• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR PADA MASA PANDEMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR PADA MASA PANDEMI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

5

ANALISIS YURIDIS TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI

KORUPTOR PADA MASA PANDEMI

Deni Setiyawan

Program Studi Jinayah Siyasah. Fakultas Syariah IAI Abdullah Said Batam Dennykucenk54@gmail.com

Abstrak

Kasus hukum yang dialami oleh Menteri Sosial RI nonaktif Julian Peter Batubara. Ia menerima uang senilai total Rp. 17 Miliar dari dua pelaksana paket bansos untuk penanganan covid 19 tahun 2020. Dimana fee tiap paket bansos Rp. 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp. 30 ribu per paket bansos. Uang itu di gunakan untuk keperluan dan kesenangannya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai penerapan pidana mati yang diberikan kepada Julian Peter Batubara sudah sesuai dengan hukum pidana positif dan hukum pidana islam yang semestinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan yuridis normatif dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Pidana mati bagi korupsi dalam masa pandemi covid 19 sendiri telah diatur didalam Pasal 2 ayat(2) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun kasus hkum yang dialami oleh Julian Peter Batubara sangatlah memenuhi unsur yang terdapat didalam pasal tersebut. Sebagaimana keputusan yang telah dikeluarkan oleh Presiden Joko widodo melalui Keputusan Presiden No 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Yang menetapkan bahwa covid 19 adalah termasuk bencana nasional non alam yang mengkhawatirkan. Didalam hukum islam pula dijelaskan mengenai pidana mati untuk para koruptor. Dimana hal tersebut masuk kedalam jarimah ghoiru hudud yang berupa takzir. Hasil dari penelitian ini adalah memberikan analisa hukum terhadap kasus yang alami oleh Julian Peter Batubara.

Kata kunci : Hukuman Mati, Koruptor, covid 19

Abstract

A legal case experienced by the inactive Minister of Social Affairs, Julian Peter Batubara. He received a total of Rp. 17 billion from the two social assistance package implementers for handling Covid 19 in 2020. Where the fee for each social assistance package is Rp. 10 thousand per basic food package of Rp. 30 thousand per social assistance package. The money is used for his own needs and pleasure. The purpose of this study is to determine the application of the death penalty given to Julian Peter Batubara in accordance with the positive criminal law and Islamic criminal law. The method used in this study uses a normative juridical approach to the statutory approach (Statute Approach) and the Case Approach (Case Approach). The death penalty for corruption during the Covid 19 pandemic itself has been regulated in Article 2 paragraph (2) of Law Number 31 of 1999 as amended by Law Number 20 of 2001 concerning Eradication of Corruption Crimes. The legal case experienced by Julian Peter Batubara fulfills the elements contained in this article. As the decision has been issued by President Joko Widodo through Presidential Decree No.11 of 2020 concerning the Determination of the Public Health

(2)

6

Emergency for Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) and Presidential Decree No.12 of 2020 concerning the Determination of Non-Natural Disasters for the Spread of Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Which determines that Covid 19 is a worrying non-natural national disaster. In Islamic law it also explains the death penalty for criminals. Where it enters the ghoiru hudud finger in the form of takzir. The result of this research is to provide a legal analysis of the natural case by Julian Peter Batubara.

Keywords : death penalty, corrupt, covid 19

PENDAHULUAN

Akhir- akhir ini dunia maya sedang ramai membahas mengenai penerapan pidana mati bagi tindak pidana korupsi yang dilakukan pada masa pandemi covid 19 ini. seperti pada permasalahan hukum yang dialami oleh Menteri Sosial RI non aktif Julian Peter Batubara. Ia menerima uang senilai total Rp. 17 Miliar dari dua pelaksana paket bansos untuk penanganan covid 19. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadinya. Pengadaan bansos untuk penanganan covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 memiliki nilai sekitar Rp. 59 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode. Dimana fee tiap paket bansos Rp. 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp. 30 ribu per paket bansos. Tentunya perbuatan yang dilakukan oleh Menteri Sosial RI tersebut sangatlah kejam dan tidak mempunyai rasa kemanusiaan terhadap sesama. Paket sembako yang pada dasarnya diperuntukan untuk masyarakat yang terdampak covid 19 malah disalahgunakan dan dugunakan untuk keuntungan dan keperluan pribadinya sendiri.

Pada dasarnya pidana korupsi sendiri telah diatur didalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi dalam penerapannya terdapat pula alasan-alasan pemberat bagi para pelaku tindak pidana korupsi, alasan pemberat tersebut diantarannya penyalahgunaan alokasi dana penanggulangan wabah covid 19. Dimana dana negara tersebut digunakan untuk masyarakat yang terdampak covid 19 malah di salah gunakan untuk kepentingan pribadinya. Tentunya perbuatan yang dilakukan oleh Julian Peter Batubara termasuk kedalam tindak pidana berat. karena dilakukan pada masa-masa negara sedang genting dan darurat. Presiden sendiri telah menetapkan bahwa covid 19 adalah bencana nasional non alam sehingga mengeluarkan Keputusan Presiden No 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) untuk mengatur kestabilan negara dan dalam keadaan tersebut sudah seharusnya Julian Peter Batubara dapat dijatuhkan dengan pidana mati.

PEMBAHASAN

Metode pembahasan, merupakan prosedur dan teknik untuk menjawab permasalahan yang akan dilakukan oleh penulis, oleh karena itu, Penulisan ini mengunakan tipe Penelitian yuridis normatif. Menurut Johnny Ibrahim, tipe penelitian yuridis normatif adalah “Penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.” Ronny Soemitro juga berpendapat bahwa: “Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata". Nantinya akan ditemukan sebuah jawaban dari permasalahan yang diteliti melalui

(3)

7

pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach) Sumber bahan hukum yang dipergunakan adalah: bahan hukum primer (perundang-undangan), bahan hukum sekunder (kepustakaan, makalah, artikel, jurnal dan karya tulis) dan bahan non hukum (kamus hukum, bahasa indonesia, bahasa inggris, bahasa arab dan katalog).

Pada saat ini telah terjadi suatu permasalahan serius yang sedang melanda dunia tidak terkecuali Indonesia yakni masalah pandemi Covid 19 yang bahkan hingga saat ini belum terselesaikan. Covid-19 adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus corona, dimana saluran pernapasan sebagai target serangannya. Kota Wuhan diduga sebagai kemunculan pertama kalinya virus ini (Heldavidson, 2020). SARS-Cov-2 ini bukan jenis virus yang baru melainkan suatu virus yang bermutasi dan berubah bentuk terhadap susunan genetik baru, pada penjelasan ilmiah dikatakan bahwa virus tersebut merupakan satu jenis, hanya saja pakaiannya yang berubah. Virus corona mempunyai hubungan genetic dengan virus MERS dan SARS sehingga diberi nama sebagai SARS-Cov-2 (NIH, 2020). Berdasarkan informasi yang ada, DNA pada kelelawar mempunyai kemiripan dengan DNA virus SARS-Cov-2 ini. Pasar basah di Wuhan, Tiongkok diyakini sebagai awal mula kemunculan virus tersebut karena banyak segala jenis hewan liar yang dijual untuk dikonsumsi disana sehingga pasar tersebut menyebabkan virus cepat berkembang (D’amore, 2020).

Berdasarkan data tersebut maka seyogyanya dapat dikatakan bahwa Indonesia sedang dilanda suatu bencana yang sifatnya non-alam. Maka dari itu, saat ini dapat kita maknai bahwa Indonesia telah memasuki Negara dalam keadaan tertentu sebagaimana bunyi Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor tersebut. Tindak pidana korupsi dikenal sebagai kejahatan kejahatan luar biasa. Sebagai langkah kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi, terdapat beberapa poin penting yang diformulasikan oleh pembentuk undang-undang yang dapat digunakan sebagai alat jerat agar menimbulkan rasa jera bagi para pelaku korupsi yaitu dengan adanya sanksi berat dan asas pembuktian terbalik dimana salah satunya adalah pidana mati.

Salah satu bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy) ialah kebijakan perancangan undang-undang atau disebut pula sebagai kebijakan formulasi. yaitu, bagaimana kebijakan formulasi pidana mati dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada masa pandemi Covid-19 berdasarkan perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. Tentunya hal ini seperti pada permasalahan hukum yang dialami oleh Menteri Sosial RI nonaktif Julian Peter Batubara. Ia menerima uang senilai total Rp. 17 Miliar dari dua pelaksana paket bansos berupa untuk penanganan covid 19. Uang itu diduga untuk keperluan pribadinya. Pengadaan bansos untuk penanganan covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 memiliki nilai sekitar Rp. 59 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam dua periode. Dimana fee tiap paket bansos Rp. 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp. 30 ribu per paket bansos.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur. Karena itu, tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara. Dengan diantisipasi sedini dan semaksimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana semestinya sehingga lambat laun akan membawa dampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakan pada umumnya.

(4)

8

Didalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengaturan mengenai pidana mati dalam UU Tipikor yaitu ada pada Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” penjelasan Pasal 2 ayat (2) dirumuskan bahwa :“Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam pasal tersebut dipergunakan sebagai alasan pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.”

Hal tersebut di perkuat dengan adanya Keputusan Presiden No 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) yang berarti bahwa bencana covid 19 termasuk kedalam keadaan tertentu, seperti yang dijelaskan pada UU Tipikor Pasal 2 ayat (2).

Didalam islam juga terdapat pembahasan mengenai tindak pidana korupsi. Perbuatan korupsi dalam konteks agama Islam sama dengan fasad, yakni perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan Jinayaat al-kubra (dosa besar). Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan apa yang disebut sebagai maqashidussy syaria’ah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdzul maal) dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan. Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah : 188.

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Juga firman-Nya dalam surah An-Nisa:29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”

Tindak pidana korupsi termasuk kedalam jarimah ghoiru hudud. Yang diamskud dengan jarimah ghoiru hudud yang berupa takzir, yaitu hukuman yaitu hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijakan hakim karena tidak terdapat dalam Al- Qur’an dan Hadist. Terkadang bentuk hukuman takzir bisa berbentuk hukuman mati. Hukuman itu dapat diberlakukan bila kemaslahatan benar-benar menghendakinya. Adapun untuk kasus korupsi hukuman mati bisa diberlakukan bila negara dalam keadaan genting atau krisis. Sehingga hukuman mati terhadap koruptor disesuaikan keadaan masyarakat dan kebijakan diserahkan kepada pemerintah/ hakim. Terkadang bentuk hukuman takzir bisa berbentuk hukuman mati.

Tentunya penjelasan tersebut tentunya dapat dijadikan dasar hukumbagi hakim untuk menetapkan kasus Julian Peter Batubara dengan pidana mati atas perbuatan yang telah dilakukannya.

(5)

9

KESIMPULAN

Sejatiya tindak pidana korupsi yang dilakukan pada masa pandemi covid 19 sendiri telah diatur didalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa : “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” penjelasan Pasal 2 ayat (2) dirumuskan bahwa : “Yang dimaksud dengan keadaan “keadaan tertentu” adalah apabila pelaku tindak pidana korupsi tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter”. Makna dalam keadaan tertentu sendiri berfungsi sebagai dasar alasan pemberat dalam tindak pidana korupsi, seperti yang dilakukan oleh Julian Peter Batubara.

Dasar pengunaan covid 19 sebagai alasan pemberat adalah Keputusan Presiden No 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) Dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan dalam keadaan tersebut pelaku tindak pidana korupsi dapat dijatuhkan dengan pidana mati.

Begitupun juga didalam hukum islam yang menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi termasuk kedalam ghoiru hudud. Yang diamskud dengan ghoiru hudud yang berupa takzir, yaitu hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijakan hakim karena tidak terdapat dalam Al- Qur’an dan Hadist. Terkadang bentuk hukuman takzir bisa berbentuk hukuman mati.

DAFTAR PUSTAKA

https://m.cnnindonesia.com/nasional diakses pada tanggal 31 Desember 2020

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm.13.

Mohammad Khairul Muqorobin, Barda Nawawi Arief, “kebijakan formulasi pidana mati dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi pada masa pandemic (Covid 19) berdasarkan perspektif pembaharuan hukum pidana”, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 387-398, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Muhammadiyah, Nahdatul ulama Partnershipkemitraan, Koruptor itu kafir, Mizan, Jakarta, 2010,

hal 13.

Sabri Samin, Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia, Kholam, Jakarta, 2008, hal. 77. Al-Hikmah, Al-Qur’an Terjemahan, Departemen Agama RI, Jakarta, 2013, hal 29.

Referensi

Dokumen terkait

Gout merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia, sedangkan hiperurisemia adalah kadar asam urat serum lebih

[r]

Sedangkan untuk aspek security dalam ISO 9126, berdasarkan hasil dari pengujian menggunakan Acunetix Web Vulnerability Scanner didapatkan hasil bahwa sistem

bahwa dengan diundangkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan

Kejuaraan Nasional ini merupakan hasil keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) FAJI 2020 yang dilaksanakan pada masa pandemi Covid-19.PB FAJI mengklasifikasi

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian ini dilaksanakan pada masa pandemi covid-19, bencana non alam yang pertama kali dialami di

Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

Terakhir, melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Dampak dari