• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Perusahaan

PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi. Lokasi ini dipilih sebagai tempat pabrik karena 75 % areal kebun tebu terletak didaerah ini sehingga akan lebih melancarkan proses transportasi tebu ke pabrik. Secara geografis, kedudukan PG. Rajawali II Unit Subang dan areal perkebunannya terletak diantara 107° 41°16° BT sampai 107° 41°18° BT dan 6° 24° 46° LS sampai 6° 24° 48° LS, dengan ketinggian 31-33 m di atas permukaan laut. Daerah PG. Subang merupakan daerah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 3-10%. Jenis tanah pada areal perkebunan ini umumnya merupakan tanah latosol merah.

Berdasarkan SK menteri No. 68/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978 pengelolaan PG. Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang, dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PT. Perkebunan XIV. Pada tahun 1981, dimulailah pembangunan fisiknya yang ditegaskan dalam surat menteri pertanian No. 667/KPTS/8/1981 tertanggal 11 Agustus 1981. Giling pertama PG. Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984, dengan total tebu sejumlah 1 122 716 kuintal dari keseluruhan jumlah tebu 2 135 628 kuintal. Pada saat pabrik berdiri atau produksi belum lancar, tebu PG. Subang digiling di PG lain di PTP XIV.

Penelitian

Kondisi pertanaman tebu pada awal dimulainya penelitian di areal percobaan terlihat cukup baik (Gambar 2). Aplikasi herbisida dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2010, pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan atau maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi. Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat mengurangi efektifitas herbisida yang diaplikasikan.

(2)

Selama penelitian berlangsung, tingkat curah hujan di sekitar areal perkebunan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat curah hujan bulan-bulan sebelumnya. Namun tingkat curah hujan yang terjadi di sekitar areal perkebunan akan mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan pertumbuhan kembali gulma (re-growth) dan mempercepat pertumbuhan biji gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), bahwa pemakaian herbisida pra tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena herbisida tersebut memerlukan kelembaban tanah untuk mengaktifkan senyawanya.

(3)

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan Waktu (MSA) Peubah Pengamatan PPG BKT BKRT BKDT BKD BKB BKCL BKBR 2 ** ** tn ** tn * ** tn 4 ** ** tn ** tn ** ** tn 6 ** ** tn ** tn * ** tn 8 ** ** tn ** tn tn ** tn 10 ** ** tn ** * tn ** tn 12 tn tn tn tn tn tn tn * Keterangan:

* = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % BKBR = Bobot Kering Brachiaria distachya ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % PPG = Persentase Penutupan Gulma + = Berpengaruh nyata pada taraf 10 % BKT = Bobot Kering Gulma Total tn = Tidak berpengaruh nyata BKRT = Bobot Kering Rumput Total BKD = Bobot Kering Digitaria adscendes BKDT = Bobot Kering Daun Lebar Total BKB = Bobot Kering Borreria alata BKCL= Bobot Kering Cleome rutidosperma

Gulma Dominan

Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma disuatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari segi penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Vegetasi gulma dapat diketahui dengan melakukan suatu teknik yang dinamakan anilisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan ditunjukan oleh besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi merupakan rata-rata jumlah kerapatan nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi pada areal percobaan.

Data-data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis vegetasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi gulma sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum apikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata, Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya (Gambar 3). Spesies gulma lain

(4)

sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata, Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus.

Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%) 1 Cleome rutidosperma 35.60 2 Borreria alata 24.98 3 Digitaria adscendens 14.41 4 Brachiaria distachya 8.53 5 Gulma lain 16.48

Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%) 1 Borreria alata 23.67 2 Cleome rutidosperma 22.57 3 Digitaria adscendens 22.38 4 Brachiaria distachya 18.81 5 Gulma lain 12.57

Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida. Data yang didapatkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi herbisida. Hal ini terlihat dari perubahan dominansi gulma Cleome rutidosperma yang digantikan oleh gulma Borreria alata pada akhir percobaan. Pada Tabel 3 dapat dilihat juga bahwa terjadi penurunan nilai NJD pada gulma Cleome rutidosperma, dan gulma Borreria alata yang merupakan gulma daun lebar. Sedangkan nilai NJD pada gulma Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya yang tergolong gulma rumput mengalami peningkatan.

Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC yang memiliki bahan aktif diuron 500 g/l lebih efektif untuk mengendalikan gulma golongan

(5)

daun lebar. Adanya peningkatan nilai NJD dari beberapa spesies gulma dari golongan rumput menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif dalam mengendalikan gulma rumput seperti Digitaria adscendens dan Brachiaria distachya. Moenandir (1990) menyatakan bahwa ada empat peranan penting yang mempengaruhi keselektifan ialah peran-peran tumbuhan, herbisida, lingkungan, dan cara aplikasi.

Gambar 3. Cleome rutidosperma (kiri atas), Borreria alata (kanan atas), Digitaria adscendens (kiri bawah), Brachiaria distachya (kanan bawah)

Perbedaan jenis gulma yang terdapat pada areal pertanaman, menunjukan beda kepekaan terhadap herbisida yang sangat ditentukan oleh faktor dalam dan faktor luar. Perbedaan yang terjadi dari pengaruh faktor dalam adalah karena setiap jenis gulma akan memiliki respon morfologi dan fisiologi yang berbeda

(6)

terhadap efek herbisida yang diberikan. Selain jenis gulma dan sifat herbisida, faktor lingkungan yang merupakan faktor luar juga sangat berpengaruh terhadap efektifitas suatu herbisida. Barus (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi efektifitas herbisida yang diaplikasikan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kandungan bahan faktor, kelembaban, dan pH.

Curah hujan yang terjadi di sekitar areal penelitian disaat penelitian berlangsung cukup tinggi. Curah hujan yang cukup tinggi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi herbisida tersebut yang terkandung di dalam tanah yang terbawa oleh erosi tanah dan pencucian. Moenandir (1990) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk minyak atau emulsi sedikit dipengaruhi hujan dibandingkan dengan yang diformulasikan dalam bentuk larutan air. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Data curah hujan selama percobaan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan

Bulan Curah Hujan

(mm/bulan)

Desember 247.7

Januari 125.0

Februari 163.6

Maret 142.6

Sumber : PT. PG. Rajawali II Unit Subang

Curah hujan merupakan suatu faktor lingkungan yang juga erat kaitannya dengan tingkat kelembaban tanah. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah. Kelembaban tanah nantinya akan mempengaruhi tingkat proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kelembaban tanah maka akan semakin membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah.

Persentase Penutupan Gulma

Persentase penutupan gulma (PPG) merupakan suatu nilai yang menunjukan seberapa besar vegetasi gulma tersebut menutupi areal pertanaman. Nilai persentase penutupan gulma yang di peroleh dari pengamatan pada

(7)

penelitian ini adalah secara visual terhadap penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada dalam tanah. Aplikasi herbisida dengan beberapa perlakuan yang diberikan menunjukan bahwa perlakuan pengendalian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase penutupan gulma pasa 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Sedangkan pengamatan pada 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan herbisida yang diberikan. Hal ini diakibatkan karena faktor lingkungan dan juga konsentrasi herbisida yang hanya memiliki efektifitas pengendalian sampai 10 MSA. Hasil dari perhitungan sidik ragam persentase penutupan gulma disajikan pada Lampiran 1.

Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa perlakuan dosis ternyata memberikan respon yang nyata hingga 10 MSA, akan tetapi pengaruh ulangan yang diberikan tidak menunjukan berbeda nyata. Pada pengamatan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan herbisida dengan kontrol dan penyiangan manual, hal ini dikarenakan konsentrasi herbisida sudah menurun pada lapisan tanah. Penyebab penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah adalah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik (Zaenudin, 1986).

Kemudian faktor lain adalah karena pada pengamatan 12 MSA ada beberapa petak percobaan yang rusak akibat ada proses turun tanah yang dilakukan oleh Karyawan Harian Lepas (KHL) yang tidak mengetahui bahwa petak tersebut merupakan petak percobaan. Adapun beberapa petak percobaan yang rusak pada pengamatan 12 MSA adalah petak 0.5 l/ha (ulangan 1), 1.0 l/ha (ulangan 2), penyiangan manual (ulangan 3), 3.0 l/ha (ulangan 4). Hasil dari uji perbedaan pengaruh antar perlakuan yang diberikan terhadap persentase penutupan gulma dapat dilihat pada Tabel 5 dengan bentuk grafiknya pada Gambar 4.

Hasil yang didapat dari pengamatan persen penutupan gulma setiap waktu pengamatan menunjukan tingkat persentase penutupan gulma terkecil terjadi pada petak percobaan dengan dosis perlakuan herbisida 3.0 l/ha sebesar 6.25 pada saat 2 MSA, kemudian dengan dosis 2.0 l/ha sebesar 9.25 pada 2 MSA. Diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam persen penutupan gulma secara perhitungan statistik, kecuali pada

(8)

pengamatan 4 MSA yang menunjukan perbedaan. Pada perlakuan diantara dosis 0.5 l/ha, dan 1.0 l/ha terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % hingga pengamatan pada 8 MSA, sedangkan pada 10 MSA, dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

Tabel 5. Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(%)--- Kontrol - 51.75 a 68.75 a 84.25 a 87.00 a 90.00 a 93.25 a Manual - 48.75 a 67.00 a 81.25 a 68.50 b 80.50 a 64.25 ab Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha 32.50 b 43.75 b 51.25 b 43.25 c 62.75 b 60.00 ab Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha 23.75 c 30.00 c 34.75 c 30.00 d 54.50 b 60.00 ab Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha 9.25 d 19.75 d 24.75 cd 22.00 d 35.50 c 49.00 ab Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha 6.25 d 10 75 e 13.75 d 18.75 d 28.50 c 35.00 b Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

Gambar 4. Grafik Persentase Penutupan Gulma

Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha sudah cukup untuk menurunkan persentase penutupan gulma dibandingkan dengan perlakuan Kontrol dan Penyiangan manual, sedangkan penambahan herbisida ke tingkat dosis yang lebih tinggi mampu menekan persentase penutupan gulma lebih tinggi dari mulai 2 MSA hingga 10 MSA. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan

(9)

dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha secara umum memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Namun bila dilihat dari segi efisiensi biaya dan toksisitas terhadap tanaman budidaya, penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dibandingkan perlakuan kontrol.

Grafik persentase penutupan gulma diatas, menunjukan bahwa formulasi herbisida yang diberikan tampak menunjukan hasil yang cenderung lebih baik pada tingkat dosis yang lebih tinggi. Semakin tinggi dosis yang digunakan akan senderung semakin baik menekan pertumbuhan gulma. Namun nantinya akan berpengaruh pada tingkat toksisitas dan dampak lingkungan serta efisiensi biaya apabila dosis yang digunakan terlalu banyak. Jumlah dari konsentrasi herbisida dapat menentukan terjadinya hambatan atau pemacauan pada suatu pertumbuhan, pada umumnya dengan semakin meningkatnya konsentrasi maka akan semakin meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1990).

Gambar 3 menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat persentase penutupan gulma pada pengamatan 8 MSA untuk beberapa perlakuan khususnya perlakuan penyiangan manual. Perlakuan penyiangan manual dilakukan setelah pengamatan 6 MSA, sehingga pada saat 8 MSA terjadi penurunan. Namun terjadi peningkatan kembali pada 10 MSA dan kembali mengalami penurunan ketika 12 MSA yang diakibatkan terjadi kerusakan petak percobaan penyiangan manual pada blok ulangan tiga. Dari Gambar 3 terlihat bahwa semua perlakuan memiliki persentase penutupan gulma (PPG) terendah pada 2 MSA. Untuk perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dosis 3.0 l/ha mengalami peningkatan terus hingga 12 MSA, sedangkan untuk pelakuan penyiangan manual, 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, dan 2.0 l/ha mengalami penurunan pada 8 MSA.

Bobot Kering Gulma Bobot Kering Gulma Total

Bobot kering gulma total merupakan jumlah bobot kering gulma secara keseluruhan pada setiap petak perlakuan dan setiap ulangan. Penentuan berat kering gulma total dilakukan dengan cara menimbang tiap spesies gulma yang telah dioven yang merupakan hasil pengambilan sampel gulma setiap perlakuan

(10)

dan setiap ulangan. Hasil sidik ragam bobot kering gulma total diperlihatkan pada Lampiran 2. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis berpengaruh sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pengaruh dari perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukan pada Tabel 6 dan gambar grafiknya pada Gambar 5.

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (8.40) 2.95 a (136.5) 11.69 a (61.75) 7.88 a (56.22) 7.53 a (91.04) 9.59 a (139.07) 11.78 a Manual - (6.46) 2.62 a (50.57) 7.00 b (48.30) 6.98 b (44.32) 6.66 ab (46.23) 6.83 bc (74.57) 7.76 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (2.37) 1.80 b (27.96) 4.99 c (19.78) 4.14 cd (39.20) 6.25 abc (55.05) 7.40 bc (69.95) 7.52 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (1.09) 1.43 b (6.54) 2.66 d (16.89) 4.41 c (22.60) 4.79 bcd (64.47) 7.91 b (55.88) 6.76 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.26) 1.11 b (7. 57) 2.73 d (11.60) 3.29 de (18.35) 4.36 cd (36.73) 6.03 cd (56.00) 7.53 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.59) 1.21 b (4.55) 2.15 d (5.29) 2.43 e (15.1) 3.68 d (23.69) 4.89 d (45.13) 6.09 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dilihat dari hasil perhitungan statistik bahwa perlakuan herbisida pada dosis 0.5 l/ha efektif menekan gulma hingga 6 MSA, kemudian pada 8, 10, dan 12 MSA nilai bobot kering gulma total dari perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara perhitungan statistik dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam menekan pertumbuhan gulma total diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha, namun dari setiap perlakuan dapat dilihat bahwa perlakuan herbisisda diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih besar menekan pertumbuhan gulma secara total. Bobot kering gulma total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis

(11)

2.0 l/ha pada 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma total tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 139.07 gram.

Secara umum dari setiap perlakuan terjadi peningkatan bobot kering gulma total yang sangat drastis pada 4 MSA, kemudian setelah itu tingkat bobot kering gulma total mengalami pertumbuhan yang konstan dan stabil hingga 8 MSA. Tidak terjadi perubahan bobot kering gulma total yang signifikan pada setiap perlakuan pada pengamtan 4 MSA hingga 8 MSA kecuali perlakuan Kontrol. Setelah pengamatan pada 8 MSA terjadi penigkatan bobot kering gulma total pada setiap perlakuan hingga pengamatan 12 MSA. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa secara umum hampir semua biji gulma yang ada dalam tanah berkecambah dalam waktu yang relatif singkat (2 minggu). Rata-rata perkecambahan gulma dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Gambar 5. Grafik Bobot Kering Gulma Total

Berdasarkan perhitungan statistik, secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif dan efisien diaplikasikan dari segi biaya dan toksisitas bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi. Karena diantara perlakuan herbisida dengan dosis 5.0 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari hasil bobot kering gulma total. Sehingga diambil dosis yang paling rendah untuk efisiensi biaya dan dengan dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu menekan pertumbuhan gulma yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

(12)

Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukan bahwa jumlah bobot kering gulma total mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap perlakuan setelah pengamatan pada 8 MSA, namun ada juga yang setelah 10 MSA. Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC memiliki efektifitas pengendalian hingga 8 - 10 MSA.

Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total

Gulma daun lebar merupakan jenis gulma dengan ciri utama adalah ukuran daunnya yang memiliki lebar yang tidak berbeda jauh dengan panjang daunnya. Daun-daun gulma berdaun lebar dibentuk pada meristem apikal dan sangat sensitif terhadap khemikelia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Meristem apikal dari gulma berdaun lebar adalah bagian batang yang terbentuk sebagai bagian terbuka yang sensitif terhadap perlakuan kimia (Yakup, 2002).

Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau sejenisnya (Sastroutomo, 1990). Lampiran 3 menunjukan hasil sidik ragam bobot kering gulma daun lebar total. Dari tabel dapat dilihat bahwa aplikasi herbisisda diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada pengamatan 12 MSA menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan Kontrol dan penyiangan manual, hal ini disebabkan efektifitas herbisida diuron 500 g/l SC sudah semakin menurun yang diakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar total disajikan pada Tabel 7.

Herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma daun lebar total hingga 10 MSA. Secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha dapat lebih besar menekan pertumbuhan gulma daun lebar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun secara perhitungan statistik perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda efektifitasnya dalam mengendalikan gulma daun lebar total, dapat dilihat dari perhitungan statistik pada Tabel 7. Bobot kering gulma daun lebar total terendah terdapat pada

(13)

petak percobaan dengan aplikasi herbisida dengan dosis 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA, dan bobot kering gulma daun lebar total tertinggi terdapat pada pengamatan 4 MSA dengan perlakuan Kontrol.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Daun Lebar

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (4.33) 2.30 a (132.6) 11.52 a (58.94) 6.22 a (42.97) 6.62 a (77.17) 8.83 a (81.95) 9.05 a Manual - (4.22) 2.13 a (49.19) 6.89 b (45.20) 6.73 a (40.59) 6.40 a (42.50) 6.54 b (43.98) 6.01 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (0.81) 1.31 b (15.91) 3.63 c (13.88) 3.77 b (34.33) 5.77 ab (46.06) 6.71 b (54.03) 6.65 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.46) 1.18 b (3.64) 2.01 cd (14.44) 3.56 b (20.81) 4.62 cb (42.87) 6.49 b (34.11) 5.35 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.00) 1.00 b (5.35) 2.27 cd (9.41) 2.84 b (15.94) 4.08 cb (32.15) 5.69 b (38.56) 6.26 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.00) 1.00 b (0.44) 1.17 d (4.05) 2.13 b (12.03) 3.17 c (14.06) 3.78 c (30.30) 30.29 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

(14)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi pada 2 MSA dan terjadi peningkatan yang sangat besar pada 4 MSA terutama pada perlakuan Kontrol, hal ini diakibatkan karena proses pengovenan sampel gulma yang kurang baik pada saat penghitungan bobot kering gulma total. Dari pengamatan 4 MSA hingga 8 MSA tidak menunjukan perubahan peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang begitu signifikan. Setelah pengamatan 8 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang signifikan.

Bobot Kering Gulma Rumput

Rumput merupakan suatu golongan gulma yang memiliki ciri-ciri dengan memiliki batang bulat atau pipih dan berongga. Golongan gulma jenis rumput memiliki kesamaan dengan golongan teki, yaitu sama-sama memiliki daun yang sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisisda berbeda. Berdasarkan dari bentuk masa pertumbuhannya, gulma rumput dibedakan menjadi rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Dilihat dari segi vegetasi, rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan. Dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada petak percobaan didapat beberapa jenis gulma rumput, diantaranya adalah Digitaria adscendens, Brachiaria distachya, dan Cynodon dactylon.

Hampir semua jenis rerumputan adalah jenis C4, maka pengaruh kompetisinya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar, dapat dijelaskan sebagai akibat dari pertumbuhannya yang menyebar luas dengan daun yang tumbuh horizontal yang membuatnya semakin kompetitif akan cahaya. Dari 10 jenis gulma penting di dunia, 8 di antaranya adalah jenis rerumputan atau teki-tekian (Sastroutomo, 1990). Hasil dari sidik ragam bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari Lampiran tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata dari mulai pengamatan pertama yaitu 2 MSA hingga akhir pengamatan (12 MSA).

Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Tabel 8 dan grafiknya pada Gambar 7. Pada pengamatan mulai dari 2 MSA hingga 10 MSA tidak menunjukan jumlah bobot

(15)

kering gulma rumput yang begitu besar. Hal ini disebabkan karena dari mulai awal analisis vegetasi memang sudah menunjukan bahwa petak percobaan didominasi oleh gulma daun lebar. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Bobot kering gulma rumput total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma rumput total tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 57.13 gram.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Rumput

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (3.58) 2.06 a (3.95) 2.27 ab (2.81) 1.81 a (13.25) 3.41 a (13.86) 3.69 ab (57.13) 7.46 a Manual - (2.16) 1.90 a (1.52) 1.73 b (3.09) 1.97 a (3.73) 2.23 a (3.72) 2.21 b (30.59) 5.17 ab Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (1.56) 1.68 a (12.04) 3.42 a (3.01) 2.07 a (4.87) 2.38 a (8.99) 3.18 ab (15.92) 3.83 b Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.64) 1.46 a (2.90) 2.02 ab (5.34) 2.44 a (1.39) 1.62 a (20.90) 4.55 a (21.76) 4.44 ab Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.26) 1.31 a (2.08) 1.82 b (2.19) 1.80 a (2.41) 1.92 a (4.58) 2.11 b (17.44) 4.32 ab Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.59) 1.40 a (3.21) 1.88 ab (1.15) 1.59 a (3.01) 1.95 a (9.52) 3.31 ab (14.84) 3.74 b Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1.5)

Dari Gambar 7 dilihat bahwa pertumbuhan bobot kering gulma rumput dari mulai 2 MSA hingga 10 MSA tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Namun pada pengamatan 12 MSA terjadi peningkatan bobot kering gulma rumput total yang sangat tinggi terutama pada perlakuan kontrol yang mencapai empat kali lipat dari bobot kering pada pengamatan sebelumnya (10 MSA). Hal ini

(16)

disebabkan selain karena konsentrasi herbisida yang telah berkurang akibat pencucian dalam tanah, juga karena rata-rata perkecambahan gulma khususnya gulma rumput dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Gambar 7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput

Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Hasil sidik ragam bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari Lampiran 5 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA, namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Tabel 9dan grafiknya padaGambar 8.

Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan hasil terbaik dalam menekan pertumbuhan bobot kering gulma Cleome rutidosperma dari mulai pengamatan pada 2 MSA hingga pengamatan pada 12 MSA. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Cleome rutidosperma terkecil terjadi pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA yang menunjukan belum terdapat gulma Cleome rutidosperma di sekitar petak percobaan pada perlakuan dosis tersebut. Kemudian bobot kering gulma Cleome rutidosperma tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada 4 MSA yaitu sebesar 97.22 gram.

(17)

Berdasarkan perhitungan statistik pada Tabel 9, menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % antara perlakuan kontrol dan penyiangan manual, kemudian antara perlakuan penyiangan manual dan perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha menunjukan perbedaan yang nyata dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA, pada pengamatan 10 MSA dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Perbandingan diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara perhitungan statistik, namun sangat berbeda nyata bila perlakuan herbisida dengan dosis tersebut dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (3.71) 2.16 a (97.22) 9.70 a (48.30) 6.92 a (22.56) 4.82 a (44.58) 6.74 a (15.56) 3.67 a Manual - (3.81) 2.01 a (44.56) 6.58 b (39.95) 6.32 a (28.53) 5.33 a (25.01) 4.98 ab (20.77) 4.22 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (0.81) 1.31 b (15.24) 3.47 c (13.13) 3.63 b (11.07) 3.42 b (29.46) 5.45 ab (22.94) 4.46 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.17) 1.08 b (3.46) 1.97 cd (12.51) 3.10 bc (10.68) 3.34 b (32.88) 5.43 ab (19.54) 4.14 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.00) 1.00 b (2.87) 1.76 cd (7.82) 2.42 bc (5.28) 2.26 bc (15.66) 3.99 b (24.51) 4.88 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.00) 1.00 b (0.00) 1.00 d (3.72) 2.04 c (2.96) 1.68 c (0.733) 1.27 c (8.52) 2.81 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Pada petak percobaan perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha dan dosis 2.0 l/ha belum menunjukan adanya pertumbuhan gulma Cleome rutidosperma pada saat pengambilan sampel gulma dengan metode kuadran pada 2 MSA. Pada saat pengamatan 4 MSA baru didapat adanya gulma Cleome

(18)

rutidosperma untuk petak percobaan dengan perlakuan dosis 2.0 l/ha pada saat pengambilan sampel untuk perhitungan bobot kering. Namun untuk perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha masih belum terdapat pertumbuhan gulma Cleome rutidosperma pada pengamatan 4 MSA dalam proses pengambilan sampel untuk menghitung bobot kering.

Hal ini menunjukan bahwa penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih memberikan pengaruh dalam menekan pertumbuhan dan perkecambahan gulma Cleome rutidosperma dibandingkan perlakuan dengan dosis 2.0 l/ha. Namun bila dilihat dari segi efektifitas dan efisiensi biaya, perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Dari Gambar 8dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis yang diberikan memiliki tingkat bobot kering gulma Cleome rutidosperma yang jauh lebih kecil dan satabil bila dibandingkan dengan pelakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara umum terjadi peningkatan bobot kering gulma Cleome rutidosperma total setelah 8 MSA pada setiap perlakuan. Pada akhir pengamatan yaitu 12 MSA terjadi penurunan tingkat bobot kering gulma Cleome rutidosperma total pada hampir semua perlakuan kecuali perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha. Hal ini disebabkan karena tingkat dominansi gulma pada setiap petak percobaan telah didominasi oleh gulma jenis rumput pada akhir pengamatan (12 MSA).

(19)

Gambar 9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Cleome rutidosperma. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 9).

Bobot Kering Gulma Borreria alata

Hasil sidik ragam bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang nyata pada 2 MSA, dan 6 MSA, sedangkan pada 4 MSA perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata. Pada 8, 10, dan 12 MSA perlakuan herbisida tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada bobot kering gulma Borreria alata total. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Tabel 10 dan grafiknya pada Gambar 10.

Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata hingga 6 MSA. Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha memberikan hasil yang lebih besar dalam menekan bobot kering gulma Borreria alata. Namun secara perhitungan statistik yang ditunjukan pada Tabel 10 diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot kering total gulma Borreria alata. Artinya adalah keempat dosis tersebut hampir memiliki efektifitas yang sama dalam menekan bobot kering total gulma

y = -0,832x + 4,527 R² = 1 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 0 1 2 3 4 B K C le o m e r u ti d o sp e rm a Dosis Diuron 500 g/l Linear (Diuron 500 g/l)

(20)

Borreria alata hingga 6 MSA. Setelah 6 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering total gulma Borreria alata yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Borreria alata

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (0.62) 1.26 a (32.98) 5.20 a (10.64) 3.16 a (17.07) 4.20 a (25.18) 5.09 a (41.81) 6.40 a Manual - (0.41) 1.17 ab (4.49) 2.16 b (5.25) 2.30 ab (11.23) 3.25 a (16.42) 4.12 ab (15.92) 3.62 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (0.06) 1.00 b (0.68) 1.27 b (0.74) 1.27 b (23.37) 4.51 a (15.35) 3.10 b (30.98) 5.10 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.00) 1.00 b (0.18) 1.08 b (1.53) 1.44 b (5.64) 2.53 a (7.97) 2.89 b (12.05) 3.27 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.00) 1.00 b (2.47) 1.77 b (1.58) 1.51 b (8.16) 2.73 a (8.86) 3.10 b (13.04) 3.67 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.00) 1.00 b (0.41) 1.15 b (0.42) 1.18 b (9.07) 2.88 a (13.34) 3.68 ab (16.02) 3.68 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan terdapat gulma Borreria alata pada saat pengambilan sampel gulma dalam kuadran pada pengamatan 2 MSA. Tingkat bobot kering gulma total Borreria alata tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 41.81 gram.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Borreria alata terendah ditunjukan pada 2 MSA dan meningkat hingga akhir pengamatan. Perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha mempunyai nilai bobot kering gulma Borreria alata terendah dibandingkan dengan perlakuan herbisida dosis lainnya dan perlakuan kontrol. Pada perlakuan kontrol terjadi penurunan nilai bobot kering gulma Borreria alata pada 6 MSA, kemudian setelah itu terus naik hingga

(21)

akhir pengamatan. Secara umum, mulai terjadi peningkatan jumlah bobot kering gulma Borreria alata yang signifikan setelah 6 MSA, yang dapat dilihat dari bentuk grafik pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata

Gambar 11. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Borreria alata

Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 11).

Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

Sidik ragam bobot kering gulma Digitaria adscendens dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari Lampiran 7dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata kecuali pada pengamatan 10 MSA yang menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Pada Tabel 11 disajikan

y = -0,369x + 3,126 R² = 1 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 0 1 2 3 4 B K B o rr e ri a a la ta Dosis diuron 500 g/l Linea r (diuron 500 g/l)

(22)

pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Digitaria adscendens.

Secara umum herbisida diuron 500 g/l SC merupakan herbisida yang biasanya digunakan untuk mengendalikan gulma-gulma daun lebar. Sehingga aplikasi herbisida tersebut pada percobaan ini dengan beberapa ukuran dosis tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan gulma Digitaria adscendens yang merupakan jenis gulma dari golongan rumput yang ada di sekitar areal percobaan.

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (2.81) 1.79 a (2.21) 1.66 a (1.70) 1.45 a (7.93) 2.18 a (1.22) 1.40 b (33.06) 5.74 a Manual - (1.36) 1.52 a (1.22) 1.48 a (2.57) 1.65 a (0.45) 1.19 a (0.21) 1.09 b (25.99) 4.73 ab Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (1.03) 1.31 a (8.92) 2.65 a (1.07) 1.40 a (2.02) 1.62 a (2.49) 1.70 b (8.40) 2.73 b Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.28) 1.13 a (1.83) 1.51 a (2.01) 1.52 a (0.30) 1.12 a (1.04) 1.32 b (5.88) 2.47 b Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.26) 1.11 a (1.02) 1.34 a (1.90) 1.55 a (0.41) 1.17 a (0.91) 1.29 b (16.67) 4.16 ab Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.59) 1.21 a (3.21) 1.70 a (0.00) 1.00 a (2.01) 1.59 a (6.69) 2.74 a (13.63) 3.52 ab Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida yang memberikan pengaruh dalam menekan bobot kering gulma Digitaria adscendens paling rendah adalah pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha. Tabel 11 menunjukan bahwa nilai bobot kering terkecil terjadi pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha pada 2 MSA dan nilai bobot kering total terbesar terjadi pada perlakuan kontrol pada 12 MSA.

(23)

Grafik rata-rata bobot kering total gulma Digitaria adscendens pada Gambar 12 menunjukan nilai peningkatan dan penurunan yang stabil kecuali untuk perlakuan Kontrol dan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, dan tidak begitu besar nilai bobot kering dari setiap perlakuan bila dibandingkan dengan nilai bobot kering gulma yang lainnya pada 2 MSA hingga 10 MSA. Namun pada pengamatan 12 MSA mulai terlihat peningkatan nilai bobot kering yang begitu signifikan dari setiap perlakuan terutama untuk perlakuan kontrol dan perlakuan penyiangan manual.

Gambar 12. Grafik Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

Gambar 13. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

y = 0,116x + 1,862 R² = 1 1,9 1,95 2 2,05 2,1 2,15 2,2 2,25 0 1 2 3 4 B K D ig it a ri a a d sc e n d e n s Dosis diuron 500 g/l Linear (diuron 500 g/l)

(24)

Dari hasil regresi pada Gambar 13 menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif menekan bobot kering gulma Digitaria adscendens. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih tinggi.

Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya

Hasil sidik ragam bobot kering gulma Brachiaria distachya dapat dilihat pada Lampiran 8. Dari Lampiran 8 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2 MSA hingga 10 MSA, namun pada 12 MSA terlihat ada pengaruh yang nyata pada taraf 5 %. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Brachiaria distachya dapat dilihat pada Tabel 12 dan bentuk grafiknya dapat dilihat pada Gambar 14.

Secara perhitungan statistik perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda tingkat efektifitasnya dalam menekan pertumbuhan gulma Brachiaria distachya. Tabel 12 menunjukan bahwa secara perhitungan statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 10 MSA, dan peningkatan serta penurunan nilai bobot kering gulma Brachiaria distachya terlihat stabil.

Namun ketika memasuki 12 MSA terlihat adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5 %, yang diakibatkan karena nilai bobot kering gulma Brachiaria distachya pada perlakuan kontrol meningkat drastis. Hal ini diakibatkan karena semakin menurunnya dominansi gulma-gulma daun lebar seperti Cleome rutidosperma seiring berjalannya pengamatan, sehingga memberikan ruang bagi gulma-gulma rumput seperti Brachiaria distachya untuk meningkatkan populasinya, seperti yang ditunjukan pada hasil analisis vegetasi akhir yang menunjukan adanya peningkatan dominansi gulma rumput seperti Brachiaria distachya pada pengamatan 12 MSA.

(25)

Tabel 12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (0.77) 1.25 a (1.73) 1.48 a (0.34) 1.13 a (4.03) 2.01 a (11.38) 3.19 ab (24.06) 4.50 a Manual - (0.33) 1.13 a (0.30) 1.13 a (0.52) 1.20 a (3.28) 1.96 a (3.51) 2.03 ab (4.50) 2.09 abc Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (0.00) 1.00 a (3.11) 1.67 a (1.95) 1.56 a (2.84) 1.63 a (6.50) 2.56 ab (6.43) 2.34 abc Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.13) 1.06 a (1.07) 1.36 a (2.85) 1.73 a (1.09) 1.33 a (19.86) 4.16 a (15.88) 3.78 ab Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.00) 1.00 a (0.98) 1.32 a (0.00) 1.00 a (0.84) 1.27 a (3.30) 1.69 b (0.76) 1.25 c Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.00) 1.00 a (0.00) 1.00 a (0.23) 1.10 a (1.00) 1.33 a (2.83) 1.89 ab (1.19) 1.35 bc Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Grafik rata-rata bobot kering gulma Brachiaria distachya pada Gambar 14 menunjukan bahwa terjadi perubahan tingkat bobot kering dari setiap perlakuan yang stabil pada pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA, namun ketika memasuki 10 MSA mulai terlihat peningkatan bobot kering gulma Brachiaria distachya yang signifikan terutama pada perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha yang memiliki tingkat bobot kering gulma Brachiaria distachya teringgi ketika pengamatan 10 MSA mengalahkan perlakuan kontrol. Namun memasuki pengamatan 12 MSA, banyak perlakuan herbisida dari bebrapa dosis mengalami sedikit penurunan tingkat bobot kering gulma Brachiaria distachya, sedangkan untuk perlakuan kontrol dan penyiangan manual tetap mengalami peningkatan. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 15).

(26)

Gambar 14. Grafik Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya

Gambar 15. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya

Fitotoksisitas pada Tanaman Tebu

Salah satu pertimbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Respon beberapa jenis tumbuhan yang berbeda pada satu jenis herbisida dengan dosis yang sama akan berbeda pula. Hal ini diakibatkan karena letak kegiatan herbisida itu pada masing-masing tumbuhan juga berbeda ataupun lama beradanya herbisida itu dalam tumbuhan yang berbeda (persistensi). Kemantapan beradanya herbisida dan letak kegiatannya dalam tubuh tumbuhan mempunyai hubungan yang erat dengan keselektifannya, penetrasi, dan translokasinya untuk mencapai sasaran. Laju masuknya herbisida ke dalam tubuh

y = -0,459x + 2,641 R² = 1 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 0 1 2 3 4 B K B ra c h ia ri a d ist a c h y a Dosis diuron 500 g/l Linea r (diuron 500 g/l)

(27)

tumbuhan tergantung dari stadia perkembangan tumbuhan pada saat aplikasi. Bagian tubuh tumbuhan di bawah dan diatas permukaan tanah diliputi suatu membran yang disebut dengan kutikula yang terdiri dari membran benda mati, non-seluler, dan lipoida yang merupakan penghalang utama masuknya herbisida (Moenandir, 1990).

Pengamatan toksisitas herbisida diuron 500 g/l SC pada tanaman tebu yang dilakukan secara visual dengan memberikan skoring pada setiap tingkat keracunan tidak menunjukan adanya keracunan pada tanaman tebu dari setiap perlakuan dosis herbisida kecuali untuk perlakuan dengan dosis 3.0 l/ha. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan adanya keracunan ringan pada tanaman tebu. Pengamatan dalakukan sebanyak 3 kali pengamatan yaitu pada 4, 6, dan 8 MSA. Tidak adanya tingkat keracunan yang berarti pada tanaman tebu menunjukan bahwa tanaman tebu mampu memetabolisme komponen-komponen yang terdapat pada herbisida diuron 500 g/l SC pada dosis perlakuan yang diberikan pada percobaan ini.

Data rata-rata tingkat toksisitas pada tanaman tebu dapat dilihat pada Tabel 13 dan grafiknya pada Gambar 16. Tingkat rata-rata skoring toksisitas yang tertinggi terjadi pada perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha yang termasuk kedalam tingkat keracunan yang ringan dengan nilai rata-rata skoring sebesar 1.12, sedangkan terendah adalah pada perlakuan dosis 0.5 l/ha dengan nilai 0.46 yang menunjukan tidak adanya keracunan. Perbandingan tingkat keracunan berdasarkan penampakan nekrosis dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor termasuk pengaruh tingkat dosis yang diberikan yang dapat menyebabkan herbisida diuron 500 g/l SC dapat bersifat selektif. Menurut Yakup (2002), menyatakan bahwa penghambatan atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan oleh dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis atau konsentrasi tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi dinaikan atau diturunkan berubah menjadi tidak selektif.

Menurut Moenandir (1990) menyatakan bahwa gejala fitotoksik utama dari herbisida golongan urea termasuk jenis diuron adalah dalam daun. Gejala akut bila konsentrasi tinggi dalam daun muncul dalam beberapa hari, dengan

(28)

mula-mula berwarna hijau muda dan akhirnya nekrosis. Bila perlakuan herbisida melebihi dosis yang direkomendasikan juga bisa menyebabkan terjadinya klorosis pada daerah disekitar tulang dan urat daun yang akan menimbulkan warna kekuningan pada daun kemudian akan diikuti oleh pertumbuhan anakan yang melambat (Agustanti, 2006).

Tabel 13. Data Nilai Rata-rata Tingkat Skoring Toksisitas pada Tanaman Tebu

No Perlakuan Rata-rata tingkat Skoring Keracunan Rata-rata

4 MSA 6 MSA 8 MSA

1 0.5 l/ha 0,47 0,45 0,47 0,463

2 1.0 l/ha 0,72 0,80 0,77 0,763

3 2.0 l/ha 0,45 0,60 0,57 0,540

4 3.0 l/ha 1,12 1,10 1,15 1,123

Untuk menghindari keracunan tebu akibat adanya aplikasi herbisida, harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi selektifitas herbisida tersebut. Adapun faktor-faktor yang ikut berperan dalam menentukan selektifitas herbisida adalah peranan tumbuhan, peranan herbisida (termasuk dosis), peranan lingkungan, dan peranan cara aplikasi (Yakup, 2002). Dilihat dari tingkat skoring keracunan dan dari efektifitas pengendalian gulma, perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha merupakan perlakuan yang lebih efisien dan efektif dalam menekan pertumbuhan gulma dan selektifitas terhadap keracunan pada tanaman tebu.

(29)

Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis

Program pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan biologis dari gulma (daur hidup) dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma sangat mendukung dalam program ini. Pengetahuan mengenai cara gulma berkembangbiak, menyebar, dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk menentukan program pengendalian agar bisa efisien dan efektif baik dari segi biaya, waktu, dan tenaga kerja.

Pengendalian mekanis merupakan suatu teknik pengendalian yang bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian mekanis ini lebih banyak memanfaatkan kekuatan fisik atau mekanik. Praktek pengendalian secara mekanis ini biasanya dilakukan secara tradisional dengan tangan, alat sederhana, sampai penggunaan alat berat yang lebih madern. Cara ini umumnya cukup baik dilakukan pada berbagai jenis gulma setahun, tetapi pada kondisi tertentu juga efektif bagi gulma-gulma tahunan (Yakup, 2002). Pengendalian mekanis merupakan cara yang relatif tua dan masih banyak dilakukan meskipun secara ekonomis bisa lebih mahal dibandingkan cara-cara yang lain.

Adapun beberapa teknik pengendalian mekanis yang biasa dilakukan adalah dengan pengolahan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, pembakaran, dan penggenangan. Pengendalian mekanis yang menjadi salah satu perlakuan pada percobaan ini adalah dengan penyiangan secara manual yang dilaksanakan pada pengamatan 6 MSA dengan menggunakan peralatan tradisional seperti kored dan sabit. Penyiangan manual biasanya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pengendalian secara kimia menggunakan herbisida. Penyiangan manual yang dilakukan dalam percobaan ini membutuhkan waktu rata-rata 25 menit/70 m2 menggunakan peralatan tradisional seperti kored dan sabit dengan teknik babat dempes, yang berarti bila dirata-ratakan untuk 1 ha membutuhkan waktu sekitar 59.52 jam atau sekitar 9 HOK (1 HOK = 7 jam). Sedangkan untuk perlakuan herbisida menggunakan alat sprayer knapsack semi

(30)

automatik dengan nozel T-jet, yang menggunakan volume somprot 400 l/ha, dan memiliki nozel output sebesar 0.8 l/menit, memerlukan waktu penyemprotan rata-rata 3.5 menit/70 m2 atau sekitar 8.33 jam/ha (1.5 HOK).

Pengendalian secara mekanis selain memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengendalian secara kimia, juga memerlukan tenaga kerja yang banyak dan biaya yang lebih besar untuk membayar tenaga kerja tersebut. PT. PG. Rajawali II memiliki standar upah untuk karyawan harian lepas yaitu rata-rata Rp 25 000/HOK. Sedangkan untuk harga herbisida diuron 500 g/l SC yang diujikan dalam percobaan ini diperkirakan mempunyai harga jual sekitar Rp 100 000/liter. Perbandingan biaya yang dikeluarkan antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida ditunjukan pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Biaya antara Perlakuan Penyiangan Manual dengan Perlakuan Herbisida dengan Beberapa Dosis

Keterangan : Biaya Total = (HOK x Upah KHL) + Biaya herbisida

Perbandingan tingkat kemampuan untuk menekan pertumbuhan gulma antara perlakuan penyiangan manual dengan perlakuan herbisida juga menunjukan bahwa perlakuan herbisida atau pengendalian secara kimia memiliki hasil yang lebih baik untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual atau secara mekanis. Terlihat pada pengamatan 8 MSA setelah dilakukannya penyiangan manual pada 6 MSA, menunjukan bahwa perlakuan penyiangan manual memiliki nilai bobot kering gulma yang lebih besar dibandingkan perlakuan herbisida pada semua dosis yang diujikan (Tabel 6).

Perlakuan Jumlah HOK Upah KHL (Rp) Biaya herbisida (Rp) Biaya Total (Rp) Penyiangan

Manual 9 HOK 25 000/HOK - 225 000

Diuron 500 g/l SC

(dosis 0.5 l/ha) 1.5 HOK 25 000/HOK 50 000 87 500 Diuron 500 g/l SC

(dosis 1.0 l/ha) 1.5 HOK 25 000/HOK 100 000 137 500 Diuron 500 g/l SC

(dosis 2.0 l/ha) 1.5 HOK 25 000/HOK 200 000 237 500 Diuron 500 g/l SC

(31)

Pembahasan Umum

Perlakuan formulasi herbisida diuron 500 g/l SC pada semua tingkat dosis pada percobaan ini efektif mengendalikan gulma hingga 10 MSA. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual dalam menekan bobot kering gulma total, gulma daun lebar, dan gulma dominan dari jenis daun lebar. Sedangkan untuk gulma dari golongan rumput dan gulma dominan dari jenis rumput tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan kontrol. Daya berantas herbisida diuron 500 g/l SC terlihat lebih baik pada gulma golongan daun lebar dibandingkan dengan gulma golongan rumput. Diuron merupakan jenis herbisida berspektrum luas, namun diuron lebih baik mengendalikan gulma dari golongan daun lebar (Thomson dalam Agustanti, 2006).

Herbisida diuron 500 g/l SC yang digunakan dalam percobaan ini efektif dalam mengendalikan gulma sasaran. Hal ini diduga oleh kandungan bahan aktif yang cukup tinggi terkandung dalam herbisida yang diaplikasikan. Meonandir (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi herbisida yang diterima oleh gulma akan meningkatkan penekanan herbisida terhadap gulma. Hasil perhitungan regresi linear dari setiap gulma dominan menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah. Akobundu (1984) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk cair diharapkan untuk lebih efektif dari formulasi padat karena molekul-molekul herbisida dalam formulasi ini lebih halus dan lebih mudah untuk diserap oleh tumbuhan serta partikel tanah. Herbisida diuron 500 g/l SC merupakan jenis herbisida yang memiliki formulasi dalam bentuk cair yang juga diduga turut membantu partikel herbisida diserap kedalam tubuh tumbuhan.

Perlakuan herbisidia diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha memberikan hasil yang terbaik dalam menekan pertumbuhan gulma, namun efeknya menimbulkan keracunan ringan pada tanaman tebu bila dibandingkan dengan perlakuan herbisida dengan dosis yang lebih rendah. Secara umum berdasarkan perhitungan statistik, perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC diantara dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan dalam menekan

(32)

pertumbuhan gulma. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif digunakan dalam menekan pertumbuhan gulma bila dibandingkan dengan perlakuan lain pada percobaan ini. Karena dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

Dari semua dosis herbisida yang digunakan pada percobaan ini, hanya perlakuan herbisida dengan dosis paling tinggi yaitu 3.0 l/ha yang menunjukan adanya keracunan ringan pada tanaman tebu pada pengamatan 4, 6, dan 8 MSA. Menurut Rochecouste (1967) herbisida diuron secara umum tidak beracun saat diaplikasikan pada tanaman tebu dengan dosis yang direkomendasikan, meskipun herbisida ini mengenai permukaan daun tanaman tebu, tetapi tidak akan menimbulkan gejala keracunan.

Perlakuan pengendalian secara kimia mengunakan herbisida pada percobaan ini menunjukan bahwa penggunaan herbisida lebih efisien dan efektif dari segi penekanan pertumbuhan gulma, waktu, biaya, dan tenaga kerja bila dibandingkan dengan perlakuan penyiangan manual. Perlakuan penyiangan manual menunjukan tingkat bobot kering gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Namun pengendalian secara mekanis seperti pengolahan tanah penting dilakukan karena efektifitas herbisida akan lebih baik pada tanah yang telah diolah. Bila tanah telah diolah, biasanya biji gulma akan terangkat ke permukaan tanah dan dapat dikendalikan dengan lebih baik.

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan  Waktu  (MSA)  Peubah Pengamatan  PPG  BKT  BKRT  BKDT  BKD  BKB  BKCL  BKBR  2  **  **  tn  **  tn  *  **  tn  4  **  **  tn  **  tn  **  **  tn  6  **  **  tn  **  tn  *  **  tn  8  **  **  tn
Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida.
Gambar  3.  Cleome  rutidosperma  (kiri  atas),    Borreria  alata  (kanan  atas),   Digitaria  adscendens  (kiri  bawah),    Brachiaria  distachya  (kanan  bawah)
Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat

[r]

Karena, begitu pesatnya minat masyarakat Tionghoa terutama bagi para pemuda dalam memainkan permainan ini, maka memunculkan inovasi baru bagi masyarakat Tionghoa

Kebanyakan mereka direkrut oleh calo/oknum dari PJTKI (Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia), yang menjanjikan peker- jaan kepada mereka dengan prosedur yang cepat dan

Vaikka hän on Schumpeterin kanssa yhtä mieltä siitä, että kansalaiset tuskin koskaan voivat olla kiinnostuneita kaikista kansallisen tason päätöksistä yhtä paljon

Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan

Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban

Hasil pelatihan pembuatan hiasan vintage flat rose pada tas ditinjau dari aspek keserasian pemilihan warna hiasan pada warna tas yaitu mendapatkan nilai rata-rata