• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

Juprimalino (2012:1) mengemukakan bahwa karakter adalah sifat khas, kualitas dan kekuatan moral pada seseorang atau kelompok. Menurut Musfiroh (2008:3), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Wibowo (2011:1) mengemukakan bahwa Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,

(2)

dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

Menurut Ramli (2003:1), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian sehingga terwujud perilaku yang baik

Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai-nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri

(3)

dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.

Berdasarkan pembahasan di muka dapat ditegaskan bahwa karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, dan nilai-nilai lainnya. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.

Menurut Tadkiroatun (dalam Sudrajat, 2010:1), bahwa karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan

(4)

perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Narwanti. 2011:23) mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insal kamil. Dalam pendidikan karakter sekolah, semua kemponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum,proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter

(5)

dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions af school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penangan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada

(6)

perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.

Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development.

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan karakter. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias

(7)

(1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

B. Pengertian Pengelolaan

Me-manage atau mengelola artinya mengatur agar seluruh potensi berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan. Dalam hal ini pimpinan mengatur agar karyawan atau staf bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana / prasarana yang dimiliki serta potensi-potensi masyarakat demi mendukung ketercapaian tujuan.

Menurut Parker Follet (dalam Atmodiwirio,2000:59) manajemen adalah mengkoordinasikan orang-orang lain untuk bekerja mencapai tujuan yang mungkin tidak akan tercapai bila dikerjakan secara individual. Sudirman (2009:25) yang memandang manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian pengerahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota.

(8)

Berdasarkan uraian di atas maka pengelolaan dapat di artikan sebagai usaha untuk mempengaruhi orang lain agar secara sukarela bekerjasama dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengelolaan mempunyai sejumlah fungsi sebagai berikut :

a) Perencanaan

Koont dan O’ Donnel (dalam Wahyosumidjo,1994:10) mengemukakan bahwa perencanaan adalah fungsi dari pada manajer di dalam pemilihan alternatif-alternatif, tujuan-tujuan, kebijaksanaan, prosedur dan program. Kegiatan perencanaan meliputi; 1) mengadakan survei terhadap lingkungan, 2) menentukan sasaran 3) meramalkan kondisi-kondisi, 4) menentukan sumber-sumber yang diperlukan 5) memperbaiki dan menyelesaikan rencana karena adanya perubahan-perubahan kondisi.

b) Pengorganisasian

Sutopo (2008:16) mengemukakan bahwa pengorganisasian merupakan suatu proses penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuannya, sumber-sumbernya dan lingkungannya. Purwanto (2008:16) mengemukakan bahwa pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian meliputi kegaiatn-kegiatan antara lain 1) mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan, 2) penentuan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 3) membagi pekerjaan

(9)

5) menentukan jawaban-jawaban yang diperlukan, 6) menentukan fungsi pekerjaan yang harus dilaksanakan, 7) mengatur personil, fasilitas-fasilitas dan sumber-sumber lain serta 8) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu yang melaksanakan tugasnya.

c) Penggerakan

Siagian (1997:23) mendefinisikan penggerakan sebagai keseluruhan pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercpainya tujuan organisasi dengan efisiensi dan ekonomi.

d) Pengawasan

Semua fungsi yang telah dijelaskan di atas tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan. Dalam pengawasan terdapat sasaran-sasaran yang perlu dicapai yaitu:1) melalui pengawasan pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditentukan sungguh-sungguh sesuai dengan pola yang telah digariskan dalam rencana, 2) struktur serta hirarki organisasi sesuai dengan pola yang telah ditentukan dalam rencana, 3) seseorang sungguh-sungguh ditempatkan sesuai dengan bakat, keahlian dan pendidikan serta pengalamannya dan bahwa usaha pengembangan keterampilan bawahan dilaksanakan secara berencana, kontinu dan sistemati, 4) penggunaan alat-alat diusahakan agar supaya sehemat mungkin, 5) sistem dan prosedur kerja tidak menyimpang dari garis-garis kebijaksanaan yang telah tercermin dalam rencana, 6) pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab didasarkan kepada petimbangan-pertimbangan yang

(10)

objekjtif dan rasional, dan tidak atas dasar “pesonal likes”, and “dislikes”, 7) tidak terdapat penyimpangan dan/atau penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan, kedudukan, terutama, keuangan. Dengan pengawasan yang intensif maka cenderung akan memberikan hasil yang optimal dalam pertumbuhan organisasi.

C. Prinsip dan Tahapan Pengelolaan Pendidikan Karakter

Zainal dan Sujah (2011:6) bahwa pengembangan pendidikan karakter didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka , dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada niali dasar yang sama.

(11)

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi positif dalam kehidupan peserta didik.

Dalam formulasi yang senada Samani dan Hariyanto (2011:47) mengemukakan bahwa: “Terdapat beberapa nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan anak yaitu 1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. Berdisiplin, beriman, bertakwa, berpikir jauh ke depan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian, 2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, bekerja keras, berani memikul resiko ( the risk taker), berdisiplin, berhati lembut/berempati, berpikir matang, berpikir jauh ke depan (future oriented, visioner), bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efesien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pegabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka dan ulet., 3) sikap dan perilaku dalam hubungan dengan keluarga, bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, kemauan keras, lugas, menghargai

(12)

kesehatan, menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, sportif, suaila, tegas, tepat janji/amanah, terbuka, 4) sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa, bekerja keras, berpikir jauh ke depan,bertenggang rasa/toleran, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, setia, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat,tertib, sportif, suaila, tegas, tepat janji/amanah, terbuka, dan 5) Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar, bekerja keras, berpikir jauh ke depan, menghargai kesehatan, pengabdian.”

Zainal dan Sujah (2011:6) mengemukakan bahwa implementasi pendidikan Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan/penguatan emosi (moral feeling), dan perbuatan bermoral (moral action) . hal ini diperluakn agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).

(13)

Zainal dan Sujah (2011:6) mengemukakan bahwa dimensi-dimensi dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nial-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (actmorallly) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

Pengembangan karakter dalam suatu system pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama lingkungan, bangsa dan Negara, serta dunia internasional.

(14)

Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing), karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya, ketika seseorang berbuat jujur, hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek pesaraan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan dalam berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan buka saja aspek “knowing the good”(moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good”(moral feeling), dan “action the good “ (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh suatu paham tertentu. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling dan moral action.

D. Pengelolaan Pendidikan Karakter di Sekolah

Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan. Namun demikian, penanaman kedelapanpuluh nilai tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena itu, pada

(15)

tingkat SMP dipilih 20 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Berikut adalah daftar 20 nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya. 1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius), Pikiran, perkataan,

dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri a. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain

b. Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

c. Bergaya hidup sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

(16)

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

f. Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

g. Berjiwa wirausaha

Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

h. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

i. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

(17)

j. Ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

k. Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

b. Patuh pada aturan-aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

c. Menghargai karya dan prestasi orang lain

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.

d. Santun

Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

(18)

Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5) Nilai kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

a. Nasionalis

Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

b. Menghargai keberagaman

Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku belajar yang diharapkan dapat ditunjukkan dari pendidikan karakter yaitu berupa perilaku yang baik dan terinci melalui nilai-nilai karakter. Terkait dengan hal ini maka kegiatan

(19)

pembelajaran yang dilakukan kepada siswa perlu selalu diarahkan pada upaya untuk mengembangkan perilaku belajar yang positif.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Menggambarkan pengemasan informasi sebagai sebuah pendekatan untuk membantu diri sendiri, menekankan pada permasalahan bahwa layanan informasi adalah memilih informasi yang

Bandingkan Nilai vf value points untuk image yang dibuat dengan if file (partisi atau disk yang dikopi). Hasilnya memperlihatkan "Total: Match", seperti terlihat di

Pada kegiatan pendahuluan peneliti mengucapkan salam serta memperkenalkan diri terlebih dahulu. Peneliti juga menjelaskan tujuan dari penelitiannya. Selanjutnya

(Banjarmasin: Sabtu, 4 April 2009).. kapanpun dan dimanapun demi kemajuan madrasah. Kepala madrasah juga tidak pernah menunda-nunda waktu untuk memberikan pelayanan kepada

partisipasi (peran serta) karyawan merupakan sebuah proses dimana individu mengambil bagian dalam pengambilan keputusan dalam sebuah institusi, program, dan lingkungan yang

sinkron tanpa beban diputar pada putaran nominalnya dan diberi eksitasi sampai tegangan nominalnya, maka seluruh daya yang masuk ke generator sinkron digunakan untuk

Persekutuan untuk bagi pihak Responden- responden ini akan ditetapkan sebagai antara peguam dan klien menurut perintah Mahkamah bertarikh 19.4.2010 yangmana kos

tipe p dan n, yang mampu merubah energi sinar energi sinar matahari menjadi energi listrik.. matahari menjadi