• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN AKTIVITAS TERINTEGRASI DENGAN MANAJEMEN NYERI DAN FALL EFFICACY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LATIHAN AKTIVITAS TERINTEGRASI DENGAN MANAJEMEN NYERI DAN FALL EFFICACY"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATIHAN AKTIVITAS TERINTEGRASI DENGAN MANAJEMEN NYERI DAN FALL EFFICACY TERHADAP STATUS FUNGSIONAL

PASIEN POST ORIF FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT KASIH IBU

SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Utin Purwantini

NIM ST172081

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2019

(2)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2019

Pengaruh Latihan Aktivitas Terintegrasi Dengan Manajemen Nyeri Dan Fall Efficacy Terhadap Status Fungsional Pasien Post Orif Fraktur Ekstremitas Bawah

Di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta

Utin Purwantini1), Wahyu Rima Agustin2), Gatot Suparmanto3) utinp65’@gmail.com

1)

Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) 3)

DosenProgram Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi salah satu penatalaksanaan fraktur adalah dengan tindakan ORIF. Pasien post operasi ORIF sering mengalami nyeri dan takut untuk melakukan aktifitas sehari-hari sehingga menurunkan status fungsional pasien. Untuk meningkatkan status fungsional pasien perlu dilakukan latihan aktifitas terintegrasi secara bertahap. Dalam melakukan latihan terintegrasi perlu diperhatikan nyeri dan tingkat ketakutan jatuh pasien agar latihan terintegrasi bisa berjalan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

Penelitian Pre eksperimental design dengan rancangan penelitian one grup pretes-posttest design dengan analisa univariat dan bivariat. Alat ukur menggunakan Indeks Barthel , Fall Efficacy Scale, dan lembar observasi.

Status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah meningkat setelah dilakukan latihan aktivitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy. Hasil analisis uji Wilcoxon nilai p Value = 0,001 ( p <0,05) .Terdapat pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

Terdapat pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

Kata Kunci : Fraktur Ekstremitas Bawah, Fall Efficacy, Manajemen Nyeri, Status Fungsional Daftar pustaka : 38 (2009-2018)

(3)

BACHELOR’S DEGREE PROGRAM IN NURSING KUSUMA HUSADA COLLEGE OF HEALTH SCIENCES OF SURAKARTA 2019

Utin Purwantini1), Wahyu Rima Agustin2), Gatot Suparmanto3) utinp65’@gmail.com

1) Bachelor of Nursing Study Program Student at STIKes Kusuma Husada Surakarta 2) 3) Bachelor of Nursing Study Program lecturer at STIKes Kusuma Husada Surakarta

Effect of Integrated Activity Exercise with Pain Management and Fall Efficacyon Functional Status of Lower Extremity Fracture Post Open Reduction Internal

Fixation (ORIF) Patients at Kasih Ibu Hospital of Surakarta Abstract

The high accident incidence rate causes the facture incidence rate to be increasing. One of the fracture managements is ORIF intervention. Post-ORIF patients frequently experience pain and are worried to perform their daily activities so that their functional status decreases. To increase their functional status, an integrated activity exercise needs to be performed gradually. During the exercise, patients’ pain and fear level of fall need to be considered so that the integrated exercise can run optimally. The objective of this research is to investigate effect of integrated activity exercise with pain management and fall efficacy on functional status of lower extremity fracture post-ORIF patients.

This research used the pre-experimental research method with one group pretest-posttest design. The data of the research were collected through Barthel Index, Fall Efficacy Scale, and observation sheet. The data were then analyzed by using the univariate and bivariate analyses.

Following the implementation of the integrated activity exercise with pain management and fall efficacy, the functional status of the lower extremity fracture post-ORIF patients increased as indicated by the result of the Wilcoxon’s Test where the p-value was 0.001 ( p <0.05). Thus, the integrated activity exercise with pain management and fall efficacy had an effect on the functional status of lower extremity fracture post-ORIF patients Keywords: Lower extremity fracture, fall efficacy, pain management, functional status References: 38 (2009-2018)

(4)

I. PENDAHULUAN

Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi, dan salah satu kondisi fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur femur, yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri setelah operasi

Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%)..

Penatalaksanaan fraktur meliputi tindakan konservatif maupun tindakan pembedahan.Tindakan konservatif di antaranya : pemasangan gips, bidai, traksi kulit, traksi tulang, juga perbaikan dengan melakukan manipulasi dan reposisi ke posisi mendekati normal. Sedangkan tindakan operatif meliputi operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction External Fixation) (Davis & Kneale, 2011).

Permasalahan paska pembedahan ortopedi berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas fisik, dan konsep diri (Bare & Smeltzer, 2013). Nyeri menghambat kemampuan beraktivitas yang memerlukan mobilisasi yang mengakibatkan penekanan pada area fraktur. Posisi duduk cenderung mengakibatkan penekanan pada area fraktur sehingga meningkatkan intensitas nyeri (Hoppenfeld & Murthy, 2011).

Status fungsional akan menurun pada kegiatan yang memerlukan perubahan posisi yang dominan seperti berpakaian, mandi, makan, dan penggunaan urinal walaupun dilakukan diatas tempat tidur. Untuk meningkatkan status fungsional pasien diperlukan latihan aktifitas terintegrasi yang rutin.

Terapi latihan adalah performa gerakan tubuh, postur, dan aktivitas fisik yang dilaksanakan secara sistematis dan terencana untuk memperbaiki atau mencegah kelemahan fisik, meningkatkan, memperbaiki, atau meningkatkan fungsi fisik (Pristianto, 2018). Saat melakukan terapi latihan terintegrasi pasien sering mengalami nyeri sehingga menimbulkan rasa takut untuk melakukan suatu kegiatan. Terapi latihan terintegarasi perlu dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal salah satunya dengan manajemen nyeri dan fall efficacy.

Di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta angka kejadian jumlah pasien fraktur yang tercatat pada bulan Juli sampai September 2018 mencapai 156 pasien dan yang menjalani tindakan pembedahan baik ORIF maupun OREF sebanyak 87 pasien. Sedangkan pasien yang menjalani operasi ORIF ekstremitas bawah sekitar 53 pasien. Selama ini di Rumah Sakit Kasih Ibu latihan aktifitas untuk meningkatkan status fungsional pasien hanya dilakukan oleh fisioterapi tanpa memperhatikan faktor lain seperti manajemen nyeri dan fall efficacy.

II. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian pre eksperimental design dengan rancangan penelitian one grup pretes-posttest design. Yaitu kelompok subjek diobservasi status fungsional sebelum dilakukan perlakuan

(5)

terapi aktifitas dengan manajemen nyeri dan fall efficacy, kemudian diobservasi lagi setelah dilakukan perlakuan.. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah yang dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta pada bulan Juli sampai September 2019 yaitu 53 pasien.

Alat penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang meliputi: lembar persetujuan (informed concent), hasil penilaian status fungsional dengan menggunakan Indeks Barthel, hasil pemeriksaan Fall Efficacy Scale, dan lembar observasi pengamatan nilai status fungsional sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan latihan terintegrasi dengan manajeman nyeri dan fall efficacy.

Uji yang digunakan untuk analisa bivariat dalam penelitian ini adalah Wilcoxon. Uji Wilcoxon digunakan karena skala data yang digunakan adalah skala data Ordinal yang merupakan skala data kategorik (Sopiyudin, 2013)

III. HASIL PENELITIAN 1. Usia

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Presentase

(%) Dewasa (26-45 tahun) 7 41,2 Lansia (46-65 tahun) 5 29,4 Manula (> 65 tahun) 5 29,4 Total 17 100%

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang diteliti yang terbanyak adalah usia dewasa (26-45 tahun) yaitu 7 responden (41,2%)

2. Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

Laki-Laki 8 47,1

Perempuan 9 52,9

Total 17 100%

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang diteliti yang terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 9 responden (52,9%).

3. Fall Efficacy

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fall Efficacy Fall Efficacy Frekuensi Presentase

(%)

Tinggi 17 100

Sedang 0 0

Rendah 0 0

Total 17 100%

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang diteliti semua responden (100%) mempunyai fall efficacy yang tinggi.

4. Status Fungsional Sebelum Latihan Aktifitas Terintegrasi Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Fungsional Sebelum

Latihan Aktifitas Terintegrasi

Status Fungsional Frekuensi Presentase (%) Ketergantungan Sedang 8 47,1 Ketergantungan Berat 9 52,9 Total 17 100%

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang diteliti yang terbanyak adalah

(6)

ketergantungan berat dengan 9 responden (52,9%).

5. Status Fungsional Setelah Latihan Aktifitas Terintegrasi Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Fungsional Setelah

Latihan Aktifitas Terintegrasi

Status Fungsional Frekuensi Presentase (%) Ketergantungan Sedang 10 58,8 Ketergantungan Berat 7 41,2 Total 17 100%

Berdasarlan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 17 responden yang diteliti yang terbanyak adalah ketergantungan sedang yaitu 10 responden (58,8%).

6. Analisa Bvariat

Perbedaan status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah sebelum dan sesudah dilakukan latihan terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficay dilakukan dengan uji Wilcoxon.

Tabel 4.6 Perbedaan Status Fungsional Sebelum dan Sesudah Latihan Aktifitas

Terintegrasi

n p

Status fungsional sebelum latihan terintegrasi

17 0,0

05 Status fungsional setelah

latihan terintegrasi

17

Dari tabel diatas dapat diketahui hasil anaslisis uji Wilcoxon didapatkan nilai p=0,005 ( p <0,05) sehingga menunjukkan terdapat pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status

fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

IV. PEMBAHASAN Usia

Usia yang mengalami fraktur terbanyak adalah usia dewasa (25-45 tahun). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2014) yang menyatakan bahwa usia terbanyak yang mengalami fraktur adalah usia 21-45 tahun. penelitian yang dilakukan Desiartama (2017) juga mendapati bahwa fraktur terbanyak terjadi pada usia dewasa awal (18-30 tahun). Pasien dengan rentangan umur 18-30 tahun paling banyak mengalami fraktur femur akibat kecelakaan lalu lintas dikarenakan usia tersebut merupakan usia produktif dan biasanya pada usia tersebut sebagian besar memiliki mobilitas yang cukup tinggi untuk beraktivitas di luar ruangan. Menurut Lukman & Ningsih (2012) bahwa fraktur cenderung terjadi pada usia di bawah 45 tahun karena pada pada usia tersebut sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau yang sekarang sering terjadi akibat luka yang disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor.

Jenis Kelamin

Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda yaitu hanya selisih 1 responden. Menurut penelitian Vithiya (2012) responden laki-laki lebih banyak terjadi fraktur yaitu 83 orang (71,5%). Laki- laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan. Aktivitas di luar rumah untuk bekerja mempunyai risiko lebih tinggi mengalami cedera Sedangkan menurut Yuli Widiastuti

(7)

(2015 ) jumlah pasien fraktur terbanyak terjadi pada responden perempuan yaitu 19 responden (59 %).

Pada wanita fraktur lebih sering disebabkan oleh osteoporosis. Wanita berisiko lebih tinggi terhadap terjadinya osteoporosis karena wanita memiliki massa tulang yang lebih rendah dan mengalami pengeroposan lebih cepat. Wanita lebih rentan terhadap osteoporosis karena terjadi perubahan hormonal yang dapat menurunkan drastis kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium (Wardhana, 2012). Fall Efficacy

Semua responden mempunyai fall efficacy tinggi sehingga membutuhkan perhatian dan motivasi yang tinggi. Fall efficacy merupakan tingkat takut seseorang untuk jatuh dalam melakukan suatu kegiatan. Perasaan takut untuk jatuh pada seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam beraktifitas sehingga bisa mempengaruhi status fungsional pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Annete (2012) yang menemukan bahwa 58% (33 responden) pasien fraktur HIP mempunyai fall efficacy tinggi . Annete menjelaskan bahwa fall efficacy dapat mempengaruhi pemulihan pasca fraktur panggul dan merupakan faktor pembatas status fungsional kemampuan pada pasien usia lanjut. Ketakutan akan jatuh harus diatasi dan dalam penelitian yang akan mendatang skrining ketakutan akan jatuh di rumah sakit bermanfaat untuk rehabilitasi pasien.

Fall efficacy ditentukan oleh beberapa komponen personal yang terdiri dari fungsi kemauan, perasaan, nilai-nilai, dan ketertarikan (Peterson et.al. 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Peterson dan kolega menyatakan

bahwa fall efficacy didasari oleh penerimaan personal terhadap penyakit, penerimaan terhadap perubahan kapasitas, kemampuan kontrol diri, kemampuan belajar dan melakukan, kewaspadaan, dan tanggungjawab personal. Peningkatan komponen dasar fall efficacy akan bertambah seiring dengan pertambahan perbaikan kondisi pasca operasi fraktur ekstremitas bawah sehingga akan meningkatkan efficacy untuk mandiri.

Status Fungsional Sebelum Dilakukan Terapi Terintegrasi

Status fungsional pasien lebih banyak yang mengalami ketergantugan berat yaitu sebanyak 9 responden. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2018) yaitu didapatkan status fungsional pasien post operasi fraktur ekstremitas dari 47 responden 48,94% mempunyai ketergantungan sedang dan 38,30 mempunyai ketergantungan berat. Menurut Folden & Tappen dalam Siboro (2018) status fungsional pasca operasi dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Penelitian Lusardi dalam Siboro (2018) pada responden berusia 60-89 tahun menunjukkan bahwa faktor usia merupakan faktor penting dalam menentukan status fungsional.

Status Fungsional Setelah Dilakukan Terapi Terintegrasi

Setelah dilakukan latihan terintegrasi status fungsional pasien menjadi lebih banyak yang berketergantungan sedang yaitu 10 responden. Hal ini sesuai dengan ‘penelitian yang dilakukan oleh Ropyanto (2011). Yang menyatakan bahwa nyeri merupakan faktor yang

(8)

paling berpengaruh terhadap status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas setelah dikontrol fall efficacy dan jenis fraktur. Nyeri menghambat kemampuan beraktivitas yang memerlukan mobilisasi yang mengakibatkan penekanan pada area fraktur. Posisi duduk cenderung mengakibatkan penekanan pada area fraktur sehingga meningkatkan intensitas nyeri (Hoppenfeld & Murthy, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2018) menyatakan bahwa fall efficacy berpengaruh signifgikan terhadap status fungsional pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah. Fall efficacy yang rendah memiliki arti bahwa responden yakin dapat mengerjakan aktivitas dasar sehari-hari tanpa jatuh walaupun responden tersebut memiliki status fungsional yang buruk (tingkat ketergantungan sedang berat). Persepsi mampu melakukan aktivitas dasar ini merupakan fokus perhatian penting bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan bahwa tidak semua pasien pasca operasi fraktur ekstremitas bawah yang memiliki status fungsional sedang berat juga akan memiliki keyakinan akan jatuh apabila melakukan aktivitas dasar sehari-hari

Pengaruh Latihan Terintegrasi Dengan Manajemen Nyeri Dan Fall Efficacy Terhadap Status Fungsional Pasien Post ORIF Fraktur Ekstremitas Bawah

Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon didapatkan nilai p=0,005. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status fungsional

pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah

Hal ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan oleh Ropyanto (2011) bahwa faktor yang mempengaruhi status fungsional pasien post ORIF pasien fraktur ekstremitas antara lain usia, lama menjalani perawatan paska operasi, jenis fraktur, nyeri, kelelahan, motivasi, fall efficacy, serta dukungan keluarga dengan nyeri merupakan faktor pengaruh paling besar.

Tanziela (2014) menyatakan didapatkan hubungan yang signifikan antara intensitas nyeri dan status fungsional pada pasien osteoartritis lutut grade II. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri bisa berpengaruh pada kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari yang merupakan komponen pada status fungsional

Pada pasien post operasi ORIF, pasien selalu merasakan nyeri yang disebabkan terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh fraktur maupun luka pembedahan. Perasaan nyeri sesorang akan menyebabkan perasaan takut sesorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang menyebabkan terganggunya status fungsional pasien.

Banyak pasien yang takut untuk mobilisasi karena merasakan sakit sehingga juga memicu untuk takut jatuh saat melakukan aktifitas, sehingga akan menghambat status fungsional pasien. Setelah dilakukan terapi terintegrasi dengan manajemen nyeri dan juga motivasi tentang fall eficacy, pasien lebih mengerti cara mengontrol nyeri dan juga mengurangi fall effficacy.

(9)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan usia responden terbanyak adalah usia dewasa yaitu 7 responden (41,2%). Berdasarkan jenis kelamin responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu 8 responden (47,1%). Berdasarkan fall efficacy semua responden memiliki fall efficacy yang tinggi yaitu 17 responden (100%)

Status fungsional sebelum dilakukan latihan terintegrasi responden paling banyak memiliki status fungsional ketergantungan berat yaitu 9 responden (52,9%).

Status fungsional setelah dilakukan latihan terintegrasi responden paling banyak memiliki status fungsional ketergantungan sedang yaitu 10 responden (58,8%) .

Hasil anaslisis uji Wilcoxon didapatkan nilai p=0,005 ( p <0,05) sehingga menunjukkan terdapat pengaruh latihan aktifitas terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy terhadap status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

VI. SARAN

Bagi Rumah sakit diharapkan dapat memberikan waktu khusus untuk dilakukan latihan terintegrasi dengan manajemen nyeri dan fall efficacy sampai pasien pulang. Sehingga dapat meningkatkan pelayanan dalam rehabilitasi pasien post operasi dengan lebih memperhatikan nyeri dan mengurangi rasa takut untuk jatuh agar pasien dapat segera meningkatkan status fungsionalnya.

Bagi institusi pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

meningkatkan status fungsional pasien post ORIF fraktur ekstremitas bawah.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar menambah jumlah responden dan jumlah waktunya sehingga hasilnya dapat diketahui status fungsional pasien saat sudah keluar dari rumah sakit.

VII. PUSTAKA

Annette, Jellesmark. , Suzanne, FH, Ingrid, E & Nina B. (2011) Fear Of Falling And Changed Functional Ability Following Hip Fracture Among Community-Dwelling Elderly People: An Explanatory Sequential Mixed Method Study. Journal Of Helath Science 36- 23 Davis, P , Kneale, J. (2011). Keperawatan

Ortopedik dan Trauma Edisi 2: Editor : Hadiningsih, dkk. Jakarta : EGC

Desiartama, A. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika, 06 (05)

Hoppenfeld, S., & Murthy, V.L. (2011). Terapi Dan Rehabilitasi Fraktur. New York : Lippinscott Williams & Wilkins.

Lukman & Ningsih, N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Peterson, E.W., Kielhofner, G., Tham, K., & Koch, L.V. (2009). Falls selfefficacy among adults with multiple sclerosis : A Phenomenological study. Occupation, Participation, and

(10)

Health, 30 (4), 148 – 157. American Occupational Therapy Foundation

Pristianto, A, Wijianto & Rahman, F.(2018). Terapi Latihan Dasar. Surakarta : Muhamadiyah University Pres

Purnamasari, E. (2014). Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Rsud Ungaran. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) 06 (03)

Ropyanto, C. B. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Fungsional Paska Open Reduction Internal Fixation (Orif) Fraktur Ekstremitas. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah 01 (02), November 2013

Siboro, Jamian. (2018). Hubungan Fatigue , Falls Efficacy Dan Status Fungsional Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah. Jurnal Kesehatan Universitas Sumatera Utara. (06) 02.

Smeltzer, S., & Bare, B. (2009). Brunner and Suddarth’s : Text Book Medical Surgical Nursing. St. Louis Missouri : Elsevier Saunders.

Sopiyudin, M. D. (2013). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta. Salemba Medika

Tanziela, FT.(2014). Hubungan Intensitas Nyeri Terhadap Status Fungsional Pasien Osteoartritis Lutut Grade II. Elektronic These and Disertations (ETD) Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh. Diakses Tanggal 10 Mei 2019.

Vithiya, C, S. (2012).Distribusi Fraktur Femur yang Dirawat Di Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang (2010-2012).Jurnal Kesehatan Andalas, 2017. 6 (3).

Wardhana, Wisnu. (2012). Faktor-faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di Atas 50 Tahun. http://eprints.undip.ac.id/37820/1/ Wisnu_W_G2A008196_Lap.KTI. pdf diunduh pada tanggal 28 Juni 2019

Widyastuti, Y. (2015). Gambaran Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Femur Di Rs Ortopedi Prof. Dr.R Soeharso Surakarta. Jurnal PROFESI. 12(2).

Referensi

Dokumen terkait

Jika fase phalik tidak dapat diselesaikan dengan baik, anak akan mengembangkan sifat phalik yang menonjol yaitu persaingan. dan ambisi sebagai akibat timbulnya rasa malu

Demikian disampaikan, atas partisipasi dan kerjasamanya kami sampaikan terima kasih. Jakarta, 12 Juli

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua upaya dalam meningkatkan retibusi Pasar Dayun, yaitu upaya Normatif dan empirik, upaya normatif terdiri dari Peraturan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Radio Suara Torani Pangkep adalah radio yang dinaungi langsung oleh Dinas Perikanan Kabupaten Pangkep yang sekaligus menjadi

Apakah kebijakan pemerintah terhadap input dan output mempengaruhi daya saing usaha peternakan sapi potong dan budidaya ikan patin di Kabupaten Indragiri

Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung

Serat 200 gram digunakan untuk bagian yang mempunyai kontur yang rumit, seperti pada saat penyambungan antara cembungan body pintu dengan pintu, proses ini

Namun setelah amandemen UUD 1945 terdapat kerancuan antara lembaga pemerintah dan lembaga negara dan Mahkamah dalam beberapa putusannya telah mempertimbangkan bahwa Pemerintahan