• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

5

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kondisi Jembatan

Pemeriksaan jembatan adalah salah satu komponen yang paling penting dalam sistem informasi manajemen jembatan, karena terdapat hubungan antara kondisi jembatan dengan rencana pemeliharaan atau peningkatan jembatan dalam waktu mendatang (http://litbang.pu.go.id, 2012).

Dalam penelitian kondisi Jembatan Keduang pasca banjir disebutkan bahwa mempertahankan fungsi dan kemampuan jembatan dalam melayani arus lalu lintas menjadi kunci lancarnya roda perekonomian, oleh sebab itu pemeriksaan yang terus menerus terhadap kondisi jembatan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem manajemen jembatan. Pemeriksaan terhadap kondisi jembatan dimaksudkan untuk sedini mungkin mengidentifikasi kerusakan yang terjadi sehingga penanganan yang efektif dan efisien dapat dilakukan sesuai dengan kondisi kerusakan yang terjadi (Dedy dkk, 2009).

Pengembangan infrastruktur harus menyeluruh, terintegrasi karena saling terkait. Jika jembatan tidak baik, maka sebaik apapun fasilitas jalan yang ada, fungsi jalan akan menurun. Begitu sebaliknya jika jembatan dalam kondisi baik maka fungsi jalan akan bisa maksimal, pengguna akan memilih jalur lain yang mana akan terjadi overload yang akan mengindikasikan tidak meratanya pembangunan infrastruktur, oleh sebab itu banyak jembatan yang rusak dikarenakan lambatnya penanganan (Edwin dkk, 2010).

H. P. Tserng, dkk (2007) menggunakan sebuah klasifikasi sistematis dan analisis statistik berdasarkan ribuan set data inspeksi jembatan yang ada di Taiwan untuk menilai tingkat kerusakan jembatan, umur jembatan dan strategi pemeliharaan tiap komponen jembatan.

(2)

Pemeriksaan jembatan mempunyai tujuan spesifik diantaranya (http://balai3.wordpress.com, 2011):

a. Memeriksa keamanan jembatan pada saat layan. b. Menjaga terhadap ditutupnya jembatan.

c. Mencatat kondisi jembatan pada saat tersebut.

d. Menyediakan data bagi personil perencanaan teknis, konstruksi dan pemeliharaan.

e. Memeriksa pengaruh dari beban kendaraan dan jumlah kendaraan. f. Memantau keadaan jembatan secara jangka panjang.

g. Menyediakan informasi mengenai dasar dari pembebanan jembatan. Informasi mengenai karakteristik lalulintas dikelompokan dari survei inventarisasi seperti sarana dan prasarana, perlengkapan lalu-lintas dan fasilitas angkutan umum. Survei unjuk kerja seperti volume lalulintas, kecepatan, kelambatan, aksesibilitas parkir (Alizar, 2008).

Data mengenai lalulintas diperlukan untuk berbagai hal, untuk dapat melakukan survei secara effisien maka maksud atau sasaran dari survei harus jelas. Biasanya metode survei ditetapkan sesuai dengan tujuan survei, dana dan peralatan yang tersedia dan waktu yang ada (Alizar, 2008).

Jangka waktu survei tergantung maksud dan kondisi lalulintas yang akan dipecahkan. Jika masalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalulintas dengan interval 5 menit, selain diperlukan data volume selama sehari. Dalam memperoleh data arus lalulintas sehari, survei dilakukan selama 24 jam, dimana waktu terbesar adalah antara jam 06.00 pagi sampai jam 18.00 malam (12 jam). Volume selama 12 jam ini biasanya sebesar 85% dan total volume sehari penuh pada area perkotaan dan 80% pada rute antar kota (Alizar, 2008).

Besarnya volume lalulintas yang ada sangat mempengaruhi lebar efektif jembatan. Perbandingan banyaknya lalu lintas yang melewati jalur jalan tersebut akan menjadi dasar perancangan geometri jalan dan lebar rencana jembatan (http://1911_chapter_4.pdf).

(3)

Dalam perannya, sebuah jembatan akan memberikan manfaat dan memajukan sektor-sektor yang dilayaninya. I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menyatakan bahwa Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan pembagian wilayah dan merupakan kerangka kerja yang meliputi lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, jaringan air bersih dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.

Secara detail pembagian penanggung jawab jalan dan jembatan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penanggung Jawab Jalan dan Jembatan Penanggung

Jawab

Penanggung Jawab

Nasional Provinsi Kabupaten Jalan Kota Jalan Desa Ditjen Bina Marga √ Ditjen Bina Marga Propinsi √ Ditjen PU Kabupaten √ √ Ditjen PU Kotamadya √ (Sumber: http:// jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2)

Dalam menentukan penanganan jembatan masyarakat bisa sangat berperan dan harus dilibatkan, karena masyarakat dianggap secara langsung merasakan manfaatnya. Masyarakat juga harus berperan dalam menjaga jembatan dengan tidak melakukan perusakan terhadap jembatan. I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menuliskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran bersama antara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 18/M.PPN/02/200.050/244/SJ tanggal 14 Pebruarai 2006 tentang Musrenbang. Dalam penentuan usulan kegiatan yang lolos Musrenbang Kecamatan didasarkan atas hasil musyawarah di kecamatan dengan diikuti oleh wakil–wakil masyarakat desa yang dikirim ke kecamatan. Hasil dari musyawarah kecamatan dibawa ke kabupaten dan

(4)

disaring kembali oleh pihak kabupaten melalui wakil-wakil masyarakat di tingkat kabupaten. Sehingga akhirnya dilakukan musyawarah di provinsi terhadap hasil Musrenbang Kabupaten ditingkat provinsi, yang selanjutnya disebut Musrenbang Provinsi.

2.1.2 Prioritas Pemeliharaan

Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemikiran dalam rangka pemecahan suatu masalah untuk memperoleh hasil akhir guna dilaksanakan (Effendi, 1996 dalam Sri Wahyuni dkk, 2012).

Metode AHP dikembangkan oleh Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1993 dalam I Dewa, 2011).

Menurut Saaty (1994) dalam Hanien Nia H Sega (2012) menjelaskan hirarki adalah gambaran dari permasalahan yang kompleks dalam struktur banyak tingkat dimana tingkat paling atas adalah tujuan dan diikuti tingkat kriteria, subkriteria dan seterusnya ke bawah sampai pada tingkat yang paling bawah adalah tingkat alternatif.

(5)

Sebagai contoh, metode yang digunakan dalam penetapan prioritas rehabilitasi adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan suatu metode untuk pengambilan keputusan. Metode ini didisain dan dilakukan secara rasional dengan membuat penyeleksian yang terbaik terhadap beberapa alternatif dan dievaluasi dengan multi criteria (Hariyadi, 2005 dalam I’ied, 2008).

Untuk mengatasi permasalahan pada evaluasi multi kriteria dapat menggunakan Multiple Criteria Decision Making (MCDM) yang salah satunya dapat menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Saaty (1990). Pada perkembangannya selanjutnya AHP masih memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuan AHP untuk mengakomodasi kesamaran atau ketiakpastian (vagueness) dan subjektivitas. Proses penerapan metode AHP akan lebih mudah dan humanistik bila evaluator menilai “kriteria A lebih penting daripada kriteria B” daripada “kriteria A dibandingkan B memiliki tingkat kepentingan lima dibanding satu”. Selain itu, pembobotan nilai antar setiap evaluator dapat saja berbeda sehingga penggunaan AHP akan sangat dipengaruhi subjektivitas dari orang yang melakukan pembobotan nilai. Maka dikembangkan metode dengan Fuzzy AHP diharapkan faktor kesamaran dan subjektivitas pada saat pembobotan nilai dapat dihilangkan dan memungkinkan pembobotan dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Dorina Hertaria (2009) menuliskan bahwa dalam AHP judgement yang dilakukan oleh pengambil keputusan atau pakar tidak bersifat deterministik, namun lebih merupakan persepsi yang linguistik. Pada Fuzzy AHP penilaian (preferensi) pengambil keputusan yang mengandung sifat uncertainty ini dimodelkan dengan menggunakan logika fuzzy. Informasi dalam fuzzy AHP seperti halnya dengan AHP konvensional diperoleh dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan mulai dari sama penting sampai mutlak lebih penting. Skala dalam bentuk variabel linguistik tersebut dalam AHP konvensional yang dilakukan oleh Saaty

(6)

(1991) bernilai 1-9, dikonversikan dalam bentuk fuzzy menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN).

Fungsi keanggotaan Triangular Fuzzy Number (TFN) merupakan gabungan antara dua garis linier. Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (Sri Kusumadewi dkk, 2006).

Logika fuzzy merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran (fuzzyness) antara dua nilai. Teori fuzzy pertama dikemukakan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 (Anshori, 2012 dalam http://e-journal.uajy.ac.id).

Fuzzy AHP merupakan suatu metode analisis yang dikembangkan dari AHP. Walaupun AHP biasa digunakan dalam menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif namun fuzzy AHP dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan keputusan yang samar-samar daripada AHP (Sri Wahyuni dkk, 2012).

TFN ditandai dengan tiga bilangan real, dinyatakan sebagai l, m, u. Parameter l, m dan u menggambarkan, kemungkinan terkecil, yang paling menjanjikan dan kemungkinan terbesar hasil penggambaran bilangan fuzzy (Priyantha dkk, 2012).

Penjelasan metode FAHP dapat digambarkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1. Penjelasan Metode FAHP (Sumber: Risky, 2011)

AHP

- Thomas L. Saaty

- Teori pendukung keputusan multikriteria

Fuzzy - Lotfi Asker Zadeh

- Peningkatan dari logika boolen yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian

Fuzzy AHP

- Gungor Z, Serhadlioglu G, dan Kesen SE - A fuzzy AHP Approach to Personel

(7)

TOPSIS merupakan metode yang dikembangkan oleh Hwang dan Yoon, teknik ini merupakan teknik untuk memilih alternative terbaik dari beberapa pilihan yang paling dekat dengan solusi ideal positif dan paling jauh dari solusi ideal negative. Fuzzy AHP dan TOPSIS dapat digunakan secara bersama-sama untuk pengambilan keputusan yang komplek (Ahmad, 2013).

TOPSIS dikembangkan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang mengaplikasikan TOPSIS untuk menyelesaikan masalah MCDM karena memiliki beberapa kelebihan: (1) Proses TOPSIS memberikan kemudahan untuk setiap orang yang akan melakukan proses seleksi; (2) Solusi terbaik dan terburuk dibandingkan secara kuantitatif; (3) TOPSIS mudah untuk memasukkan bobot penting dan digambarkan dalam matematika secara sederhana (Shu-Hsun Chang dkk, 2008).

Dalam pengambilan keputusan, bobot kriteria sangat mempengaruhi pemilihan akhir masalah TOPSIS. Bobot kriteria mencerminkan pembuat keputusan yang preferensi subyektif dan secara tradisional diperoleh dengan menggunakan preferensi teknik elisitasi. Misalnya, pendekatan hirarki analitik proses (AHP) diusulkan oleh Saaty. Namun, bobot kriteria yang objektif atas alternatif tingkat tidak hanya dapat mengekspresikan kemampuan menjelaskan dari masalah pengambilan keputusan tetapi juga dapat merupakan kondisi sebenarnya untuk pengambilan keputusan dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan (Meliya dkk, 2012).

Dalam penelitianannya, Fera Tri Wulandari (2013) menyatakan bahwa TOPSIS adalah metode beberapa kriteria untuk mengidentifikasi solusi dari satu set alternatif terbatas (Ashtiani dkk, 2009). Prinsip dasarnya adalah bahwa alternatif yang dipilih harus memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Dalam TOPSIS, rating kinerja dan bobot kriteria tersebut diberikan sebagai nilai crisp.

Sejauh mana suatu kebijakan berhasil dalam masyarakat, sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Banyak kebijakan yang secara umum dipandang para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan

(8)

dalam masyarakat sehingga tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Bertolak dari keperluan adanya mutu dan dukungan tersebut, pertimbangan strategis yang selalu menyertai para pembuat kebijakan adalah tidak seluruh pertimbangan atau perhitungan dalam perumusan kebijakan dipusatkan pada apa masalahnya dan bagaimana mengatasinya, tetapi juga pada bagaimana mendapatkan dukungan atau legitimasi bagi kebijakan (Charles, 1977 dalam Asmawi, 2006).

Ferry Hariman, dkk (2007) menuliskan bahwa NPV dan IRR digunakan sebagai indeks rangking untuk menentukan prioritas penanganan jembatan menurut nilai ekonomisnya. Jembatan yang telah dievaluasi secara ekonomis dengan otomatis diurut berdasarkan NPV masing-masing untuk program penggantian dan IRR untuk program rehabilitasi. Jembatan yang memiliki nilai keuntungan ekonomi yang tinggi mempunyai prioritas yang lebih tinggi daripada jembatan-jembatan dengan nilai keuntungan rendah. Setelah diketahui nilai kondisi dan lalulintas dilakukan perangkingan urutan prioritas berdasarkan NPV/m.

Muhammad Edwin, dkk (2010) menuliskan bahwa dalam menentukan dan menyusun urutan prioritas dapat memberikan suatu acuan dan masukan bagi pemerintah, sehingga nantinya kegiatan penanganan yang dilaksanakan akan lebih tepat sasaran sesuai kebutuhan pembangunan daerah.

Masalah yang terjadi jaman sekarang adalah cara mengelola dan mempertahankan jembatan dengan informasi yang terkini sehingga dapat mencapai tujuan prinsip hemat biaya optimal dan menjamin kelancaran arus lalu lintas. Di Cina masalah yang terjadi adalah jembatan Cina memiliki kecenderungan semakin tua mempertahankan jembatan yag ada seringkali sulit untuk bertemu dengan kebutuhan transportasi (Fang Zhang dkk, 2007).

Hithoshi Furuta, dkk (2006) dalam Tri Wiyono (2011) mengembangkan suatu sistem pendukung keputusan hemat biaya untuk pemeliharaan jembatan. Usaha yang dilakukan adalah mengembangkan sistem manajemen jembatan yang dapat memberikan rencana perawatan praktis dengan menggunakan algoritma genetika multi-objektif.

(9)

Sekelompok jembatan dianalisis untuk menunjukkan penerapan dan efisiensi metode yang diusulkan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Kondisi Jembatan

A. Pemeriksaan Nilai Kerusakan

Sebelum melakukan pemeriksaan jembatan hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui bagian-bagian konstruksi jembatan yang terdiri dari (http://henggarrisa.wordpress.com, 2012):

a. Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)

1) Trotoar termasuk di dalamnya sandaran dan tiang sandaran, peninggian trotoar atau kerb dan konstruksi trotoar.

2) Lantai kendaraan dan perkerasan 3) Balok diafragma atau ikatan melintang 4) Balok gelagar

5) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem, ikatan tumbukan) 6) Perletakan (rol dan sendi)

Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berfungsi menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang, kendaraan dan lainnya, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.

b. Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures)

Konstruksi bagian bawah jembatan yaitu pangkal jembatan atau abutment dan pondasi 2 pilar serta pondasi. Fungsinya untuk menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.

Semua komponen dan elemen jembatan diperiksa serta kerusakan-kerusakan yang berarti dikenali dan didata. Data pemeriksaan jembatan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

(10)

a. Pemeriksaan Inventarisasi.

Pemeriksaan inventarisasi dilaksanakan untuk mendaftar semua data fisik dan administratif jembatan yang relevan termasuk lokasi, jumlah bentang, tipe konstruksi, bahan dan lain-lain. Pemeriksaan inventarisasi dilaksanakan hanya sekali pada tiap jembatan pada saat awal pekerjaan, sesudah jembatan diganti sehabis pekerjaan besar dilaksanakan (http://jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2).

b. Pemeriksaan Detail

Pemeriksaan detail dilaksanakan untuk membuat pengecekan rinci terhadap semua elemen jembatan. Elemen jembatan diberi nilai kondisi oleh pemeriksa. Nilai kondisi digunakan untuk menetapkan peringkat dan membuat program pekerjaan untuk mempertahankan fungsi jembatan secara efektif. Pemeriksaan dilakukan dalam tenggang waktu 2 sampai 5 tahun (http://jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2). Hierarki jembatan ini dibagi menjadi 5 level/tingkatan elemen. Setiap elemen memiliki kerusakan yang berarti dan ditentukan oleh 5 (lima) nilai yaitu: Nilai Struktur (S), Nilai Kerusakan (R), Nilai Perkembangan (K), Nilai Fungsi (F), Nilai Pengaruh (P). Setiap nilai diberi angka 0 atau 1, sehingga subjektivitas selama pemeriksaan dapat diminimalkan dan penilaian menjadi lebih konsisten. Elemen atau kelompok elemen dinilai dengan diberikan suatu nilai kondisi antara 0 sampai 5. Angka-angka tersebut mewakili jumlah dari kelima nilai yang ditentukan menurut kriteria yang diberikan pada Tabel 2.2.

(11)

Tabel 2.2. Sistem penilaian kondisi elemen

NILAI KRITERIA NILAI

Struktur Berbahaya 1

(S) Tidak Berbahaya 0

Kerusakan Kerusakan parah 1

(R) Kerusakan ringan 0

Perkembangan Lebih dari 50% 1

(K) Kurang dari 50% 0

Fungsi Elemen tidak berfungsi 1

(F) Elemen berfungsi 0

Pengaruh Mempengaruhi elemen lain 1

(P) Tidak mempengaruhi elemen lain 0 Nilai Kondisi

NK = S + R + K + F + P 0 – 5 (NK)

(Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007)

Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi jembatan secara detail dan akan digunakan untuk menilai kondisi kerusakan pada setiap jembatan yang mengacu pada kriteria skrining teknik BMS tahun 1993 pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kriteria Skrining Teknik

Parameter Nilai Kategori Penanganan Indikatif Kondisi 0 – 2

3 4 – 5

Baik s/d rusak ringan Rusak berat

Kritis atau runtuh

Pemel. rutin/berkala Rehabilitasi

Penggantian (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007)

c. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan rutin dilaksanakan setiap tahun untuk menjamin tidak adanya sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada tahun sebelumnya dan untuk memeriksa bahwa pemeliharaan rutin dilaksanakan secara efektif (http://jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2).

(12)

d. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus dilakukan jika selama pemeriksaan detail kekurangan sumber daya, pelatihan atau pengalaman untuk menilai dengan yakin kondisi jembatan (http:// jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2).

e. Pemeriksaan sewaktu-waktu

Pemeriksaan sewaktu-waktu merupakan pemeriksaan visual singkat terhadap jembatan (http://jbptitbpp-gdl-citraindri-27705-3-2007ts-2).

B. Lalulintas

Pengelompokan jembatan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian jembatan berada didalam kelas jalan tertentu yang berada di bawah administrasi kabupaten berdasarkan wewenang Pembinaan Jalan. Menurut PP No.26 tahun 1985 tentang jalan, pengelompokan berdasarkan wewenang tersebut adalah sebagai berikut (I Dewa, 2011):

a. Jalan Kabupaten

Adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau instansi yang ditunjuk diantaranya:

1) Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional atau provinsi.

2) Jalan lokal primer.

3) Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten. b. Jalan Desa

Adalah jalan dibawah pembinaan desa yaitu: jalan sekunder yang ada di desa.

Untuk mengetahui kapasitas LHR yang ada pada suatu kelas jalan dibawah administrasi kabupaten dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(13)

Tabel 2.4 Klasifikasi Jalan Kabupaten Kelas Jalan Fungsi Jalan LHR (smp) Tipe Permukaan Keterangan III A Lokal Primer

>500 Aspal Jalan Kabupaten yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan pusat kecamatan III B Lokal Sekunder 200-500 50-200 Aspal Min Kerikil dan Mak Aspal

Jalan Kabupaten yang menghubungkan pusat kecamatan dengan pusat kecamatan lainnya III C Lokal

Sekunder

<50 Kerikil Jalan kabupaten yang menghubungkan desa dengan pusat kecamatan (Sumber: DPU, 2005 dalam M. Aris, 2008)

Analisa volume lalu lintas dilakukan setelah diperoleh data dari survei primer (trafic counting) pada jembatan dengan mengacu pada petunjuk MKJI 1997 (M. Aris, 2008):

V = LHRT x EMP...(2.1)

dengan: V = Volume lalulintas (smp/jam)

LHRT = lalulintas harian rata-rata (kend/jam) EMP = Ekivalen Mobil Penumpang

EMP yang digunakan untuk sepeda motor adalah 0,5; mobil penumpang, mikrobis, pickup adalah 1,0; bus, truk 2 as, truk 3 as adalah 1,3. Hasil yang didapat dari analisa volume lalulintas selanjutnya dapat dibedakan kedalam kriteria skrining teknis BMS tahun 1993, seperti pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kriteria Skrining Teknis

Parameter Nilai Kategori Penanganan Indikatif Lalulintas 0 5 Cukup lebar Terlalu sempit Pemel. rutin Duplikasi, penggantian, pelebaran

(14)

Dalam menentukan kategori cukup lebar atau terlalu sempit maka acuan yang dipakai adalah Kriteria kapasitas lalulintas BMS 1993 pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Kriteria Skrining Teknis

Lebar Jembatan (m) LHR Standar Kebijakan < 3.0 > 3.0, < 4.5 > 4.5, < 6.0 > 6.0, < 7.0 < 7.0, < 14.0 > 14.0 Berapapun >2000 >3000 >8000 >20000 Berapapun Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Terlalu sempit Cukup Lebar (Sumber: BMS, 1993 dalam Ferry dkk, 2007)

C. Pemanfaatan Jembatan

Pembagian wilayah dibagi berdasarkan fungsi-fungsi kawasan diantaranya kawasan permukiman, industri, pariwisata dan lainnya. Adapun maksud dari perencanaan tata guna lahan kawasan adalah sebagai pedoman untuk (I Dewa, 2011):

a. Penyusunan rencana rinci tata ruang kota

b. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang diwilayah kota.

c. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan kesinambungan perkembangan antar kawasan wilayah kota serta keserasian antar sektor.

d. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat.

e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan sangat perlu dipahami dalam melihat permasalahan pengelolaan sumber daya lahan di indonesia. Pada dasarnya penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu untuk kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun. Untuk kawasan

(15)

terbangun digunakan untuk perumahan dan fasilitas umum (http://tata-guna-lahan/html, 2008).

2.2.2 Prioritas Pemeliharaan A. Logika Fuzzy

Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output (Sri Kusumadewi, 2002). Sebuah bilangan fuzzy yang direpresentasikan pada Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linear. Kurva segitiga bilangan fuzzy mempunyai fungsi keanggotaan yang didefenisikan oleh tiga bilangan real yang dinyatakan sebagai l, m dan u, yang disebut Triangular Fuzzy Numbers (TFN) dan umum digunakan karena memiliki perhitungan sederhana (http://e-journal.uajy.ac.id). Gambar 2.2 menampilkan struktur Triangular Fuzzy Numbers (TFN).

Gambar 2.2. Kurva Segitiga (Sri Kusumadewi, 2002)

Fungsi keanggotaan: µA = , l ≤ x ≤ m...(2.2) = , m ≤ x ≤ u...(2.3) = 0, x ≤ m dan x ≥ u...(2.4) Tiga operasi dasar segitiga fuzzy dan ada dua TFN yaitu M1 = (l1, m1,

u1) dan M2 = (l2, m2, u2) sehingga (http://e-journal.uajy.ac.id):

a. Penjumlahan (l1, m1, u1) + (l2, m2, u2) = (l1 + l2, m1 + m2, u1 + u2) ...(2.5) 1.0 u m l 0.0 M

(16)

b. Perkalian

(l1, m1, u1) x (l2, m2, u2) = (l1 l2, m1 m2, u1 u2)...(2.6)

c. Invers

(l1, m1, u1)-1 = ( , , ) ...(2.7)

B. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik dalam buku “Proses Hirarki Analitik Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks” (Saaty, 1986 dalam I Dewa, 2011), adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Seperti yang dituliskan I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen yang bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, ke pelaku/aktor yang memberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan, strategi-strategi tersebut. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3:

Gambar 2.3. Susunan Hirarki Keputusan (Sumber: Saaty, 1986)

sasaran

kriteria 1

subkriteria

kriteria 2 kriteria 3 kriteria 4

subkriteria

(17)

Keterangan: Level 1 : Fokus/sasaran/goal Level 2 : Faktor/kriteria Level 3 : Alternatif/subkriteria

I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menuliskan untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka/kuantitatif. Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan 9 merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat, dengan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). Nilai dan difinisi pendapat kualitatif dalam skala perbandingan Saaty seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas

Kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Elemen yang sama pentingnya dibanding dengan elemen yang lain (equal importance)

Kedua elemen menyumbang

sama besar pada sifat tersebut

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain (moderate more important)

Pengalaman menyatakan sedikit berpihak pada satu elemen

5 Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada elemen lain (Essential, Strong more importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat memihak pada satu elemen

7 Elemen yang satu sangat jelas lebih penting dari pada elemen yg lain (Demonstrated importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat disukai dan dominannya terlihat dlm praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yg lain (Absolutely more importance)

Pengalaman menunjukan satu elemen sangat jelas lebih penting

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai ruang berdekatan (grey area)

Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi (Sumber: Saaty, 1986)

(18)

Dalam tesisnya, I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) menjabarkan langkah-langkah untuk mengerjakan AHP yang juga akan digunakan sebagai acuan pengerjaan dalam tesis ini. Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat “n” elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3, ...An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Matrik Perbandingan Berpasangan Bobot Elemen A1 A2 ... An

A1 A11 Ann ... A1n A2 A21 A22 ... A2n ... ... ... ... ...

An An1 An2 Ann

(Sumber: Saaty, 1986)

Bila elemen A dengan parameter i, dibandingkan dengan elemen operasi A dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj dilambangkan dengan Aij maka:

a(ij) = Ai / Aj, dengan : i,j = 1,2,3,...n ...(2.8) Bila vektor-vektor pembobotan operasi A1, A2, ..., An maka hasil perbandingan berpasangan dinyatakan dengan vektor W, dengan W = (W1, W2, W3....Wn) maka nilai Intensitas kepentingan elemen operasi Ai terhadap Aj yang dinyatakan sama dengan aij. Dari penjelasan tersebut maka matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat digambarkan menjadi matrik perbandingan preferensi seperti diperlihatkan pada Tabel 2.9.

(19)

Tabel 2.9 Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan W1 W2 ... Wn W1 W1/W1 W1/W2 ... W1/Wn W2 W2/W1 W2/W2 ... W2/Wn ... ... ... ... ... Wn Wn/W1 Wn/W2 Wn/Wn (Sumber: Saaty, 1986)

Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1, 2, …, n dijajagi dengan melibatkan Responden yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan preferensi diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunakan rumus:

Wi = n√(ai1 x ai2 x ai3,….x ain) ………...…... (2.9) Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector adalah ( Xi), dengan:

Xi = (Wi / Σ Wi) ... (2.10) Dengan nilai eigan vector terbesar (λ maks) dengan:

λmaks = Σ aij.Xj ………...…... (2.11) Perhitungan konsistensi dalam metode AHP adalah matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut:

a. Hubungan Kardinal : aij – ajk = aik

b. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:

a. Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya keselamatan lalu lintas lebih penting 4 kali dari kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting 2 kali dari kemacetan maka keselamatan lalu lintas lebih penting 8 kali dari kemacetan.

(20)

b. Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan lalu lintas lebih penting dari kerusakan jalan dan kerusakan jalan lebih penting dari kemacetan, maka keselamatan lalu lintas lebih penting dari kemacetan.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena tidak konsisten dalam preferensi seseorang, contoh konsistensi matrik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.4:

A =

I J K

I 1 4 2

J ¼ 1 ½

K ½ 2 1

Gambar 2.4 Konsistensi Matrik (Sumber: Saaty, 1986)

Matrik A tersebut konsisten karena: aij x ajk = aik ---- = 4 x ½ = 2 aik x akj = aij ---- = 2 x 2 = 4 ajk x aki = aji ---- = ½ x ½ = ¼

Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi didapat rumus:

CI = λmaks – n ... (2.12) n – 1

Dengan: λmaks = Nilai Eigen Vektor Maksimum, n = Ukuran Matrik.

Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap ordo matriks seperti diperlihatkan pada Tabel 2.10.

(21)

Tabel 2.10 Random Indek Ordo

matrik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan 500 sampel, jika keputusan numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, .., 1, 2, …, 9 akan memperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi (CR). Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1:

CR = CI/RI <= 0,1 (ok) ... (2.13) Pembobotan kriteria dari masing-masing responden telah diperoleh dan dilanjutkan dengan menjumlahkan tiap kriteria pada masing-masing responden. Nilai ini kemudian dirata-ratakan dengan cara membaginya dengan jumlah responden, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Kriteria Resp.1 Resp.2 Resp.3 Resp.n A

B C D

(Sumber: Saaty, 1986)

C. Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP)

Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP) dapat dilihat sebagai metode analitik yang dikembangkan dari metode AHP. FAHP merupakan penggabungan dari metode AHP dengan logika matematika fuzzy. Perbedaannya dengan AHP adalah implementasi tingkat kepentingan dalam perbandingan berpasangan di dalam matriks perbandingan, yang menggunakan Triangular Fuzzy Numbers (TFN). Hal ini berarti angka

(22)

perbandingan berpasangan bukan satu melainkan tiga, yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Berdasarkan konsep fuzzy, fungsi keanggotaan tingkat kepentingan kriteria dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Fungsi keanggotaan tingkat kepentingan kriteria (Sumber: Kabir, dkk, 2011)

Langkah-langkah metode FAHP dapat disusun sebagai berikut:

Step 1: Menyusun struktur permasalahan yang dihadapi

Langkah menyusun struktur permasalahan sama seperti pada metode AHP dimana hirarki memiliki tujuan utama permasalahan, kriteria dan sub kriteria, serta alternatif.

Step 2: Menguji konsistensi matriks

Uji konsistensi matriks dilakukan dengan cara AHP yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar matriks perbandingan berpasangan yang dibentuk konsisten.

Step 3: Mengevaluasi perbandingan berpasangan fuzzy

Setelah memperoleh matriks yang konsisten, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan fuzzy. Dalam melakukan perbandingan berpasangan fuzzy, digunakan skala TFN seperti pada Tabel 2.12. Elemen untuk penilaian negatif diwakili oleh inverse dan urutan reverse dari bilangan fuzzy penilaian positif.

1 3 5 7 9 0 1 0.5 µM 1 3 5 7 9

(23)

Tabel 2.12 Skala TFN dalam Variabel Linguistik Linguistic Scale For

Importance Fuzzy Numbers Triangular Fuzzy Number (TFN) Reciprocal (Kebalikan) Perbandingan elemen

yang sama (Just

Equal)

1 (1, 1, 3) (1/3, 1, 1)

Elemen satu cukup penting dari yang lainnya (moderatly

important)

3 (1, 3, 5) (1/5, 1/3, 1)

Elemen satu kuat pentingnya dari yang lain (strongly

Important)

5 (3, 5, 7) (1/7, 1/5, 1/3)

Elemen satu lebih kuat pentingnya dari yang lain (very

strong)

7 (5, 7, 9) (1/9, 1/7, 1/5)

Elemen satu mutlak lebih penting dari yang lainnya

(extremely strong)

9 (7, 9, 9) (1/9, 1/9, 1/7)

(Sumber: Kabier, dkk, 2011)

Matriks perbandingan direpresentasikan seperti persamaan (2.14), dimana aij = (a , a , a ) merupakan hubungan kepentingan masing-masing

kriteria/alternatif dalam perbandingan berpasangan, sedangkan a , a , a menunjukkan secara berurutan nilai minimum, nilai tengah, dan nilai maksimum dari TFN.

Step 4: Extent Analysis

Metode extent analisis diperkenalkan oleh Chang pada tahun 1996 untuk menghitung nilai sintesis pada berbandingan berpasangan fuzzy. Langkah-langkah extent analysis yang pertama adalah menghitung nilai fuzzy syntethic extent. Nilai fuzzy syntethic extent untuk i-objek didefenisikan sebagai:

(24)

Dengan M adalah TFN, m adalah jumlah kriteria, j adalah kolom, i adalah baris dan g adalah parameter (l,m,u). ∑ M , merupakan operasi penjumlahan TFN dalam setiap baris, yang didefenisikan sebagai:

M = [ ∑ , ∑ , ∑ ]...(2.15) ∑ ∑ M , merupakan penjumlahan keseluruhan TFN dalam matriks perbandingan berpasangan, yang didefenisikan sebagai:

∑ ∑ M = [∑ , ∑ , ∑ ]...(2.16) Kemudian menghitung nilai invers dari persamaan (2.16) sebagai berikut:

[∑ ∑ M ]-1 = (

∑ , ∑ , ∑ )...(2.17) Untuk dua TFN, M1 = (l1, m1, u1) dan M2 = (l2, m2, u2) dengan tingkat

kemungkinan (M2 ≥ M1) didefenisikan sebagai:

Tingkat kemungkinan untuk bilangan fuzzy konveks M yang lebih baik dibandingkan k bilangan fuzzy konveks Mi(i=1,2,...k) dapat ditentukan dengan menggunakan operasi max dan min sebagai:

V(M ≥ M1, M2, ..., Mk)

= V[(M ≥ M1) and (M ≥ M2) and ... and (M ≥ Mk)

= min V(M ≥ M1) ...(2.19)

dengan i = 1,2,3, ..., k.

Diasumsikan bahwa d(A1) = min V(Si ≥ Sk) untuk k=1,2,...n; k ≠ i,

sehingga vektor bobot didefenisikan sebagai: 1 − 2

( 2 − 2 )– ( 1 − 1 ) 1, if m2 ≥ m1

0, if l1 ≥ u2

(25)

W' = (d'(A1), d'(A2,…. . , d'(An))T...(2.20)

dengan Ai= (i = 1,2,…, n) adalah n element.

Langkah terakhir adalah normalisasi vektor bobot yang telah diperoleh dengan persamaan:

W = (d(A1), d(A2,…. , d(An))T...(2.21)

d(An) =

( )

( )...(2.22)

dengan W adalah bilangan non-fuzzy.

D. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)

Model matematis adalah suatu system persamaam matematik yang digunakan untuk meyelesaikan suatu permasalahan, sehingga penyelesaiannya lebih sederhana. Dari pembobotan kriteria total responden diatas setelah dihitung rata-ratanya selanjutnya dihitung nilainya dengan sistem persamaan matematis menurut Brodjonegoro (1991) dalam I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) adalah:

Y= A(a1xbobot a1+….+ a6xbobot a6+....+D(d1xbobot

d1+…+d5xbobotd5) ...…...….. ...(2.23)

Dengan:

Y = Skala prioritas (untuk analisis TOPSIS)

A s/d D = Bobot FAHP Alternatif level 2 (berdasar analisa responden)

a1, a2, ,...d4, d5 = Bobot FAHP Alternatif level 3 (berdasar analisa responden)

bobot a1, bobot a2, …., bobot d5 = Bobot Alternatif level 3 (berdasarkan analisis data)

(26)

TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Hwang, 1981). Setelah didapatkan nilai total integral pada setiap kriteria, dilakukan normalisasi melalui persamaan:

r ij = ...(2.24)

Kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan matrix bobot yang ternormailisasi melalui persamaan:

yij = Wij x rij...(2.26)

Kemudian dihitung nilai solusi ideal positf dan nilai solusi ideal negatif menggunakan persamaan:

A+ = {y1 , y2 , ...., yn} dan A- = {y1 , y2 , ...., yn}...(2.27)

Jarak antara alternatif dengan solusi ideal positif dihiutng dengan persamaan:

= ∑ (yij – )2...(2.28)

Sedangkan jarak alternatif dengan solusi ideal negatif dihitung dengan persamaan:

= ∑ (yij – )2...(2.29)

Dengan membandingkan jarak dengan solusi ideal positif dan negatif, maka didapatkan nilai preferensi untuk setiap alternatif melalui persamaan:

(27)

Nilai CC yang didapatkan dari persamaan 2.29 merupakan nilai akhir yang digunakan untuk menentukan peringkat dari beberapa alternatif yang akan dipilih dengan nilai urutan peringkat awal dimulai dari nilai CC yang terbesar.

Gambar

Tabel 2.1 Penanggung Jawab Jalan dan Jembatan  Penanggung
Gambar 2.1. Penjelasan Metode FAHP  (Sumber: Risky, 2011)
Tabel 2.2. Sistem penilaian kondisi elemen
Tabel 2.4 Klasifikasi Jalan Kabupaten  Kelas  Jalan  Fungsi Jalan  LHR  (smp)  Tipe  Permukaan  Keterangan  III A  Lokal  Primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dari 72 responden mengenai hubungan tebal lemak tubuh dengan panjang siklus menstruasi pada Mahasiswa Tingkat I di Prodi D-III Kebidanan FKK

Bursa Indonesia Indonesia hari ini diperkirakan akan bergerak mixed akibat mayoritas saham mulai overbought namun masihmenyimpan minat beli, pengautan dapat terjadi

2 dari 3 faisalat tersebut telah wafat dan Allah menghendaki Syekh Saad masih hidup sehingga hari ini, maka para masyekh, orang-orang lama (kecuali sedikit orang yang

Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan menyimak siswa yang dilakukan sebanyak dua siklus pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X SMA Negeri 1

Pasukan Sekutu mengeluarkan peringatan (ultimatum) yang berisi agar Bandung bagian utara dikosongkan paling lambat tanggal 29 November 1945. Peringatan itu

Induksi nyeri cara termik yang dilakukan menunjukkan kecenderungan ekstrak daun dan akar tanaman kucing- kucingan (A. indica L.) dapat memperpanjang waktu reaksi

Selanjutnya menganalisis faktor-faktor apa saja yangmempengaruhi ketahanan pangan beras di Provinsi Sumatera Barat baikdari sisi penawaranmaupun dari sisi