM Mapasadha tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Hampir setiap tahun terjadi masalah berkaitan dengan turnover, yaitu anggota yang di tengah jalan tiba-tiba keluar atau non-aktif dari organisasi. Padahal anggota adalah aspek krusial karena menentukan efektifitas organisasi (Andini, 2006). Selain itu, organisasi secara umum membutuhkan anggota sebagai pelaku organisasi itu sendiri. Kasus keluar atau non-aktifnya anggota yang sering terjadi ini cenderung berdampak negatif bagi organisasi. Hal ini berkaitan dengan adanya jenjang keanggotaan yang diikuti perbedaan tugas dan tanggung jawab. Dampak tersebut seperti: formasi kepengurusan yang menjadi

(16)

timpang atau harus disusun ulang; pembagian tugas yang menjadi lebih berat karena berkaitan dengan jenjang keanggotaan yang diikuti perbedaan tugas, hak dan kewajiban; serta penyelenggaraan kegiatan yang memakan lebih banyak waktu dan tenaga dari anggota yang masih bertahan karena jumlah yang berkurang. Bahkan dalam beberapa kasus, Anggota Muda harus melakukan tugas yang seharusnya dilakukan oleh Anggota Penuh, padahal hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART organisasi.

Tabel I.1

Turnover di UKM Mapasadha tahun 2012-2020

Tahun

Jumlah Anggota

Turnover Rate Awal

Tahun Masuk Keluar

Purna Tugas Akhir Tahun 2012 9 3 4 0 8 47.06% 2013 8 9 5 0 12 50.00% 2014 12 6 2 2 14 15.38% 2015 14 2 5 2 9 43.48% 2016 9 9 4 1 13 36.36% 2017 13 5 2 1 15 14.29% 2018 15 20 2 5 28 9.30% 2019 28 17 10 5 30 35.09% 2020 30 - 1 - 29 3.39%

Tabel tersebut menunjukkan data masuk-keluarnya anggota beserta persentase turnover anggota yang terjadi di UKM Mapasadha dalam kurun 2012-2020. Turnover rate dalam tabel tersebut dikur dengan hanya menghitung jumlah anggota yang keluar selain faktor purna tugas, dengan persentase terendah pada tahun 2020 (3,39%), dan presentase tertinggi pada tahun 2013 (50,00%). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setiap taun selalu ada anggota yang keluar dari UKM Mapasadha dan menimbulkan dampak-dampak yang telah disebutkan sebelumnya.

(17)

Berdasarkan wawancara dengan pengurus Mapasadha periode 2019/2020 dan beberapa anggota/alumni serta pengalaman peneliti sendiri, ada beberapa alasan yang dianggap menyebabkan turnover ini. Alasan-alasan tersebut seperti tidak mendapat ijin dari orang tua/keluarga, beban tugas di organisasi yang dirasa terlalu berat, masalah personal dengan anggota lain, sedang memprioritaskan kuliah akademis, atau ada kegiatan lain seperti kerja sambilan. Namun pengurus belum dapat menggeneralisir alasan-alasan tersebut. Hal ini disebabkan kasus yang lebih sering terjadi adalah anggota tiba-tiba keluar tanpa pemberitahuan, sehingga pengurus tidak dapat berhubungan lagi dengan anggota yang bersangkutan. Ketika pengurus dapat menghubungi lagi anggota yang bersangkutan, yang dilakukan pengurus lebih pada menjalin kembali hubungan interpersonal yang baik agar tidak ada kecanggungan yang diakibatkan masalah organisasi. Di sisi lain, UKM Mapasadha belum pernah menggali secara metodologis mengenai penyebab turnover tersebut. Peneliti berargumen bahwa hal ini seharusnya menjadi salah satu prioritas untuk dilakukan, mengingat organisasi membutuhkan regenerasi yang baik agar tetap dapat berdiri dan berjalan, serta untuk mencapai tujuan dari organisasi mahasiswa itu sendiri sebagai fasilitas pengembangan potensi non-akademik mahasiswa.

Turnover berkaitan dengan situasi di mana seseorang mengakhiri keanggotaannya dari suatu organisasi (Ngo-henha, 2017). Cascio (1987, dalam Christian, 2020) mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya. Dalam Lambert (2006) terdapat 2 jenis turnover, yaitu voluntary turnover (sukarela) dan involuntary turnover (non-sukarela). Voluntary turnover dilakukan atas keinginan anggota itu sendiri, seperti dengan mengajukan pengunduran diri. Sedangkan involuntary turnover merupakan turnover yang dilakukan bukan atas keinginan anggota melainkan keinginan organisasi, seperti pensiun, pemecatan atau kematian. Baik secara sukarela

(18)

maupun non-sukarela, keduanya sama-sama menandakan berakhirnya hubungan kerja antara organisasi dengan anggota yang bersangkutan.

Yang menjadi catatan khusus mengenai turnover anggota di UKM Mapasadha adalah tidak dihapuskannya anggota yang tidak aktif tersebut dari daftar keanggotaan. Dalam Pedoman Umum Mapasadha (AD/ART organisasi) disebutkan bahwa anggota dapat dikenai sanksi berupa pemecatan atau penghapusan status keanggotaan apabila melakukan pelanggaran berupa tindakan yang merusak nama baik dan merugikan organisasi. Sanksi tersebut dapat dikenakan apabila diajukan dan disepakati oleh anggota dalam Musyawarah Anggota. Sedangkan pada kenyataannya, anggota tiba-tiba tidak lagi hadir maupun terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi tanpa ada pemberitahuan. Hal ini juga berkaitan dengan keanggotaan di UKM Mapasadha atau organisasi mahasiswa lain yang pada umumnya bersifat sukarela dan bebas dari ikatan kontrak, sehingga pengurus tidak bisa serta-merta memaksa anggotanya untuk tetap berada di organisasi. Dilema yang dihadapi pengurus adalah tidak ada hasil yang berbeda dengan diberlakukan atau tidak diberlakukannya sanksi berupa pemecatan. Anggota yang bersangkutan tetap saja tidak lagi berada di organisasi. Selain itu, penghapusan status keanggotaan juga tidak menjadi solusi bagi dampak-dampak negatif yang telah disebutkan sebelumnya yang ditimbulkan oleh keluarnya anggota tersebut.

Turnover disebabkan oleh turnover intention (keinginan untuk keluar), mengingat intensi adalah prediktor tunggal dari perilaku manusia (Susanti & Mulyati, 2008). Turnover intention adalah keinginan (niat) seseorang untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela, atau pindah dari satu organisasi ke organisasi lain sesuai pilihannya (Mobley et al., 1978). Pengertian lain diungkapkan Perez (2008), yaitu evaluasi umum seseorang terhadap keputusan untuk terus berorganisasi atau non-aktif. Baik keinginan maupun evaluasi individu cenderung bersifat subjektif yang berarti turnover intention berasal dari individu itu sendiri.

(19)

Turnover intention disebabkan oleh banyak faktor, seperti motivasi, kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan stres kerja. Dalam beberapa penelitian, ditemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh pada turnover intention. Andini (2006) menemukan bahwa turnover intention pada karyawan secara negatif dipengaruhi oleh kepuasan gaji, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Randhawa (2007), bahwa kepuasan kerja berhubungan negatif dengan turnover intention. Semakin puas seseorang terhadap pekerjaannya, maka semakin rendah keinginannya untuk meninggalkan organisasi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan yang dirasakan seseorang, keinginannya untuk keluar dari organisasi semakin tinggi. Lee dan Mowday (dalam Ngo-Henha, 2017) menambahkan alasan-alasan karyawan memutuskan untuk keluar dari organisasi, yaitu rendahnya kompensasi atau penghargaan, tekanan pekerjaan, ketidakpuasan bekerja, sedikit peluang promosi, rendahnya komitmen organisasi, kurangnya otonomi, dan ketidakadilan.

Dalam organisasi non-profit, Azzuhri (2017) menemukan bahwa komitmen organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan relawan untuk tetap berada di LSM TurunTangan Malang. Komitmen organisasi dan kepuasan kerja yang tinggi berpengaruh pada tingginya intention to stay (keinginan untuk bertahan) relawan, sehingga dapat menekan turnover pada organisasi non-profit. Kemudian Oh (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa organisasi non-profit perlu memperhatikan lebih pada faktor kepuasan daripada faktor lain untuk dapat mempertahankan anggotanya. Strategi yang dapat dilakukan seperti pemberian dukungan dan pengakuan organisasi terhadap anggota.

Dalam penelitian lain, Kang et al. (2014) menemukan bahwa salah satu area penting yang harus diperhatikan organisasi non-profit untuk menghindari turnover adalah kesempatan anggota untuk bertumbuh dan mengembangkan kompetensi diri. Pemberian peran atau tugas yang efisien dan menantang dapat meningkatkan komitmen dan kepuasan anggota. Selain itu melibatkan anggota yang lebih muda dalam lingkungan kerja

(20)

yang lebih inklusif dan membuka peluang berjejaring yang lebih luas dengan anggota lain dapat menurunkan kemungkinan anggota untuk keluar. Pangestu (2016) juga menemukan bahwa relawan bergabung dalam organisasi dengan harapan dapat menambah pengetahuan, meningkatkan karir dan mencukupi kebutuhan psikologis. Area-area tersebut dalam Luthans (2006) berada dalam koridor kepuasan kerja, yaitu pada aspek tugas itu sendiri, promosi, dan rekan kerja. Hal ini semakin menguatkan bahwa kepuasan menjadi faktor penting dalam konteks organisasi non-profit.

Kepuasan kerja adalah hasil persepsi individu tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan sesuatu yang dirasa penting (Luthans, 1998). Hariandja (dalam Susanti, 2019) menambahkan kepuasan kerja sebagai taraf perasaan positif atau negatif yang dirasakan individu terkait berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas dalam pekerjaannya. Individu dengan kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap positif terhadap tugas dan organisasinya, sehingga membuatnya tetap bertahan di organisasi tersebut dan begitu pula sebaliknya (Mbah et al., 2012). Sejalan dengan hal tersebut, Cattel (dalam Sarlito, 1991) juga menyatakan bahwa ketidakmampuan organisasi untuk memuaskan kebutuhan anggotanya akan membuat anggota tidak bertahan di dalamnya.

Kepuasan kerja memiliki beberapa aspek, yaitu pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, atasan, promosi, upah, dan lingkungan organisasi (Luthans, 2006; Hariandja, dalam Susanti 2019). Mengingat penelitian ini dilakukan dalam konteks organisasi mahasiswa, maka ada beberapa hal yang perlu diajukan sebagai perbedaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sulaiman (2016). Dalam organisasi mahasiswa, tidak ada faktor upah baik sebagai aspek dari kepuasan maupun sebagai motivasi dari mahasiswa untuk bergabung dalam organisasi. Selain itu, iklim kerja di organisasi mahasiswa lebih fleksibel dan tidak ada ikatan kontrak. Dengan memahami perbedaan ini, maka kepuasan kerja dapat diteliti pada organisasi mahasiswa dengan meniadakan aspek upah karena tidak

(21)

menjadi motivasi mahasiswa untuk berorganisasi ataupun faktor yang disediakan organisasi mahasiswa bagi anggotanya.

Kemudian, mahasiswa bergabung dalam organisasi mahasiswa bukan untuk bekerja, melainkan untuk belajar berorganisasi. Karim (dalam Rupa, 2018) menyebutkan bahwa berorganisasi adalah proses menyiapkan diri untuk memasuki organisasi yang lebih besar setelah selesai dari perguruan tinggi yaitu dunia kerja. Dalam proses tersebut, mahasiswa terlibat dalam aktivitas keorganisasian meliputi interaksinya dengan tugas, atasan, dan rekan kerja. Mahasiswa juga dapat mengembangkan keterampilan diri dan mengalami kenaikan jenjang keanggotaan atau jabatan dalam organisasi. Dari hal tersebut dapat dilihat adanya kesamaan antara organisasi profit dengan organisasi mahasiswa, yaitu pada aspek tugas, atasan, rekan kerja, promosi serta lingkungan organisasi. Dengan memperhatikan hal ini pula kepuasan kerja dapat diteliti dalam konteks organisasi mahasiswa pada aspek tersebut. Kemudian untuk mempertegas perbedaan yang diajukan, variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kepuasan berorganisasi, mengingat mahasiswa tidak bekerja melainkan berorganisasi. Meskipun demikian, aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek kepuasan kerja selain upah.

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan turnover intention dan kepuasan kerja pada organisasi mahasiswa. Sugiyanto (2015) menemukan, bahwa kepuasan berorganisasi dan komitmen organisasi secara signifikan berkorelasi negatif pada turnover intention anggota UKM Bola Basket Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam peneitian lain, Sulaiman (2016) menemukan motivasi berorganisasi secara negatif berpengaruh signifikan pada turnover intention anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Malang. Sumbangan efektif yang diberikan motivasi berorganisasi sebesar 32%. Sebanyak 68% sisanya disumbang oleh faktor lain seperti ketidakcocokan pribadi dengan organisasi; tidak tersedia kesempatan untuk mengembangkan diri; rendahnya apresiasi atau penghargaan; minimnya

(22)

rasa percaya; tidak adanya dukungan dari sesama anggota, pengurus, dan senior; stres berlebih dalam organisasi; strategi kompensasi yang tidak terimplementasikan dengan optimal; serta adanya kesempatan untuk bergabung dengan organisasi lain (Sandya & Kumar, 2011). Beberapa faktor lain tersebut dapat digolongkan dalam faktor kepuasan kerja.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat secara khusus pengaruh kepuasan berorganisasi terhadap turnover intention anggota UKM Mapasadha. Peneliti juga melihat penelitian terdahulu yang dilakukan di UKM Mapasadha oleh Kurniawan (2008) tentang model respon sosial anggota, dan Situmorang (2009) tentang konsep diri anggota, sehingga secara khusus penelitian mengenai kepuasan berorganisasi maupun turnover intention di UKM Mapasadha belum pernah dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskanlah masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah pengaruh kepuasan berorganisasi terhadap turnover intention Anggota UKM Mapasadha? C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan berorganisasi pada turnover intention Anggota Biasa UKM Mapasadha. D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu psikologi berkaitan dengan kepuasan berorganisasi dan turnover intention pada organisasi kemahasiswaan (non-profit).

(23)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pengurus UKM Mapasadha sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola sumber daya anggota melalui kegiatan-kegiatannya.

(24)

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kepuasan Berorganisasi a. Pengertian

Karim (1985, dalam Rupa, 2018) mengatakan bahwa berorganisasi mahasiswa adalah proses dalam menyiapkan diri untuk memasuki organisasi yang lebih besar setelah selesai dari perguruan tinggi. Di perguruan tinggi, mahasiswa belajar sesuai dengan disiplin ilmu yang telah dia pilih secara lebih mendalam. Di samping itu, mereka juga perlu mengembangkan keterampilan sebagai bekal untuk menghadapi tuntutan di dunia kerja (Cahyorinartri, 2018). Keterampilan seperti leadership, manajemen waktu, menambah relasi dan manajemen konflik tidak semata-mata diperoleh dengan duduk di bangku perkuliahan, namun melalui salah satunya bergabung dalam organisasi mahasiswa.

Seperti yang tertuang dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 14 yang menyebutkan bahwa mahasiswa mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Organisasi mahasiswa merupakan sarana yang disiapkan oleh perguruan tinggi untuk mengembangkan kemampuan non-akademis mahasiswa, agar mahasiswa dapat menyalurkan minat dan bakatnya dengan bergabung dan berdinamika di dalamnya. Sehingga, mahasiswa turut mengalami situasi organisasi dan diharapkan memiliki keterampilan untuk berperilaku terorganisir. Perilaku terorganisir ini nantinya akan membantu mahasiswa untuk menyiapkan diri di dalam dunia kerja (Ray, dalam Cahyorinartri, 2018).

(25)

Herbert G. Hieks mengemukakan 2 alasan yang mendasari seseorang memasuki organisasi. Pertama, alasan sosial (social reason), yaitu manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi, berhubungan dengan orang lain. Kedua, alasan material (material reason) yaitu manusia membutuhkan orang lain untuk mencapai atau memperoleh sesuatu yang tidak bisa jika dilakukan sendiri. Kedua alasan tersebut sama-sama dalam konteks memenuhi kebutuhan sehingga menuntut untuk dipuaskan. Ketika organisasi tidak mampu memenuhi kebutuhan anggotanya, maka anggota akan meninggalkan organisasi tersebut (Cattel, dalam Sarlito, 1991).

Dalam konteks organisasi profit, pada umumnya seseorang berorganisasi atau bekerja untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pradana (2017) mengatakan kerja sebagai kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu yang menghasilkan alat pemenuhan kebutuhan seperti barang atau jasa dan memperoleh upah. Dalam KBBI bekerja diartikan sebagai: (1) kegiatan melakukan sesuatu, dan (2) sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Sedangkan dalam konteks organisasi mahasiswa, mahasiswa tidak tergabung dalam organisasi semata-mata karena bekerja untuk mencari nafkah. Mahasiswa mengikuti organisasi kemahasiswaan karena keinginan untuk menyalurkan hobi atau bakat serta keterampilan di luar bidang akademis. Pinandito (2009) juga menemukan dalam penelitiannya bahwa mahasiswa memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan kecakapan pribadi, perasaan aman telah memenuhi syarat administrasi kelulusan, serta berbagi pikiran dan perasaan yang sama (aspek motivasi growth, existence, dan relatedness, teori ERG Alderfer dalam Pinandito,

(26)

2009). Dari hal ini dapat dilihat bahwa mencari nafkah bukanlah motif mahasiswa berorganisasi.

Meskipun demikian, tingkat kepuasan anggota dalam organisasi profit maupun non-profit dapat diukur dengan variabel kepuasan kerja. Anggota organisasi, baik karyawan maupun relawan sama-sama terlibat dalam aktifitas bekerja di dalam organisasi. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai kepuasan kerja (bororganisasi) di organisasi non-profit (Azzuhri, 2017; Sugiyanto, 2015; Oh, Dong-Geun, 2017; Pangestu, 2016).

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari individu dalam pekerjaan mereka (Handoko, 1992). Hariandja (2005, dalam Susanti, 2019) juga mengemukakan kepuasan kerja sebagai taraf perasaan positif atau negatif yang dirasakan individu terkait berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas dalam pekerjaannya. Mengingat fokusnya pada perasaan atau keadaan emosional individu, kepuasan kerja bersifat subjektif, yang bisa berbeda-beda antara satu otang dengan orang lain. Perasaan tersebut muncul sebagai hasil dari penilaian individu terhadap hal yang terkait pekerjaan, seperti gaji, relasi antar rekan kerja, kesempatan promosi, supervisi, beban kerja dan situasi kerja lainnya baik itu fisik maupun psikologis (Sutrisno, 2009; Richard, Robert & Gordon, 2012).

Hal tersebut dikuatkan lagi oleh Mangkunegara (2013) yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri karyawan, yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaan menyokong atau tidak menyokong tersebut dapat muncul dari kesesuaian antara harapan yang timbul dari individu dengan imbalan yang disediakan pekerjaannya (Keith Davis & John W. Newstrom, 1991:105). Sedangkan Robbins & Judge (2007)

(27)

mengemukakan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum individu terhadap pekerjaannya, di mana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi memenuhi standar kinerja. Dari paparan tersebut, definisi kepuasan kerja berada dalam konteks organisasi karyawan, di mana salah satunya seseorang terlibat dalam organisasi untuk bekerja kemudian memperoleh imbalan atas kerjanya tersebut.

Kemudian, Sulaiman (2016) menyebutkan perbedaan organisasi mahasiswa dengan organisasi karyawan, mencakup ketiadaan gaji, ketiadaan kontrak kerja, iklim kerja yang fleksibel, dan motivasi mahasiswa yang tidak semata-mata berorganisasi untuk mendapatkan upah. Berdasarkan hal-hal tersebut, organisasi mahasiswa pada dasarnya memiliki kesamaan dengan organisasi karyawan dengan memperhatikan empat perbedaan tersebut. Baik itu karyawan maupun mahasiswa sama-sama terlibat dalam organisasi dan bekerja untuk tujuan organisasi. Dengan demikian, dalam penelitian ini kepuasan berorganisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sikap atau perasaan yang dikembangkan individu selama berorganisasi, sebagai hasil dari penilaiannya mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan tugas dan organisasinya tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dalam Luthans (2006) itu seperti, tugas itu sendiri, pengawasan, relasi antar anggota, kesempatan promosi, dan kecuali upah.

b. Indikasi adanya ketidakpuasan berorganisasi

Sondang P. Siagian (1991) mengemukakan beberapa tanda yang dapat menunjukkan ketidakpuasan dalam konteks karyawan perusahaan:

(28)

2) Dalam perusahaan, sering terjadinya pertikaian perburuhan yang dapat mengakibatkan pemogokan.

3) Terlau banyak anggota yang tidak hadir atau sering terlambat dalam bekerja.

4) Moral yang rendah berupa kemalasan. 5) Apatisme.

c. Aspek kepuasan berorganisasi

Smith, Kendall & Hullin (1969, dalam Luthans, 2006) mengemukakan 5 aspek yang dapat digunakan untuk mengungkapkan kepuasan kerja. Lima aspek tersebut diungkapkan oleh Roelen (2008) sebagai indikator kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:

1) Pekerjaan itu sendiri

Setiap jenis pekerjaan membutuhkan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya, menumbuhkan tanggung jawab terhadap pekerjaan itu sendiri, serta menjadi tantangan tersendiri yang merupakan sumber kepuasan utama individu dalam bekerja.

2) Model pengawasan dari ketua

Kemampuan ketua atau atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku terhadap anggota memiliki pengaruh terhadap kepuasan berorganisasi anggota. 3) Rekan kerja

Kecakapan anggota lain dalam tugasnya masing-masing dan dukungan yang diberikan, serta hubungan baik itu dengan atasan maupun bawahan, atau rekan lain di tugas yang sama maupun berbeda, juga mempengaruhi kepuasan berorganisasi.

(29)

4) Promosi

Ketersediaan jenjang tugas atau tingkat keanggotaan dalam berorganisasi sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri mempengaruhi kepuasan anggota dalam melakukan tugasnya.

5) Gaji/upah

Kesesuaian jumlah upah yang diterima dengan usaha yang telah dikeluarkan anggota dalam melaksanakan tugasnya, serta kelayakannya untuk dibandingkan dengan anggota lain juga mempengaruhi kepuasan kerja.

Sedangkan Hariandja (2005, dalam Susanti, 2019) mengemukakan aspek-aspek dalam pengukuran kepuasan kerja sebagai berikut:

1) Gaji, yaitu sejumlah bayaran yang sesuai dan adil, yang diterima seseorang sebagai hasil dari pelaksanaan kerjanya. 2) Pekerjaan itu sendiri, yaitu bagaimana unsur-unsur dalam

pekerjaan itu sendiri dapat memberikan kepuasan.

3) Rekan kerja, yaitu orang lain yang kepada mereka seseorang berinteraksi dalam rangka pekerjaannya.

4) Atasan, yaitu terkait bagaimana orang dengan posisi lebih tinggi memberi instruksi atau arahan dalam pelaksanaan kerjanya.

5) Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang baik dari jabatan maupun kapasitas diri dalam pekerjaannya. 6) Lingkungan kerja, mencakup lingkungan fisik dan psikologis

tempat seseorang tersebut bekerja.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan aspek kepuasan kerja dari Hariandja (2005, dalam Susanti, 2019) untuk mengukur kepuasan berorganisasi anggota UKM Mapasadha.

(30)

Namun seperti penjelasan sebelumnya bahwa ada perbedaan antara organisasi mahasiswa dengan organisasi karyawan, yaitu ketiadaan gaji, ketiadaan kontrak kerja, dan iklim kerja yang lebih fleksibel pada organisasi mahasiswa. Dengan memperhatikan hal tersebut, aspek kepuasan berorganisasi dalam penelitian ini disesuaikan secara khusus pada aspek gaji, pekerjaan, dan promosi sebagai berikut:

1) Pengakuan dan apresiasi

Di Universitas Sanata Dharma, keterlibatan mahasiswa dalam organisasi mahasiswa bukan untuk mendapatkan gaji, namun membuahkan poin kegiatan kemahasiswaan yang menjadi salah satu syarat kelulusan. Poin tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat atau surat keterangan dari organisasi atas sepengetahuan pihak universitas. Dengan demikian, dalam kepuasan berorganisasi kinerja anggota tidak semata-mata dibayarkan dalam bentuk “sejumlah bayaran” untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan “poin” untuk memenuhi syarat administrasi kelulusan. Selain itu, sesuai tujuan organisasi mahasiswa yaitu mengembangkan kemampuan anggotanya, pengakuan organisasi terhadap kemampuan anggota yang bersangkutan dapat diberikan dalam bentuk pemberian tugas khusus atau melibatkan dalam kegiatan eksternal sebagai delegasi organisasi.

2) Tugas

Sama halnya dengan pekerjaan, unsur-unsur yang memberikan kepuasan mencakup tingkat kerumitan, kepentingan, kesesuaian dengan kemampuan/minat, dan bagaimana tugas memberikan dampak bagi anggota. Setiap anggota Mapasadha memperoleh tugas baik sebagai pengurus

(31)

maupun panitia kegiatan yang disesuaikan dengan jenjang keanggotaannya.

3) Rekan kerja

Masing-masing anggota berinteraksi dengan anggota lain dalam rangka tugas dan relasi interpersonal.

4) Atasan

Atasan berkaitan dengan bagaimana orang dengan posisi lebih tinggi memberi instruksi atau arahan dalam pelaksanaan kerjanya. Di Mapasadha hal ini terimplementasikan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas serta hak dan tanggung jawab atasan sesuai dengan jenjang keanggotaan, struktur kepengurusan dan struktur kepanitiaan. 5) Kesempatan mengembangkan diri

Sama halnya dengan promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang baik dari jabatan maupun kapasitas diri dalam pekerjaannya. Sebagai UKM, Mapasadha adalah wadah untuk mengembangkan soft skills bagi mahasiswa pada umumnya, dan secara khusus bagi anggota melalui keterlibatan dalam kegiatan dan kepengurusan, mengalami kenaikan jenjang keanggotaan, maupun memperdalam minat dalam kegiatan subdivisi operasional lapangan.

6) Lingkungan organisasi

Lingkungan organisasi mencakup lingkungan fisik dan psikologis di UKM Mapasadha, seperti fasilitas yang dimiliki organisasi, waktu yang diluangkan anggota untuk berorganisasi, dan suasana yang dirasakan anggota ketika berada di sekretariat.

(32)

d. Faktor kepuasan berorganisasi

Gilmer (dalam Sutrisno, 2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:

1) Kesempatan untuk maju, berkaitan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

2) Keamanan kerja, yang dapat mempengaruhi perasaan anggota selama bekerja.

3) Gaji, merupakan faktor yang sering menyebabkan ketidakpuasan kerja karena perasaan ketidaksesuaian upah yang diterima dengan usaha yang telah dilakukan.

4) Perusahaan dan manajemen, berkaitan dengan bagaimana perusahaan tersebut dapat membuat situasi dan kondisi kerja yang stabil.

5) Pengawasan, di mana supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turnover.

6) Faktor intrinsik dari tugas, seperti keterampilan tertentu yang dibutuhkan, tingkat kesulitan, serta kebanggaan akan tugas itu sendiri.

7) Kondisi kerja, mencakup kondisi kerja tempat, ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir.

8) Aspek sosial dalam pekerjaan, dapat menjadi penunjang kepuasan atau ketidakpuasan kerja.

9) Komunikasi, berkaitan dengan kesediaan atasan/organisasi untuk mendengarkan, memahami, dan mengakui pendapat atau pencapaian anggota berkaitan dengan tugas dan organisasinya.

10) Fasilitas, mancakup jaminan kesehatan, cuti, pesangon, dan akomodasi, atau sarana-prasarana yang dibutuhkan anggota untuk melaksanakan tugas ataupun mengembangkan potensi diri sesuai bidangnya.

(33)

e. Dampak kepuasan berorganisasi 1) Produktifitas dan Kinerja

Dalam beberapa penelitian, kepuasan berorganisasi memiliki dampak pada produktifitas (Sutrisno, 2009; Umar, dalam Triton, 2009). Semakin puas anggota pada organisasinya akan diikuti dengan meningkatnya produktifitas. Hal ini dapat dilihat peningkatan kinerja karyawan meliputi kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktunya (Susanti, 2019).

As’ad (2004) menambahkan, kepuasan kerja berdampak pada produktifitas hanya jika individu mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang diterima dari atas pekerjaannya diterima seluruhnya secara adil dan wajar. Jika tidak, maka kepuasan kerja tidak akan berkorelasi dengan produktifitas.

2) Ketidakhadiran dan keluar masuknya pegawai

Sutrisno (2009) dan Umar (dalam Triton, 2009) mengemukakan bahwa ketidakpuasan kerja turut berdampak pada ketidakhadiran dan keluarnya karyawan dari perusahaan. Namun dalam As’ad (2004) absensi kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja, karena absensi lebih bersifat spontan.

Meskipun demikian, kepuasan kerja dapat berdampak pada turnover. Robbins (1996) mengatakan bahwa karyawan dapat mengekspresikan ketidakpuasan kerja dalam berbagai cara, seperti meninggalkan pekerjaan, melanggar peraturan organisasi, atau menghindari tanggung jawab tugas mereka.

(34)

2. Turnover Intention a. Pengertian

Turnover adalah tindakan nyata keluar atau non-aktifnya seseorang dari sebuah organisasi. Sedangkan turnover intention (intensi keluar) telah disepakati para peneliti sebagai prediktor tunggal dari turnover aktual, mengingat intensi adalah dasar dari perilaku manusia (Susanti & Mulyati, 2008).

Menurut Mobley et al. (1978) turnover intention adalah keinginan (niat) karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela, atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat lain sesuai pilihannya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999), turnover intention dapat diartikan sebagai keinginan untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Turnover intention juga dapat dikatakan sebagai kadar atau intensitas dari keinginan seseorang untuk keluar dari perusahaan, yang merupakan evaluasi dari berbagai aspek yang berhubungan dengan pekerjaannya saat ini (Lum, et al., 1998; Sukamto, et al., 2014).

Dari definisi-definisi tersebut, peneliti mengartikan turnover intention sebagai keinginan individu untuk memutuskan keluar dari suatu organisasi secara sukarela, didasari oleh bermacam faktor yang disertai pertimbangan subjektif individu, dan didukung dengan adanya keinginan atau kesempatan untuk mendapatkan alternatif pekerjaan lain.

b. Indikasi adanya turnover intention

Turnover intention dapat ditandai dan diprediksi dengan terjadinya beberapa hal yang menyangkut perilaku karyawan/ anggota organisasi (Harnoto, dalam Khikmawati, 2015), antara lain:

(35)

1) Peningkatan absensi (ketidakhadiran).

Tingkat ketidakhadiran seorang karyawan yang semakin meningkat atau lebih dari biasanya dapat menjadi tanda adanya keinginan untuk keluar/pindah dari karyawan tersebut.

2) Mulai malas bekerja.

Karyawan yang mulai malas untuk bekerja atau melaksanakan tanggung jawabnya dapat menjadi tanda karena berkaitan dengan orientasi karyawan tentang tempat pekerjaan lain yang lebih dapat memuaskan kebutuhannya. 3) Peningkatan pelanggaran terhadap tata tertib kerja.

Pelanggaran terhadap tata tertib yang lebih sering terjadi dari karyawan mengindikasikan berkurangnya keinginan karyawan tersebut unutk tetap berada di perusahaannya, seperti meninggalkan tempat kerja di saat jam kerja berlangsung.

4) Peningkatan protes terhadap atasan.

Protes yang lebih sering muncul dari karyawan terhadap atasan berkaitan dengan kebijakan seperti ketidaksesuaian upah atau jam kerja atau aturan lain bisa menjadi indikator akan adanya turnover intention, meskipun juga dapat berindikasi pada hal lain.

5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya.

Peningkatan perilaku positif yang signifikan dari karyawan dalam hal tugas dan tanggung jawab dapat pula menjadi tanda adanya turnover intention, meskipun dapat juga menjadi indikasi pada hal lain.

c. Aspek turnover intention

Menurut Mobley (dalam Sulaiman, 2016; Kusumastuti, 2018) turnover intention terbagi dalam 3 aspek, yaitu:

(36)

1) Thinking of quitting, yaitu pikiran untuk keluar dari pekerjaan/ perusahaan/ organisasi sekarang yang muncul dalam diri individu.

2) Intention to search, yaitu niat individu untuk mencari alternatif pekerjaan di perusahaan / organisasi lain, terutama yang lebih baik atau yang lebih memenuhi kebutuhannya. 3) Planning to leave, yaitu pemikiran individu berkaitan dengan

keputusan keluarnya ia dari posisinya sekarang. Pemikiran ini diikuti dengan alternatif pekerjaan atau perusahaan lain jika individu tersebut memutuskan untuk keluar.

d. Faktor yang mempengaruhi turnover intention

Kompleksitas hubungan dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi turnover intention, pada akhirnya membuat peneliti untuk membahas beberapa hal yang sesuai dengan konteks penelitian ini.

1) Kepuasan kerja

Dalam beberapa penelitian, kepuasan kerja merupakan salah satu prediktor utama, atau variabel yang paling besar berpengaruh pada turnover intention (Vandenberg & Nelson, 1999; Igbaria & Greenhaus, 1992; Kaur, Bandhanpreet & Pankaj, 2013). Aspek yang mengarah pada faktor ini mancakup kepuasan gaji/upah, pekerjaan dan deskripsi pekerjaan tersebut, kesempatan promosi atau mengembangkan diri serta pengawasan dari atasan, dan kepuasan terhadap relasi dengan rekan kerja (Luthans, 2006).

(37)

2) Komitmen organisasi

Selain kepuasan kerja, komitmen organisasi juga merupakan variabel paling berpengaruh terhadap turnover intention (Vandenberg & Nelson, 1999; Igbaria &Greenhaus, 1992; Kaur, Bandhanpreet & Pankaj, 2013). Komitmen organisasi merupakan keterikatan anggota pada organisasinya karena investasi psikologis yang diberikan (Matsumoto, 2009). Greenberg & Baron (2013) menambahkan komitmen organisasi sebagai cerminan dari bagaimana individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi. Tingginya tingkat komitmen organisasi dapat menunjukkan penerimaan yang kuat dari individu akan tujuan dan nilai organisasi, keinginan individu untuk mengerahkan segala upayanya, serta keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.

3) Stres kerja

Stres kerja adalah kondisi yang muncul sebagai hasil dari interaksi antara individu dan pekerjaannya, yang dicirikan dengan adanya perubahan individu yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Robbins, dalam Massie et al., 2018). Menurut Walker (2002), stres dapat dibedakan menjadi 2 berkaitan dengan hasil dari bagaimana tubuh individu merespon stress itu sendiri, yaitu: (1) eustress, ketika individu mampu menggunakan stres–sehat, positif, konstruktif–untuk melewati hambatan dan meningkatkan performa, dan; (2) distress, ketika individu tidak mampu menggunakan stres– tidak sehat, negatif, destruktif–untuk melewati hambatan dan tidak dapat berperforma dengan optimal.

4) Intensitas kerja

Dalam penelitian yang telah dilakukan, semakin lama masa kerja individu maka kecenderungan turnover-nya

(38)

semakin rendah. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja yang lebih singkat. Kemungkinan keadaan yang memicu turnover ini adalah interaksi dengan usia dan kurangnya sosialisasi awal (Mobley et al., 1978; Parson et al., 1985; Novliadi, 2007).

5) Usia

Maier (1971) mengatakan bahwa karyawan dengan usia yang lebih muda memiliki kemungkinan lebih tinggi dalam hal meninggalkan pekerjaan mereka daripada karyawan yang berusia tua. Semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah kecenderungannya untuk meningkalkan perusahaan tempatnya bekerja. Individu dengan usia muda cenderung ingin lebih mengeksplorasi diri dan mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan pekerjaannya (Maier, 1971; Mobley et al., 1986; Gilmerl, 1966).

3. Mapasadha a. Mapala

Mapala adalah suatu kelompok yang beranggotakan mahasiswa dengan kesamaan minat dan kepedulian dalam bidang kegiatan berkaitan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup (http://id.wikipedia.org; Situmorang, 2009). Nama “Soe Hok Gie” pasti tidak asing terdengar khususnya bagi para kalangan mahasiswa. Beliau adalah salah satu pendiri kelompok mapala yang disebut mempelopori tren ini di Indonesia, yaitu Mapala UI (Universitas Indonesia) pada tahun 1964. Kelahiran kelompok ini pada waktu itu didasari oleh rasa muak dan jenuh terhadap situasi politik yang telah mencampuri iklim organisasi mahasiswa di kampus.

Setelah kemunculan Mapala UI ini, kelompok mapala lain mulai bermunculan di kampus-kampus lain di Indonesia. Hampir

(39)

seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki kelompok mapala. Di provinsi Yogyakarta sendiri, tercatat ada 105 kelompok mapala yang tersebar di berbagai perguruan tinggi, baik yang berada di tingkat universitas, fakultas, jurusan, maupun program studi (Data OPA DIY per bulan Mei 2018, dihimpun oleh Sekretariat Bersama Perhimpunan Pecinta Alam DIY). Universitas Sanata Dharma, sebagai salah satu perguruan tinggi (swasta) di DIY, juga memiliki kelompok mapala, salah satunya adalah Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma).

b. Mapasadha

1) Sejarah Berdirinya Mapasadha

Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma) merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang berkedudukan di tingkat universitas dan saat ini berstatus sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa. Dalam Konstitusi Organisasi Kemahasiswaan 2014 Amandemen II (2018) Universitas Sanata Dharma, Bab III Pasal 4, Unit Kegiatan Mahasiswa merupakan organisasi kemahasiswaan formal yang menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler meliputi wacana penalaran, keilmuan, bakat, pengabdian masyarakat, dan minat yang berkedudukan di universitas. Kegiatan di Mapasadha adalah di bidang kepecintaalaman, mencakup pelestarian lingkungan dan petualangan di alam bebas (luar ruangan). Dengan kata lain, Mapasadha merupakan organisasi kemahasiswaan di Universitas Sanata Dharma, yang memfasilitasi pengembangan minat, bakat, dan kegemaran dalam bidang kegiatan kepecintaalaman. Hingga kini, Mapasadha sudah beranggotakan 39 angkatan mahasiswa dari berbagai fakultas.

(40)

Mapasadha didirikan di Puncak Hargodumilah, Gunung Lawu, pada tanggal 10 Oktober 1981 oleh 9 mahasiswa IKIP Sanata Dharma pada waktu itu. Pada awalnya, kelompok ini didirikan dalam bentuk komunitas karena terdorong minat mahasiswa untuk berkegiatan di alam bebas dan menjadi sub-unit dari UKM Olahraga hingga tahun 1988. Banyaknya jumlah anggota sejak awal berdirinya, serta kegiatan-kegiatan yang mulai berkembang dari kegiatan di alam bebas seperti pendakian hingga pengabdian masyarakat, membuat Mapasadha akhirnya melepaskan diri dari UKM Olahraga dan berdiri sebagai UKM kepcintaalaman di tingkat universitas.

Namun, Mapasadha belum meiliki AD/ART organisasi yang baku pada saat itu. Mapasadha baru memiliki pedoman organisasi yang berisi tentang sejarah, lambang organisasi, keanggotaan, dan orientasi kegiatan. Pedoman ini kemudian terus dikaji hingga akhirnya disahkan sebagai AD/ART yang dinamakan Pedoman Umum Mapasadha (PU/PK Mapasadha) pada Musyawarah Anggota ke-VII tahun 1995. Dengan adanya Pedoman Umum Mapasadha ini, Mapasadha melengkapi persyaratan adanya AD/ART dan berjalan selayaknya organisasi mahasiswa di Universitas Sanata Dharma. PU/PK Mapasadha yang saat ini digunakan adalah revisi terakhir yang disahkan pada tahun 2009.

2) Keanggotaan di Mapasadha

Sebagai UKM, Mapasadha beranggotakan mahasiswa dari berbagai fakultas yang ada di kampus, khususnya mahasiswa program sarjana. Dalam Pedoman Umum Mapasadha, sistem keanggotaan di Mapasadha terdiri dari 2 jenis, yaitu Anggota Biasa dan Anggota Istimewa. Anggota

(41)

Biasa merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang secara sukarela menjadi anggota melalui prosedur yang telah ditetapkan, biasanya melalui kegiatan penerimaan anggota baru.

Anggota Biasa ini terdiri dari 2 jenjang: (1) Anggota Muda, adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang telah mengikuti rangkaian proses penerimaan anggota baru dan dilantik menjadi anggota; dan (2) Anggota Penuh, yaitu Anggota Muda yang telah mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan oleh pengurus selama 1 periode tersebut, dan kemudian dinilai oleh tim khusus dan diangkat menjadi Anggota Penuh dan memperoleh NIRA (Nomor Induk Resmi Anggota). Idealnya, Anggota Muda akan menjalani proses dan kegiatan di organisasi selama minimal 1 tahun/ periode kepengurusan hingga akhirnya diangkat menjadi Anggota Penuh. Jenjang keanggotaan ini diikuti dengan adanya perbedaan hak dan kewajiban baik dalam kepengurusan maupun kegiatan.

Sedangkan Anggota Istimewa adalah: (1) Anggota Penuh yang sudah tidak melakukan studi di Universitas Sanata Dharma; dan/atau (2) orang yang berjasa bagi Mapasadha diangkat menjadi Anggota Istimewa dengan pertimbangan tim khusus.

Selain jenjang keanggotaan tersebut, Mapasadha juga memiliki identitas angkatan anggota berupa nomor angkatan dan nama shio angkatan tersebut. Penamaan menggunakan shio ini pada awalnya menggunakan nama hewan secara acak, lalu akhirnya mengikuti nama dan urutan sesuai dalam astrologi Tionghoa (Harimau/Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Kera/Monyet, Ayam, Anjing, Babi, Tikus,

(42)

dan Kerbau). Hingga penelitian ini dibuat, Mapasadha sudah beranggotakan 39 angkatan.

Tabel II.1

Data Anggota Baru per Angkatan di UKM Mapasadha Angkatan Tahun Shio Jumlah Anggota

Baru I 1982 Serigala 120 II 1983 Kepiting 60 III 1984 Kambing 45 IV 1985 Babi 30 V 1986 Harimau 23 VI 1987 Kelinci 33 VII 1988 Naga 35 VIII 1989 Ular 24 IX 1990 Kuda 23 X 1991 Kambing 18 XI 1992 Kera 13 XII 1993 Ayam 17 XIII 1994 Anjing 26 XIV 1995 Babi 21 XV 1996 Tikus 12 XVI 1997 Kerbau 17 XVII 1998 Macan 14 XVIII 1999 Kelinci 11 XIX 2000 Naga 18 XX 2001 Ular 20 XXI 2002 Kuda 9 XXII 2003 Kambing 7 XXIII 2004 Kera 5

(43)

XXIV 2005 Ayam 9 XXV & XXVI 2006 Anjing 9 XXVII 2007 Babi 4 XXVIII 2008 Tikus 5 XXIX 2009 Kerbau 2 XXX 2010 Macan 6 XXXI 2011 Kelinci 8 XXXII 2012 Naga 3 XXXIII 2013 Ular 9 XXXIV 2014 Kuda 6 XXXV 2015 Kambing 2 XXXVI 2016 Monyet 9 XXXVII 2017 Ayam 5 XXXVIII 2018 Anjing 20 XXXIX 2019 Babi 17

Saat ini (periode 2020), anggota yang masih aktif terlibat dalam kepengurusan formal berasal dari 3 angkatan yaitu, Angkatan XXXVII Shio Ayam 2017, Angkatan XXXVIII Shio Anjing 2018, dan Angkatan XXXIX Shio Babi 2019.

3) Kepengurusan dan Kegiatan di Mapasadha

Kepengurusan di Mapasadha terdiri dari ketua suku (istilah untuk ketua umum di Mapasadha), sekretaris, dan bendahara yang tergabung sebagai Pengurus Harian, serta ketua divisi yang membawahi ketua sub-divisi maupun staf secara langsung. Jabatan-jabatan tersebut sangat berkaitan dengan jenjang keanggotaan. Posisi pengurus harian dan ketua divisi hanya dapat diisi oleh Anggota Penuh, dan secara khusus, ketua suku hanya dapat dijabat oleh anggota yang

(44)

telah menjadi Anggota Penuh minimal 1 tahun/ periode. Lalu untuk posisi seperti ketua sub-divisi dan staf divisi dapat diisi oleh Anggota Penuh maupun Anggota Muda. Kepengurusan yang sudah terbentuk akan melaksanakan program-program yang telah direncanakan sesuai dengan bidang dan cara kerjanya masing-masing yang pada akhirnya akan dilaporkan pada ketua suku untuk dipertanggungjawabkan kepada semua anggota dalam Musyawarah Anggota.

Selain kepengurusan, di Mapasadha juga terdapat kegiatan-kegiatan yang dalam pelaksanaannya membutuhkan panitia tersendiri, baik itu berskala kecil maupun besar, seperti penerimaan anggota baru, peringatan hari ulang tahun, atau kegiatan operasional lapangan. Kepanitiaan tersebut diketuai oleh seorang koordinator yang umumnya hanya dapat dijabat oleh Anggota Penuh. Anggota Muda dapat terlibat dalam kepanitiaan tersebut sebagai anggota seksi maupun koordinator seksi tertentu. Sama seperti sebelumnya, panitia kegiatan ini melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan yang pada akhirnya akan dilaporkan pada ketua divisi atau ketua suku (penanggungjawab kegiatan) untuk dipertanggungjawabkan pada semua anggota dalam Musyawarah Anggota.

Secara umum, kegiatan-kegiatan yang ada di Mapasadha dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Organisasi/ kepengurusan (rutin), seperti Musyawarah Anggota, Orientasi Awal Tugas, dan Evaluasi Akhir Tugas.

b) Regenerasi (rutin), seperti Penerimaan Anggota Baru dan Pendidikan Dasar, Kaderisasi atau Pembekalan Pengurus, dan Pendidikan Lanjut.

(45)

c) Operasional/ Divisi Lapangan (rutin), mencakup latihan rutin dan kegiatan sub-divisi lapangan (arung jeram, hutan gunung, panjat tebing, susur gua).

d) Peringatan Hari Ulang Tahun Mapasadha (rutin) e) Kegiatan khusus (opsional), seperti Temu Wicara /

Kenal Medan (TWKM) Nasional, Latihan Bersama Sekber PPA-DIY, lomba-lomba, dan Gladian baik itu tingkat regional maupun nasional.

Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki target masing-masing baik dalam penyelenggara maupun pesertanya. Kegiatan organisasi/ pengurus dilaksanakan dan diikuti oleh seluruh Anggota Biasa Mapasadha dengan ketentuan quota forum yang telah diatur tersendiri.

Secara spesifik untuk Anggota Muda, mereka wajib mengikuti beberapa kegiatan sebagai peserta yang biasanya juga dijadikan salah satu syarat untuk menjadi Anggota Penuh. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: Pendidikan Dasar (seringkali diadakan dalam penerimaan anggota baru), kaderisasi, Pendidikan Lanjut, pemantapan (apabila diadakan), latihan rutin dan kegiatan sub-divisi lapangan, serta peringatan HUT Mapasadha. Mereka juga dapat terlibat dalam kepanitiaan dari beberapa kegiatan tersebut dengan jabatan tertinggi sebagai koordinator sie. Untuk posisi lain maupun fasilitator dalam kepanitiaan kegiatan tersebut diisi oleh Anggota Penuh. Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan khusus hanya bisa diikuti oleh Anggota Penuh karena telah memiliki NIRA sehingga dapat mewakili organisasi secara eksternal.

(46)

4) Turnover Anggota di Mapasadha

Meskipun turnover di Mapasadha sudah terjadi sejak awal berdirinya organisasi, namun data yang peneliti dapatkan hanya bisa memetakan turnover anggota yang terjadi sejak tahun 2012.

Tabel II.2

Turnover di UKM Mapasadha tahun 2012-2020

Tahun Jumlah Anggota Turnover Rate Awal Tahun Masuk (baru) Keluar Purna Tugas Akhir Tahun 2012 9 3 4 0 8 47.06% 2013 8 9 5 0 12 50.00% 2014 12 6 2 2 14 15.38% 2015 14 2 5 2 9 43.48% 2016 9 9 4 1 13 36.36% 2017 13 5 2 1 15 14.29% 2018 15 20 2 5 28 9.30% 2019 28 17 10 5 30 35.09% 2020 30 - 1 - 29 3.39%

Turnover rate dalam tabel tersebut diperoleh melalui penghitungan dengan rumus berikut ini:

𝑇𝑅 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟

𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛×100% Jumlah anggota yang keluar dihitung dengan mengecualikan jumlah anggota yang keluar karena faktor purna tugas. Purna tugas dalam hal ini berdasarkan 2 kondisi:

(47)

(1) anggota tersebut telah lulus atau tidak melanjutkan studi di Universitas Sanata Dharma, (2) anggota tersebut sudah melewati masa studi untuk dapat menjadi pengurus organisasi mahasiswa (semester 9 ke atas). Dengan kondisi tersebut, purna tugas tidak dipertimbangkan dalam turnover rate karena secara formal mahasiswa tersebut memang sudah tidak bisa berpartisipasi aktif dalam kepengurusan UKM Mapasadha.

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa turnover di Mapasadha selalu terjadi setiap tahun dan bersifat fluktuatif, dengan rating tertinggi pada tahun 2013 (50%) dan terendah pada tahun 2020 (3,39%). Khusus untuk turnover rate tahun 2020 didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh peneliti hingga bulan Juni 2020. Meskipun turnover rate tertinggi pada tahun 2013, jumlah anggota keluar terbanyak ada pada tahun 2019 yaitu 10 orang.

4. Generasi Z a. Pengertian

Ada beberapa rentang tahun terkait generasi Z. Strauss & Howe, pencetus pertama teori generasi mengungkapkan bahwa generasi Z atau Zoomers adalah mereka yang lahir mulai tahun 2005 (www.wikipedia.org). Namun, kategori ini ternyata tidak hanya didasarkan pada tahun kelahiran, tetapi juga rentang tahun ketika penghuni awal generasi ini mulai memasuki usia remaja/ dewasa. Penelitian lain pun muncul seperti Gomez (dalam Welcome to Generation Z, 2019) yang mengungkapkan bahwa generasi Z adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1995-2012, yang membuat populasinya mencapai 24,3% di Amerika Serikat. Kemudian, Persada, Miraja & Nadlifatin (2019) mengungkapkan bahwa generasi Z adalah mereka yang lahir

(48)

setelah tahun 1995, saat internet mulai dikomersialkan. Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1998-2010 (dalam Alvara Research Center & IDN Media, 2020).

Generasi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia setelah Milenial (Generasi Y) ini juga memiliki berbagai sebutan yang ditujukan untuk mereka, seperti, Digital Natives, Zoomers, dan iGeneration atau internet generation. Kemudian, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan rentang kelahiran generasi Z dari tahun 1998-2010. Jika dilihat usianya, generasi Z sekarang sedang menempuh studi baik di sekolah maupun perguruan tinggi dan bahkan sudah mulai memasuki dunia kerja. Hal ini sesuai dengan konteks penelitian ini di mana anggota dan pengurus UKM Mapasadha saat ini termasuk dalam kategori tersebut.

b. Karakteristik Generasi Z

Generasi Z lahir di mana perkembangan teknologi digital dan internet telah sampai tahap siap digunakan di manapun dan kapanpun. Mereka dengan mudah dan cepat mendapatkan banyak informasi secara digital, sambil tetap melakukan aktivitas lain. Mereka menjadi manusia serba bisa dan mampu untuk multi-tasking, melebihi generasi Y. Ketika mereka merasa bahwa “dunia” atau lingkungan sekitar bergerak lebih lambat mereka cenderung menjadi tidak sabar (visioncritical.com).

Sifat kritis dan rasional adalah karakter utama generasi Y yang juga dimiliki generasi Z. Sebagai contoh, generasi ini mencari informasi terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian online sebesar 56,6% (generasi Y sebesar 61,4%), jauh di atas generasi X yang sebesar 26,9% (dalam Alvara Research Center & IDN Media, 2020). Ketika mereka yakin bahwa suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka, mereka akan memutuskan untuk

Gambar

Grafik II.1 .......................................................................................................................
Tabel II.1
Tabel II.2
Tabel III.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan daging kambing adalah bagian otot sekelet dari karkas kambing yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin,

Untuk dapat mengurangi dampak keterlambatan dan pembengkakan biaya proyek dapat diusulkan program crashing yang dilakukan pada pekerjaan yang ada di jalur kritis

Bahkan perananan mikroba dalam lingkungan hidup pada saat sekarang adalah sebagai jasad yang secara langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lingkungan;

Tampilan dosen yang alamatnya bukan dari Jakarta dengan perintah select mahasiswa.nim, mahasiswa.nama, mahasiswa.jenis_kelamin, ambil_mk.kode_mk from mahasiswa, ambil_mk

Dari data konversi relatif yang diperoleh pada berbagai variasi parameter reaksi, dapat disimpulkan bahwa memungkinkan untuk meningkatkan nilai tambah minyak

Dalam model ini, alam semesta dianggap sebagai sebuah permukaan tiga dimensi (yang disebut “brane” atau lebih tepat “3-brane”, mengacu pada tiga dimensi

Mengetahui tingkat signifikansi pengaruh apakah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan LDR, IPR, APB, NPL, IRR ,PDN BOPO, dan FBIR secara

Ya, Sertifikat yang diberikan kepada seorang dosen yang memiliki kualitas Ya, Dengan adanya sertifikasi tersebut kita dapat menilai apakah dosen tersebut